Laman

Kamis, 21 Maret 2019

Sejarah Yogyakarta (27): Fakultas Ekonomi UGM 1955; Para Ahli Ekonomi dan Sejarah Fakultas Ekonomi di Indonesia Mulai 1948


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini

Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada bukanlah yang tertua di Yogyakarta. Yang tertua terdapat di Makassar baru di Jakarta (FEUI). Akan tetapi pada masa ini Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada adalah yang pertama di Indonesia yang memperoleh pengakuan akreditasi internasional yakni AACSB Accreditation. Dalam hal inilah keutamaan Fakultas Ekonomi (dan Bisnis) Universitas Gajah Mada dalam sejarah fakultas ekonomi di Indonesia. Fakultas Ekonomi tertua sendiri di Yogyakarta terdapat di Universitas Islam Indonesia (UII).

Para ekonom pertama Indonesia
Pada era kolonial Hindia Belanda, studi ekonomi baru diadakan pada level sekolah menengah atas (HBS) di Prins Hendrik School di Batavia (baca: Indonesia). Lulusan Afdeeling-A (jurusan ekonomi) HBS Prins Hendrik School dapat langsung melanjutkan studi ke Universiteit Rotterdam atau cukup dengan mengikuti pendidikan lebih lanjut sebagai kursus bidang ekonomi yang diadakan pemerintah Hindia Belanda di Batavia untuk langsung dipekerjakan sebagai pegawai pemerintah.

Lantas bagaimana sejarah awal pendirian Fakultas Ekonomi di Indonesia dan mengapa studi ekonomi diadakan di Universitas Gajah Mada di Jogjakarta yang menjadi cikal bakal Fakultas Ekonmi UGM? Sepintas pertanyaan ini tidak terlalu penting, tetapi peran pembentukan fakultas ekonomi ini sangatlah penting pada fase awal Pemerintahan Republik Indonesia. Para ekonom-ekonom Indonesia saat itu (1948-1955) memainkan peran dan mulai menggantikan para ekonom Belanda yang secara bertahap pulang (kembali) ke Belanda. Pembentukan Fakultas Ekonomi di Universitas Gajah Mada dalam hal ini dimaksudkan untuk memperkokoh kedaulatan Indonesia di bidang pengajaran dan studi ekonomi di perguruan tinggi di Indonesia.

Prins Hendrik School (PHS) adalah sekolah elit pada era kolonial Hindia Belanda di Batavia. Tidak mudah untuk diterima di sekolah ini. Persyaratannya sangat ketat dan hanya beberapa orang pribumi yang cerdas yang mampu bersaing dengan anak-anak Eropa/Belanda.  Salah satu siswa yang diterima di PHS HBS-B adalah Mohamad Hatta dan lulus tahun 1921 dan kemudian melajutkan studi ke Rotterdam. Pada tahun 1927 dari  HBS-B Prins Hendrik School lulus Abdul Hakim Harahap, tetapi tidak melanjutkan studi ke Rotterdam tetapi lebih memilih kursus ekonomi dua tahun (setingkat sarjana muda) yang baru dibuka tahun 1927 di Batavia. Pelamarnya banyak yang dari lulusan PHS. Pada tahun 1929 Abdul Hakim Harahap lulus dan ditempatkan sebagai pejabat di kantor Bea dan Cukai di Medan. Pada tahun 1940 Abdul Hakim Harahap dipindahkan dari West Java sebagai kepala kantor ekonomi di Groote Oost (baca: Indonesia Timur) yang berkedudukan di Makassar. Pada saat pendudukan Jepang, Abdul Hakim Harahap pulang kampung sehubungan dengan meninggal ayahnya di Padang Sidempoean. Pasca gencatan senjata (fase Agresi Militer Belanda II), Abdul Hakim Harahap, Residen Tapanoeli yang menguasai tiga bahasa (Belanda, Inggris dan Prancis) diminta para tokoh Republiken menjadi ketua penasehat ekonomi ke konferensi KMB tahun 1949 di Den Haag untuk mendampingi Drs. Mohamad Hatta sebagai pimpinan delegasi. Keutamaan Abdul Hakim Harahap dalam hal ini karena satu-satunya Republiken yang berpengalaman sebagai pejabat ekonomi di era Pemerintahan Hindia Belanda.

Selain delegasi Indonesia berangkat ke Belanda untuk mengikuti Konfrensi KMB, delegasi Indonesia lainnya yang bersamaan waktunya adalah delegasi ke Sidang Umum PBB di Lake Success, New York. Delegasi ke PBB ini dipimpin oleh Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 29-08-1949). Soetan Goenoeng Moelia adalah mantan Menteri Pendidikan RI ke-2.

Sepulang dari KMB, Drs. Mohamad Hatta menjadi Perdana Menteri RIS di Djakarta, sedangkan Abdul Hakim Harahap tidak setuju konsep federal (RIS) lalu hijrah ke Jongjakarta (pusat wilayah RI). Di Jogjakarta, Abdul Hakim Harahap diangkat sebagai Wakil Perdana Menteri RI. Drs, Mohamad Hatta, Abdul Hakim Harahap dan Sjamsi Sastrawidagda, Ph.D (guru di Bandoeng) adalah tiga ekonom (ahli ekonomi) Indonesia pertama. Pada era pendudukan Jepang, dua pemuda Indonesia lulus doktor (Ph.D) di bidang ekonomi di Universiteit Amsterdam yakni Soemitro Djojohadikoesoemo dan Ong Eng Die (keduanya pernah menjadi Menteri Keuangan: Ong Eng Die menggantikan Soemitro Djojohadikoesoemo). Pada tahun yang sama (1953): Drs. Mohamd Hatta sebagai Wakil Presiden; Abdul Hakim Harahap sebagai Gubernur Sumatra Utara; Menteri Keuangan Soemitro Djojohadikoesoemo, Ph.D digantikan oleh Ong Eng Die, Ph.D. Itulah riwayat singkat empat ekonom pertama Indonesia yang menjabat sebagai pejabat pemerintah Indonesia. Keempatnya adalah alumni Prins Hendrik School (PHS). Satu lagi alumni Prins Hendrik School (PHS) Batavia adalah Ida Lomongga tahun 1920 dari Afdeeling-B (jurusan IPA) yang kemudian melanjutkan studi ke Universiteit Utrecht dan meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran pada tahun 1930 di Universiteit Amsterdam. Ida Lomongga Nasution adalah perempuan Indonesia pertama yang meraih gelar Ph.D.

Hingga tahun 1933 sudah terdapat sebanyak 26 orang Indonesia yang berhasil meraih gelar tertinggi pendidikan (Ph.D). Namun diantara mereka hanya satu orang perempuan yakni Ida Loemongga meraih doktor (Ph.D) di Universiteit Leiden pada bidang kedokteran dengan desertasi berjudul ‘Diagnose en prognose van aangeboren hartgebreken’ (Bataviaasch nieuwsblad, 20-01-1931). Ida Loemongga, anak dari Dr. Harun Al Rasjid di Padang Sidempoean (Bataviaasch nieuwsblad, 20-01-1931). Orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor (Ph.D) adalah Husein Djajadiningrat pada tahun 1913 di Universiteit Leiden di bidang sastra (De Telegraaf, 31-12-1934). Gelar doktor kedua diraih oleh Dr. Sarwono di bidang kedokteran pada tahun 1919, lalu yang ketiga dan keempat adalah Mr. Gondokoesoemo dan RM Koesoema Atmadja sama-sama di bidang hukum pada tahun 1922. Lalu yang kelima dan keenam adalah Dr. Sardjito dan Dr. Mohamad Sjaaf sama-sama di bidang medis tahun 1923. Dr. Sardjito, Ph.D kerlak menjadi presiden (Rektor) pertama Universitas Gadjah Mada di Jogjakarta.

Daftar orang Indonesia peraih gelar doktor (Ph.D) selanjutnya adalah sebagai berikut: (7) R Soegondo (hukum 1923); (8) JA Latumeten (medis, 1924); (9) Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi (hukum, 1925); (10) R. Soesilo (medis, 1925); (11) HJD Apituley (medis, 1925); (12) Soebroto (hukum, 1925); (13) Samsi Sastrawidagda (ekonomi, 1925); (14) Poerbataraka (sastra, 1926); (15) Achmad Mochtar (medis, 1927); (16) Soepomo (hukum, 1927); (17) AB Andu (medis, 1928); (18) T Mansoer (medis, 1928); (19) RM Saleh Mangoendihardjo (medis, 1928); (20) MH Soeleiman (medis, 1929); (21) M. Antariksa (medis, 1930); (22) Sjoeib Proehoeman (medis, 1930); (23) Aminoedin Pohan (medis, 1931); (24) Seno Sastroamidjojo (medis, 1930); (25) Ida Loemongga (medis, 1931); (26) Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (sastra dan filsafat, 1933). Catatan: cetak tebal adalah doktor-doktor asal Afdeeling Padang Sidempoean, Residentie Tapanoeli.

Pada tahun 1933 para revolusioner Indonesia mengalami tekanan. Ir. Soekarno yang proses pengadilannya berlarut-larut dan akan dibuang ke Digoel serta sebanyak 40 buah surat kabar dan majalah pribumi dibreidel, termasuk surat kabar Bintang Timoer milik Parada Harahap. Pada bulan November 1933 Parada Harahap memimpin tujuh revolusioner Indonesia berangkat ke Jepang. Para revolusioner menganggap Belanda sudah di luar batas dan harus ditinggalkan dan lebih baik bekerjasama dengan Jepang yang semakin maju. Dalam rombongan tujuh revolusioner ini termasuk Drs. Mohamad Hatta yang baru lulus sarjana ekonomi di Belanda dan Sjamsi Sastrawidagda, Ph.D (doktor ekonomi Indonesia pertama). Parada Harahap adalah ketua pengusaha pribumi Batavia (semacam KADIN pada masa ini). Parada Harahap pada tahun 1919 mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean dan pada tahun 1923 hijrah ke Batavia dan mendirikan surat kabar Bintang Hindia dan mendirikan kantor berita Alpena tahun 1925 bersama WR Supratman. Pada tahun 1926 mendirikan surat kabar Bintang Timoer. Pada tahun 1933 Para Harahap yang berpuluh kali kena delik pers dan belasan kali masuk penjara memiliki tujuh media. Pada saat di Jepang pimpinan delegasi Parada Harahap dijuluki pers Jepang sebagai The King Of Java Press. Rombongan kembali ke tanah air dan mendarat di pelabuhan Tanjong Perak Soerabaja pada tanggal 13 Februari 1934. Pada tanggal yang sama, Ir. Soekarno diberangkatkan dari pelabuhan Tandjong Priok menuju pengasingan di Flores.

Fakultas Ekonomi UGM

Pada acara Dies Natalis UGM tahun 1954, Dr. Sardjito, Ph.D, Presiden Universitas Gajah Mada mengatakan bahwa direncanakan untuk memisahkan Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Politik menjadi Fakultas Ilmu hukum, Fakultas Ekonomi dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Ini berarti, bagaimanapun, bahwa harus memiliki pengaturan lebih banyak profesor (lihat De nieuwsgier, 21-09-1954).

Dalam Dies Natalis ini turut hadir antara lain Menteri Pendidikan Mr. Mohamad Jamin dan Menteri Penerangan Dr. FL Tobing. Universitas Gadja Mada saat ini (1954) memiliki 7.444 mahasiswa yang meliputi 1.944 mahasiswa kedokteran dan farmasi; 3.101 mahasiswa hukum, ekonomi, sosial dan ilmu politik; 1.113 mahsiswa fakultas teknik; 419 mahasiswa pertanian, dan 608 mahasiswa filsafat, litarature dan pedagogi. Universitas memiliki 122 dosen, 115 asisten dosen, tiga asisten dari WHO (Word Health Organization) dan 28 profesor asing termasuk 21 orang Belanda.

Akhirnya Fakultas Ekonomi di Universitas Gajah Mada secara resmi dididirikan pada tanggal 19 September 1955. Ini berarti di Jogjakarta sudah terdapat dua fakultas ekonomi. Sebelumnya di Jogjakarta sudah terdapat fakultas ekonomi di Universitas Islam Indonesia (UII). Fakultas Ekonomi UII paling tidak pada tahun 1951 telah melakukan ujian bagian pertama atau eerste gedeelte examens (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie).

Pada tahun 1948 di Makassar dibentuk Fakultas Ekonomi sebagai bagian dari Universiteit van Indonesia. Pada bulan September 1950 dibentuk Fakultas Ekonomi di Jakarta. Hal ini sehubungan dengan meningkatkatnya kebutuhan keahlian ekonomi di berbagai bidang seperti pemerintahan dan perusahaan. Situasi keamaan yang tidak kondusif di Makassar dan Sulawesi Selatan menyebabkan guru besar dan dosen Fakultas Ekonomi di Makassar kembali ke Belanda. Sebagian mahasiswa di Makassar pindah ke Fakultas Ekonomi yang baru dibentuk di Jakarta. Demikian juga mahasiswa-mahasiwa yang berada di Jurusan Sosial Ekonomi di Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Indonesia sebagian pindah ke Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang baru dibentuk semakin menguat dan populer. Boleh jadi ini sehubungan dengan Komisaris Bank Java, Dr. Sumitro Djojohadikusumo diangkat sebagai guru besar monetaire politiek di Fakultas Ekonomi (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 21-11-1951). Sementara itu dibentuk departemen baru di Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Politik Universitas Gajah Mada. Departemen baru ini adalah Departemen Ekonomi yang secara resmi dimulai tanggal 1 September 1952 (lihat  Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 04-09-1952).

Tidak diketahui seberapa banyak mahasiswa Fakultas Ekonomi UGM pada saat pendirian. Pada tahun tahun sebelum Fakultas Ekonomi dipisahkan jumalah mahasiswa Fakultas Hukum, Ekonomi dan Sosial/Politik sebanyak 193.101 mahasiswa. Pada tahun akademik 1957/1958 dekan Fakultas Ekonomi mengumumkan bahwa jumlah mahasiswa yang diterima sebanyak 350 mahasiswa (Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 08-08-1957).

Rektor UGM Dr. Sardjito, Ph.D

Sejarah perguruan tinggi di Indonesia sesungguhnya tidak terpisahkan dari perjalanan para intelektual Indonesia tempo doeloe. Jika dibandingkan dengan mereka tempo doeloe, kita pada masa kini tidak ada apa-apanya. Para sarjana Indonesia tempo doeloe menang segalanya jika dibandingkan dengan kita generasi masa kini. Mereka lulusan sekolah HBS terbaik di tanah air dan melanjutkan studi ke Eropa dengan kondisi minimum pelayaran laut berminggu-minggu. Setelah mendapat gelar sarjana dan Ph.D mereka kembali ke tanah air untuk berjuang demi kemerdekaan dan juga merintis pembentukan perguruan tinggi di tanah air. Mereka sering terlupakan pada masa kini. Dr. Sardjito, Ph.D meski seorang dokter tetapi sangat paham mengapa perlu membentuk studi ekonomi di Universitas Gadjah Mada. Dr. Sardjito, Ph.D adalah Rektor pertama Universitas Gadjah Mada (1949).

Universitas Gadjah Mada dibentuk dan diresmikan Pemerintah RI sebagai universitas negeri (RI) pada tanggal 19 Desember 1949. Ini semata-mata untuk mengcounter RIS yang beribukota di Djakara. Ketika ibukota RI pindah ke Jogjakarta, Universitas Gajah Mada sebelumnya adalah universitas swasta, suatu universitas yang dibentuk pada era Menteri Pendidikan RI Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D sebagai Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada. Soetan Goenoeng Moelia, sepupu Perdana Menteri Amir Sjarifoeddin adalah meraih gelar Master di bidang hukum tahun 1917 di Universiteit Leiden dan gelar doktor (Ph.D) di bidang filsafat dan sastra tahun 1933 di Leiden. Apakah kebetulan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada hanya dua fakultas, yakni Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial dan Fakultas Sastra, Pedagogi dan Filsafat/
.
Pada era Pemerintah Hindia Belanda, Soetan Goenoeng Moelia adalah Direktur sekolah guru (Normaal School) di Meester Cornelis (kini Jatinegara) dan kemudian menjadi anggota komisi pendidikan Hindia Belanda serta menjadi anggota Volksraad (komisi pendidikan). Hingga tahun 1951 di Indonesia hanya ada dua ahli pedagogi yakni guru senior Mr. TSG Mulia di Jakarta dan Drs. Sigit, profesor di Universitas Gadjah Mada di Djogja (lihat Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 23-01-1951). Ahli pedagogi adalah sarjana pendidikan yang terkait langsung dengan perihal pendidikan dan desain kurikulum perguruan tinggi.   

Ketika terbentuk RIS para pegiat pendidikan dari Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia melakukan merger dengan Universiteit van Indonesia (yang telah dirintis Belanda sejak 1946) yang kemudian namanya diubah Universiteit Indonesia (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 30-01-1950). Presiden (rektor) Universiteit Indonesia yang ditunjuk pada bulan Februari 1950 adalah Ir. Soerachman. Untuk sekadar diketahui Ir. Soerachman adalah lulusan tahun 1922 di Teknik Kimia Universiteit di Delf. Suatu universitas paling ketat di Belanda. Lulusan kedua dari universitas ini, dan hanya ada dua orang sebelum pendudukan Jepang, adalah Ir. AFP Siregar gelar Mangaradja Onggang Parlindungan (yang sejak Januari 1950 diangkat sebagai Direktur PINDAD di Bandoeng.

Di Djakarta, Universiteit Indonesia (gabungan Universitein van Indonesia dan Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia) Rektor Ir. Soerachman dan guru besar Prof. Soetan Goenoeng Moelia meminta AIP (Akademi Politik) dari Djogjakarta dipindahkan ke Djakarta (De vrije pers: ochtendbulletin, 10-02-1950). Ternyata tidak hanya Akademi Politik, tetapi juga Universitas Gadjah Mada juga diminta untuk bergabung dengan Djakarta (Universiteit Indonesia). Dalam perkembangannya, permintaan Djakarta tersebut ditolak. Senat Universitas Gadjah Mada melakukan rapat di ruang pertemuan Fakultas Kedokteran (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 25-05-1950). Disebutkan Prof. Dr. Sardjito mewakuli senat setelah rapat menyatakan bahwa universitas (Gadjah Mada) harus tetap di Djogja, sebab itu penting karena Djogjakarta adalah pusat perjuangan. Wakil Perdana Menteri Abdul Hakim Harahap dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan S. Mangunsarkoro mengamini hasil keputusan rapat senat Gadjah Mada tersebut. Bahkan Presiden Mr. Assaat sempat menyindir Djakarta (RIS) bahwa tidak pada tempatnya untuk memindahkan Universitas Gadjah Mada (RI). Selamatlah Universitas Gadjah Mada hingga hari ini tetap berada di Jogyakarta. Apakah Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia dan besannya Ir. Soerachman kecewa dengan penolakan Djogjakarta tersebut? Tidak diketahui secara jelas. Yang jelas, salah satu yang menolak dari Jogjakarta adalah ‘kahanggi’ sekampung dari Padang Sidempoean yakni Abdul Hakim Harahap, sang Wakil Perdana Menteri RI di Jogjakarta.

Pada tahun-tahun sebelumnya juga pernah terjadi tarik-menarik antara Djakarta dan Batavia. Dua ahli hukum terkenal saat itu adalah Mr. Soepomo, Ph.D dan Mr. Masdoelhak Nasution, Ph.D. Ketika ibukota RI pindah ke Jogjakarta Mr. Masdoelhak Nasution, Ph.D ikut pindah ke Jogjakarta dan menjadi penasehat hukum Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohamad Hatta. Sementara Mr. Soepomo, Ph.D tetap bertahan di Djakarta. Pada saat Agresi Militer Belanda yang kedua tanggal 19 Desember 1948 yang dimulai pada penyerangan ibukota Jogjakarta, orang yang pertama yang dicari dan ditangkap di Jogjakarta adalah Mr. Masdoelhak Nasution, Ph.D. Pada tanggal 21 Desember 1948 Mr. Masdoelhak Nasution, Ph.D ditembak mati di ladang jagung di Pakem. Berita pembunuhan keji ini beredar di London dan kemudian PBB marah besar. Dewan Keamaan PBB meminta Kerajaan Belanda untuk melekaukan penyelidikan segera terhadap intelektual berbakat Indonesia. Mr. Masdoelhak Nasution, Ph.D meraih gelar Ph.D di bidang hukum di Universiteit Leiden tahun 1942 dengan predikat cum laude (pada tahun yang sama juga Sumitro Djojohadikusumo meraih gelar Ph.D di bidang ekonomi di Universiteit Amsterdam. Mr. Masdoelhak Nasution, Ph.D adalah sepupu dari Dr. Ida Loemongga, Ph.D (perempuan Indonesia pertama bergelar Ph.D). Bagaimana dengan Mr. Soepomo, Ph.D? Seperti kita lihat nanti, pada tahun 1951 Mr. Soepomo, Ph.D menggantikan Ir. Soerachman sebagai Presiden (Rektor) Universitas Indonesia. Mr. Soepomo, Ph.D sendiri adalah menantu dari Kraton Jogjakarta.

Presiden Universiteit Indonesia Ir. Soerachman melupakan penolakan Djogjakarta tersebut. Langkah yang pertama dilakukan Ir. Soerachman adalah membentuk fakultas baru di Universiteit Indonesia yakni Fakultas Ekonomi. Inilah awal mula pembentukan Fakultas Ekonomi di Universiteit Indonesia. Dosen-dosen yang mengajar di fakultas baru ini sebagian dosen yang merangkap di Departemen Ilmu Sosial Ekonomi di Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universiteit Indonesia seperti Prof. Kolopaking dan sebagian yang lain direkrut dari luar kampus seperti Sumitro Djojohadijusumo, Ph.D (Bank Java) dan Ong Eng Die, Ph.D.

Ir. Soerachman, mantan Menteri Keuangan adalah besan dari Mr. Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D (mantan Menteri Pendidikan). Prof. Mr. Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D sudah lebih dahulu diangkat sebagai guru besar di Universiteit van Indonesia (lihat Trouw, 13-08-1949). Ini dengan sendirinya Ir. Soerachman tidak sendiri di Universiteit van Indonesia (yang namanya kemudian diubah pada bulan September 1950 menjadi Universiteit Indonesia). Dengan berubahnya status Universiteit van Indonesia menjadi universitas negeri, maka bangsa Indonesia telah memiliki dua universutas negeri yakni Universitas Gadjah Mada di Jogjakarta dan Universitas Indonesia di Djakarta. Untuk sekadar catatan:  Pada tanggal 28 September 1950 Indonesia ditetapkan dengan menjadi anggota PBB yang ke-60 berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB. Ini merupakan hasil yang dilakukan delegasi Indonesia ke PBB pada tahun sebelumnya (lihat Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 29-08-1949). Pimpinan delegasi Indonesia ke Majelis Umum PBB di Lake Success, New York, Amerika Serikat adalah Prof. Mr. Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D (guru besar di Universiteit van Indonesia).

Demikianlah situasi dan kondisi yang dihadapi oleh pegiat pendidikan tinggi di awal pemerintahan Republik Indonesia (pasca pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda). Situasi dan kondisi yang mulai kondusif dan Negara RI yang telah diterima secara internasional (PBB) memungkinkan Dr. Sardjito, Ph.D mulai nyaman membangun Universitas Gadajah Mada sebagai universitas negeri untuk mengejar ketertinggalan jika dibandingkan dengan profil Universitas Indonesia. Dua langkah pertama yang dilakukan Dr. Sardjito, Ph.D sebagai Presiden (rektor) Universitas Gadjah Mada adalah merekrut sejumlah guru besar asing (yang sebagian besar orang Belanda) dan memperbanyak fakultas. Salah satu fakultas baru yang dibentuk adalah Fakultas Ekonomi yang pada tahun 1952 didirikan sebagai Departemen Ekonomi di Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Gajah Mada.

Pada awal pembentukan perguruan tinggi Indonesia hanya satu orang sarjana pendidikan yang bergelar doktor (Ph.D) yakni Mr. Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D (Mantan Menteri Pendidikan RI ke-2). Mr. Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D adalah The right man, in the right place, at the right time. Soetan Goenoeng Moelia adalah anak Mangaradja Hamonangan seorang guru di Padang Sidempoean. Mangaradja Hamonangan Harahap lulus bersama-sama dengan Rajioen Harahap gelar Soetan Casajangan di sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoea tahun 1887. Pada tahun 1905 Soetan Casajangan setelah mengabdi menjadi guru belasan tahun berangkat ke Belanda untuk melanjutkan studi untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan. Pada tahun 1908 ketika jumlah mahasiswa Indonesia di Belanda sebanyak 20 orang Soetan Casajangan menggagas dan mendirikan organisasi mahasiswa yang disebut Indisch Vereeniging. Pada tahun 1911 Mangaradja Hamonangan mengirim anaknya Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia untuk kuliah di Belanda. Beberapa bulan kemudian Soetan Casajangan lulus dan menjadi sarjana pendidikan. Soetan Casajangan kembali ke tanah air pada tahun 1913 dan diangkat menjadi kepala sekolah Kweekschool di Fort de Kock. Setelah itu dipindahkan ke berbagai tempat sebagai kepala sekolah. Pada tahun 1918 Soetan Goenoeng Moelia setelah menjadi sarjana pendidikan kembali ke tanah air dan menjadi kepala sekolah HIS di Kotanopan.

Pada tahun 1917 tiga serangkai di Indisch Vereeniging Sorip Tagor Harahap, Dahlan Abdoelah dan Goenawan mengajukan nama Indonesia dalam kongres mahasiswa Hindia yang diadakan di Leiden. Kongres ini diikuti oleh semua mahasiswa asal Hindia yakni mahasiswa Indo (orang Belanda kelahiran Hindia) termasuk HJ van Mook, mahasiswa-mahasiswa Tionghoa dan mahasiswa-mahasiswa pribumi. Ketua kongres adalah HJ van Mook (kelak menjadi Luitenant Generaal/Pimpinan NICA di era perang kemerdekaan). Pada saat kepengurusan Indisch Vereeniging 1922 dipimpin oleh tiga serangkai Dr. Soetomo, Dr. Sardjito dan Dr. Mohamad Sjaaf nama Indisch Vereeniging diubah menjadi Indonesiasche Vereeniging. Nama organisasi mahasiswa Indonesia ini kemudian diubah lagi oleh Mohamad Hatta dkk pada tahun 1924 nama Indonesiasche Vereeniging menjadi Perhimpoenan Indonesia (PI).

Pada tahun 1926 Soetan Casajangan dipindahkan lagi menjadi Direktur sekolah guru Normaal School di Meester Cornelis (kini Jatinegara). Pada tahun 1928 Soetan Goenoeng Moelia menjadi wakil direktur Normaan School Meester Cornelis mendampingi Soetan Casajangan. Pada tahun 1930 Soetan Goenoeng Moelia diangkat menjadi anggota Komisi Pendidikan Hindia Belanda di Batavia. Pada akhir tahun 1930 Soetan Goenoeng Moelia melanjutkan studi doktoral ke Belanda dan meraih gelar Ph,D di bidang pendidikan pada tahun 1933. Mr. Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D selain Direktur Normaal School di Meester Cornelis juga terpilih menjadi anggota Volksraad (hingga berakhirnya era kolonial Belanda tahun 1942). Pada tahun 1946 Mr. Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D diangkat menjadi Menteri Pendidikan (untuk menggantikan Ki Hadjar Dewantara). Ketika ibukota RI pindah ke Jogjakarta, Mr. Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D mempelopori pembentukan universitas untuk kalangan Republiken yang kelak menjadi Universitas Gadjah Mada.

Demikianlah sejarah awal pembentukan Fakultas Ekonomi di Universitas Gadjah Mada pada tahun 1955 yang berawal dari sebuah Departemen Ekonomi yang dibentuk pada tahun 1952 di bawah Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Gadjah Mada di Jogjakarta. Sementara itu, Fakultas Ekonomi di Universiteit Indonesia dibentuk baru, langsung menjadi fakultas. Ada anggapan selama ini bahwa Fakultas Ekonomi di Universiteit Indonesia cikal bakalnya Departemen Sosial Ekonomi di Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universiteit van Indonesia, tetapi kenyataannya Departemen Sosial Ekonomi tetap berada di Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial pada saat pembentukan Fakultas Ekonomi di Universiteit Indonesia.

Lulusan pertama Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia adalah Drs Sie Bing Tat (Mei 1953), yang kedua adalah Drs Oei Kwie Tik (Agustus 1953), yang ketiga Drs Saleh Siregar (Maret 1954) dan yang keempat Drs. Widjojo Nitisastro (Maret 1955) dan tiga lulusan berikutnya adalah R. Dahmono, HMT Oppusungguu dan Tjiong Joe Lian (April 1955). Drs Saleh Siregar adalah paman dari Dr. Arifin Siregar (ekonom Indonesia, mantan Gubernur Bank Sentral/BI). Untuk lulusan pertama Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada masih sedang saya cari.

Untuk sekadar tambahan. Pada tahun 1952 organisasi mahasiswa di Universitas Indonesia dibentuk untuk pertama kali yang terbagai dua wilayah yakni Dewan Mahasiswa UI di Djakarta dan Dewan Mahasiswa UI di Bandoeng. Dewan Mahasiswa UI Djakarta meliputi mahasiswa Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial, Fakultas Kedokteran, Fakultas Ekonomi dan Fakultas Sastra. Sedangkan Dewan Mahasiswa UI Bandoeng terdiri dari Fakultas Teknik dan Fakultas MIPA. Presiden Dewan Mahasiswa UI Djakarta terpilih adalah Widjojo Nitisastro dari Fakultas Ekonomi (lihat De nieuwsgier, 22-12-1952). Presiden Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia di Bandoeng (kini ITB) adalah Januar Hakim Harahap. Januar Hakim Harahap adalah anak dari Abdul Hakim Harahap (ekonom Indonesia pertama, mantan Wakil Perdana Menteri RI di Jogjakarta yang pada tahun 1952 menjabat sebagai Gubernur Sumatra Utara.

Tentu saja dewan mahasiswa (DEMA) yang dibentuk di Universitas Indonesia di Jakarta (Widjojo Nitisastro) dan di Bandoeng (Januar Hakim Harahap) adalah bentuk baru dari organisasi mahasiswa Universiteit van Indonesia yang dibentuk pada tahun 1947. Pada tanggal 20 November 1947 Ida Nasution dan G  Harahap mendirikan organisasi mahasiswa di Djakarta yang mencakup seluruh fakultas di bawah Universiteit van Indonesia (termasuk Bandoeng, Soerabaja dan Makassar) yang diberi nama Persatuan Mahasiswa Universitas Indonesia yang disengkat PMUI (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 03-04-1948). Organisasi PMUI dibentuk tentu saja untuk berkolaborasi dengan organisasi yang berada di luar kampus yang belum lama didirikan di Jogjakrta yakni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada tanggal 5 Februari 1947. Organisasi HMI diprakarsai oleh Lafran Pane. Jika mundur ke belakang, organisasi pertama mahasiswa Indonesia adalah Indische Vereeniging yang didirikan oleh Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan di Leiden pada tanggal 25 Oktober 1908 yang kemudian dikenal sebagai Perhimpunan Indonesia (PI). Soetan Casajangan, Lafran Pane, Ida Nasution, G Harahap, Januar Hakim Harahap berasal dari Padang Sidempuan (Tapanuli Selatan), suatu kota kecil di pedalaman Sumatra tempat lahir Soetan Goenoeng Moelia (Menteri Pendidikan RI kedua di Jogjakarta) yang menggagas didirikannnya Universitas Gajah Mada, juga menjadi kampung halaman Abdul Hakim Harahap (Wakil Perdana Menteri RI terakhir di Jogjakarta). Kota Jogjakarta sangat bersahabat bagi anak-anak Padang Sidempuan, tidak hanya dulu tetapi juga kini. Itu semua karena di Jogjakarta terdapat Universitas Gajah Mada yang juga universitas negeri RI ini disebut Kampus Biru. Nama Kampus Biru diambil dari novel terkenal Cintaku di Kampus Biru yang dikarang oleh Ashadi Siregar, alumni (SMA Negeri I) di Padang Sidempuan. Saya sendiri yang menulis artikel ini juga alumni SMA Negeri I Padang Sidempuan.

Dalam perjalanan waktu, dua Fakultas Ekonomi inilah yang sejak dari dulu bersaing di Indonesia hingga sekarang. Fakultas Ekonomi (dan Bisnis) Universitas Gajah Mada telah mendapat akredistasi AACSB tahun 2016 (yang pertama di Indonesia), sementara Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia masih dalam proses penilaian (yang akan menjadi yang kedua di Indonesia).


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar