*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada masa ini selalu dihubungkan dengan nama sebuah bank perkreditan di Purwokerto yang didirikan pada tanggal 16 Desember 1895. Dalam website BRI disebutkan di Purwokerto oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja didirikan De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden. Apa, iya? Tanggal pendirian ini kini dikenal sebagai hari kelahiran BRI. Bagaimana bisa?
Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada masa ini selalu dihubungkan dengan nama sebuah bank perkreditan di Purwokerto yang didirikan pada tanggal 16 Desember 1895. Dalam website BRI disebutkan di Purwokerto oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja didirikan De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden. Apa, iya? Tanggal pendirian ini kini dikenal sebagai hari kelahiran BRI. Bagaimana bisa?
Volksbank di Bengkulu, 1920 |
Lantas bagaimana sejarah
awal BRI? Itu satu hal. Hal yang ingin kita periksa lebih dahulu adalah sejarah
awal pendirian Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank yang kemudian dikembangkan dan
namanya menjadi Poerwokertosche Hulp-,Spaar-en Landbouwcrediet- Bank. Pendirian
bank tabungan dan perkreditan ini juga adalanya dikaitkan dengan usal usul
koperasi di Indonesia. Untuk melihat itu kembali mari kita telusuri
berita-berita dan artikel terkait pada surat kabar yang terbit di seputar tahun
1895 dan tahun-tahun sesudahnya hingga tahun 1946.
E. Sieburgh dan Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank
Bank Spaarbank voor
Inlanders (bank tabungan untuk penduduk pribumi) telah beberapa tahun didirikan
di Modjowarno, Modjokerto dan baru-baru ini menyajikan laporan keuangannya
(lihat De locomotief: Samarangsch
handels- en advertentie-blad, 25-06-1895). Disebutkan dalam lima tahun terakhir
menunjukkan kinerja yang baik, investasi telah meningkat menjadi f27.626 tahun
1894 jika dibandingkan dengan tahun 1893 sebesar f23.649. Jumlah kredit yang
disalurkan juga menjadi meningkat dan tingkat pengembalian yang sangat baik
dalam empat tahun terakhir.
Juga disebutkan bahwa dewan
bank tabungan untuk pribumi itu saat ini terdiri dari direktur R. Kruyt dan
komisaris LA Arends (Asisten Residen di Djombang), Kromodjo Adinegoro (Bupati Modjokerto
en Djombang) dan GA Steendam (Controleur di Djombang). Dalam berita ini juga
disebutkan, sebuah bank tabungan untuk penduduk pribumi telah didirikan di
Kendalpajak yang mana sebagai direktur adalah J. Kreemer. Karena itu sekarang
lebih mudah bagi para penabung di Malang untuk menginvestasikan dana mereka di
bank tabungan di Kendalpajak.
Selain bank tabungan tersebut di atas yang
kelahirannya kami sambut dengan gembira, sebagian sebagai efek samping dari
upaya kami, bank tabungan untuk penduduk pribumi juga telah didirikan di Menado
sesuai dengan bank tabungan Modjowarnosche. Tampaknya bagi kami bahwa
penciptaan bank tabungan lokal akan mempromosikan tabungan di kalangan penduduk
pribumi.
Spaarbank voor Inlanders didirikan tahun 1888 di Modjowarno,
Afdeeling Djombang Residentie Soerabaja oleh guru misionaris A. Kruijt (lihat Soerabaijasch
handelsblad, 06-12-1897). Juga disebutkan lembaga serupa ini yang tertua
didirikan di Semarang pada tahun 1853. Setelah itu didirikan Batavia tahun
1857, di Soerabaja tahun 1859, pada tahun 1875 di Makassar dan tahun 1879 di
Padang.
Algemeen Handelsblad, 03-05-1896 |
Bank tabungan di
Poerwokerto bukanlah yang pertama. Bank sejenis sudah lama ada di Mojokerto.
Saat pendirian bank tabungan untuk pribumi ini di Poerwokerto juga sudah
terlebih dulu ada di Malang dan Manado. Keberadaan bank di berbagai tempat itu
sudah diberitakan di surat kabar. Asisten Residen E. Sieburgh dalam hal ini
melihat persoalan riba di wilayahnya yang hanya dimungkinkan mengatasinya
dengan membentuk bank untuk pribumi dengan bunga yang lebih rendah. E. Sieburgh
tampaknya berhasil. Nama lembaga keuangan dengan nama yang sama Hulp-en Spaarbank
sudah lama beroperasi di Apeldoom, Belanda. Bank bantuan dan tabungan di
Apeldoom ini diduga menjadi rujukan bank di Poerwokerto karena namanya persis
sama.
Tilburgsche courant, 26-07-1914 |
Pada tahun 1897 Hulp-en Spaarbank di
Poerwokerto dikembangkan menjadi bank bantuan tabungan dan kredit pertanian Hulp-,Spaar-en
Landbouwcrediet- Bank, Namun bank ini tidak lagi hanya untuk penduduk pribumi
tetapi juga orang Eropa. Pada tanggal 11 Agustus 1897 di Buitenzorg stuta bank
disetujui (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 12-08-1897). Pengembangan bank ini
dilakukan oleh Asisten Residen Poerwokerto Wolff van Westerrode.
Asisten Residen WPD de Wolff van Westerrode adalah
pengganti E. Sieburgh. WPD de Wolff van
Westerrode diangkat menjadi Asisten Residen di Poerwokerto (lihat Algemeen
Handelsblad, 30-04-1896). Disebutkan jabatan van Westerrode sebelumnya adalah
sekretaris Residentie Pekalongan.
Dengan keluarnya statuta bank di Poerwokerto
ini kebaradaannya mulai banyak diberitakan dan mendapat ulasan di surat kabar. Pembentukan
bank ini dihubungkan dengan pendiri E. Sieburgh. Untuk meluruskan pemberitaan
yang sedikit simpang siur, Asisten Residen van Westerrode perlu menjelaskan
yang dimuat pada surat pembaca Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 23-08-1897. Wolff van Westerrode mengakui pernghargaan
bukan ditujukan kepada dirinya tetapi kepada E. Sieburgh.
Java-bode voor Nederlandsch-Indie, 23-08-1897 |
Bank Poerwokerto ini berjalan dengan baik.
Pemimpin bank ini sendiri adalah WPD De Woiff Van Westerrode sebagai Presiden
Dewan Bank. Pada tahun 1899 diberitakan laporan tahun 1898 sebagai laporan kedua
bank (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 26-07-1899).
De locomotief, 26-07-1899 |
Soerabaijasch handelsblad, 18-10-1900: ‘Pendiri pendahulu, E. Sieburgh, Hulp en Spaarbank
untuk penduduk lokal. Lembaga yang selama ini hanya berfungsi sebagai bank
pelengkap bagi pegawai negeri sipil pedalaman telah diorganisasikan oleh
pemerintahan untuk mendorong tabungan untuk penyediaan kredit pertanian murah,
dan sekarang diakui sebagai badan hukum dengan nama baru yang disebutkan di
atas. Dari sini tampaknya bukan Wolft tetapi E. Sieburgh adalah pendiri bank
itu di Poerwokerto, kini Wolff memperluas fondasinya dan selanjutnya membawanya
ke kemakmuran besar, E. Sieburgh adalah pendiri. Jika pemerintah ingin
mempromosikan pendirian bank-bank semacam itu di Hindia dan bahkan ingin
melihat sebagian uang dari bank tabungan pos yang digunakan untuk itu, saya
pikir wajar saja jika namanya E. Sieburgh dipuji, karena ia akan selalu tetap
menjadi pendiri bank pertama bantuan dan tabungan, yang belakangan, semua akan
memiliki keberanian untuk mempromosikan kesejahteraan penduduk pribumi di wilayah
Hindia’.
Dengan semakin meningkatnya kinerja bank ini,
beberapa aturan yang selama ini telah diperbaiki (lihat De locomotief :
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 28-02-1901). Bank Poerwokerto ini
secara tak langsung telah menjadi model pengembangan keuangan bagi pribumi di
Hindia. Namun sejauh mana bank Poerwokerto ini ditiru dan dipraktekkan di
tempat lain sulit menemukan informasinya. Bagaimana asal-usul pembentukan bank
di Poerwokerto ini atas inisiatif E. Sieburgh diuraikan oleh Dr. Groneman yang
kini berdomisili di Jogjakarta. Dr. Groneman pernah tinggal bertugas di
Poerwokerto semasa Asisten Residen E. Sieburg. Dari uraian yang ditulis Dr.
Groneman yang dimuat pada Soerabaijasch handelsblad, 16-04-1901 terkesan Dr.
Groneman sangat paham betul.
Dr. I. Groneman menyebutkan bahwa Hulp-en Spaarbank murni
inisiatif E. Sieburgh. Seperti disebutkan, Dr. Groneman mampu memperlihatkan salinan
surat akte pendirian bank yang digagas oleh E. Sieburgh....Lebih lanjut disebutkannya
bahwa bank di Poerwokerto itu ditandatangani pada hari Senin tanggal 16
Desember 1895 dibawah seorang notaris bertindak untuk Eugenius Sieburgh dan
para saksi. Ada empat orang yang dinyatakan di dalam akte pendirian yakni Raden
Wirja Atmadja, patih dari kabupaten Poerwokerto, Raden Atma Sapradja, subkolega
dari Afdeeling Poerwokerto, Raden Atma Soebrata, Wedana distrik Poerwokerto dan
raden Djaja Soemitra, asisten kelas satu dari sub-distrik Karang Kerairi, Distrik
dan Afdeeling Poerwokerto, yang semuanya tinggal di Afdeeling Poerwokerto,
telah membentuk sebuah badan hukum yang disebut Poerwokertosche Hulp en
Spaarbank pada tanggal yang dinyatakan dan telah dibentuk yang mana sebagai
direktur badan itu, yang pertama disebut sebagai Presiden, yang kedua disebut sebagai
Sekretaris-Bendahara, yang ketiga dan keempat disebut sebagai Komisaris. Tujuan
badan itu tidak untuk mendapatkan keuntungan pribadi, tetapi untuk dapat
memberikan bantuan kepada siapa saja yang berada dalam keadaan malu untuk
sementara waktu dan untuk mencegah agar tidak jatuh ke tangan para rentenir
yang mengenakan suku bunga berlebihan...Jogjakarta, 19 Februari. 1901. Dr. I.
Groneman’.
Dari penjelasan Dr. I. Groneman ini jelas
bahwa pendirian bank di Poerwokerto digagas oleh E. Sieburgh. Dalam hal ini E.
Sieburgh mempelopori pendirian bank oleh pribumi untuk pribumi (Dari Sieburgh,
Oleh Pribumi, Untuk Pribumi). Untuk merealisasikan gagasannya, E. Sieburgh
mengandalkan empat bawahannya yang dapat dipercaya baik untuk penggalangan
dana, penyaluran kredit dan pengumpulan cicilan para nasabah yakni Raden Wirja
Atmadja dan tiga koleganya. E. Sieburgh mengharapkan agar pengurus bank
tersebut berperilaku seperti dirinya untuk tujuan menyelamatkan para pegawainya
dan penduduk yang membutuhkan agar tidak terjerat oleh para rentenir.
Dr. I. Groneman adalah dokter yang sudah cukup lama
bergaul dengan pribumi. Dr. I. Groneman memiliki sifat yang sama dengan E.
Sieburgh, cukup simpati dengan kesulitan penduduk dan ingin memandirikannya dan
bahkan berani pasang badan untuk melindungi. Groneman kali pertama menjadi
dolter pemerintah di Preanger. Lalu kemudian Gronaman ditempatkan di
Poerwokerto. Setelah mengundrukan diri sebagai dokter pemerintah menetap di
Jogjakarta. Dr. I. Groneman yang memiliki hobbi melukis diketahui menjadi
dokter pribadi Soeltan Jogjakarta. Seperti dikatakan Dr. I. Groneman penduduk
terjerat utang tidak hanya oleh orang Tionghoa dan Arab juga orang-orang
Belanda. Dr. I. Groneman dan E. Sieburgh adalah segelintir orang Belanda yang
memiliki hati nurani (humanis). Juga seperti dikatakan Groneman bahwa E.
Sieburgh pantas menerima pujian. Groneman juga mengapresiasi Asiste Residen De
Wolff ban Westerrode yang tetap meneruskan gagasan E. Sieburgh.
Lalu bagaimana dengan Wirja Atmadja dan tiga
koleganya? Juga harus diberi pujian karena telah segenap hati telah turut aktif
untuk menyelamatkan para teman-temannya dan penduduk terbebas dari para
rentenir. Untuk di kalangan orang pribumi jika hanya menyebut satu, Wirja
Atmadja dapat dikatakan sebagai Bapak Kredit Pertanian sebagaimana dialamatkan
kepadanya tidak lama setelah kabar meninggalnya Wirja Atrmadja pada bulan Meret
1909 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-03-1909).
Setelah pensiun cuti ke Belanda, E. Sieburgh tidak pernah
kembali ke Hindia. Eugenius Sieburgh lahir di Semarang tahun 1837. Menikah
dengan Jacoba Carolina Rosemeier di Soerabaja pada tanggal 17 September 1864. Mereka
memiliki dua anak: Charlotte Eugenia Sieburgh lahir di Cheribon, 1871 dan Jacqueline
Victorine Sieburgh lahir di Cheribon tahun 1873 (meninggal 1874). Di Den Haag, Belanda,
E. Siburgh mengisi waktunya berpartisipasi dalam beberapa komite seperti komite
bantuan makanan untuk sekolah miski, komite pengembangan kebun binatang. Eugenius
Sieburgh meninggal dalam usia tinggi 77 tahun di Den Haag tahun 1914 (lihat Tilburgsche
courant, 26-07-1914).
WPD de Wolff van Westerrode: Poerwokertosche
Hulp-,Spaar-en Landbouwcrediet- Bank
Sebagai bank kredit pertanian, Poerwokertosche
Hulp-,Spaar-en Landbouwcrediet- Bank di Poerwokerto statutanya telah diperbarui
berdasarkan Ordonatie No. 66 tanggal 21 Januari 1901 (lihat Staatsblad van
Nederlandsch-Indië voor 1901). Bank kredit pertanian ala Westerrode ini
berbeda dengan bank bantuan dan tabungan ala Sieburgh. Bank kredit pertanian
ala Westerrode pada dasarnya telah mengakuisisi bank bantuan dan tabungan ala
Sieburgh dengan investasi dari dana-dana pemerintah seperti dana pensiun. Oleh
karena bentuk bank perkreditan ala Westerrode ini memenuhi syarat maka
disetujui pemerintah pusat di Buitenzorg sebagai badan hukum.
De Wolff van Westerrode
memiliki cara memahami yang berbeda. E. Sieburgh hanya berdasarkan pemahaman
umum untuk membentuk bank yang cukup dengan akta notaris. Sedangkan De Wolff
van Westerrode telah mengkaji secara serius dalam pembentukan bank kredit
pertanian tersebut. Pada saat cuti ke Eropa Westerrode telah melakukan kajian dengan
berdiskusi dengan ekonom Mr. A. W. Slotenmaker saat mengikuti kongres pertanian
di Belanda. Mr. A. W. Slotenmaker menjelaskan keutamaan koperasi khususnya bank
kredit pertanian yang diciptakan oleh Raiffeisen. Risalah dari diskusi itu
kemudian diperkayanya dari studi literatur di perpustakaan universitas di
Belanda tersebut telah ditulis Westerrode yang kemudian dimuat di jurnal Tijdschrift
voor Nijverheid en Landbouw in Nederlandsch-Indiƫ 1898 (volume 56) dengan judul Een
Credietinstelling voor Inlanders (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en
advertentie-blad, 05-02-1898). Disebutkan
ketika Westerrode diangkat sebaga Asisten Residen di Poerwokerto dia menemukan E
Sieburgh telah membentuk bank bantuan dan tabungan untuk penduduk pribumi.
Ibarat pepatah ‘pucuk dicinta ulam pun tiba’ Westerrode kemudian mereorganisasi
bank ala Sieburugh tersebut menjadi bank kredit pertanian yang lalu kemudian
diajukan dan disetujui oleh pemerintah.
Poerwokertosche Hulp-,Spaar-en
Landbouwcrediet- Bank di Poewokerto telah dikembangkan oleh De Wolff van
Westerrode menjadi perhatian umum di seluruh Hindia. PJF van Heutsz (Asisten Residen) atas perintah dari Pemerintah pada bulan November
1900 untuk memulai kajian yang serius. Hasil kajian tersebut laporannya telah
dibukukan dengan judul Inlandsch Landbouw-Crediet op Java 1900-1901 diterbitkan
di Batavia oleh HM van Dorp & Co pada tahun 1901. Buku ini menjadi rujukan
umum bagi pemimpin daerah (Residen dan Asisten Residen) di seluruh Hindia.
WPD de Wolff van Westerrode |
Setelah kajian tersebut Wolff
van Westerrode ditugaskan pemerintah untuk mendirikan sejumlah bank serupa di
Jawa tahun 1902 di Soekaboemi, Tjandjoer, Bandoeng dan Tjimahi. Hasil pekerjaan
Wolff van Westerrode membuat laporan lengkap yang kemudian diserahkan kepada pemerintah
1903. Sejak 1 Januari 1904 Wolff van Westerrode sebagai Inspektur Kepala
sementara layanan pegadaian, Diantara tugas-tugasanya juga bertanggung jawab
atas tugas-tugas yang diberikan kepadanya di bidang kredit pertanian (lihat
Algemeen Handelsblad, 06-01-1904). Jumlah bank kredit yang berada di bawah
pengawasan Wolff van Westerrode terus meningkat hingga tahun 1903 dan jumlahnya
telah mencapai 15 tempat dan 17 tempat tahun 1904 di Jawa dan Madoera.
Pelaporannnya sudah memasuki tahun kedua.
Algemeen Handelsblad, 17-05-1904:
‘Penyelidikan telah lama dilakukan di bawah pengawasan chief engineer WPD Wolff
van Westerrode mengenai pendirian bank kredit pertanian di Hindiai, khususnya
di Jawa. Meskipun penyelidikan ini belum berakhir, sudah menjadi jelas bahwa di
sebagian besar, jika tidak semua, wilayah-wilayah pertanian pribumi ada
kebutuhan besar untuk kredit yang baik dan murah, yang akan mencegah banyak
orang seperti yang saat ini terjadi terlalu sering menjadi mangsa para
rentenir. Juga telah ditunjukkan bahwa modal swasta belum tersedia yang memenuhi
kebutuhan ini dengan cara yang memuaskan. Oleh karena itu harus pemerintah yang
akan menyediakan modal yang sangat dibutuhkan untuk bank kredit koperasi yang
beroperasi atas dasar koperasi. Untuk saat ini, oleh karena itu, pemerintah Hindia
telah mempertimbangkan memenuhi kebutuhan yang sangat besar untuk kredit
pertanian dapat dipenuhi oleh dana yang diinvestasikan di bank tabungan dan pos
di bawah kondisi yang ketat untuk menggunakan tujuan itu. Dari Den Haag sudah
ada penilaian bahwa proposal dapat diterima dan sepenuhnya menyetujuinya,
sehingga implementasinya dapat segera dipenuhi’
Dengan dedikasi tinggi Wolff van Westerrode melaksanakan
tugasnya meski kondisi kesehatannya tidak baik. Wolff van Westerrode kemudian
meminta cuti sakit, tetapi tidak lama kemudian Wolff van Westerrode pada usia
47 dikabarkan meninggal dunia di Weltevreden pada hari Sabtu tanggal 24 Desember 1904. Berita
meninggalnmya sang tokoh bank kredit pertanian itu diketahui dari berita
dukacita yang dimuat pada berbagai surat kabar tanggal 27-12-1904.
Bataviaasch nieuwsblad, 27-12-1904 |
Volksbank di
Sumatra dan Bataksche Bank di Pematang Siantar
Setelah
meninggalnya De Wolff van
Westerrode, jabatan Inspektur diangkat adalah H Carpentier Alting (lihat Soerabaijasch
handelsblad, 21-10-1905). Disebutkan pada tahun anggaran (APBN) 1906 yang
dialokasikan seluruhnya sebesar f474.200 yang mana bagian terbesar untuk (modal)
bank sebesar f170.000, diikuti lumbung sebesar f149.260, bank ternak sebesar
f97,200, Untuk manajemn pusat dialokasikan sebesar f27.240.
Banyaknya bank kredit yang diharapkan beroperasi pada
tahun 1906 di 27 lokasi. Jumlah ini telah meningkat dari tahun 1904. Ke-27
lokasi itu adalah sebagai berikut: Banjoewangi, Probolinggo, Djombang, Blitar,
Toeloeng Agoeng, Trenggalek, Temanggoeng, Madioen, Banjoemas, Bandjarnegara, Pocrwokerto,
Poerbolinggo, Karanganjar, Garut, Tasikmalaja, Soemedang, Bandoeug, Tjiandjoer,
Soekaboeuii, Koedoes, Batang, P'ekalongan, Tueban, Magelang, Keboemen, Lamongan
dan Poerworedjo.
Pada
tahun anggaran (APBN) pemerintah tetap memperhatikan kredit pertanian (lihat Het
nieuws van den dag : kleine courant, 02-11-1906). Disebutkan jumlah bank kredit
telah meningkatkan pada tahun 1907. Bank yang dimaksud dalam hal ini di Hindia
disebut lebih tepat sebagai bank pinjaman petani (sistem menurut Eaiffeisen).
Pada tahun 1907 ini secara keseluruhan ada sebanyak
37 bank kredit yang mana 10 buah telah beroperasi sebelum tahun 1906. Dalam
anggaran tahun 1907 ini juga ingin membantu nelayan pribumi. Untuk tujuan ini
ada sembilan daerah di pantai utara Jawa dan juga di Madura dam sepuluh bank
budidaya ikan akan didirikan dengan tujuan memberikan krediet untuk bidang perikanan.
Sementara
di Sumatra konsep kredit pertanian (De Wolff van Westerrode) yang sudah
establish di Jawa tidak secara otomatis dapat diterapkan. Lembaga keuangan yang
diintroduksi di Sumatra adalah Volksbank (semacam koperasi). Sudah dimulai di Djambi,
Lampong dan Atjeh. Djambische Volksbank didirikan di Djtmbi pada tahun 1909 telah
menerima uang muka untuk menambah modal operasinya sebsar f55.000, subsidi
bulanan f300 dan jumlah yang sama untuk mengendalikan biaya pemasangan (lihat De
Sumatra post, 29-05-1911).
Untuk kalangan
Tionghoa sudah tentu memiliki pola yang berbeda. Tidak relevan menerapkan bank
kredit pertanian maupun Voklsvank seperti di Sumatra. Intoduksi lembaga
keuangan untuk kalangan Tionghoa awalnya muncul dari investor dari luar
(Tingkok). Ini sehubungan dengan pembukaan perdagangan antara Tiongkok dan
Jawa. Introduksi pertama lembaga keuangan Tionghoa mulai dilakukan di Batavia
oleh investor dari Tiongkok (lihat De
Sumatra post, 02-08-1912).
Di
Sumatra Barat hal lembaga keuangan ini juga memiliki ciri sendiri. Oleh karena
lembaga yang telah hidup di masyarakat yang bersifat (kelompok) komunal maka
pola yang diterapkan adalah dengan membangunan konsep bank nagari. Beberapa
bank nagari dapat digabungkan untuk membentuk bank nagari yang lebih besar
(lihat Nieuwe Rotterdamsche Courant, 17-02-1914).
Dalam
perkembangannya di Palembang muncul Volksbank (Algemeen Handelsblad, 24-01-1919).
Disebutkan pemerintah menjamin pembayaran di Volksbank di Palembang,
Di
Tapanoeli lembaga keuangan tidak memiliki pola yang spesifik. Untuk kebutuhan
dana yang terbatas hanya mengandalkan keluarga atau hubungan kekerabatan. Namun
untuk kebutuhan dana yang besar langsung ke bank-bank yang didirikan oleh
swasta atau oleh pemerintah. Bank orang Tapanoeli justru muncul di Sumatra
Timur, suatu bank yang didirikan untuk mengatasi sulitnya akses para pengusaha
pribumi le Bank Java (Eropa/Belanda) dan Bank Kesawan (Tionghoa)
De Telegraaf, 28-12-1920 |
Salah satu cabang Bataksche Bank di Sumatra Timuur |
Dalam
perkembangannya Volksbank baru muncul pada tahun 1925 di Sibolga. Pendirian
bank rakyat ini dihubungkan dengan perkembangan perkebunan di Tapanoeli (lihat De
Sumatra post, 17-07-1925). Perkebunan-perkebunan karet sangat berkembang di
sepanjang jalan poros Sibolga-Padang Sidempoean terutama di wilayah
Batangtoroe.
Volksbank di Jawa
Konsep bank ala De Wolff van Westerrode Hulp-,Spaar-en
Landbouwcrediet- Bank telah berkembang secara masif di Jawa. Konsep ini
dikembangkan oleh van Westerrode di Jawa mengikuti model (keperasi) Raiffeisen
di Jerman yang disarankan oleh seorang ekonom Belanda Mr. A. W. Slotenmaker.
Konsep yang didukung habis pemerintah ini cukup berhasil.
Namun konsep ini menjadi tidak sesuai (tidak relevan) di
Sumatra karena adanya perbedaan karakteristik di Jawa dan di Sumatra. Sementara
di Sumatra antar wilayah juga memiliki karakteristik yang berbeda.
Pemerintah memodifikasi model bank ala De
Wolff van Westerrode untuk diterapkan di Sumatra. Model ini disebut Volksbank
(masih merujuk pada prinsip koperasi). Volksbank diintroduksi pertama di
Sumatra di Djambi, kemudian di Bengkoelen, Lampoeng, Atjeh dan Palembang.
Volksbank juga kemudian diintroduksi di Tapanoeli. Konsep Volksbank yang
dijamin pemerintah ini mencakup seluruh populasi dengan bunga rendah. Seiring
dengan perkembangan Volksbank ini di Sumatra Barat sebelumnya sudah mulai
tumbuh konsep bank komunal yang dikenal sebagai Bank Nagari.
Konsep bank di Hindia yang telah berkembang sejak lama
adalah modek bank umum yang sudah eksis di Eropa. Bank umum yang cukup berhasil
di Hindia adalah Bank Java. Bank ini dikelola murni oleh swasta. Dalam
perkembangannya untuk melayani perusahaan-perusahaan pemerintah, Pemerintah
mendirikan bank pemerintah (semacam BUMN) yakni Escompto Bank.
Konsep model bank umum ini kemudian muncul di kalangan
orang-orang Tionghoa. Bank umum orang Tionghoa di Medan adalah Kesawan Bank
(masih eksis hingga sekarang). Lalu dalam perkembangannya model bank umum ini
didirikan oleh pribumi diantara kalangan perantau-perantau asal Tapanoeli dari
Padang Sidempoean.
Selain konsep bank ala De Wolff van Westerrode
berkembang, di Jawa juga terutama di kota-kota besar berkembang bank yang
dikelola oleh swasta pribumi. Salah satu contohnya adalah di Bandoeng. Namun
perhatian pemerintah hanya tertuju pada upaya menjaga kesinambungan konsep
model konsep bank ala De Wolff van Westerrode.
Sehubungan dengan perkembangan Volksbank di
Sumatra, konsep model bank ala De Wolff van Westerrode di Jawa sebagian besar
telah ditingkatkan dengan nama baru sebagai Afdeeling Bank. Pada tahun 1914
Afdeeling Bank sudah terdapat di sejumlah kota-kota utama di Jawa (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 07-11-1914). Sementara di Sumatra terdapat di beberapa tempat
seperti di Telok Betong (Lampoengsche Bank); di Palembang (Palembangsche
Volksbank) dan di Bengkoeloe (Volksbank Bengkoelen) serta Volksbank di Djambi. Dalam
barisan ini termasuk Volksbank Minangkabau di Sumatra Barat.
Djambische Volksbank, 1920 |
Bank-bank yang dikelola (dibimbing) oleh
pemerintah tersebut baik yang di Jawa dan Sumatra seakan menggambarkan Bank
Pembangunan Daerah (BPD) pada masa ini. Penanggjawab bank pemerintah ini di
daerah adalah Residen (setara gubernur pada masa ini).
Meski Afdeeling Bank dan Volksbank dimaksudkan dari
pemerintah oleh rakyat untuk rakyat (kecil), mamun dalam prakteknya bank-bank
rakyat tersebut belum terbebas dari persoalan. Kenyataan bahwa bank-bank rakyat
ini yang awalnya dana diinjeksi oleh pemerintah tetapi dana yang dikelola
justru lebih banyak dari pihak ketiga (para deposan) yang menympan dananya di
bank rakyat (lihat De Preanger-bode, 13-07-1915). Kontribusi tabungan rakyat
sangat minim jika dibandingkan dana deposan dari pihak ketiga (selain dana
pemerintah dan rakyat). Akibatnya sistem keuangan setempat dikhawatirkan dapat
kolaps jiga dalam situasi krisis para deposan ini menarik dananya. Persoalan
keseimbangan pendanaan ini di bank rakyat masalah yanh harus diatasi misalnya
dengan memicu masyarkat untuk menabung. Oleh karenanya bank rakyat (Afdeeling
bank dan Volksbank) penyaluran kredit adalah satu hal, sementara penggalangan
tabungan masyarakat adalah hal lain lagi. Fungsi Inspektur Pengawasan Kredit
Rakyat (yang dulu pertama dijabat oleh De Wolff van Westerrode dan kini masih
tetap dijabat oleh Alting) masih harus bekerja keras. Persoalan bank rakyat di
Sumatra lebih pada persoalan pengadaan pegawai dan biaya-biaya operasional yang
tinggi karena luasnya wilayah pemasaran.
Bank rakyat tidak hanya di Hindia tetapi juga
di Belanda. Salah satu bank rakyat terkenal di Belanda adalah De Amsterdamsche
Volksbank, NV De Centrale Volksbank berada di 'sGravenhage. Penggunaan nama
Volksbank mulai muncul di Jawa di Madoera (Volksbank Madoera). Nama Pemalangsche
Volksbank muncul tahun 1919 (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 12-03-1919).
Nama Volksbank selama ini umum di Sumatra. Nama Batangsche
Afdeelingbank kini telah berubah nama menjadi Batangsche Volksbank (lihat Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 28-06-1920). Satu bank rakyat
muncul di (pulau) Bali yakni Balische Volksbank di Singaradja (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 21-07-1920). Bank rakyat muncul di Medan yakni Medansche Volksbank
(lihat De Preanger-bode, 20-01-1923).
Bank Swasta Nasional
Bank swasta nasional
pribumi paling tidak sudah eksis sejak 1920 di Pematang Siantar yaitu Bataksche
Bank. Volksbank (juga Afdeelingbank) yang digagas oleg De Wolff van Wesrerrode
di Poerwokerto tahun 1897 pada prinsipnya adalah bank pemerintah yang terdapat
di berbagai Afdeeling atau Residentie. Bataksche Bank dapat dikatakan sebagai
bank swasta pribumi pertama. Pada tahun 1929 muncul bank swasta yang diberi
nama Bank Nasional Indonesia (lihat De Sumatra post, 08-05-1929).
De Sumatra post, 08-05-1929 |
NV Bank Nasional Indonesia didirikan di
Soerabaja. Terdapat 27 orang pendiri (lihat De Sumatra post, 24-06-1929).
Dantaranya terdapat terkenal yakni Dr. Soetomo, seorang dokter di Soerabaja dan
Raden Ngabei Soebroto, anggota dewan kota (Gementeraad) Soerabaja, Nama Soendjoto
juga termasuk sebagi pendiri, seorang arsitek yang tinggal di Soerabaja. Selain
itu juga terdapat nama Johau Frits Tuwanakotta, Hadji Zakaria dan Hadji Iljas. Pengurus
bank ini terdiri dari direktur )Hario Soejono), wakil direktur dan beberapa
orang sebagao komisaris termasuk Dr/ Soetomo. Dari nama-nama pendiri bank ini
didirikan sehubungan dengan didirikannya PPPKI di Batavia pada tahun 1927.
Boleh jadi bank ini adalah organ dari PPPKI.
Pada tahun 1927 Parada Harahap, sekretaris Sumatranen
Bond dan pemilik surat kabar Bintang Timoer di Batavia menggagas pendirian persatuan
untuk semua organisasi kebangsaan yang diberinama Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan
Kebangsaan Indonesia, diangkat PPPKI. Hasil keputusan dalam rapat yang diadakan
pada bulan September 1927 di rumah Prof. Husein Djajadiningrat ditunjuk MH
Thamrin sebagai ketua dan Parada Harahap sebagai sekretaris. Menjelang kongres
PPPKI pada bulan September 1928 ditunjuk Dr. Soetomo sebagai ketua panitia
Hasil kongres PPPKI tersebut estafet (satu tahunan) ketua PPPKI terpilih adalah
Dr. Soetomo. Sebelum kongres PPPKI tahun 1929 di Solo Bank Nasional Indonesia
sudah didirikan. Oleh karena itu pendirian Bank Nasional Indonesia terkait
dengan keberadaan PPPKI.
NV Bank Nasional Indonesia bertujuan untuk
meminjamkan uang dan untuk memberikan kredit. Untuk menyimpan uang atau surat
berharga berupa giro atau deposito atau sebaliknya, untuk menyediakan modal
kerja bagi perusahaan pertanian, industri atau perdagangan, untuk membeli dan
menjual. real estat, mengelola real estat, uang atau dana lain, dan melakukan
hal-hal perbankan seperti yang paling luas dapat dianggap milik bisnis
perbankan. NV memiliki modal awal sebesar f500.000 yang dibagi ke dalam tiga
jenis saham (seri A, B dan C) terdistribusi diantara 27 pendiri. Dua pemilik
saham terbesar adalah Soejono dan Dr. Soetmo masing-masing f25.000 dan f23.000.
Bataksche Bank yang didirikan di Pematang Siantar pada
tahun tahun pendiriannya tahun 1920 memiliki modal awal sebesar f100.000 yang dibagi
ke dalam saham enam orang. Pada tahun 1929 Bataksche Bank sudah berkembang
dengan beberapa cabang di kota lain. NV Bank Nasional Indonesia pada
pendiriannya tahun 1929 memiliki modal awal sebesar f500.000 yang terbagi ke
dalam saham 27 orang pendiri.
Jumlah bank swasta nasional dari waktu ke
waktu semakin bertambah. Sebelum berakhirnya kolonial Belanda muncul nama beberapa
bank nasional antara lain Bank Moeslimin Indonesia (lihat De Sumatra post, 14-06-1941)
dan Bank Dgang dan Tani Indonesia (lihat De Indische courant, 25-08-1941). Boleh
jadi dua bank nasional ini yang terakhir didirikan selama era kolonial Belanda.
Bank Rakyat Indonesia di Jogjakarta
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17
Agustus 1945 banyak hal yang terjadi. Ketika pemerintah Republik Indonesia
masih melakukan konsolidasi dari tangan pemerintahan militer (pendudukan (Jepang)
sudah mulai terasa ada ancaman dari pihak sekutu/Ingrris dan NICA/Belanda. Pada
situasi itu, di bidang perbankan pemerintah pada bulan November 1945 membentuk
Poesat Bank Indonesia (PBI) sebagai bank sentral. Namun pada awal tahun 1946
pemerintahan RI dipindahkan dari Djakarta ke Jogjakarta. Salah satu langkah
yang dilakukan adalah melakukan rekonstruksi Volksbank (bank rakyat) di era
kolonial Belanda yang pada era penduduk Jepang disebut Syomin Ginko pada bulan
Februari 1946 berganti nama menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Het nieuws : algemeen dagblad, 10-04-1946: ‘Dilaporkan
beberapa waktu lalu, Bank Rakjat Indonesia (Volksbank Indonesia) dibuka. Saat
ini memiliki tidak kurang dari 70 agen di Jawa dan Madoera dan mendukung Republik
dalam perjuangan, konstruksi (pembangunan) dan ekonomi’. [Sementara itu] ‘bank-bank
besar Belanda di Batavia dibuka kembali pada 14 Maret’.
Untuk sementara BRI ini yang manangani
permasalahan moneter di Jawa dan Mandoera. Di sisi lain juga mulai beroperasi
kembali bank Belanda di Batavia. Terputusnya hubungan antar Jawa dengan
pulau-pulau lain terutama Sumatra masalah moneter menjadi lebih rumit. Meski
demikian, pemerintah juga berupaya untuk mendirikan satu bank lagi yakni Bank
Negara yang juga akan berfungs sebagai bank sentral. Sementara RUU
perbankan lagi diproses, pemerintah telah membuat utang sebesar 1 Juta rupiah yang
mana sebanyak 200 Juta rupiah dialokasikan untuk modal Bank Negara.
Algemeen Handelsblad, 31-05-1946 |
Bank Negara ini kemudian disebut Bank Negara
Indonesia (BNI). Salah satu langkah yang dilakukan segera oleh BNI adalah penentuan
kurs (valuta) dengan mata uang asing (lihat Nieuwe courant, 02-12-1946).
Disebutkan nilai tukar sebagai berikut: Engelsche pond 7 republ. guldens;
Australische pond 6 republ. guldens; Straits dollar 0.80 republ. guldens;
Indische rupee 0.50 republ. guldens; Amerikaansche dollar 1.50 republ. guldens.
Juga disebutkan bahwa bursa efek Indonesia akan segera dibuka di Djokjakarta.
Uang Republik sendiri belum ada. Penerbitan Uang Republik baru akan dilakukan
(lihat Algemeen Indisch dagblad, 04-02-1947).
Sementara BNI terus melakukan konsolidasi dan menyusun
kebijakan umum di bidang moneter, BRI sudah menunjukkan kinerja yang baik.
Pemerintah meminta perusahaan-perusahaan negara untuk membuka rekening di
daerah dimana terdapat BRI. Pembukaan rekening terutama untuk penyetoran
pendapatan perusahaan.
Het nieuws : algemeen dagblad,, 25-02-1947: ‘Menurut
laporan resmi oleh komisi kredit Indonesia, lebih dari 16 juta rupiah
dipinjamkan kepada pemerintah dan perusahaan swasta di Jawa hingga akhir
Januari tahun ini, dalam bentuk pinjaman yang diberikan oleh berbagai lembaga
perbankan Indonesia. Jumlah terbesar diberikan oleh BRI (Volksbank) sebesar 9,9
Juta rupiah yang mana sebesar 8 Juta rupiah diberikan kepada lima perusahaan yang
digerakkan oleh negara (BUMN) dan sisanya untuk tiga perusahaan swasta. Sementara Bank Negara Indonesia (BNI)
meminjamkan sebesar 4 juta rupiah kepada tujuh perusahaan negara’.
Sehubungan dengan diterbitkannya Oeang
Republik Indonesia (ORI), Bank Rakjat Indonesia (Volksbank) telah menawarkan
kepada penduduk baik di wilayah Republik maupun di wilayah pendudukan Belanda
untuk menukarkan uangnya dengan ORI. Langkah ini dilakukan untuk menghindari
kemungkinan beredarnya uang palsu (lihat Algemeen Indisch dagblad, 18-06-1947).
Dalam berbagai surat kabar Belanda Bank Rakjat Indonesia masih ditulis sebagai
Volksbank [Indonesia]. Dalam hubungan ini pemerintah [di Jogjakarta] telah mengangkat
Dr. Halim sebagai komisaris pemerintah republik di Batavia yang bertugas untuk
memantau dan meningkatkan nilai tukar uang republik.
Mengenai penerbitan ORI di Sumatra (dicetak di Pematang Siantar), Kementerian Keuangan
mengumumkan bahwa pemerintah terpaksa menunggu karena kesulitan transportasi
dan untuk meningkatkan disana, bagaimanapun, pemerintah Republik telah
memasukkan ke dalam hukum di Sumatra untuk menerbitkan uang sendiri yang
disebut ORIPS (Oeang Republik Indonesia Propinsi Sumatra). Metode pembayaran
ini akan segera ditarik jika ORI asli telah ditransfer dari Jawa (lihat
Algemeen Indisch dagblad, 18-06-1947). Sehubungan dengan perihal perbankan di
Indonesia Dr. Soemitro [Djojohadikoesomo] telah menerbitkan buku berjudul Soal
Bank di Indonesia yang dapat dibeli di toko-toko buku seperti Toko Buku Pustaka
Rakjat di Batavia (Nieuwe courant, 13-12-1947).
Bank Rakyat Indonesia di Djakarta
Pada era perang kemerdekaan Bank Rakjat
Indonesia dibentuk yakni dengan mengoperasikan paling tidak 70 cabang yang
berada di wilayah Republik. Cabang-cabang ini merupakan Volksbank (atau Volkscrediet
Bank) pada era kolonial Belanda yang ditransformasi menjadi Syomin Ginko pada
era pendudukan (militer) Jepamg. Kantor pusat Volksbank (atau Volkscrediet
Bank) di era kolonial Belanda disebut Algemeene Volkscrediet Bank (AVB).
Perselisihan RI dan NICA/Belanda akhirnya dibawa ke
perundingan di Den Haag yang disebut Konferensi Meja Bundar (KMB). Salah satu
keputusan konferensi itu adalah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia dengan
membentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) yang akan dimulai pada
tanggal 27 Desember 1949.
Pada awal pengakuan
Belanda terhadap kedaulatan Indonesia (baca: RIS) banyak hal yang harus
dikonsolidasikan, salah satunya adalah bidang perbankan. Pemerintah RIS dengan
Perdana Menteri Mohamad Hatta dengan kabinetnya mulai bekerja. Sehubungan
dengan keberadaan Bank Rakjat Indonesia (BRI) selama perang di Jogjakarta,
Pemerintah RIS di Djakarta membentuk Bank Rakjat Republiek Indonesia Serikat atau
disingkat BARRIS (lihat Nieuwe courant, 31-01-1950). Bank BARRIS ini disebut mengacu
kepada Algemeene Volkscrediet Bank (AVB) yang sudah eksis di era kolonoal
Belanda. Bank BARRIS ini mulai beroperasi pada tanggal 21 Januari 1950 (lihat De
locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 01-02-1950).
Disebutkan dalam pengumumannya, Bank BARRIS memberi kemungkinan
kepada mereka jang pernah bekerdja pada bank-bank rakjat (volkscredietwezen)
baik pegawai, pimpinan maupun pegawai lain-lainnja untuk dipekerdjakan pada bank
BARRIS di seluruh Indonesia. Jang bersangkutan dan djuga para non-coƶperator
diminta selekas mungkin mengajukan lamaran (dengan surat atau datang sendiri)
dengan Kantor Besar Bank Rakjat Indonesia Serikat di Djalan Rijswijk No. 8
Djakarta atau tjabang-tjabangnja. Tertanda. Direksi Bank Rakjat Indonesia
Serikat.
Sementara itu di pihak Republik Indonesia di
Jogjakarta Bank Rakjat Indonesia (BRI) tetap eksis (bank yang telah dibentuk
pada tahun 1946). BRI membuka cabang baru di Poerwokerto pada tanggal 1
Februari dan akan membuka cabang di Probolinggo dan Tjilatjap.
De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad,
14-02-1950: ‘BRI dibuka. Bank Rakjat Indonesia secara resmi dibuka di Poerwokerto
pada 1 Februari dibawah kepemimpinan Tjiptoadinegoro. Juga di Poerbolinggo dan
Tjilatjap, BRI akan dibuka dalam waktu dekat ini’. Tiga cabang BRI ini berada
di wilayah Republik Indonesia. Sebagaimana diketahui RIS adalah gabungan Republik
Indonesia dan negara-negara federal (negara boneka bentukan Belanda).
Setelah pembukaan Bank BARRIs muncul pertemuan
yang diadakan di Soerabaja yang dihadiri oleh perwakilan staf Volkscrediet Bank
di Jawa Timur dan Madoera. Hasil pertemuan memutuskan sebuah resolusi yang
mensyaratkan agar kepemimpinan Volkscrediet Bank (Bank BARRIS) ditetapkan berada dibawah manajemen
Bank Rakjat Indonesia. di Djokjakarta. Disebutkan resolusi akan diberitahukan
kepada Menteri Kesejahteraan.(lihat De vrije pers : ochtendbulletin, 01-02-1950).
Akhirnya diketahui dari pemberitaan Algemene
Volkscredletbank akan dimasukkan ke dalam manajemen Bank Rakjat Indonesia (RI)
mulai tanggal 1 April 1950. Keputusan diumumkan hari ini. Presiden Bank Rakjat Indonesia
(RI), Mr. M. Harso Adi juga menjadi Presiden Algemene Volkscredletbank (lihat Nieuwe
courant, 30-03-1950).
Dalam hubungan sejarah Bank BRI, dapat dihubungkan dengan
sejarah pembentukan Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank Indonesia (BI). Khusus
untuk Bank BNI pembentukannya baru dimulai pada tahun 1946 (sesuai rencana
pemerintah RI di Jogjakarta). Tepatnya Bank BNI didirikan sejak tanggal 5 Juli
1946. Sedangkan BI merupakan kelanjutan bank Javasche Bank (Java Bank). Bank
Java sendiri didirikan pada tahun 1928. Namun tahun kelahiran BI disebutkan
pada tanggal 1 Juli 1953 (setelah akuisisi Bank Java dan ditransfomasi menjadi
Bank Indonesia. Lantas mengapa Bank Indonesia tidak mengacu pendiriannya pada
tahun 1928? Itu satu hal, hal lain adalah tentang tahun pendirian Bank BRI.
Dengan demikian kita kembali ke pertanyaan
awal tentang sejarah BRI yang sebenarnya. Kapan lahirnya BRI dan siapa
pendirinya. Setelah menelusuri semua dokumen dan data sejarah yang dideskripsikan
di atas, kita akan dengan mudah menentukan sejak kapan BRI lahir dan siapa
pendirinya. Dengan asumsi bahwa bank BRI yang sekarang adalah bank BARRIS, maka
bank BRI adalah kelanjutan dari bank Algemeene Volkscrediet Bank (AVB) di era
kolonial Belanda. Dari bank AVB ini ditarik garis lurus ke masa lampau maka
nama De Wolff van Westerrode akan menjadi tokoh tak terpisahkan dari kelahiran
Bank BRI.
De Wolff van Westerrode dapat dikatakan sebagai pendiri Algemeene
Volkscrediet Bank (AVB). Bank AVB dalam hal ini jelas bukan Poerwokertosche
Hulp-,Spaar-en Landbouwcrediet- Bank yang dibentuk van Westerrode sendiri. Dan
juga bukan oleh E. Sieburgh dengan inisiatifnya membentuk Poerwokertosche
Hulp-en Spaarbank. Tentu saja bukan dengan nama yang sering dikaitkan pendiri
Bank BRI Raden Bei Aria Wirjaatmadja (baca: Wirja Atmadja).
De Wolff van Westerrode adalah orang yang
secara sadar mempelajari dan mempraktekkan bank kredit pertanian yang juga
disebut bank untuk pribumi (bank rakyat alias Volksbank). Kebetulan introduksi
bank ala van Westerrode tepat berada di Poerwokerto. Model bank ala van
Westerrode inilah kemudian yang diadopsi Pemerintah Hindia Belanda dengan
melakukan percobaan di berbagai tempat di Jawa yang kemudian menjadi pemicu
pembentukan bank kredit untuk penduduk pribumi secara nasional. Sejumlah bank
percobaan di Jawa dan Madoera termasuk yang di Poerwokerto semakin diperkuat
pemerintah yang kemudian menjadi cabang bank pemerintah yang mana di Jawa dan
Madoera disebut Afdeelingbank dan di Sumatra disebut Volksbank. Manajemen
Afdeelingbank dan Volksbank berada di dalam satu pengawasan di pusat yang
disebut Algemeene Volkscrediet Bank (AVB).
Oleh karena Bank BRI merupakan gabungan Bank
BRI dan Bank BARRIS (Algemeene Volkscrediet Bank), maka Bank BRI tidak otomatis
dihubungkan dengan Poerwokertosche Hulp-Spaar-en Landbouwcrediet- Bank (De
Wolff van Westerrode) apalagi Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank (E. Sieburgh dan
Wirja Atmadja). Jika Bank Indonesia mengacu pada pembentukan Bank Indonesia
tahun 1953, maka dasar yang digunakan Bank BRI yang mengacu pada tahun 1893
jelas bertentangan dengan cara berpikir Bank Indonesia. Jika mengacu pada
pendirian Bank Indonesia, yang paling masuk akan tahun kelahiran Bank BRI
adalah pada tahun 1946 saat pendirian Bank BRI atau pada tahun 1950 pada saat
pendirian Bank BARRIS. Dengan demikian penentuan sejarah berdirinya Bank BRI
tidak dengan caranya sendiri apalagi dengan fakta sejarah yang tidak berdasar. Bank
Indonesia sendiri dalam hal ini tidak mengacu pada pendirian Bank Java pada
tahun 1928. Lantas mengapa Banl BRI harus merujuk pada nama Poerwokertosche
Hulp-en Spaarbank dan nama Wirja Atmadja? Disinilah duduk permasalahan tahun
kelahiran Bank BRI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar