*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
Jalan Salemba Raya adalah ruas jalan antara Persimpangan Jalan Paseban dan Persimpangan Jalan Pramuka. Pada dua sisi jalan ini dulu namanya Kampong Salemba. Di wilayah Kampong Salemba ini terbentuk sebuah landerein, suatu tanah partikelir. Area landerein ini pada masa kini antara Jalan Salemba dengan sungai Tjiliwong dan antara Jalan Diponegoro dengan Jalan Kenari. Area tanah partikelir ini kemudian dikenal sebagai Struiswijk (lingkungan Eropa/Belanda Struis).
Jalan Salemba Raya adalah ruas jalan antara Persimpangan Jalan Paseban dan Persimpangan Jalan Pramuka. Pada dua sisi jalan ini dulu namanya Kampong Salemba. Di wilayah Kampong Salemba ini terbentuk sebuah landerein, suatu tanah partikelir. Area landerein ini pada masa kini antara Jalan Salemba dengan sungai Tjiliwong dan antara Jalan Diponegoro dengan Jalan Kenari. Area tanah partikelir ini kemudian dikenal sebagai Struiswijk (lingkungan Eropa/Belanda Struis).
Salemba (Peta 1825) |
Bagaimana sebuah area (sebuah persil) di Kampong Salemba
menjadi landerein dan kemudian berubah menjadi pusat orang Eropa/Belanda tentu
masih menarik untuk diperhatikan. Satu hal yang kerap terlupakan, di sekitar
stasion Salemba di era kolonial Belanda adalah pusat perjuangan para revolusioner
Indonesia dimana terdapat gedung PPPKI yang dibangun tahun 1927. Gedung ini
kini dikenal sebagai Gedung MH Thamrin. Untuk itu mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
Pusat area pusat Struiswijk
ini yang kini lebih dikenal sebagai Universitas Indonesoa d/a Jalan Salemba
Raya No. 4 Jakarta. Area ini juga menjadi bagian keseharian saya sejak dulu
hingga ini hari. Ke alamat ini pada tahun 1991 surat lamaran kerja saya
kirimkan. Oleh karenanya saya paham betul setiap jengkal di area ini, area yang
dulu disebut Struiswijk. Untuk
meningkatkan pemahaman kita, mari kita rekonstruksi kembali bagaimana perjalanan
sejarah area ini.
Struiswijk di Kampong Salemba
Nama Struiswijk sebagai sebuah area muncul kali pertama di
surat kabar tahun 1820 (lihat Bataviasche courantm, 25-03-1820). Nama area
Struiswijk tentu saja sudah ada jauh sebelum tahun 1820. Pada tahun 1822 sebuah
rumah besar dan inventarisnya di Struiswijk akan dijual (Bataviasche courant, 23-11-1822).
Pemilik rumah tersebut bernama Leps juga ingin menjual lahan kebun dan perabotannya,
budak dan juga dua kuda.
Struiswijk (Peta 1825) |
Area Struiswijk ini
berada di Kampong Salemba. Berdasarkan peta, Kampong Salemba ini cukup luas,
mulai dari Kelurahan Kenari yang sekarang hingga Jalan Tambak yang sekarang. Kampong
Salemba juga termasuk area antara Paseban dan Jalan Salemba Tengah hingga ke
Jalan Pramuka yang sekarang. Kampong Salemba bertetangga dengan Kampong
Matraman, Kampong Kramat dan Kampong Tjikini (di seberang sungai).
Peta 1866 |
Jalan penghubung antara
dua sisi sungai Tjiliwong berada di Kampong Kwitang (Jembatan Kwitang yang
sekarang) dan Kampong Matraman (Jembatan Jalan Tambak yang sekarang). Jembatan
Kwitang terbuat dari kayu sedangkan jembatan Matraman terbuat dari bambu. Kedua
jembatan ini sama-sama memiliki atap. Adanya jembatan Matraman diduga karena
landhuis Matraman berada di seberang sungai di Jalan Tambak dekat stasion
Manggarai yang sekarang). Jalan dan jembatan ini menjadi garis pemisah antara
Kampong Salemba dengan Kampong Matraman.
Wilayah sisi barat sungai Tjiliwong
antara jembatan Kwitang dan jembatan Matraman adalah Kampong Tjikini. Dalam hal
ini, wilayah di belakang Struyswijk (seberang sungai Tjiliwong) adalah Kampong
Tjikini.
Opium Fabriek
Pada tahun akhir tahun 1894
muncul rencana perluasan pabrik opium yang sudah ada di Pasoeroean, Probolinggo
dan Besoeki dengan membangun pabrik baru di Salemba (lihat De locomotief :
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 11-01-1895). Disebutkan pabrik baru
ini pada tahun 1896 sudah beroperasi. Namun realisasinya tidak jalan. Pemerintah
hanya mengefektifkkan yang sudah ada. Untuk mengontrol penyelundupan opium
pemerintah meningkatkan anggaran sebesar f60.000 (lihat Bataviaasch nieuwsblad,
29-01-1896).
Peta 1897 |
Akhirnta pembangunan
pabrik opium mulai direalisasikan. Apoteker militer kelas
satu H. Van Os sudah melakukan percobaan untuk persiapan pabrik opium yang baru,
suatu pabrik yang akan didukung Pemerintah (lihat De locomotief : Samarangsch
handels- en advertentie-blad, 17-03-1898). Pembangunan pabrik opium di Hindia
akan ekonomis jika selama ini pemerintah mendatangkannya dari Eropa (lihat Sumatra-courant
: nieuws- en advertentieblad, 03-05-1898). Disebutkan pembangunan pabrik
tersebut tidak sampai menelan biaya satu juta gulden.
De locomotief, 10-11-1898 |
Yang ditunjuk menjadi kepada
direktur pabrik opium adalah J. Haak Sehubungan dengan tugas baru itu,
fungsinya sebagai guru dalam bidang botani dan zoologi di Gimnasium Willem III
ditarik. Sebagai penggantinya adalah apoteker militer JW van Eek dari rumah
sakit militer di Weltevreden (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 27-06-1898).
Het nieuws van den dag voor Ned-Indie, 27-11-1902 |
Guru tetaplah guru,
opium juga tetap opium. Dalam hal ini, Gimnasium Koning Willem III (KW III)
adalah sekolah HBS (sekolah menengah umum) yang berlokasi tidak jauh dari
Struiswijk (kini SMA N 68 di Jalan Salemba Jakarta). Sekolah HBS ini didirikan
pada tahun 1860 yang merupakan HBS pertama yang didirikan di Hindia. Pada tahun
1911 HBS baru ada empat buah yakni selain KW III adalah HBS di Soerabaja (dibuka
1875); HBS di Semarang (dibuka 1877) dan
Prins Hendrikschool te Batavia (PHS) yang dibuka pada tahun 1911.
Sementara itu, rumah
sakit militer berada di Weltevreden (masa ini dikenal sebagai RSPAD). Di rumah
sakit militer di Weltevreden ini juga terdapat sekolah kedokteran untuk pribumi
yang disebut Docter Djawa School. Sekolah dokter ini dibuka pada tahun 1851. Jumlah
siswa setiap angkatan di Docter Djawa School ini sekitar 10 sampai 12 siswa.
Siswa yang diterima adalah lulusan ELS. Pada tahun 1898 diantara siswa yang
diterima terdapat Abdul Hakim, Abdul Karim dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Abdul
Hakim dan Abdul Karim berasal dari Padang Sidempoean.
Het nieuws van den dag voor NI, 09-05-1912 |
Namun dalam
perkembangannya JW van Eek yang diangkat menjadi direktur pabrik opium di
Salemba (lihat De Telegraaf, 28-03-1899). Disebutkan Apoteker militer AW van
Eek akan segera disediakan untuk direktur pabrik opium. Awalnya, Departemen
Perang keberatan dengan ahli kimia yang kompeten ini, yang juga sudah dipinjamkan
mengajar ke Gimnasium Willem III dan kini untuk meminjamkannya sepenuhnya kepada
departemen sipil, tetapi sekarang telah disesuaikan. Untuk pengganti van Eek sebagai
apoteker di Departemen Perang telah dipromosikan JG Mellink, apoteker militer
di Pontianak.
Korban opium (1860) |
Di Batavia tidak hanya
ada pabrik pembuatan opium di Salemba, juga sebelumnya sudah didirikan
Instituut Pasteur (lihat De Telegraaf, 01-11-1900). Dua lembaga ini seakan
bertolak belakang, yang satu memproduksi metode pembunuh dan yang lain justru
mencari penemuan baru untuk menyembuhkan. Seperti halnya lokasi Docter Djawa School,
Instituut Pasteur juga berada di rumah sakit di Weltevreden. Direktur pabrik
opium kini dijabat oleh J Haak.
Pabrik opium tahap pembangunan, 1899 |
Pabrik opium selesai dibangun, 1899 |
Ruang instalasi pabrik opium, 1900 |
Untuk meningkatkan dan
kelancaran distrubusi opium, pada tahun 1903 dibangun halte/stasion kereta api
langsung menuju pabrik opium (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 01-07-1903).
Disebutkan dalam pembebasan lahan pembangunan ruas jalur kereta api ini tidak
mudah sehingga pemerintah harus mengeluarkan resolusi. Pembebasan lahan
terutama jalur yang menuju ke Kemajoran dan Pisang Batoe. Jalur kereta api
Salemba ini menghubungkan jalur kereta api trans Batavia-Buitenmzorg (Tjikini)
dengan trans Batavia-Java (Paseban).
Halte/stasion Salemba dan Pabrik Opium (Peta 1903) |
Dalam perkembangannya
jalur kereta api ini terpaksa dibatasi karena pembangunan yang pesat di jalan Salemba
dan Paseban. Jalur kereta api via Paseban ditutup, sementara jalur kereta api
via Tjikini masih tetap difungsikan dari halte/stasion Salemba. Oleh karenanya,
halte.stasion Salemba tidak lagi untuk umum tetapi seakan-akan khusus untuk
pabrik opium.
Halte/stasion Salemba (Peta 1935) |
Pada tahun 1902 dimuai
pembangunan gedung STOVIA di Weltevreden (kini RSPAD). Gedung ini dibuat baru
di sisi selatan rumah sakit. Gedung STOVIA ini dibangun jauh lebih besar dari
gedung sekolah kedokteran Docter Djawa School. Dalam pembangunan gedung STOVIA
ini, gedung Docter Djawa School harus dibongkar dan di atasnya dibangun gedung
rekreasi dan gedung asrama bagi mahasiswa.
Posisi gedung STOVIA di Weltevreden |
Pada bulan Mei 1908 di
gedung STOVIA yang baru ini, Raden Soetomo dan kawan-kawan, mahasiswa asal Jawa
mendirikan organisasi kebangsaan yang disebut Boedi Oetomo. Organisasi
kebangsaan yang pertama didirikan di Padang tahun 1900 yang digagas oleh Saleh
Harahap gelar Dja Endar Moeda. Organisasi pertama ini disebut Medan Perdamaian
memiliki visi dan misi nasional. Pada tahun 1902 Medan Perdamaian membantu
peningkatan pendidikan di Semarang sebesar f14.000.
Dja Endar Moeda adalah pensiunan
guru telah membuka sekolah swasta di Padang sejak 1895. Pada tahun 1900 Dja
Endar Moeda mengakuisisi surat kabar dan percetakan Pertja Barat. Dja Endar Moeda
adalah alumni sekolah guru (kweekschool) di Padang Sidempoean tahun 1884.
Dalam kongres pertama
Boedi Oetomo tanggal 3-5 Oktober 1908 di Jogjakarta Boedi Oetomo dikooptasi
oleh golongan senior dan kemudian berubah haluan dan visi misibnya hanya
bersifat kedaerahan (Jawa dan Madoera). Mahasiswa STOVIA, Soetomo dan
kawan-kawan kecewa. Boedi Oetomo lalu didominasi oleh oleh golongan senior
yakni para pangeran dan bupati. Namun kekecewaan Soetomo dkk disikapi oleh Soetan
Casajangan di Belanda dan menggagas organisasi mahasiswa Indonesia.
Gedung STOVIA di Weltevreden, 1902 |
Pada tahun 1911 Soetomo
lulus di STOVIA dan mendapat gelar sarjana kedokteran dan kemudian diangkat
sebagai dokter pemerintah. Pada tahun 1911 juga di Belanda Soetan Casajangan
lulus dan mendapat gelar sarjana pendidikan. Dr. Soetomo pada tahun 1912
dipindahkan dari Semarang ke Tandjoeng Moerawa, Deli. Mr. Soetan Casajangan
pada tahun 1913 pulang ke tanah air dan kemudian diangkat menjadi direktur
kweekschool di Fort de Kock. Pada tahun 1914 Dr. Soetomo dipindahkan lagi dari
Deli ke Jawa.
Dr. Soetomo setelah tiba di Batavia
hatinya pilu dan sedikit marah. Dr. Soetomo merasa perlu berbicara di tengah
anggota Boedi Oetomo. Satu-satunya cabang Boedi Oetomo yang dipimpin oleh orang
muda adalah Boedi Oetomo cabang Batavia yang dipimpin oleh alumni STOVIA yakni
Sardjito (kelak lebih dikenal sebagai Rektor UGM yang pertama). Lalu Boedi
Oetomo cabang Batavia mengadakan rapat umum (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 28-07-1914).
Rapat publik ini diadakan di gedung Boedi Oetomo di Gang Kwinie 3 yang mana
tema yang dibicarakan Dr. Soetomo tentang kontrak kuli di Deli.
Dalam rapat publik di Boedi Oetomo
cabang Batavia Dr. Soetomo dalam pidatonya berapi-api. Dr. Soetomo menyatakan:
‘Kita tidak bisa hidup sendiri’. Dr. Soetomo melanjutkan, ‘Kita tidak bisa
hidup sendiri, bangsa kita Jawa tidak bisa terkungkung, kuli-kuli asal Jawa
sangat menderita di Deli atas perlakukan yang tidak adil dari para planter
pengusaha perkebunan asing’. Dr. Soetomo melanjutkan: ‘Banyak orang Tapanoeli
yang pintar, mereka ada dimana-mana...kita tidak bisa hidup sendiri lagi’.
Dr. Soetomo sudah lama tidak
terlibat secara langsung dengan Boedi Oetomo. Setelah pulang dari Deli dan
setelah berpidato di rapat publik di Batavia, Dr. Soetomo diketahui kembali
aktif di Boedi Oetomo. Dr. Soetomo merasa perlu aktif di organisasi untuk memperjuangkan
banyak permasalahan yang dirasakannya termasuk permasalahan koeli asal Jawa di
Deli. Seperti tampak dalam kepengurusan baru Boedi Oetomo pada kongres di Solo,
Dr. Soetomo menjadi salah satu anggota dewan pusat Boedi Oetomo (De
Preanger-bode, 08-08-1915).
Kurikulum di STOVIA sejak
1913 ditingkatkan. Kurikulum STOVIA diarahkan untuk mengikuti program studi
kedokteran di Belanda. STOVIA yang sebelumnya hanya dikhususkan untuk pribumi,
dengan perubahan kurikulum ini dimungkinkan orang-orang Belanda dan Tionghoa.
Sementara itu pada tahun 1913 di Soerabaja didirikan sekolah kedokteran umum dengan
nama Nederlandsche Indische Artsen School (NIAS). Sekolah kedokteran NIAS di
Soerabaja ini dikhususkan untuk pribumi. Ini seakan NIAS adalah suksesi STOVIA.
Sedangkan STOVIA mengikuti kurikulum Eropa. Sehubungan dengan perubahan
kurikulum STOVIA ini, fasilitas STOVIA juga ditingkatkan dengan merencanakan
gedung perkuliahan dan laboratorium yang lebih baik. Kaitan STOVIA dengan rumah
sakit militer di Weltevreden mulai dipisahkan sebagai institusi yang lebih
mandiri. Akibatnya gedung STOVIA harus dibangun tersendiri oleh pemerintah.
Pilihan lokasi diputuskan dengan membangun gedung STOVIA yang baru di
Struiswijk (di sebelah pabrik opium). Pembangunannya dimulai pada tahun 1920.
Tahap pembangunan gedung STOVIA di Struiswijk, 1920 |
Sehubungan dengan
pemisahan STOVIA dan rumah sakit militer di Weltevreden, pemerintah juga mulai
membangun rumah sakit sipil. Rumah sakit sipil ini disebut Centrale Burgerlijke
Ziekeninrichting (CBZ). Pembangunan rumah sakit sipil ini dimulai pada tahun
1921. Lokasi yang dipilih adalah dekat dengan gedung STOVIA yang baru. Lahan
yang digunakan untuk rumah sakit CBZ berada di belakang STOVIA tetapi mengambil
posisi arahnya ke timur. Bersamaan dengan pembangunan rumah sakit CBZ ini
dibangun jalan baru yang kini disebut Jalan Diponegoro.
Tahap pembangunan gedung rumah sakit CBZ, 1921 |
Pada tahun 1927 STOVIA
ditingkatkan menjadi perguruan tinggi kedokteran Geneeskundige Hooge School
(GHS). Dengan peningkatan status menjadi perguruan tinggi maka lulusan sudah
setara dengan lulusan dari Eropa/Belanda. Sebelumnya lulusan STOVIA untuk
mendapatkan akta dokter penuh (setara Eropa/Belanda) harus melanjutkan studi ke
Belanda. Dr. Soetomo berangkat studi ke Belanda pada tahun 1919 bersama Dr.
Sardjito dan Dr. Mohamad Sjaaf. Setelah selesai studi, Dr. Soetomo kembali ke
tanah air pada tahun 1923.
Dr. Sardjito dan Dr. Mohamad Sjaaf
setelah selesai studi kedokteran tidak langsung pulang ke tanah air. Keduanya
melanjutkan studi ke tingkat doktoral untuk meraih gelar doktor (Ph.D). Hingga
tahun 1933 jumlah orang Indonesia yang meraih gelar doktor (Ph.D) di luar
negeri baru sebanyak 26 orang dan hanya satu orang perempuan yakni Ida
Loemongga Nasution. Orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor (Ph.D)
adalah Husein Djajadiningrat pada tahun 1913. Daftar orang Indonesia peraih
gelar doktor (Ph.D) selanjutnya adalah sebagai berikut: (2) Dr. Sarwono (medis,
1919); (3) Mr. Gondokoesoemo (hukum 1922); (4) RM Koesoema Atmadja (hukum
1922); (5) Dr. Sardjito (medis, 1923); (5) Dr. Mohamad Sjaaf (medis, 1923); (7)
R Soegondo (hukum 1923); (8) JA Latumeten (medis, 1924); (9) Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi
(hukum, 1925); (10) R. Soesilo (medis, 1925); (11) HJD Apituley (medis, 1925);
(12) Soebroto (hukum, 1925); (13) Samsi Sastrawidagda (ekonomi, 1925); (14)
Poerbatjaraka (sastra, 1926); (15) Achmad
Mochtar (medis, 1927); (16) Soepomo (hukum, 1927); (17) AB Andu (medis,
1928); (18) T Mansoer (medis, 1928);
(19) RM Saleh Mangoendihardjo (medis, 1928); (20) MH Soeleiman (medis, 1929);
(21) M. Antariksa (medis, 1930); (22) Sjoeib
Proehoeman (medis, 1930); (23) Aminoedin
Pohan (medis, 1931); (24) Seno Sastroamidjojo (medis, 1930); (25) Ida Loemongga Nasution (medis, 1931);
(26) Todoeng Harahap gelar Soetan
Goenoeng Moelia (sastra dan filsafat, 1933). Jumlah doktor terbanyak
berasal dari (pulau) Djawa, yang kedua dari Residentie Tapanoeli. Cetak tebal
adalah doktor-doktor asal Afdeeling (kabupaten) Padang Sidempoean, Residentie
Tapanoeli.
PPPKI di Jalan Kenari
Pada tahun 1927 Parada
Harahap, sekretaris organisasi kebangsaan Sumatranen Bond menggagas dibentuknya
himpunan semua organisasi kebangsaan Indonesia. Lalu pada bulan September 1927
di rumah Husein Djajadiningrat berkumpul para pemimpin organisasi kebangsaan.
Hasil keputusan mendirikan organisasi yang disebut Permoefakatan
Perhimpoenan-Perhimponenan Kebangsaan Indonesia, disingkat PPPKI. Keputusan
lainnya menetapkan MH Thamrin sebagai ketua dan Parada Harahap sebagai
sekretaris.
Gedung opium dan gedung PPPKI, 1930 |
Jembatan di atas Tjiliwong dan halte/stasion kereta api, 1930 |
Gedung/kantor PPPKI tersebut
berada di Gang Kenari. Gedung/kantor ini tidak jauh dari halte/stasion Salemba.
Di gedung/kantor ini, sebagai kepala kantor, Parada Harahap memajang tiga foto,
dua diantaranya Ir. Soekarno dan Mohamad Hatta. Parada Harahap semakin mengenal
Ir. Soekarno selain sering menerima dan memuat tulisannya, Ir. Soekarno juga
turut hadir dalam rapat pembentukan PPPKI sebagai ketua (Perhimpoenan Nasional
Indonesia). Mohamad Hatta sudah dikenal Parada Harahap dalam dua kali kongres
Sumatranen Bondi di Padang (1919 dan 1921). Pembina dua kongres tersebut adalah
Dr. Abdul Hakim Nasution, anggota dewan kota Padang yang dulu pernah sekelas
dengan Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo.
Sejak 1926 Mohamad Hatta adalah
ketua Perhimpoenan Indonesia di Belanda. Perhimpunan ini sebelumnya bernama
Indische Vereeniging yang tahun 1908 digagas oleh Soetan Casajangan. Pengurus
Indische Vereeniging tahun 1908 Soetan Casajangan sebagai ketua dan Husein
Djajadiningrat sebagai sekretaris. Parada Harahap ketika memimpin surat kabar
Sinar Merdeka di Padang Sidempoean juga menjadi editor surat kabar mingguan
Poestaha (yang didirikan Soetan Casajangan pada tahun 1915). Parada Harahap
terkesan ingin merealisasikan konsep Indonesia.
PPPKI di Gang Kenari
telah menjadi pusat pergerakan politik, pusat perjuangan bangsa dalam
menghadapi ketidakadilan. Salah satu agenda penting PPPKI tahun 1928 adalah mengadakan
Kongres PPPKI bulan September 1928 yang diintegrasikan dengan Kongres Pemuda
pada bulan Oktober 1928. Ketua panitia Kongres PPPKI ditunjuk Dr. Soetomo.
Sedangkan panitia Kongres Pemuda dibentuk yang terdiri dari ketua Soegondo,
sekretaris Mohamad Jamin dan bendahara Amir Sjarifoeddin Harahap. Ketiganya
adalah mahasiswa Rechthogeschool yang mana dekannya adalah Prof. Husein
Djajadiningrat. Soegondo adalah kader dari Dr. Soetomo; sementara Mohamad Jamin
dan Amir Sjarifoeddin Harahap adalah kader dari Parada Harahap. Untuk
mensukseskan dua hajatan besar ini Parada Harahap menerbitkan Bintang Timoer edisi
Semarang (untuk wilayah Midden Java) dan edisi Soerabaja (untuk Oost Java).
Hasil keputusan Kongres PPPKI adalah
mensosialisasikan organisasi kebangsaan menjadi organisasi politik. Organisasi
politik pertama adalah Perhimpoenan Nasional Indonesia pimpinan Ir. Soekarno
menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Hasil keputusan lain adalah mengangkat
Dr. Soetomo menjadi Ketua PPPKI (periode 1928/1929). Hasil Kongres Pemuda
adalah persatuan Indonesia: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa, Indonesia.
Dalam Kongres Pemuda ini diperdengarkan lagu Indonesia Raya karya WR Supratman
(editor kantor berita Alpena pimpinan Parada Harahap).
Gedung/kantor PPPKI yang
kemudian juga dikenal sebagai Gedung Nasional telah menjadi tempat rapat-rapat
umum, apakah rapat umum yang diselenggarakan PPPKI maupun organisasi kebangsaan.
Gedung/kantor PPPKI juga menjadi kantor PPPI (Persatoean Peladjar-Peladjar Indonesia).
Struiswijk satu abad kemudian (Foto udara 1943) |
Land yang dulu dimiliki
keluarga Struys telah berkembang menjadi lingkungan Eropa/Belanda yang disebut
Struiswijk. Land yang subur ini telah silih berganti pemiliknya. Intervensi
pemerintah di land ini dimulai pada tahun 1899 ketika pemerintah membeli persil
lahan untuk membangun pabrik opium. Pemerintah kemudian membeli persil lahan
untuk membangunan kampus STOVIA dan rumah sakit CBZ.
Sisa bangunan di Landhuis Struyswijk (Foto 1920) |
Docter Djawa School yang
didirikan tahun 1851 di rumah sakit militer Weltevreden (kini RSPA) telah
bertransformasi menjadi STOVIA dengan mendirikan kampus baru di Struiswijk pada
tahun 1920 STOVIA. Bersamaan dengan pembangunan kampus STOVIA ini juga dibangun
rumah sakit sipil CBZ. Rumah sakit ini berada di bawah kantor layanan medis
sipil atau Burgerloken Geneeskundigen Dienst (BGD).
Sebagaimana Docter Djawa School
didirikan di rumah sakit militer pada tahun 1851, pada tahun 1888 juga
didirikan laboratorium di rumah sakit militer di Weltevreden. Pembentukan
laboratorium ini sehubungan dengan permasalahan epidemik yang terjadi di
Hindia. Laboratorium ini disebut Laboratorium voor onderzoekingen op het gebied
van pathologische anatomie en bacteriologie (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 17-01-1888).
Disebutkan yang menjabat sebagai direktur laboratorium anatomi patologis dan
bakteriologi ini adalah Dr. C Eijkman. Selain laboratorium rumah sakit militer,
di Batavia juga muncul laboratorium swasta di bawah nama Instituut Pasteur.
Laboratorium rumah sakit militer inilah yang bedol desa ke Struiswijk menjadi
laboratorium sipil. Dalam perkembangannnya laboratorium Pasteur pindah ke
Bandoeng. Dua laboratorium ini saling melengkapi.
Untuk mendukung kinerja
BGD, pada tahun 1916 pemerintah mengangkat Dr. W. Schuffner sebagai Kepala
Inspektur Kesehatan Masyarakat (BVG). Dr. W. Schuffner masih bekerja sebagai
dokter di perusahaan perkebunan di Deli, Senembah Mij.
Pada tahun ini pula Dr. Achmad
Mochtar yang baru lulus STOVIA diangkat untuk membantu Dr. W. Schuffner di Deli
(Medan/Belawan), Tapanoeli (Taroetoeng, Padang Sidempoean dan Sibolga) serta
Palembang (Kajoeangoeng) dalam mengatasi malaria.
Sepulang dari penelitian
di Sumatra, pada tahun 1921 Dr. Achmad Mochtar ikut membantu Dr. W. Schuffner
merintis pusat penelitian pemerintah dengan membangun laboratorium di
Struiswijk (sebagian dari gedung rumah sakit CBZ).
Pada tahun 1923 Dr. Achmad Mochtar berangkat
studi ke Eropa (Bataviaasch nieuwsblad, 30-08-1923). Pada bulan Desember 1923 Dr.
W. Schuffner juga bverangkat cuti dua tahun ke Eropa.
Kerjasama antara Dr. W.
Schuffner dan Dr. Achmad Mochtar masih diteruskan di Belanda. Dalam pertemuan
ilmiah Koninklijke Akademie van Wetenschappen, Prof. Schüffner, juga atas nama
Achmad Mochtar, menyajikan hasil pencobaan mereka untuk membuktikan ‘splitsing
van Leptospirenstammen’ (De Maasbode, 31-10-1926).
Dr. Achmad Mochtar akhirnya berhasil
mencapai gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran pada tahun 1927 (De
Telegraaf, 11-02-1927). Disebutkan desertasinya berjudul ‘Onderzoekingen
omtrent eenige leptosplrenstummen’. Tema desertasi Achmad Mochtar ini tampak
satu rumpun dengan topik penelitian yang dilakukan oleh Dr. Achmad Mochtar dan
Dr. W. Schuffner yang menjadi bidang perhatian mereka selama ini.
Setelah kembali ke tanah
air, Dr. Achmad Mochtar, Ph.D ditempatkan di rumah sakit CBZ. Pada tahun 1928
dipindahkan beberapa kali hingga akhirnya dipindahkan ke rumah sakit CBZ di
Semarang pada tahun 1932. Dr. Achmad Mochtar, Ph.D juga menjadi kepala
laboratorium di Semarang. Setelah cukup lama di Semarang, Dr. Achmad Mochtar,
Ph.D dipindahkan ke Geneeskundig Laboratorium te Batavia pada bulan Mei 1937
yang juga diperbantukan di DVG dalam penanganan penyakit kusta (Het nieuws van
den dag voor Nederlandsch-Indie, 12-05-1937).
Geneeskundig Laboratorium milik
pemerintah yang berada di Struiswijk adalah laboratorium yang dirintis oleh Dr.
W. Schuffner dan Dr. Achmad Mochtar sebagai kelanjutan dari laboratorium yang
berada di rumah sakit Weltevreden. Pada tahun 1937 sudah ada beberapa
laboratorium, selain di Batavia, juga di Semarang dan Soerabaja. Laboratorium
dari Instuute Pasteur di Batavia telah dipindahkan ke Bandoeng.
Pada tahun 1938 saat
ulang tahun pendirian laboratorium (sejak Eijkman tahun 1888) nama Geneeskundig
Laboratorium te Batavia diubah namanya menjadi Eijkman Instituut (lihat
Soerabaijasch handelsblad, 17-01-1938). Disebutkan hari Sabtu tanggal 15
Januari dirayakan 50 tahun fondasi yang kini menjadi laboratorium medis yang
turut dihadiri Dr. Bochardt, direktur CBZ dan Dr. Theunissen, kepala BGD dan
undangan lainnya. Direktur laboratorium
Dr WK Merthens dalam pidato sambutan berterimakasih kepada pendahulu, direktur
pertama Dr. Eijkman yang kala itu masih di rumah sakit militer di Weltevreden.
Dengan pemberian label instituut maka dengan sendirinya terdapat dua lembaga
penelitian, yakni Pasteur Instituut di Bandoeng dan Eijkman Instituut di
Batavia.
Pada tahun 1938 untuk kali pertama
seorang apoteker ditambahkan ke Centrale Laboratorium (kini menjadi Eijkman
Instituut) yakni Ali Mochtar Lubis (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 03-02-1938). Ali Mochtar termasuk salah satu lulusan
perdana sekolah apoteker (artsenubereidkunst) yang dibentuk
yang lulus tahun 1935 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
01-08-1935). Setelah lulus Ali Mochtar Lubis bekerja di Firma Irmscheer sebelum
ditempatkan pemerintah di Eijkman Insituut.
Salah satu siswa yang diterima di
sekolah apoteker di Batavia ini tahun 1938 adalah Ismail Harahap. Lama studi
adalah dua tahun. Ismail Harahap lulus tahun 1940 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 12-08-1940). Setelah
beberapa bulan bekerja di Batavia, Ismail Harahap ditempatkan pemerintah di
Soerabaja tahun 1941. Ismail Harahap lahir di Padang Sidempuan, kelak lebih
dikenal sebagai ayah dari Andalas Harahap gelar Datoe Oloan atau lebih dikenal
sebagai Ucok AKA (pionir musik rock Indonesia).
Andalas Harahap lahir di Surabaya, 25 Mei 1943.
Pada tahun 1940 rumah
sakit kota Batavia CBZ dikonversi menjadi rumah sakit pendidikan (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 03-12-1940). Disebutkan Dr. Achmad Mochtar, Ph.D menyatakan bahwa
pemerintah telah menyetujui rumah sakit CBZ menjadi rumah sakit pendidikan
(academisch ziekenhuis),
Rumah sakit pendidikan adalah rumah
sakit yang memiliki fungsi ganda selain fungsi utamanya untuk kesehatan
masyarakat juga berfungsi untuk melaksanakan bidang penelitian dan publikasi
ilmiah. Fungsi lainnya juga adalah untuk melatih para calon dokter. Dalam hal
ini rumah sakit CBZ diintegrasikan dengan sekolah kedokteran (Geneeskundige
Hogeschool).
Pada masa pendudukan
Jepang, lembaga penelitian ini dipimpin oleh Dr. Achmad Mochtar, Ph.D. Pada
tahun 1944 dikabarkan anak Dr. Achmad Mochtar, Ph.D meninggal dunia (Algemeen
Handelsblad, 23-02-1944). Disebutkan Baharsjah Mochtar kandidat dokter (Med.
Cand.) di Rijksuniversiteit di Leiden pada usia hampir 26 tahun meninggal
dunia. Kabar ini termuat dalam iklan berita duka atas nama Dr. A. Mochtar dan
Siti Hasnah (istri). Baharsjah Mochtar lahir di Padang Sidempoean tahun 1918.
Dr. Achmad Mochtar, Ph.D lahir di
Bondjol. Ayahnya adalah seorang guru di Bondjol yang berasal dari Mandailing,
Tapanoeli. Setelah menyelesaikan pendidikan ELS, Achmad Mochtar masuk STOVIA
tahun 1907. Seperti telah disebut di atas Achmad Mochtar lulus STOVIA tahun
1916 dan mendapat gelar dokter.
Satu lagi anak Dr. Achmad
Mochtar, Ph.D yang tengah berkuliah di Belanda adalah Imramsjah Ade Mochtar.
Seperti almarhum abangnya Baharsjah Mochtar, Imramsjah Ade Mochtar juga
mengambil studi kedokteran. Imramsjah Ade Mochtar adalah salah satu aktivis
Perhimpoenan Indonesia di Belanda.
Mingguan Perhimpunan Indonesia edisi Mei, 1945 |
Majalah Perhimpunan Indonesia edisi 15 Mei, 1945 |
.
Daftar Ketua Perhimpunan Indonesia 1908-1945 |
Sebelum muncul anti
Jepang di Indonesia, mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Belanda sudah menunjukkan
anti fasis. Mereka ini turut melawan Jerman yang saat itu Jerman menduduki Belanda.
Sebagaimana diketahui Jerman terhubung dengan Jepang dalam perang dunia kedua.
Dua pemimpin Indonesia di Belanda, Dr. Parlindoengan Lubis dan Sidartawan
ditangkap oleh intel/militer Jerman. Sidartawan (ketua Perhimpoenan Indonesia) dieksekusi
dan meninggal (lihat Algemeen Handelsblad, 08-12-1942). Sidartawan dieksekusi
pada bulan Oktober 1942 (lihat De geus onder studenten, 11-07-1944). Dr. Parlindoengan
Lubis setelah ditangkap kemudian ditahan di kamp konsentrasi Jerman/NAZI. Dalam
perkembangannya Dr. Parlindoengan Lubis berhasil melarikan diri dari kamp NAZI.
.
FKN Harahap menulis sebuah manifesto yang dimuat pada
surat kabar Het parool, 11-08-1945 dengan judul Het tegenwoordig streven der
Indonesische beweging (Tujuan Gerakan Indonesia Hari Ini). Seperti diketahui
enam hari kemudian Indonesia memproklamirkan kemerdekaan. Manifesto FKN Harahap
ini berisi tentang maklumat kemerdekaaan Indonesia. Disebutkannya Indonesia
akan meraih kemerdekaan. Indonesia dan Belanda setara. FKN Harahap mengutip
pidato Ratu Wilhelmina di Kongres AS di Washington 7 Desember 1942, mengatakan
kepada forum seluruh dunia bahwa Indonesia masa depan seharusnya menjadi bagian
yang independen dan setara dari Kerajaan Belanda. FKN Harahap mengingkatkan
bahwa Orange dan Indonesia tidak memiliki ikatan seperti Orange dan Belanda,
dan lebih jauh lagi bahwa Indonesia tidak memiliki monarki yang dilambangkan
secara konstitusional.. Kami
sangat senang mengatakan bahwa Perhimpoenan Indonesia dapat menyebut
pekerjaannya sukses dalam hal ini dan bahwa lapisan besar rakyat Belanda diharapkan
juga berusaha keras untuk mencapai tujuan kami itu... Karya Perhimpunan Indonesia. antara lain, pidato yang
disampaikan oleh Boerhanoedin, anggota Indonesia dari delegasi Belanda di San
Francisco pada tanggal 27 Juni, dimana ia mengatakan: ‘Setelah reformasi
politik yang diperlukan telah dilaksanakan, orang Indonesia akan mendapatkan
pemerintahan sendiri. Posisi subordinasi dari Orang Indonesia di negara mereka
sendiri dan dari Indonesia di Kerajaan Belanda tidak terpikirkan Saya sangat
senang bahwa pers Belanda dan juga Perhimpoenan Indonesia dengan jelas
menyatakan sudut pandang yang sama. Kami hanya ingin menambahkan kata lain
untuk semua ini. Belanda dan Indonesia lebih dari sebelumnya dalam sejarah
mereka di pusaran masyarakat.. Tanggal
7 Desember 1942 adalah tonggak sejarah Belanda. Semoga tanggal ini juga membawa
kami untuk waktu yang lama di pelabuhan/negara baru. FKN HARAHAP (Perhimpoenan
Indonesia). Catatan: Manifesto FKN Harahap ini semacam proklamasi di tengah masyarakat Belanda dan enam hari mendahului
isi proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dibacakan di tengah masyarakat Indonesia oleh Soekarno dan Mohamad Hatta di Jalan
Pegangsaan Timur, Jakarta 17 Agustus 1945.
.
Het parool, 11-08-1945 |
Tidak lama kemudian di
Indonesia terjadi peristiwa yang sangat memilukan. Sejumlah orang dieksekusi
oleh militer Jepang. Dr. Achmad Mochtar, Ph.D, ayah dari Imramsjah Ade Mochtar dieksekusi
mati oleh militer Jepang. Apakah ketidakberdayaan Soekarno dan Mohamad Hatta
menyebabkan Imramsjah Ade Mochtar menganalogikan mereka sebagai kelompok ‘Wang
Ching Wei-isme’? Entahlah.
Siti Hasnah, kelahiran Makassar
telah kehilangan orang-orang yang sangat dicintainya. Anaknya Baharsjah Mochtar
meninggal bulan Februari 1944 Belanda, belum lama, pada bulan Juli 1945 suami
yang meninggal. Kini, Siti Hasnah hanya tinggal memiliki anak semata wayang Imramsjah
Ade Mochtar yang tengah studi ke Belanda. Imramsjah Ade Mochtar lahir di Padang
Sidempoean 4 Maret 1919. Pada tahun 1947 eksekusi almarhum Dr. Achmad Mochtar,
Ph.D disidangkan dengan menghadirkan saksi hidup Dr. Marzoeki yang diberitakan
oleh surat kabar Het dagblad.
Het dagblad...Dagbladpers te Batavia, 21-06-1947 |
Het dagblad : uitgave
van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 21-06-1947: ‘Dalam kasus Kenpei
Tai di Batavia, apa yang disebut sebagai kasus Serum disidangkan kemarin, yang
secara singkat merujuk pada kenyataan bahwa pada bulan Juni-Juli 1944 sekitar
100 romusha yang disuntikkan dengan vaksin kolera, disentry dan tipus semuanya
tiba-tiba mengalami gejala kram parah yang sama. dan segera meninggal. Saksi
pertama yang dihadirkan, Dr. Marzoeki, pada saat sebagai Kepala Dinas Kesehatan
Kota (BGD), mengatakan bagaimana dia telah memberikan beberapa dokter dan staf
perawat berdasarkan permintaan untuk membantu vaksinasi. Beberapa waktu
kemudian, ia sendiri dipanggil untuk memastikan kasus-kasus penyakit yang
disebutkan di atas. Setelah diselidiki lebih lanjut, ternyata ada kasus tetanus
yang terjadi. Ketika ditanya oleh Presiden (pengadilan) bagaimana tetanus ini,
dan dalam skala besar, akan memberi pengaruh, saksi (Dr. Maszoeki) menyatakan: ‘Virulen
tetanus bacilli pasti telah tercemar di dalam vaksin. Menurut pendapat saya,
bukan tidak mungkin kesalahan disini terletak pada sumbernya, dalam hal ini Pasteur
Instituut. Mungkin saja ada kesalahan yang terjadi disana dan itu pasti terjadi
disini. Saksi lebih lanjut mengutip kasus serupa yang terjadi di Lubeck pada
tahun 1924, yang menyebabkan kesalahan oleh asisten laboratorium. Anak-anak
yang hidup dengan basil tuberkel divaksinasi, dan hasilnya banyak yang pingsan,
tetapi secara pribadi, selama 47 tahun ini, Saksi belum pernah mengalami hal
seperti ini’. Saksi (Dr, Marzoeki). tiba-tiba ditangkap setelah apa yang
terjadi pada bulan Oktober [1944] dan dituduh menjadi bagian dari sebuah aksi....
Mochtar (yang kemudian meninggal dalam tahanan, bersama dengan Dr. Soeleiman Siregar dan Dr.
Arif). Jepang telah melakukan kesalahan mengerikan dalam persiapan vaksin dan,
seperti biasa, ia (Jepang) membutuhkan kambing hitam kali ini untuk mengalihkan
perhatian dari dirinya sendiri akaibat kontrol yang tidak memadai yang ada
sejak pendudukan di Pasteur Instituut. Saksi (Dr. Marzoeki) disiksa setiap hari
selama 14 hari, kadang-kadang dua kali sehari. Setiap kali saya dipanggil saya
lebih dulu dipukul dan saat ingin bangkit lagi malahan dipukul kembali hingga
knock-out.
Presiden: ‘Oh, jadi itu sebagai
introgasi pembukaan!’
Saksi.: Iya. Setelah itu
saya diinterogasi. Kemudian saya diwawancarai. Saya kemudian dikors setelah
repertoar selesai selesai. Saya tidak sadarkan diri empat kali sebagai akibat
dari penyiksaan, satu kali sebagai akibat dari ditenggelamkan di dalam air’.
Nieuwe courant, 23-06-1947
juga melaporkan sidang tersebut dengan judul ‘Proses Monster di Batavia Penganiayaan
Para Dokter’. Disebutkan delapan dokter ditangkap
oleh Kempei Tai di Batavia pada waktu itu diantaranya Prof. Dr. Mochtar, Dr.
Siregar dan Dr. Arif. Selain kedelapan dokter itu kemudian juga ditangkap Dr.Marzoeki,
Kepala Dinas Kesehatan (BGD) di Batavia saat itu, yang kini didengar kesaksiannya
di pengadilan. Saksi (Dr. Marzoeki) mengatakan bahwa tuduhan terhadap staf saya
tidak benar dan menyebut anggapan itu konyol. Kesalahan dibuat pada serum
justru sangat mungkin karena selama perang kontrol di Pasteur Instituut di
Bandoeng sangat lemah.
Pada era orde baru
(rezim Soeharto) Laboratorium Batavia (Laboratorium Eijkman) dihidupkan
kembali. Ini terkait dengan perekrutan BJ Habibie dari Jerman (menjadi Menteri
Ristek). Dalam arsitektur ristek ala Habibie kala itu termasuk di dalamnya Laboratorium
Batavia/Djakarta alias Laboratorium Eijkman. BJ Habibie kemudian merekrut
seorang dokter bereputasi internasional, peneliti utama di Australia untuk
diposisikan sebagai pemimpin Laboratorium Eijkman yakni Dr. Sangkot Marzoeki,
Ph.D.
Saat itu Dr. Sangkot Marzoeki, Ph.D adalah orang
Indonesia yang memiliki portofolio tertinggi di bidang penelitian kedokteran.
Dr. Sangkot Marzoeki, Ph.D lahir di Medan. Keluarga Marzoeki memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga Wakil Presiden
Adam Malik (sama-sama satu marga Batubara) dan keluarga Soetan Pangoerabaan
Pane. Nenek Dr. Sangkot Marzoeki, Ph.D adalah adik dari Soetan Pangoerabaan
Pane (mantan guru dan sastrawan lokal terkenal di Mandailing dan Angkola).
Soetan Pangoerabaan Pane, lahir di Sipirok kelak lebih dikenal sebagai ayah
dari Sanoesi Pane dan Armijn Pane (sastrawan terkenal) serta ayah dari Lafran
Pane (pendiri HMI di Djogjakarta tahun 1947). Sanoesi Pane dan Armijn Pane
sendiri sejatinya pernah kuliah di STOVIA, karena lebih menyukai sastra seperti
ayahnya, dua bersaudara ini meninggalkan bidang kedokteran dan mulai menggeluti
bidang bahasa dan sastra. Selain Dr. Sangkot Marzoeki, Ph.D, juga BJ Habibie
membutuhkan peneliti-peneliti di bidang lain, antara lain: peneliti di bidang
tanaman pangan, Dr. Zainoeddin Harahap (peneliti padi); peneliti di bidang
tanaman keras Ir, Hasjroel Harahap (kemudian menjadi Menteri Kehutanan); dan
peneliti di bidang keuangan, alumni Belanda Dr. Arifin Siregar (kemudian
menjadi Gubernur BI dan Menteri Perdagangan).
Salah satu peneliti
terbaik di Eijkman Istitute (dulu Laboratorium
Eijkman) adalah Dr. Alida Roswita Harahap, Ph.D. Selain sebagai peneliti, Dr. Alida Roswita
Harahap, Ph.D juga sebagai pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Eijkman Istitute adalah garis continuum sejak Docter Djawa School
tahun 1854 yang mana siswa-siswa terbaik asal Afdeeling Mandailing dan Angkola
(Afdeeling Padang Sidempoean) selalu hadir.
Peta Struyswijk era jaman now (googlemap) |
Last but not least: Di
kampus UI Salemba yang sekarang (Jalan Raya Salemba No. 4) masih terdapat sisa
bangunan lampau yakni eks pabrik opium menjadi ruang perkuliahan FEUI dan Penerbit FEUI. Juga eks gedung STOVIA masih
tampak kokoh sebagai bagian dari kampus FKUI. Tentu saja eks gedung rumah sakit
CBZ dan Eijkman Instituut (kini RSUP Cipto Mangunkusumo) masih terlihat kuat.
Sisa era kereta api ruas Salemba jaman old (foto internet) |
Demikianlah sejarah land
yang subur di Struiswijk kali pertama teridentifikasi tahun 1820, yang kini
menjadi kampus UI Salemba dan rumah sakit Cipto Mangunkusumo. Seperti
disebutkan di awal, saya paham betul setiap jengkal di area kampus UI, RS Cipto
dan Jalan Kenari ini yang tempo doeloe disebut Struyswijk. Semoga informasi
dapat membantu.
Saya mengapresiasi tulisan bapak yg sangat mendetail mengenai sejarah pembangunan stasiun salemba dan menyambung dari tulisan sejarah pabrik opium di sekitar kawasan salemba, apakah benar pak dulu ada percabangan dari stasiun pabrik opium menuju stasiun gang sentiong, dan stasiun kramat?
BalasHapusJika ada, apa fungsinya dari percabangan tersebut dan apakah kedua stasiun tersebut adalah stasiun baru atau tidak?
Mohon pencerahannya, terima kasih.
Pembangunan jalur rel kereta api Salemba tahun 1903 pada awalnya hanya untuk akses ke pabrium opium dari dan ke jalur kereta api utara dan selatan. Untuk memudahkan proses langsir dibangun halte/stasion Salemba. Saat itu stasion terdekata yang ada di jalur selatan adalah stasion Pegangsaan, Boekit Doeri, Pasar Minggoe serta Koningsplein (Gambir; sedangkan stasion terdekat di jalur utara adalah Beos (kota), Senen dan Meester Cornelis (Jatinegara). Sehubungan dengan semakin berkembangnya pemukiman, sekitar tahun 1920an mulai dibangun stasion Kramat, Sentiong dan Solitude (Palmeriam). Pada tahun 1930an jalur kereta api Selemba via Paseban ditutup (dan hanya menyisakan jalur via Tjikini). Setelah penutupan jalur via Paseban ditutup stasion Kramat dan Sentiong tetap eksis. Jadi jalur kereta api Salemba terkait dengan pabrik opium. Pembangunan stasion Kramat dan Sentiong adalah hal lain yang terkait dengan perkembangan kota (pemukiman). Memang kereta api dari stasion Salemba ke Beos mellewati Sentiong dan dari Salemba ke Meestercornelis dan seterusnya ke Jawa melewati stasion Kramat. Dengan kata lain jalur rel dari Salemba ke jalur rel utara bertemu di sekitar Sention dan sekitar Kramat. Pembangunan rel Salemba tidak terkait dengan stasion Sentiong dan Kramat. Pembangunan rel Salemba satu hal, pembangunan stasion SEntiong dan Kramat adalah hal lain lagi. Demikian,
HapusPak.mau tanya, Kalo untuk sejarah gedung (di Jl. Diponegoro 84-86 seberang RSCM) itu bagaimana ya? Dulunya bangunan apa ? Tks
BalasHapusPada era Belanda hanya satu gedung di seberang RSCM, setahu saya gedung Istituut Salemba (lembaga pendidian) yang menyelenggarakan berbagai kursus, Pada tahun 1953 Universitas UKI didirikan dengan kampus di jalan Pegangsaan dan jalan Selemba. Saya kira universitas ini membeli sebagian gedung tersebut yang kini menjadi komplek sekolah PSKD
HapusHJ de Graaf, bisa dilihat di sini: https://www.oudheidkundigekring.nl/wp-content/uploads/2018/08/No.-56-05-1975.pdf, menulis Struiswick adalan nama yang diberikan untuk landgoed yang dibeli Gubernur Jenderan Joan van Hoorn. Struis adalah nama belakang mertua pertama Van Hoorn. Menurut De Graaf, Van Horrn menikah tiga kali, istri pertamanya adalah Anna Struis. Meninggal setelah melahirkan putri Petronela Wilhelmina. Di Struisick, Van Hoorn bereksperimen dengan kopi Arabika, dan berhasil. Ia memberian bibit kopi ARabika kepada bupati dan penduduk Preanger, yang hasil panennya diserahkan sebagai pengganti pajak. Dari sinilah Van Hoorn menjadi kaya raya. Ia bahkan disebut sebagai pemilik Batavia sesungguhnya.
BalasHapusHJ de Graaf adalah sejarawan masa kini (50 tahun terakhir). Jadi sama dengan kita. Hanya saja de Graaf hidup di jaman manual, kita suda di zaman digital. Artinya kita bisa akses semua data masa lampau secara digital. Oleh karena de Graaf dalam menganalisis boleh jadi data yang dapat diaksesnya terbatas alias de Graaf tidak mengumpulkan data secara lengkap. Memang banyak yang benar apa yang ditulisnya tetapi juga ada kekeliruan atau kesalahan, dan bahkan ada kesalahan fatal. Dalam hal ini saya ingin menambakan dan beberapa hal melakukan koreksi.
HapusKeluaga van Hoorn dan keluarga Struys serta keluarga van den Briel sudah ada ada dua generasi di Batavia. Abraham Struys dan Pieter van den Hoorn serta Jansens van den Briel generasi pertama sebagai pedagang (koopman). Pada generasi kedua muncul Joan van Hoorn dan Jan Struys serta Joan Georg Briel. Dua yang pertama adalah komandan militer dengan pangkat Kapten di sekitar tahun 1680. Sedangaan komandan dengan pangkat tertinggi pada era itu adalah Majoor St Martin. Sedangkan Joan Georg Briel adalah pedagang (koopman) yang pada era itu sebagai sekretaris VOC. Dua nama yang dapat ditambahkan adalah Antonijk dan Cornelis Chastelein. Pada era inilah dimulai kepemilikan lahan (tanah partikelir). Jumlah tanah partikelis baru beberapa persil, yakni van Hoorn memiliki land di land van Hoorn (sekitar Pasar Baroe sekarang), disampingnya lahan yang lebih kering dimiliki oleh St Martin (land Kemajooran, sebuatan orang akrena pangkat St Martin). Lalu land Briel (wilayah Gambir/Senen Sekarang). Lalu land Struys (wilayah Salemba). Dalam hal ini pemberian nama land sesuai nama pemilik. Setelah sukses Perang Banten, St Martin diberi hadiah dua land subur di sisi barat wilayah hulu sungai Tjiliwong (land Tjinere dan land Tjitajam) sekitar tahun 1684. Lalu land Briel ini dibeli oleh Antonijk namun kemudian dijualnya kepada Cornelis Chastelein (boleh jadi karena Briel akan membeli land baru di sekitar Antjol). Namun land Antonijk ini dibeli Cornelis Chastelein (1690an). Lalu Chastelein membeli lahan di Srengseng (dekat lahan St Martin). Tapi dalam perkembangannya Chastelein menjual land Briel/land Antonijk karena ingin membeli land baru di Depok (1704). Pada tahun 1704 Abraham van Riebeeck di Bojong Gede (di selatan eks land Titajam milik St Martin).
Saya sependapat dengan de Graaf bahwa Joan van Hoorn menikah dengan salah satu putri (keluarga) Struys. Akan tetapi de Graaf tidak bisa membedakan siapa yang menjadi mertuanya (Struys Sr vs Struys Jr). Saya berkesimpulan Abraham Struys adalah mertuanya sedangkan Jan Struys adalah iparnya.
Selanjutnya karir Joan van Hoorn naik terus menjadi direktur lalu menjadi GG pada tahun 1704. Pada saat ini yang menjadi direktur adalah van Riebeeck. Lalu van Riebeeck yang melakukan kontak ke para pemimpin di Preanger. Dalam perkembangannya van Riebeeck dipromosikan menjadi gubernur di Malabar (India).
Lalu pada tahun 1709 Joan van Hoorn digantikan Abraham van Riebeeck sebagai Gubernur Jenderal (cacatan: dua tahun berikutnya 1711 Joan van Hoorn meninggal...lanjut ke kolom berikutny
Dalam hal ini de Graaf menyatakan Joan van Hoorn membeli land Struys (land milik iparnya). Saya kurang tahu, tapi anggap saja betul. Sebab Jan Struys sudah meninggal tahun 1692 (catatan: St Martin juga sudah meninggal beberapa tahun sebelumnya).
HapusPada era GG van Riebeeck diintroduksi kopi, tepatnya pada tahun 1711 di Kedaung (dekat Tangerang) yang bibitnya didatangkan dari Malabar (land miliknya di dekat land Tangerang milik keluarga van Mook). Tahun 1711 ini Joan van Hoorn meninggal. Peristiwa bersejarah ini dicatat dalam Almanak VOC/Hindia Belanda. Kopi ini sudah dikenal van Riebeeck selama menjadi gubernur di Malabar. Boleh jadi karena sukses ini lalu disebar ke berbagai land termasuk land Struys (harus diingat Joan van Hoorn meninggal tahun 1711 ini) dan land Bojong Gede (milik van Riebeeck), land Srengseng dan land Depok (keduanya milik Chastelein) serta ke wilayah hulu di sekitar benteng Sampoera (Serpong) dan sekitar benteng Tandjoeng Poera. Dalam hal ini pemberian bibit kopi kepada para pemimpin lokal (bupati) di Preanger seperti Tjiandjoer dan Bandoeng terjadi pada era van Riebeeck dan setelahnya (GG Joan van Hoor sudah meninggal pada tahun 1711). Kesimpulannya: Ada beberapa hal yang salah dalam analisis de Graaf. Oleh karena itulah penulis-penulis Belanda juga banyak melakukan kesalahan dalam narasi sejarah kita. Untuk melengkapi dan meluruskannya sudah menjadi tugas kita bersama pada masa ini (masa dimana data sudah tersedia jauh lebih lengkap dari mereka sebelumnya). Tapi masalahnya banyak penulis kita percaya saja seluruhnya hasil tulisan penulis Belanda. Padahal dunia akademik adalah dunia kebenaran (upaya memperbaiki dan melengakapi dari yang terdahulu). Sebab dalam hal ini sejarah adalah narasi fakta dan data.
Demikian, semoga pembaca terbantu dengan penjelasan yang panjang lebar ini.
Selamat belajar sejarah.
Tks informatif dan lengkap
BalasHapusSalam, perkenalkan saya Muhamad Gilang mahasiswa Sejarah Universitas Indonesia. Saat ini saya sedang melakukan riset untuk keperluan inventarisasai sejarah hingga pembangunan jalan di Jakarta. Apakah bapak berkenan untuk berdiskusi lebih lanjut. Saya kagum dengan analisa bapak. Jika ada kontak yang bisa saya hubungi seperti email, saya sangat berterimakasih. Saya berharap komentar ini dapat dibalas oleh Bapak Akhir Matua Harahap
BalasHapus