Kamis, 02 Mei 2019

Sejarah Jakarta (36): Sejarah Salemba, Struiswijk, Pabrik Opium dan STOVIA; Kini Jalan Salemba Raya No. 4 Jakarta


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Jalan Salemba Raya adalah ruas jalan antara Persimpangan Jalan Paseban dan Persimpangan Jalan Pramuka. Pada dua sisi jalan ini dulu namanya Kampong Salemba. Di wilayah Kampong Salemba ini terbentuk sebuah landerein, suatu tanah partikelir. Area landerein ini pada masa kini antara Jalan Salemba dengan sungai Tjiliwong dan antara Jalan Diponegoro dengan Jalan Kenari. Area tanah partikelir ini kemudian dikenal sebagai Struiswijk (lingkungan Eropa/Belanda Struis).

Salemba (Peta 1825)
Keutamaan Struiswijk (eks landerein ini) karena di area tersebut kemudian secara bertahap muncul situs-situs penting, yakni pabrik opium, stasion kereta api Salemba, sekolah kedokteran STOVIA dan rumah sakit CBZ. Gedung eks pabrik opium ini kelak menjadi gedung FEUI, gedung eks STOVIA kelak menjadi gedung FKUI, rumah sakit CBZ (Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting) berumah nama menjadi RS Tjipto Mangoenkoesoemo, dan eks stasion Salemba dan rel keretapi menjadi pemukiman penduduk di Jalan Kenari. Jembatan kereta api di atas sungai Tiliwong kini masih terlihat utuh.     

Bagaimana sebuah area (sebuah persil) di Kampong Salemba menjadi landerein dan kemudian berubah menjadi pusat orang Eropa/Belanda tentu masih menarik untuk diperhatikan. Satu hal yang kerap terlupakan, di sekitar stasion Salemba di era kolonial Belanda adalah pusat perjuangan para revolusioner Indonesia dimana terdapat gedung PPPKI yang dibangun tahun 1927. Gedung ini kini dikenal sebagai Gedung MH Thamrin. Untuk itu mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Pusat area pusat Struiswijk ini yang kini lebih dikenal sebagai Universitas Indonesoa d/a Jalan Salemba Raya No. 4 Jakarta. Area ini juga menjadi bagian keseharian saya sejak dulu hingga ini hari. Ke alamat ini pada tahun 1991 surat lamaran kerja saya kirimkan. Oleh karenanya saya paham betul setiap jengkal di area ini, area yang dulu disebut Struiswijk. Untuk meningkatkan pemahaman kita, mari kita rekonstruksi kembali bagaimana perjalanan sejarah area ini.  

Struiswijk di Kampong Salemba

Nama Struiswijk sebagai sebuah area muncul kali pertama di surat kabar tahun 1820 (lihat Bataviasche courantm, 25-03-1820). Nama area Struiswijk tentu saja sudah ada jauh sebelum tahun 1820. Pada tahun 1822 sebuah rumah besar dan inventarisnya di Struiswijk akan dijual (Bataviasche courant, 23-11-1822). Pemilik rumah tersebut bernama Leps juga ingin menjual lahan kebun dan perabotannya, budak dan juga dua kuda.

Struiswijk (Peta 1825)
Berdasarkan Peta 1825 area (land) Struiswijk adalah area yang pada masa ini antara Jalan Salemba dengan sungai Tjiliwong dan antara Jalan Diponegoro dengan Jalan Kenari. Di dalam area land ini terdapat landhuis, rumah utama tuan tanah (landheer) plus bangunan lain berupa gudang dan bangunan tempat tinggal para budak. Melihat posisi bangunan dalam peta kira-kira area FEUI yang sekarang. Di sisi bangunan terlihat persil kebun. Terdapat tiga jalan akses dari jalan raya ke landhuis (satu jalan tegak lurus dan dua jalan diagonal). Jalan diagonal sisi barat adalah Jalan Kenari yang sekarang; semenetara jalan diagonal timur berseberangan dengan Jalan Salemba Tengah yang sekarang. Jalan tegak lurus adalah jalan Lemtek samping masjid UI (di seberang jalan Paseban). Pintu gerbang (poort) landhuis Struiswijk persis berada dipertigaan Lembaga Manajemen ang sekarang).    

Area Struiswijk ini berada di Kampong Salemba. Berdasarkan peta, Kampong Salemba ini cukup luas, mulai dari Kelurahan Kenari yang sekarang hingga Jalan Tambak yang sekarang. Kampong Salemba juga termasuk area antara Paseban dan Jalan Salemba Tengah hingga ke Jalan Pramuka yang sekarang. Kampong Salemba bertetangga dengan Kampong Matraman, Kampong Kramat dan Kampong Tjikini (di seberang sungai).

Peta 1866
Nama area Struiswijk diduga terkait dengan keluarga Struys yang terhubungan dengan Oost Indische. Capiteyn Frans Struys (Oprechte Haerlemsche courant, 17-12-1672). Kapal Vogel Struys berlayar ke Oost Indische (Oprechte Haerlemsche courant, 20-11-1683). Jan Struys, seorang pejabat Oost Indische Compagnie (Oprechte Haerlemsche courant, 10-11-1722). Dari garis keluarga Struys ini diduga yang memiliki dan mewarisi land di Kampong Salemba. Penggunaan terminologi wijk (area urban) sudah ada sebelumnya yakni Noordwijk (kini area Harmoni) dan Rijswijk (kini area Stasion Juanda). Struyswijk dalam haln ini diduga merupakan area orang Eropa/Belanda terjauh di sisi timur hulu sungai Tjiliwong dari origin Casteel Batavia.

Jalan penghubung antara dua sisi sungai Tjiliwong berada di Kampong Kwitang (Jembatan Kwitang yang sekarang) dan Kampong Matraman (Jembatan Jalan Tambak yang sekarang). Jembatan Kwitang terbuat dari kayu sedangkan jembatan Matraman terbuat dari bambu. Kedua jembatan ini sama-sama memiliki atap. Adanya jembatan Matraman diduga karena landhuis Matraman berada di seberang sungai di Jalan Tambak dekat stasion Manggarai yang sekarang). Jalan dan jembatan ini menjadi garis pemisah antara Kampong Salemba dengan Kampong Matraman.

Wilayah sisi barat sungai Tjiliwong antara jembatan Kwitang dan jembatan Matraman adalah Kampong Tjikini. Dalam hal ini, wilayah di belakang Struyswijk (seberang sungai Tjiliwong) adalah Kampong Tjikini.

Opium Fabriek

Pada tahun akhir tahun 1894 muncul rencana perluasan pabrik opium yang sudah ada di Pasoeroean, Probolinggo dan Besoeki dengan membangun pabrik baru di Salemba (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 11-01-1895). Disebutkan pabrik baru ini pada tahun 1896 sudah beroperasi. Namun realisasinya tidak jalan. Pemerintah hanya mengefektifkkan yang sudah ada. Untuk mengontrol penyelundupan opium pemerintah meningkatkan anggaran sebesar f60.000 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 29-01-1896).

Peta 1897
Gagasan pembangunan pabrik opium besar muncul kembali (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 19-06-1897). Ini sehubungan dengan pemerintah mengusulkan pengenalan kontrol opium di Jawa, Madura dan Lombok.

Akhirnta pembangunan pabrik opium mulai direalisasikan. Apoteker militer kelas satu H. Van Os sudah melakukan percobaan untuk persiapan pabrik opium yang baru, suatu pabrik yang akan didukung Pemerintah (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 17-03-1898). Pembangunan pabrik opium di Hindia akan ekonomis jika selama ini pemerintah mendatangkannya dari Eropa (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 03-05-1898). Disebutkan pembangunan pabrik tersebut tidak sampai menelan biaya satu juta gulden.

De locomotief, 10-11-1898
Pabrik opium di Salemba didirikan di atas persil lahan yang berada di lahan land Struiswijk. Pabrik ini cukup besar. Dalam pembangunan pabrik opium ini jalan meenuju landhuis tampaknya digeser sehingga terkesan tidak lurus pada masa ini. Dalam pembangunan ini bangunan utama (Landhuis) terpaksa dibongkar. Yang tersisa dari properti land ini ini hanya bangunan sekunder seperti bangunan pakerja dan bangunan lainnya. Bangunan pekerja ini kira-kira persil lahan yang sekarang yang di atasnya berdiri bangunan Lembaga Manajemen dan Lembaga Demografi (kini MAKSI) dan gedung Smeo-biotrop hingga ke belakang ke arah sungai. Pada masa ini land yang tersisa dari land Struiswijk ini identik dengan area FEUI yang sekarang.  

Yang ditunjuk menjadi kepada direktur pabrik opium adalah J. Haak Sehubungan dengan tugas baru itu, fungsinya sebagai guru dalam bidang botani dan zoologi di Gimnasium Willem III ditarik. Sebagai penggantinya adalah apoteker militer JW van Eek dari rumah sakit militer di Weltevreden (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 27-06-1898).

Het nieuws van den dag voor Ned-Indie, 27-11-1902
Guru tetaplah guru, opium juga tetap opium. Dalam hal ini, Gimnasium Koning Willem III (KW III) adalah sekolah HBS (sekolah menengah umum) yang berlokasi tidak jauh dari Struiswijk (kini SMA N 68 di Jalan Salemba Jakarta). Sekolah HBS ini didirikan pada tahun 1860 yang merupakan HBS pertama yang didirikan di Hindia. Pada tahun 1911 HBS baru ada empat buah yakni selain KW III adalah HBS di Soerabaja (dibuka 1875); HBS di  Semarang (dibuka 1877) dan Prins Hendrikschool te Batavia (PHS) yang dibuka pada tahun 1911.

Sementara itu, rumah sakit militer berada di Weltevreden (masa ini dikenal sebagai RSPAD). Di rumah sakit militer di Weltevreden ini juga terdapat sekolah kedokteran untuk pribumi yang disebut Docter Djawa School. Sekolah dokter ini dibuka pada tahun 1851. Jumlah siswa setiap angkatan di Docter Djawa School ini sekitar 10 sampai 12 siswa. Siswa yang diterima adalah lulusan ELS. Pada tahun 1898 diantara siswa yang diterima terdapat Abdul Hakim, Abdul Karim dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Abdul Hakim dan Abdul Karim berasal dari Padang Sidempoean.

Het nieuws van den dag voor NI, 09-05-1912
Koning Willem III (KW III) adalah sekolah paling elit di Hindia. Sekolah ini adalah sekolah HBS yang yang terdiri dari 3 tahun (MULO) dan HBS 5 tahun (AMS). Lulusan HBS 5 tahun dapat melanjutkan perguruan tinggi ke Eropa/Belanda. Pada tahun 1912 tercatat sejumlah pribumi yang mengikuti pendidikan di KW III (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 09-05-1912). Beberapa diantaranya adalah Mas Djoko Soenarjo, W. Risakotta, Raden Mas Soedewo, Mas Soemardjo, Aminoeddin Loebis, l. Harahap dan Raden Soekatjo. Pada tahun 1919 setelah lulus MULO di Padang tercatat nama Mohamad Hatta yang melanjutkan studi ke Prins Hendrik School te Batavia. Pada tahun 1922 Mohamad Hatta lulus dari PHS (Afdeeling-A/IPS) dan melanjutkan studi ekonomi ke Belanda. Pada tahun yang sama 1922 di PHS (Afdeeling-B/IPA) Ida Loemongga Nasution lulus dan melanjutkan studi bidang kedokteran ke Belanda. Ida Loemongga setemat ELS langsung ke PHS 5 tahun. Dr. Ida Loemongga adalah perempuan Indonesia pertama bergelar doktor (Ph.D).

Namun dalam perkembangannya JW van Eek yang diangkat menjadi direktur pabrik opium di Salemba (lihat De Telegraaf, 28-03-1899). Disebutkan Apoteker militer AW van Eek akan segera disediakan untuk direktur pabrik opium. Awalnya, Departemen Perang keberatan dengan ahli kimia yang kompeten ini, yang juga sudah dipinjamkan mengajar ke Gimnasium Willem III dan kini untuk meminjamkannya sepenuhnya kepada departemen sipil, tetapi sekarang telah disesuaikan. Untuk pengganti van Eek sebagai apoteker di Departemen Perang telah dipromosikan JG Mellink, apoteker militer di Pontianak.

Korban opium (1860)
Pada fase percobaan sudah muncul masalah. Diberitakan bahwa pabrik opium di Salembah telah terjadi pencurian sekitar 200 tael opium yang sudah siap (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 12-06-1899). Catatan: satu tael setara 38 gram. Sementara itu diberitakan dari Soerabaja bahwa Direktorat Opium untuk bulan Jali 1899 di Residentie Soerabaja terjual sebanyak 9.230 tael seharga f.160.435 (lihat Soerabaijasch handelsblad, 04-08-1899).

Di Batavia tidak hanya ada pabrik pembuatan opium di Salemba, juga sebelumnya sudah didirikan Instituut Pasteur (lihat De Telegraaf, 01-11-1900). Dua lembaga ini seakan bertolak belakang, yang satu memproduksi metode pembunuh dan yang lain justru mencari penemuan baru untuk menyembuhkan. Seperti halnya lokasi Docter Djawa School, Instituut Pasteur juga berada di rumah sakit di Weltevreden. Direktur pabrik opium kini dijabat oleh J Haak.

Pabrik opium tahap pembangunan, 1899
Pabrik opium di Salemba, Meester Cornelis sepenuhnya telah berjalan baik. Wartawan surat kabar Bataviaasch nieuwsblad berkesempatan mengunjungi dan memberikan laporannnya pada edisi 21-02-1902 dengan judul Opium Fabriek ‘Pabrik opium pemerintah, di jalan besar dari Weltevreden ke Meester-Cornelis. Kami diterima oleh direktur, setelah melewati gerbang, kami melewati sebuah bangunan kecil yang menjadi tempat pemeriksaan para pekerja masuk maupun meninggalkan pabrik. Setelah menanggalkan pakaian dan menggantung pakaian mantel pada tempat nomor tetap, pekerja, dalam pelayanan pabrik, berjalan dengan kostum lalu diperiksa dengan tangan terangkat melalui gerbang berikutnya ruangan lain, dimana mantel lain diganti dengan nomor pakaian pabrik. Dengan cara ini diharapkan dapat mencegah terjadinya ‘pencurian’ opium...’. Pabrik opium tahap pembangunan, 1899

Pabrik opium selesai dibangun, 1899
‘Selanjutnya kami melalui ruang cuci dan pengeringan, dimana seorang pekerja sibuk membersihkan dan merebus air di ruangan itu.. Di laboratorium tempat pemimpin sekarang memimpin kami, di tempat yang bersih, dimana tes kimia dan investigasi dilakukan, di ruangan yang lebih terang ini dengan sejumlah besar instrumen, penimbang, tabung, retort dan labu memasak, dengan tungku panas listrik tempat panci tembaga merah, sinar alfa bersinar dan berkilau dengan cahaya baru, dijaga tetap baru dengan kemurnian superlatif. Pintu kaca mengarah dari laboratorium ke pabrik yang berdekatan... Dengan hati-hati kami melewati banyak mesin, disini menghindari panci yang bercahaya, meninggalkan roda gila yang besar dengan rasa takut, menampilkan pandangan menakutkan di tempat lain di roda gigi, yang giginya yang kuat mencengkeram membuat rasa bergidik..’. Pabrik opium selesai dibangun, 1899

Ruang instalasi pabrik opium, 1900
Kami kemudian memasuki ruang penyimpanan opium mentah, tempat ia ditumpuk menjadi bola.. sebagai bahan baku untuk diproses lebih lanjut..opium mentah menebal dalam panci tembaga dengan pemanasan uap dan menebal.. Setelah penebalan yang dibutuhkan telah diperoleh, massa lengket dipindahkan ke panci lain dan dipanggang di atas api arang. Proses pemurnian lebih lanjut mengikuti perangkat yang telah kami sebutkan di atas.. dan dari bahan baku kami secara bertahap melihat kotak-kotak kecil yang dimaksudkan untuk menampung tabung berisi opium yang disiapkan... Anda melihat hasil akhir yang rapi, Anda mendapatkan gagasan besar tentang apa yang dapat dilakukan industri saat ini. Susunan tabung Dalam kotak kecil dilakukan oleh anak laki-laki pribumi, yang melakukan pekerjaan dengan tergesa-gesa gugup. Proses terakhir: mengisi, menutup rapat dan menyegel tabung, dilakukan sepenuhnya secara mekanis...’. Ruang instalasi pabrik opium, 1900

Untuk meningkatkan dan kelancaran distrubusi opium, pada tahun 1903 dibangun halte/stasion kereta api langsung menuju pabrik opium (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 01-07-1903). Disebutkan dalam pembebasan lahan pembangunan ruas jalur kereta api ini tidak mudah sehingga pemerintah harus mengeluarkan resolusi. Pembebasan lahan terutama jalur yang menuju ke Kemajoran dan Pisang Batoe. Jalur kereta api Salemba ini menghubungkan jalur kereta api trans Batavia-Buitenmzorg (Tjikini) dengan trans Batavia-Java (Paseban).

Halte/stasion Salemba dan Pabrik Opium (Peta 1903)
Pada Peta 1903, jalur kereta api khusus Salemba ini ada beberapa hal yang dapat diperhatikan, yaitu: pertama, jembatan kereta api di atas sungai Tjiliwong; kedua, halte/stasion yang tidak jauh dari jembatan kereta api; ketiga, jalur khusus kereta api menuju pabrik opium. Halte/stasion ini dapat diakses dari jalan raya (Salemba). Jalan akses ini tampak telah bergeser jika dibabndingkan sebelum adanya pembangunan. Dari halte/stasion ini dibangun rel yang menuju pabrik opium. Jika memperhatikan posisi landhuis Struiswijk, tampak sebagian halaman landhuis digunakan untuk rel kereta api. Dalam hal ini terlihat bahwa landhuis terkesan telah berubah arah yang sebelumnya ke utara menjadi ke arah barat. Dengan kata lain, bangunan pekerja dari landhuis ini, kini seakan berada di depan (menghadap ke stasion/halte Salemba).

Dalam perkembangannya jalur kereta api ini terpaksa dibatasi karena pembangunan yang pesat di jalan Salemba dan Paseban. Jalur kereta api via Paseban ditutup, sementara jalur kereta api via Tjikini masih tetap difungsikan dari halte/stasion Salemba. Oleh karenanya, halte.stasion Salemba tidak lagi untuk umum tetapi seakan-akan khusus untuk pabrik opium.

Halte/stasion Salemba (Peta 1935)
Pada tahun 1914 muncul gagasan perubahan spasial yang sangat drastis. Untuk mengatasi banjir di Weltevreden dekat istana sungai Tjiliwong disodet di Manggarai dengan membangun kanal ke arah barat menuju kanal Tanah Abang. Pembangunan kanal ini bersamaan dengan pembangunan stasion kereta api di Manggarai. Lalu kemudian di Menteng akan dibangun perumahan. Sehubungan dengan pembangunan perumahan ini, rel yang melintas di area Menteng menuju Tanah Abang digeser menjadi sejajar dengan kanal barat Manggarai. Dengan adanya stasion Manggarai (selesai tahun 1918) maka stasion Pengangsaan ditutup dan stasion Boekit Doeri difungsikan sebagai dipo. Setelah inilah kemudian jalur kereta api via Paseban ditutup. Sementara dari halte/stasion Salemba via Tjikini tetap dipertahankan karena sudah adanya jalur kereta api di Manggarai menuju stasion Meester Cornelis (kini Jarinegara) untuk jurusan ke Jawa. Sebelumnya, jalur rel kereta api Salemba tidak hanya untuk akses ke pabrik opium di Stuyswijk, tetapi juga diproyeksikan untuk lintasan dari jalur kereta api Meester Cornelis ke stasion Tanah Abang (via area Menteng). Seperti disebut di atas, jalur via Menteng ini digeser ke sisi kanal barat di Manggarai karena adanya pembangunan perumahan elit di Menteng.

STOVIA dan CBZ

Pada tahun 1902 dimuai pembangunan gedung STOVIA di Weltevreden (kini RSPAD). Gedung ini dibuat baru di sisi selatan rumah sakit. Gedung STOVIA ini dibangun jauh lebih besar dari gedung sekolah kedokteran Docter Djawa School. Dalam pembangunan gedung STOVIA ini, gedung Docter Djawa School harus dibongkar dan di atasnya dibangun gedung rekreasi dan gedung asrama bagi mahasiswa.

Posisi gedung STOVIA di Weltevreden
Docter Djawa School dibuka tahun 1851. Pada tahun 1854 dua siswa dari Afdeeling (kabupaten) Mandailing dan Angkola (Residentie Tapanoeli) diterima untuk mengikuti pendidikan. Jumlah siswa pada saat itu baru berkisar antara delapan dan 10 orang. Dua siswa asal Afdeeling Mandailing en Angkola (menjadi Afdeeling Padang Sidempoean) adalah siswa pertama yang diterima dari luar Jawa. Dua siswa tersebut bernama Si Asta dari onderfadeeling (kecamatan) Mandailing dan Si Angan dari onderfadeeling (kecamatan) Angkola. Sejak itu secara reguler siswa dari Afdeeling Mandailing en Angkola. Dua siswa yang diterima asal Mandailing en Angkola tahun 1898 adalah Abdul Hakim dan Abdul Karim (satu kelas dengan Tjipto Mangoenkosoemo). Siswa-siswa yang lulus tahun 1902 dan mendapat gelar dokter diantaranya Mohamad Hamzah Harahap dan Haroen Al Rasjid Nasution. Pada tahun 1905 Abdul Hakim, Abdul Karim dan Tjipto Mangoenkosoemo lulus bersamaan dan mendapat gelar dokter.

Pada bulan Mei 1908 di gedung STOVIA yang baru ini, Raden Soetomo dan kawan-kawan, mahasiswa asal Jawa mendirikan organisasi kebangsaan yang disebut Boedi Oetomo. Organisasi kebangsaan yang pertama didirikan di Padang tahun 1900 yang digagas oleh Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda. Organisasi pertama ini disebut Medan Perdamaian memiliki visi dan misi nasional. Pada tahun 1902 Medan Perdamaian membantu peningkatan pendidikan di Semarang sebesar f14.000.

Dja Endar Moeda adalah pensiunan guru telah membuka sekolah swasta di Padang sejak 1895. Pada tahun 1900 Dja Endar Moeda mengakuisisi surat kabar dan percetakan Pertja Barat. Dja Endar Moeda adalah alumni sekolah guru (kweekschool) di Padang Sidempoean tahun 1884.  

Dalam kongres pertama Boedi Oetomo tanggal 3-5 Oktober 1908 di Jogjakarta Boedi Oetomo dikooptasi oleh golongan senior dan kemudian berubah haluan dan visi misibnya hanya bersifat kedaerahan (Jawa dan Madoera). Mahasiswa STOVIA, Soetomo dan kawan-kawan kecewa. Boedi Oetomo lalu didominasi oleh oleh golongan senior yakni para pangeran dan bupati. Namun kekecewaan Soetomo dkk disikapi oleh Soetan Casajangan di Belanda dan menggagas organisasi mahasiswa Indonesia.

Gedung STOVIA di Weltevreden, 1902
Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan mengundang semua mahasiswa pribumi asal Hindia (baca: Indonesia) di tempat kosnya di Harlem. Hasil keputusan  rapat disetujui mendirikan organisasi mahasiswa berhaluan nasional dengan nama Indische Vereeniging. Lalu para anggota rapat secara aklamasi menunjuk Soetan Casajangan sebagai Presiden (ketua). Soetan Casajangan adalah seorang guru yang melanjutkan studi sarjana pendidikan ke Belanda tahun 1905. Soetan Casajangan adalah alumni sekolah guru (kweekschool) di Padang Sidempoean tahun 1887. Soetan Casajangan adalah adik kelas Dja Endar Moeda.

Pada tahun 1911 Soetomo lulus di STOVIA dan mendapat gelar sarjana kedokteran dan kemudian diangkat sebagai dokter pemerintah. Pada tahun 1911 juga di Belanda Soetan Casajangan lulus dan mendapat gelar sarjana pendidikan. Dr. Soetomo pada tahun 1912 dipindahkan dari Semarang ke Tandjoeng Moerawa, Deli. Mr. Soetan Casajangan pada tahun 1913 pulang ke tanah air dan kemudian diangkat menjadi direktur kweekschool di Fort de Kock. Pada tahun 1914 Dr. Soetomo dipindahkan lagi dari Deli ke Jawa.

Dr. Soetomo setelah tiba di Batavia hatinya pilu dan sedikit marah. Dr. Soetomo merasa perlu berbicara di tengah anggota Boedi Oetomo. Satu-satunya cabang Boedi Oetomo yang dipimpin oleh orang muda adalah Boedi Oetomo cabang Batavia yang dipimpin oleh alumni STOVIA yakni Sardjito (kelak lebih dikenal sebagai Rektor UGM yang pertama). Lalu Boedi Oetomo cabang Batavia mengadakan rapat umum (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 28-07-1914). Rapat publik ini diadakan di gedung Boedi Oetomo di Gang Kwinie 3 yang mana tema yang dibicarakan Dr. Soetomo tentang kontrak kuli di Deli.

Dalam rapat publik di Boedi Oetomo cabang Batavia Dr. Soetomo dalam pidatonya berapi-api. Dr. Soetomo menyatakan: ‘Kita tidak bisa hidup sendiri’. Dr. Soetomo melanjutkan, ‘Kita tidak bisa hidup sendiri, bangsa kita Jawa tidak bisa terkungkung, kuli-kuli asal Jawa sangat menderita di Deli atas perlakukan yang tidak adil dari para planter pengusaha perkebunan asing’. Dr. Soetomo melanjutkan: ‘Banyak orang Tapanoeli yang pintar, mereka ada dimana-mana...kita tidak bisa hidup sendiri lagi’.

Dr. Soetomo sudah lama tidak terlibat secara langsung dengan Boedi Oetomo. Setelah pulang dari Deli dan setelah berpidato di rapat publik di Batavia, Dr. Soetomo diketahui kembali aktif di Boedi Oetomo. Dr. Soetomo merasa perlu aktif di organisasi untuk memperjuangkan banyak permasalahan yang dirasakannya termasuk permasalahan koeli asal Jawa di Deli. Seperti tampak dalam kepengurusan baru Boedi Oetomo pada kongres di Solo, Dr. Soetomo menjadi salah satu anggota dewan pusat Boedi Oetomo (De Preanger-bode, 08-08-1915).

Kurikulum di STOVIA sejak 1913 ditingkatkan. Kurikulum STOVIA diarahkan untuk mengikuti program studi kedokteran di Belanda. STOVIA yang sebelumnya hanya dikhususkan untuk pribumi, dengan perubahan kurikulum ini dimungkinkan orang-orang Belanda dan Tionghoa. Sementara itu pada tahun 1913 di Soerabaja didirikan sekolah kedokteran umum dengan nama Nederlandsche Indische Artsen School (NIAS). Sekolah kedokteran NIAS di Soerabaja ini dikhususkan untuk pribumi. Ini seakan NIAS adalah suksesi STOVIA. Sedangkan STOVIA mengikuti kurikulum Eropa. Sehubungan dengan perubahan kurikulum STOVIA ini, fasilitas STOVIA juga ditingkatkan dengan merencanakan gedung perkuliahan dan laboratorium yang lebih baik. Kaitan STOVIA dengan rumah sakit militer di Weltevreden mulai dipisahkan sebagai institusi yang lebih mandiri. Akibatnya gedung STOVIA harus dibangun tersendiri oleh pemerintah. Pilihan lokasi diputuskan dengan membangun gedung STOVIA yang baru di Struiswijk (di sebelah pabrik opium). Pembangunannya dimulai pada tahun 1920.

Tahap pembangunan gedung STOVIA di Struiswijk, 1920
Gedung STOVIA yang baru di Struiswijk sangat besar dan mewah. Jauh lebih mewah jika dibandingkan dengan gedung pabrik opium. Lokasi gedung STOVIA ini berada di land Struiswijk. Pada masa ini gedung STOVIA adalah gedung FKUI yang lama di Salemba (FKUI sendiri sepenuhnya telah pindah ke Depok). Foto 1920 ini menunjukkan gedung STOVIA dalam tahan pembangunan (finishing). Secara visul bentuk gedung yang mulai dibangun sejak tahun 1918 ini masih terlihat asli pada masa ini.  

Sehubungan dengan pemisahan STOVIA dan rumah sakit militer di Weltevreden, pemerintah juga mulai membangun rumah sakit sipil. Rumah sakit sipil ini disebut Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting (CBZ). Pembangunan rumah sakit sipil ini dimulai pada tahun 1921. Lokasi yang dipilih adalah dekat dengan gedung STOVIA yang baru. Lahan yang digunakan untuk rumah sakit CBZ berada di belakang STOVIA tetapi mengambil posisi arahnya ke timur. Bersamaan dengan pembangunan rumah sakit CBZ ini dibangun jalan baru yang kini disebut Jalan Diponegoro.

Tahap pembangunan gedung rumah sakit CBZ, 1921
Dengan dibangunnya rumah sakit CBZ, habis sudah land Struiswijk dikapling menjadi empat bagian. Kapling pertama dibangun pabrik opium. Kapling kedua dibangun STOVIA. Kapling ketiha dibangun rumah sakit CBZ. Kapling yang tersisa adalah sisa land Struiswijk yang berada di dekat stasion/halte Salemba. Foto yang dibuat tahun 1921 ini menunjukkan rumah sakit CBZ dalam tahap pembangunan.

Pada tahun 1927 STOVIA ditingkatkan menjadi perguruan tinggi kedokteran Geneeskundige Hooge School (GHS). Dengan peningkatan status menjadi perguruan tinggi maka lulusan sudah setara dengan lulusan dari Eropa/Belanda. Sebelumnya lulusan STOVIA untuk mendapatkan akta dokter penuh (setara Eropa/Belanda) harus melanjutkan studi ke Belanda. Dr. Soetomo berangkat studi ke Belanda pada tahun 1919 bersama Dr. Sardjito dan Dr. Mohamad Sjaaf. Setelah selesai studi, Dr. Soetomo kembali ke tanah air pada tahun 1923.

Dr. Sardjito dan Dr. Mohamad Sjaaf setelah selesai studi kedokteran tidak langsung pulang ke tanah air. Keduanya melanjutkan studi ke tingkat doktoral untuk meraih gelar doktor (Ph.D). Hingga tahun 1933 jumlah orang Indonesia yang meraih gelar doktor (Ph.D) di luar negeri baru sebanyak 26 orang dan hanya satu orang perempuan yakni Ida Loemongga Nasution. Orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor (Ph.D) adalah Husein Djajadiningrat pada tahun 1913. Daftar orang Indonesia peraih gelar doktor (Ph.D) selanjutnya adalah sebagai berikut: (2) Dr. Sarwono (medis, 1919); (3) Mr. Gondokoesoemo (hukum 1922); (4) RM Koesoema Atmadja (hukum 1922); (5) Dr. Sardjito (medis, 1923); (5) Dr. Mohamad Sjaaf (medis, 1923); (7) R Soegondo (hukum 1923); (8) JA Latumeten (medis, 1924); (9) Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi (hukum, 1925); (10) R. Soesilo (medis, 1925); (11) HJD Apituley (medis, 1925); (12) Soebroto (hukum, 1925); (13) Samsi Sastrawidagda (ekonomi, 1925); (14) Poerbatjaraka (sastra, 1926); (15) Achmad Mochtar (medis, 1927); (16) Soepomo (hukum, 1927); (17) AB Andu (medis, 1928); (18) T Mansoer (medis, 1928); (19) RM Saleh Mangoendihardjo (medis, 1928); (20) MH Soeleiman (medis, 1929); (21) M. Antariksa (medis, 1930); (22) Sjoeib Proehoeman (medis, 1930); (23) Aminoedin Pohan (medis, 1931); (24) Seno Sastroamidjojo (medis, 1930); (25) Ida Loemongga Nasution (medis, 1931); (26) Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (sastra dan filsafat, 1933). Jumlah doktor terbanyak berasal dari (pulau) Djawa, yang kedua dari Residentie Tapanoeli. Cetak tebal adalah doktor-doktor asal Afdeeling (kabupaten) Padang Sidempoean, Residentie Tapanoeli.

PPPKI di Jalan Kenari

Pada tahun 1927 Parada Harahap, sekretaris organisasi kebangsaan Sumatranen Bond menggagas dibentuknya himpunan semua organisasi kebangsaan Indonesia. Lalu pada bulan September 1927 di rumah Husein Djajadiningrat berkumpul para pemimpin organisasi kebangsaan. Hasil keputusan mendirikan organisasi yang disebut Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimponenan Kebangsaan Indonesia, disingkat PPPKI. Keputusan lainnya menetapkan MH Thamrin sebagai ketua dan Parada Harahap sebagai sekretaris.

Gedung opium dan gedung PPPKI, 1930
Tugas pertama pengurus PPPKI adalah membangun gedung/kantor PPPKI. MH Thamrin menyediakan lahannya untuk tempat pertapakan bangunan. Sedangkan Parada Harahap menggalang dana untuk pembangunan gedung. Parada Harahap sendiri adalah ketua pengusaha pribumi di Batavia (semacam Kadin pada masa ini). Yang dijadikan sebagai organ PPPKI adalah surat kabar Bintang Timoer (milik Parada Harahap). Gedung/kantor PPPKI tersebut akhirnya segera terwujud. Dengan adanya gedung/kantor, kegiatan PPPKI menjadi lebih mudah dilaksanakan.

Jembatan di atas Tjiliwong dan halte/stasion kereta api, 1930
Parada Harahap pada tahun 1918 membongkar kasus kekejaman terhadap kuli asal Jawa di perkebunan di Deli. Laporannnya dikirimkan ke surat kabar Benih Merdeka di Medan. Berita itu menjadi heboh dan cepat menyebar. Boleh jadi mendengar ini Dr. Soetomo sumringah. Parada Harahap yang menjabat sebagai krani di sebuah perkebunan di Deli akhirnya dipecat. Lalu Parada Harahap hijrah ke Medan dan menjadi editor Benih Merdeka. Oleh karena Benih Merdeka dibreidel, Parada Harahap pulang kampung mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean tahun 1919. Setelah beberapa kali terkena delik pers dan beberapa kali dipenjara akhirnya Parada Harahap hijrah ke Batavia tahun 1923. Di Batavia Parada Harahap mendirikan surat kabar Bintang Hindia dan pada tahun 1925 mendirikan kantor berita Alpena dengan merekrut WR Supratman sebagai editornya. Pada tahun 1926 Parada Harahap mendirikan satu lagi surat kabar yang lebih radikal Bintang Timoer. Ke surat kabar ini Ir. Soekarno dari Bandoeng kerap mengirim tulisan.  

Gedung/kantor PPPKI tersebut berada di Gang Kenari. Gedung/kantor ini tidak jauh dari halte/stasion Salemba. Di gedung/kantor ini, sebagai kepala kantor, Parada Harahap memajang tiga foto, dua diantaranya Ir. Soekarno dan Mohamad Hatta. Parada Harahap semakin mengenal Ir. Soekarno selain sering menerima dan memuat tulisannya, Ir. Soekarno juga turut hadir dalam rapat pembentukan PPPKI sebagai ketua (Perhimpoenan Nasional Indonesia). Mohamad Hatta sudah dikenal Parada Harahap dalam dua kali kongres Sumatranen Bondi di Padang (1919 dan 1921). Pembina dua kongres tersebut adalah Dr. Abdul Hakim Nasution, anggota dewan kota Padang yang dulu pernah sekelas dengan Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo.

Sejak 1926 Mohamad Hatta adalah ketua Perhimpoenan Indonesia di Belanda. Perhimpunan ini sebelumnya bernama Indische Vereeniging yang tahun 1908 digagas oleh Soetan Casajangan. Pengurus Indische Vereeniging tahun 1908 Soetan Casajangan sebagai ketua dan Husein Djajadiningrat sebagai sekretaris. Parada Harahap ketika memimpin surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean juga menjadi editor surat kabar mingguan Poestaha (yang didirikan Soetan Casajangan pada tahun 1915). Parada Harahap terkesan ingin merealisasikan konsep Indonesia.

PPPKI di Gang Kenari telah menjadi pusat pergerakan politik, pusat perjuangan bangsa dalam menghadapi ketidakadilan. Salah satu agenda penting PPPKI tahun 1928 adalah mengadakan Kongres PPPKI bulan September 1928 yang diintegrasikan dengan Kongres Pemuda pada bulan Oktober 1928. Ketua panitia Kongres PPPKI ditunjuk Dr. Soetomo. Sedangkan panitia Kongres Pemuda dibentuk yang terdiri dari ketua Soegondo, sekretaris Mohamad Jamin dan bendahara Amir Sjarifoeddin Harahap. Ketiganya adalah mahasiswa Rechthogeschool yang mana dekannya adalah Prof. Husein Djajadiningrat. Soegondo adalah kader dari Dr. Soetomo; sementara Mohamad Jamin dan Amir Sjarifoeddin Harahap adalah kader dari Parada Harahap. Untuk mensukseskan dua hajatan besar ini Parada Harahap menerbitkan Bintang Timoer edisi Semarang (untuk wilayah Midden Java) dan edisi Soerabaja (untuk Oost Java).

Hasil keputusan Kongres PPPKI adalah mensosialisasikan organisasi kebangsaan menjadi organisasi politik. Organisasi politik pertama adalah Perhimpoenan Nasional Indonesia pimpinan Ir. Soekarno menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Hasil keputusan lain adalah mengangkat Dr. Soetomo menjadi Ketua PPPKI (periode 1928/1929). Hasil Kongres Pemuda adalah persatuan Indonesia: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa, Indonesia. Dalam Kongres Pemuda ini diperdengarkan lagu Indonesia Raya karya WR Supratman (editor kantor berita Alpena pimpinan Parada Harahap).

Gedung/kantor PPPKI yang kemudian juga dikenal sebagai Gedung Nasional telah menjadi tempat rapat-rapat umum, apakah rapat umum yang diselenggarakan PPPKI maupun organisasi kebangsaan. Gedung/kantor PPPKI juga menjadi kantor PPPI (Persatoean Peladjar-Peladjar Indonesia).

Struiswijk satu abad kemudian (Foto udara 1943)
Sebelum berakhirnya era kolonial Belanda, jelang kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, area yang dulu disebut Struiswijk terlihat dari (foto) udara semakin ramai dan padat (foto udara tahun 1943). Rumah Sakit CBZ semakin luas. Satu yang penting jembatan di atas sungai Tjiliwong telah dibangun sebelum tahun 1930. Demikian juga jembatan penyeberangan dari belakang rumah sakit CBZ sudah dibangunn untuk memudahkan akses dari Kampong Tjikini. Ini dapat dilihat pada foto udara yang dibuat pada tahun 1930.

Land yang dulu dimiliki keluarga Struys telah berkembang menjadi lingkungan Eropa/Belanda yang disebut Struiswijk. Land yang subur ini telah silih berganti pemiliknya. Intervensi pemerintah di land ini dimulai pada tahun 1899 ketika pemerintah membeli persil lahan untuk membangun pabrik opium. Pemerintah kemudian membeli persil lahan untuk membangunan kampus STOVIA dan rumah sakit CBZ.

Sisa bangunan di Landhuis Struyswijk (Foto 1920)
Bagaimana sisa lahan di land Struys ini dan kapan dilakukan akuisisi oleh pemerintah tidak diketahui secara pasti. Sisa lahan itu kini menjadi area FEUI. Salah satu bangunan di lokasi area FEUI ini pada tahun 1991 menjadi tempat kerja saya sebagai peneliti d/a Jalan Salemba Raya No. 4 Jakarta. Salah satu foto yang dibuat pada tahun 1920 mengindikasikan salah satu sisa bangunan di sekitar landhuis Struyswijk adalah bangunan para pekerja. Bangunan ini menghadap ke bagian belakang pabrik opium dimana di halamannya terlihat lintasan rel kereta api dari halte/stasion Salemba (dekat sungai Tjiliwong) menuju pabrik opium. Pada eks bangunan ini kemudian dibuat bangunan baru yang dulu menjadi ruang perkuliahan dan pada tahun-tahun belakangan ini dibongkar dan kemudian di atas lahan ini dibangun gedung Lembaga Manajemen FEUI. Gedung UI Press yang sekarang, dulunya adalah lintasan kereta api dari halte/stasion Salemba ke pabrik opium.  

Lembaga Eijkman

Docter Djawa School yang didirikan tahun 1851 di rumah sakit militer Weltevreden (kini RSPA) telah bertransformasi menjadi STOVIA dengan mendirikan kampus baru di Struiswijk pada tahun 1920 STOVIA. Bersamaan dengan pembangunan kampus STOVIA ini juga dibangun rumah sakit sipil CBZ. Rumah sakit ini berada di bawah kantor layanan medis sipil atau Burgerloken Geneeskundigen Dienst (BGD).

Sebagaimana Docter Djawa School didirikan di rumah sakit militer pada tahun 1851, pada tahun 1888 juga didirikan laboratorium di rumah sakit militer di Weltevreden. Pembentukan laboratorium ini sehubungan dengan permasalahan epidemik yang terjadi di Hindia. Laboratorium ini disebut Laboratorium voor onderzoekingen op het gebied van pathologische anatomie en bacteriologie (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 17-01-1888). Disebutkan yang menjabat sebagai direktur laboratorium anatomi patologis dan bakteriologi ini adalah Dr. C Eijkman. Selain laboratorium rumah sakit militer, di Batavia juga muncul laboratorium swasta di bawah nama Instituut Pasteur. Laboratorium rumah sakit militer inilah yang bedol desa ke Struiswijk menjadi laboratorium sipil. Dalam perkembangannnya laboratorium Pasteur pindah ke Bandoeng. Dua laboratorium ini saling melengkapi.

Untuk mendukung kinerja BGD, pada tahun 1916 pemerintah mengangkat Dr. W. Schuffner sebagai Kepala Inspektur Kesehatan Masyarakat (BVG). Dr. W. Schuffner masih bekerja sebagai dokter di perusahaan perkebunan di Deli, Senembah Mij.

Pada tahun ini pula Dr. Achmad Mochtar yang baru lulus STOVIA diangkat untuk membantu Dr. W. Schuffner di Deli (Medan/Belawan), Tapanoeli (Taroetoeng, Padang Sidempoean dan Sibolga) serta Palembang (Kajoeangoeng) dalam mengatasi malaria.

Sepulang dari penelitian di Sumatra, pada tahun 1921 Dr. Achmad Mochtar ikut membantu Dr. W. Schuffner merintis pusat penelitian pemerintah dengan membangun laboratorium di Struiswijk (sebagian dari gedung rumah sakit CBZ).

Pada tahun 1923 Dr. Achmad Mochtar berangkat studi ke Eropa (Bataviaasch nieuwsblad, 30-08-1923). Pada bulan Desember 1923 Dr. W. Schuffner juga bverangkat cuti dua tahun ke Eropa.

Kerjasama antara Dr. W. Schuffner dan Dr. Achmad Mochtar masih diteruskan di Belanda. Dalam pertemuan ilmiah Koninklijke Akademie van Wetenschappen, Prof. Schüffner, juga atas nama Achmad Mochtar, menyajikan hasil pencobaan mereka untuk membuktikan ‘splitsing van Leptospirenstammen’ (De Maasbode, 31-10-1926).

Dr. Achmad Mochtar akhirnya berhasil mencapai gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran pada tahun 1927 (De Telegraaf, 11-02-1927). Disebutkan desertasinya berjudul ‘Onderzoekingen omtrent eenige leptosplrenstummen’. Tema desertasi Achmad Mochtar ini tampak satu rumpun dengan topik penelitian yang dilakukan oleh Dr. Achmad Mochtar dan Dr. W. Schuffner yang menjadi bidang perhatian mereka selama ini.

Setelah kembali ke tanah air, Dr. Achmad Mochtar, Ph.D ditempatkan di rumah sakit CBZ. Pada tahun 1928 dipindahkan beberapa kali hingga akhirnya dipindahkan ke rumah sakit CBZ di Semarang pada tahun 1932. Dr. Achmad Mochtar, Ph.D juga menjadi kepala laboratorium di Semarang. Setelah cukup lama di Semarang, Dr. Achmad Mochtar, Ph.D dipindahkan ke Geneeskundig Laboratorium te Batavia pada bulan Mei 1937 yang juga diperbantukan di DVG dalam penanganan penyakit kusta (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 12-05-1937).

Geneeskundig Laboratorium milik pemerintah yang berada di Struiswijk adalah laboratorium yang dirintis oleh Dr. W. Schuffner dan Dr. Achmad Mochtar sebagai kelanjutan dari laboratorium yang berada di rumah sakit Weltevreden. Pada tahun 1937 sudah ada beberapa laboratorium, selain di Batavia, juga di Semarang dan Soerabaja. Laboratorium dari Instuute Pasteur di Batavia telah dipindahkan ke Bandoeng.

Pada tahun 1938 saat ulang tahun pendirian laboratorium (sejak Eijkman tahun 1888) nama Geneeskundig Laboratorium te Batavia diubah namanya menjadi Eijkman Instituut (lihat Soerabaijasch handelsblad, 17-01-1938). Disebutkan hari Sabtu tanggal 15 Januari dirayakan 50 tahun fondasi yang kini menjadi laboratorium medis yang turut dihadiri Dr. Bochardt, direktur CBZ dan Dr. Theunissen, kepala BGD dan undangan lainnya.  Direktur laboratorium Dr WK Merthens dalam pidato sambutan berterimakasih kepada pendahulu, direktur pertama Dr. Eijkman yang kala itu masih di rumah sakit militer di Weltevreden. Dengan pemberian label instituut maka dengan sendirinya terdapat dua lembaga penelitian, yakni Pasteur Instituut di Bandoeng dan Eijkman Instituut di Batavia.

Pada tahun 1938 untuk kali pertama seorang apoteker ditambahkan ke Centrale Laboratorium (kini menjadi Eijkman Instituut) yakni Ali Mochtar Lubis (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 03-02-1938). Ali Mochtar termasuk salah satu lulusan perdana sekolah apoteker (artsenubereidkunst) yang dibentuk yang lulus tahun 1935 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 01-08-1935). Setelah lulus Ali Mochtar Lubis bekerja di Firma Irmscheer sebelum ditempatkan pemerintah di Eijkman Insituut.

Salah satu siswa yang diterima di sekolah apoteker di Batavia ini tahun 1938 adalah Ismail Harahap. Lama studi adalah dua tahun. Ismail Harahap lulus tahun 1940 (lihat  Bataviaasch nieuwsblad, 12-08-1940). Setelah beberapa bulan bekerja di Batavia, Ismail Harahap ditempatkan pemerintah di Soerabaja tahun 1941. Ismail Harahap lahir di Padang Sidempuan, kelak lebih dikenal sebagai ayah dari Andalas Harahap gelar Datoe Oloan atau lebih dikenal sebagai Ucok AKA (pionir musik rock Indonesia).  Andalas Harahap lahir di Surabaya, 25 Mei 1943.

Pada tahun 1940 rumah sakit kota Batavia CBZ dikonversi menjadi rumah sakit pendidikan (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 03-12-1940). Disebutkan Dr. Achmad Mochtar, Ph.D menyatakan bahwa pemerintah telah menyetujui rumah sakit CBZ menjadi rumah sakit pendidikan (academisch ziekenhuis),

Rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang memiliki fungsi ganda selain fungsi utamanya untuk kesehatan masyarakat juga berfungsi untuk melaksanakan bidang penelitian dan publikasi ilmiah. Fungsi lainnya juga adalah untuk melatih para calon dokter. Dalam hal ini rumah sakit CBZ diintegrasikan dengan sekolah kedokteran (Geneeskundige Hogeschool).

Pada masa pendudukan Jepang, lembaga penelitian ini dipimpin oleh Dr. Achmad Mochtar, Ph.D. Pada tahun 1944 dikabarkan anak Dr. Achmad Mochtar, Ph.D meninggal dunia (Algemeen Handelsblad, 23-02-1944). Disebutkan Baharsjah Mochtar kandidat dokter (Med. Cand.) di Rijksuniversiteit di Leiden pada usia hampir 26 tahun meninggal dunia. Kabar ini termuat dalam iklan berita duka atas nama Dr. A. Mochtar dan Siti Hasnah (istri). Baharsjah Mochtar lahir di Padang Sidempoean tahun 1918.

Dr. Achmad Mochtar, Ph.D lahir di Bondjol. Ayahnya adalah seorang guru di Bondjol yang berasal dari Mandailing, Tapanoeli. Setelah menyelesaikan pendidikan ELS, Achmad Mochtar masuk STOVIA tahun 1907. Seperti telah disebut di atas Achmad Mochtar lulus STOVIA tahun 1916 dan mendapat gelar dokter.

Satu lagi anak Dr. Achmad Mochtar, Ph.D yang tengah berkuliah di Belanda adalah Imramsjah Ade Mochtar. Seperti almarhum abangnya Baharsjah Mochtar, Imramsjah Ade Mochtar juga mengambil studi kedokteran. Imramsjah Ade Mochtar adalah salah satu aktivis Perhimpoenan Indonesia di Belanda.

Mingguan Perhimpunan Indonesia edisi Mei, 1945
Seperti halnya di Indonesia banyak revolusioner anti Jepang diantaranya Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap yang saat ini dipenjara di tahanan militer Jepang di Malang, mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Belanda juga sangat anti Jepang. Pada edisi 1 Mei 1945 edisi khusus majalah mingguan Perhimpoenan Indonesia (Het Weekblad) 'Indonesia’ menurunkan topik Jepang sebagai Fasis. Dalam edisi ini ada empat penulis dua diantaranya FKN Harahap dan Imramsjah Ade Mochtar. Tulisan Imramsjah Ade Mochtar berjudul Het Wang Ching Wei-isme" in Indonesië: De samenwerking van de Indonesiërs mèt Japan. Dalam tulisan ini IA Mochtar mengidentikkan Soekarno dan Mohamad Hatta sebagai Wang Ching Wei yang ‘menjual; Tiongkok dan bekerjasama dengan Jepang..perjuangan kita sebelum pendudukan Jepang untuk kemerdekaan yang demokratis kini sebagian pejuang kita telah berkolaborasi dengan Jepang, menyimpang dari garis perjuangan kita...kita tidak membutuhkan Belanda dan Jepang, kita berjuang lewat PBB untuk menentukan nasib kita sendiri...Kita harus mengutuk keras 'Wang Ching Weisme' dan begitu Indonesia medeka, yang akan menjadi salah satu tugas pertama kita adalah untuk membersihkan negara kita dari sisa-sisa militerisme Jepang ini. Sementara itu FKN Harahap menyoroti bantuan Jepang yang diterima oleh sejumlah mahasiswa Indonesia di Eropa/Belanda. FKN Harahap menyayangkan itu..kita harus tetap bertahan meski kita sudah hampir tiga tahun tidak terhubung dengan keluarga di Indonesia... Perhimpunan Indonesia menolak segala godaan yang datang dari pihak Jepang yang datang kesini untuk menawarkan bantuan’.

Majalah Perhimpunan Indonesia edisi 15 Mei, 1945
FKN Harahap adalah Ketua Perhimpunan Indonesia terakhir di Belanda (menggantikan Stjadjit). Berangkat studi ke Belanda pada tahun 1938 (lihat Soerabaijahsch handelsblad 12-09-1938). Imramsjah Ade Mochtar adalah kelahiran Padang Sidempoean, sementara FKN Harahap adalah kelahiran Depok. FKN Harahap adalah pemain catur, pernah mengalahkan juara catur Belanda Dr. Euwe pada tahun 1933. Perhimpunan Indonesia adalah kelanjutan dari Indische Vereeniging yang digagas oleh Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan di Belanda pada tahun 1908. Jika tahun 1908 dipimpin oleh anak Padang Sidempoean, kini di tahun 1945 dipimpin oleh anak Depok. Kebetulan keduanya bermarga Harahap. Majalah Indonesia.
.
Daftar Ketua Perhimpunan Indonesia 1908-1945
Sebelum muncul anti Jepang di Indonesia, mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Belanda sudah menunjukkan anti fasis. Mereka ini turut melawan Jerman yang saat itu Jerman menduduki Belanda. Sebagaimana diketahui Jerman terhubung dengan Jepang dalam perang dunia kedua. Dua pemimpin Indonesia di Belanda, Dr. Parlindoengan Lubis dan Sidartawan ditangkap oleh intel/militer Jerman. Sidartawan (ketua Perhimpoenan Indonesia) dieksekusi dan meninggal (lihat Algemeen Handelsblad, 08-12-1942). Sidartawan dieksekusi pada bulan Oktober 1942 (lihat De geus onder studenten, 11-07-1944). Dr. Parlindoengan Lubis setelah ditangkap kemudian ditahan di kamp konsentrasi Jerman/NAZI. Dalam perkembangannya Dr. Parlindoengan Lubis berhasil melarikan diri dari kamp NAZI.
.
Het parool, 11-08-1945
FKN Harahap menulis sebuah manifesto yang dimuat pada surat kabar Het parool, 11-08-1945 dengan judul Het tegenwoordig streven der Indonesische beweging (Tujuan Gerakan Indonesia Hari Ini). Seperti diketahui enam hari kemudian Indonesia memproklamirkan kemerdekaan. Manifesto FKN Harahap ini berisi tentang maklumat kemerdekaaan Indonesia. Disebutkannya Indonesia akan meraih kemerdekaan. Indonesia dan Belanda setara. FKN Harahap mengutip pidato Ratu Wilhelmina di Kongres AS di Washington 7 Desember 1942, mengatakan kepada forum seluruh dunia bahwa Indonesia masa depan seharusnya menjadi bagian yang independen dan setara dari Kerajaan Belanda. FKN Harahap mengingkatkan bahwa Orange dan Indonesia tidak memiliki ikatan seperti Orange dan Belanda, dan lebih jauh lagi bahwa Indonesia tidak memiliki monarki yang dilambangkan secara konstitusional.. Kami sangat senang mengatakan bahwa Perhimpoenan Indonesia dapat menyebut pekerjaannya sukses dalam hal ini dan bahwa lapisan besar rakyat Belanda diharapkan juga berusaha keras untuk mencapai tujuan kami itu... Karya Perhimpunan Indonesia. antara lain, pidato yang disampaikan oleh Boerhanoedin, anggota Indonesia dari delegasi Belanda di San Francisco pada tanggal 27 Juni, dimana ia mengatakan: ‘Setelah reformasi politik yang diperlukan telah dilaksanakan, orang Indonesia akan mendapatkan pemerintahan sendiri. Posisi subordinasi dari Orang Indonesia di negara mereka sendiri dan dari Indonesia di Kerajaan Belanda tidak terpikirkan Saya sangat senang bahwa pers Belanda dan juga Perhimpoenan Indonesia dengan jelas menyatakan sudut pandang yang sama. Kami hanya ingin menambahkan kata lain untuk semua ini. Belanda dan Indonesia lebih dari sebelumnya dalam sejarah mereka di pusaran masyarakat.. Tanggal 7 Desember 1942 adalah tonggak sejarah Belanda. Semoga tanggal ini juga membawa kami untuk waktu yang lama di pelabuhan/negara baru. FKN HARAHAP (Perhimpoenan Indonesia). Catatan: Manifesto FKN Harahap ini semacam proklamasi di tengah masyarakat Belanda dan enam hari mendahului isi proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dibacakan di tengah masyarakat Indonesia oleh Soekarno dan Mohamad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta 17 Agustus 1945.  

Tidak lama kemudian di Indonesia terjadi peristiwa yang sangat memilukan. Sejumlah orang dieksekusi oleh militer Jepang. Dr. Achmad Mochtar, Ph.D, ayah dari Imramsjah Ade Mochtar dieksekusi mati oleh militer Jepang. Apakah ketidakberdayaan Soekarno dan Mohamad Hatta menyebabkan Imramsjah Ade Mochtar menganalogikan mereka sebagai kelompok ‘Wang Ching Wei-isme’? Entahlah.

Dalam daftar orang-orang yang dieksekusi selama pendudukan Jepang oleh militer Jepang termasuk Dr. Achmad Mochtar, Ph.D. Kabar eksekusi ini dilaporkan pada bulan November 1945. Disebutkan Prof. Achmad Mochtar, dieksekusi pada umur 54 tahun pada tanggal 3 Juli 1945 (lihat Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 03-11-1945).

Siti Hasnah, kelahiran Makassar telah kehilangan orang-orang yang sangat dicintainya. Anaknya Baharsjah Mochtar meninggal bulan Februari 1944 Belanda, belum lama, pada bulan Juli 1945 suami yang meninggal. Kini, Siti Hasnah hanya tinggal memiliki anak semata wayang Imramsjah Ade Mochtar yang tengah studi ke Belanda. Imramsjah Ade Mochtar lahir di Padang Sidempoean 4 Maret 1919. Pada tahun 1947 eksekusi almarhum Dr. Achmad Mochtar, Ph.D disidangkan dengan menghadirkan saksi hidup Dr. Marzoeki yang diberitakan oleh surat kabar Het dagblad.

Het dagblad...Dagbladpers te Batavia, 21-06-1947
Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 21-06-1947: ‘Dalam kasus Kenpei Tai di Batavia, apa yang disebut sebagai kasus Serum disidangkan kemarin, yang secara singkat merujuk pada kenyataan bahwa pada bulan Juni-Juli 1944 sekitar 100 romusha yang disuntikkan dengan vaksin kolera, disentry dan tipus semuanya tiba-tiba mengalami gejala kram parah yang sama. dan segera meninggal. Saksi pertama yang dihadirkan, Dr. Marzoeki, pada saat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kota (BGD), mengatakan bagaimana dia telah memberikan beberapa dokter dan staf perawat berdasarkan permintaan untuk membantu vaksinasi. Beberapa waktu kemudian, ia sendiri dipanggil untuk memastikan kasus-kasus penyakit yang disebutkan di atas. Setelah diselidiki lebih lanjut, ternyata ada kasus tetanus yang terjadi. Ketika ditanya oleh Presiden (pengadilan) bagaimana tetanus ini, dan dalam skala besar, akan memberi pengaruh, saksi (Dr. Maszoeki) menyatakan: ‘Virulen tetanus bacilli pasti telah tercemar di dalam vaksin. Menurut pendapat saya, bukan tidak mungkin kesalahan disini terletak pada sumbernya, dalam hal ini Pasteur Instituut. Mungkin saja ada kesalahan yang terjadi disana dan itu pasti terjadi disini. Saksi lebih lanjut mengutip kasus serupa yang terjadi di Lubeck pada tahun 1924, yang menyebabkan kesalahan oleh asisten laboratorium. Anak-anak yang hidup dengan basil tuberkel divaksinasi, dan hasilnya banyak yang pingsan, tetapi secara pribadi, selama 47 tahun ini, Saksi belum pernah mengalami hal seperti ini’. Saksi (Dr, Marzoeki). tiba-tiba ditangkap setelah apa yang terjadi pada bulan Oktober [1944] dan dituduh menjadi bagian dari sebuah aksi.... Mochtar (yang kemudian meninggal dalam tahanan, bersama dengan Dr. Soeleiman Siregar dan Dr. Arif). Jepang telah melakukan kesalahan mengerikan dalam persiapan vaksin dan, seperti biasa, ia (Jepang) membutuhkan kambing hitam kali ini untuk mengalihkan perhatian dari dirinya sendiri akaibat kontrol yang tidak memadai yang ada sejak pendudukan di Pasteur Instituut. Saksi (Dr. Marzoeki) disiksa setiap hari selama 14 hari, kadang-kadang dua kali sehari. Setiap kali saya dipanggil saya lebih dulu dipukul dan saat ingin bangkit lagi malahan dipukul kembali hingga knock-out.

Presiden: ‘Oh, jadi itu sebagai introgasi pembukaan!’
Saksi.: Iya. Setelah itu saya diinterogasi. Kemudian saya diwawancarai. Saya kemudian dikors setelah repertoar selesai selesai. Saya tidak sadarkan diri empat kali sebagai akibat dari penyiksaan, satu kali sebagai akibat dari ditenggelamkan di dalam air’.

Saksi kemudian menjelaskan bagaimana dia dituduh, antara lain, berbicara dengan bahasa Belanda dan telah mengeluarkan surat izin untuk seorang wanita yang sakit parah untuk dikeluarkan dari kamp. Selain itu, ia ingin menemui kepala Jepangnya, yang bukan seorang dokter, hanya bertugas di bidang administrasi dan tidak di bidang medis, yang telah menimbulkan konflik sebelum penangkapannya. Prof. Mochtar disekap di sel dekat dengannya. Saksi bisa mendengar bagaimana dia (Prof. Mochtar) diinterogasi berulang-ulang selama sepanjang siang dan malam. Pekikannya (Prof. Mochtar) dan korban lainnya bisa terdengar di seluruh sel. mereka yang harus menjalani siksaan lutut di atas papan cuci selama berjam-jam hanya bisa merangkak sesudahnya. Mereka tetap tidak sensitif di kaki mereka selama berminggu-minggu. Jenis penyiksaan lainnya adalah orang-orang diberi tahu bahwa ia (Prof. Mochtar) akan dihukum mati dan sekarang harus menulis surat perpisahan kepada keluarganya. Akan tetapi surat itu tidak pernah sampai ke keluarganya’.

Nieuwe courant, 23-06-1947 juga melaporkan sidang tersebut dengan judul ‘Proses Monster di Batavia Penganiayaan Para Dokter’. Disebutkan delapan dokter ditangkap oleh Kempei Tai di Batavia pada waktu itu diantaranya Prof. Dr. Mochtar, Dr. Siregar dan Dr. Arif. Selain kedelapan dokter itu kemudian juga ditangkap Dr.Marzoeki, Kepala Dinas Kesehatan (BGD) di Batavia saat itu, yang kini didengar kesaksiannya di pengadilan. Saksi (Dr. Marzoeki) mengatakan bahwa tuduhan terhadap staf saya tidak benar dan menyebut anggapan itu konyol. Kesalahan dibuat pada serum justru sangat mungkin karena selama perang kontrol di Pasteur Instituut di Bandoeng sangat lemah.

Dr. Marzoeki naik dari kelas dua ke kelas tiga tingkat persiapan tahuan 1911 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 19-08-1911). Diduga Marzoeki diterima di STOVIA tahun 1909. Marzoeki lulus dan mendapat gelar dokter pada tahun 1919 (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 21-05-1919). Setelah diangkat menjadi dokter pemerintah ditempatkan ke Sawah Loento. Lalu pada tahun 1922 dipindahkan ke CBZ di Weltevreden (De Preanger-bode, 02-08-1922). Pada tahun 1923 dipindahkan ke Tanjong Pinang (De Preanger-bode, 19-05-1923). Tahun 1927 Dr Marzoeki diketahui berdinas di Rangat, Indragiri (Bataviaasch nieuwsblad, 29-03-1927). Beberapa tahun kemudian Dr. Marzkoeli berangkat studi ke Belanda. Pada tahun 1931 Dr. Marzoeki dinyatakan lulus ujian pertama di Leiden (Haagsche courant, 17-04-1931). Dr. Marzoeki lulus dan mendapat gelar dokter lisensi Eropa/Belanda di Leiden (Algemeen Handelsblad, 19-08-1932). Pada tanggal 21 September berangkat dari Amsterdam pulang ke tanah air (Haagsche courant, 27-09-1932).

Setelah semuanya telah lama berlalu, Imramsjah Ade Mochtar akhirnya berhasil meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran tahun 1954. Setelah kematian saudara kandung dan ayahnya, Imramsjah Ade Mochtar tidak patah arang. Itulah karakter keluarga Mochtar yang diturunkan dari sang kakek bernama Mochtar [Nasoetion], seorang guru asal Mandailing yang pernah bertugas di Bondjol.

De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 19-06-1954: ‘Amsterdam, 18 Juni. Dipromosikan doctor pada bidang kedokteran (di Universiteit Amstedam) dengan desertasi berjudul ‘Deuterophaemophilia (Christmas' Ziekte), Imramsjah Ade Mochtar, lahir di Padang Sidempuan’.

Pada era orde baru (rezim Soeharto) Laboratorium Batavia (Laboratorium Eijkman) dihidupkan kembali. Ini terkait dengan perekrutan BJ Habibie dari Jerman (menjadi Menteri Ristek). Dalam arsitektur ristek ala Habibie kala itu termasuk di dalamnya Laboratorium Batavia/Djakarta alias Laboratorium Eijkman. BJ Habibie kemudian merekrut seorang dokter bereputasi internasional, peneliti utama di Australia untuk diposisikan sebagai pemimpin Laboratorium Eijkman yakni Dr. Sangkot Marzoeki, Ph.D.

Saat itu Dr. Sangkot Marzoeki, Ph.D adalah orang Indonesia yang memiliki portofolio tertinggi di bidang penelitian kedokteran. Dr. Sangkot Marzoeki, Ph.D lahir di Medan. Keluarga Marzoeki memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga Wakil Presiden Adam Malik (sama-sama satu marga Batubara) dan keluarga Soetan Pangoerabaan Pane. Nenek Dr. Sangkot Marzoeki, Ph.D adalah adik dari Soetan Pangoerabaan Pane (mantan guru dan sastrawan lokal terkenal di Mandailing dan Angkola). Soetan Pangoerabaan Pane, lahir di Sipirok kelak lebih dikenal sebagai ayah dari Sanoesi Pane dan Armijn Pane (sastrawan terkenal) serta ayah dari Lafran Pane (pendiri HMI di Djogjakarta tahun 1947). Sanoesi Pane dan Armijn Pane sendiri sejatinya pernah kuliah di STOVIA, karena lebih menyukai sastra seperti ayahnya, dua bersaudara ini meninggalkan bidang kedokteran dan mulai menggeluti bidang bahasa dan sastra. Selain Dr. Sangkot Marzoeki, Ph.D, juga BJ Habibie membutuhkan peneliti-peneliti di bidang lain, antara lain: peneliti di bidang tanaman pangan, Dr. Zainoeddin Harahap (peneliti padi); peneliti di bidang tanaman keras Ir, Hasjroel Harahap (kemudian menjadi Menteri Kehutanan); dan peneliti di bidang keuangan, alumni Belanda Dr. Arifin Siregar (kemudian menjadi Gubernur BI dan Menteri Perdagangan).

Salah satu peneliti terbaik di Eijkman Istitute (dulu Laboratorium  Eijkman) adalah Dr. Alida Roswita Harahap, Ph.D.  Selain sebagai peneliti, Dr. Alida Roswita Harahap, Ph.D juga sebagai pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Eijkman Istitute adalah garis continuum sejak Docter Djawa School tahun 1854 yang mana siswa-siswa terbaik asal Afdeeling Mandailing dan Angkola (Afdeeling Padang Sidempoean) selalu hadir.

Peta Struyswijk era jaman now (googlemap)
Last but not least: Di kampus UI Salemba yang sekarang (Jalan Raya Salemba No. 4) masih terdapat sisa bangunan lampau yakni eks pabrik opium menjadi ruang perkuliahan FEUI dan  Penerbit FEUI. Juga eks gedung STOVIA masih tampak kokoh sebagai bagian dari kampus FKUI. Tentu saja eks gedung rumah sakit CBZ dan Eijkman Instituut (kini RSUP Cipto Mangunkusumo) masih terlihat kuat.

Sisa era kereta api ruas Salemba jaman old (foto internet)
Satu situs lain yang tersisa dan kerap dilupakan adalah jembatan kereta api di atas sungai Tjiliwong dan eks gedung PPPKI. Eks jembatan ini masih digunakan masyarakat hingga ini hari, sementara eks gedung PPPKI kini disebut Gedung MH Thamrin. Pada jadwal mengajar di kampus Salemba, saya dari Depok sering melewati jembatan ini dari arah stasion Cikini melalui pasar Cikini terus melewati jembatan kereta api di atas sungai Ciliwung dan kemudian turun ke jalan Inspeksi lalu masuk melalui pintu gerbang belakang FEUI.

Demikianlah sejarah land yang subur di Struiswijk kali pertama teridentifikasi tahun 1820, yang kini menjadi kampus UI Salemba dan rumah sakit Cipto Mangunkusumo. Seperti disebutkan di awal, saya paham betul setiap jengkal di area kampus UI, RS Cipto dan Jalan Kenari ini yang tempo doeloe disebut Struyswijk. Semoga informasi dapat membantu.
  

*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

9 komentar:

  1. Saya mengapresiasi tulisan bapak yg sangat mendetail mengenai sejarah pembangunan stasiun salemba dan menyambung dari tulisan sejarah pabrik opium di sekitar kawasan salemba, apakah benar pak dulu ada percabangan dari stasiun pabrik opium menuju stasiun gang sentiong, dan stasiun kramat?
    Jika ada, apa fungsinya dari percabangan tersebut dan apakah kedua stasiun tersebut adalah stasiun baru atau tidak?
    Mohon pencerahannya, terima kasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pembangunan jalur rel kereta api Salemba tahun 1903 pada awalnya hanya untuk akses ke pabrium opium dari dan ke jalur kereta api utara dan selatan. Untuk memudahkan proses langsir dibangun halte/stasion Salemba. Saat itu stasion terdekata yang ada di jalur selatan adalah stasion Pegangsaan, Boekit Doeri, Pasar Minggoe serta Koningsplein (Gambir; sedangkan stasion terdekat di jalur utara adalah Beos (kota), Senen dan Meester Cornelis (Jatinegara). Sehubungan dengan semakin berkembangnya pemukiman, sekitar tahun 1920an mulai dibangun stasion Kramat, Sentiong dan Solitude (Palmeriam). Pada tahun 1930an jalur kereta api Selemba via Paseban ditutup (dan hanya menyisakan jalur via Tjikini). Setelah penutupan jalur via Paseban ditutup stasion Kramat dan Sentiong tetap eksis. Jadi jalur kereta api Salemba terkait dengan pabrik opium. Pembangunan stasion Kramat dan Sentiong adalah hal lain yang terkait dengan perkembangan kota (pemukiman). Memang kereta api dari stasion Salemba ke Beos mellewati Sentiong dan dari Salemba ke Meestercornelis dan seterusnya ke Jawa melewati stasion Kramat. Dengan kata lain jalur rel dari Salemba ke jalur rel utara bertemu di sekitar Sention dan sekitar Kramat. Pembangunan rel Salemba tidak terkait dengan stasion Sentiong dan Kramat. Pembangunan rel Salemba satu hal, pembangunan stasion SEntiong dan Kramat adalah hal lain lagi. Demikian,

      Hapus
  2. Pak.mau tanya, Kalo untuk sejarah gedung (di Jl. Diponegoro 84-86 seberang RSCM) itu bagaimana ya? Dulunya bangunan apa ? Tks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pada era Belanda hanya satu gedung di seberang RSCM, setahu saya gedung Istituut Salemba (lembaga pendidian) yang menyelenggarakan berbagai kursus, Pada tahun 1953 Universitas UKI didirikan dengan kampus di jalan Pegangsaan dan jalan Selemba. Saya kira universitas ini membeli sebagian gedung tersebut yang kini menjadi komplek sekolah PSKD

      Hapus
  3. HJ de Graaf, bisa dilihat di sini: https://www.oudheidkundigekring.nl/wp-content/uploads/2018/08/No.-56-05-1975.pdf, menulis Struiswick adalan nama yang diberikan untuk landgoed yang dibeli Gubernur Jenderan Joan van Hoorn. Struis adalah nama belakang mertua pertama Van Hoorn. Menurut De Graaf, Van Horrn menikah tiga kali, istri pertamanya adalah Anna Struis. Meninggal setelah melahirkan putri Petronela Wilhelmina. Di Struisick, Van Hoorn bereksperimen dengan kopi Arabika, dan berhasil. Ia memberian bibit kopi ARabika kepada bupati dan penduduk Preanger, yang hasil panennya diserahkan sebagai pengganti pajak. Dari sinilah Van Hoorn menjadi kaya raya. Ia bahkan disebut sebagai pemilik Batavia sesungguhnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. HJ de Graaf adalah sejarawan masa kini (50 tahun terakhir). Jadi sama dengan kita. Hanya saja de Graaf hidup di jaman manual, kita suda di zaman digital. Artinya kita bisa akses semua data masa lampau secara digital. Oleh karena de Graaf dalam menganalisis boleh jadi data yang dapat diaksesnya terbatas alias de Graaf tidak mengumpulkan data secara lengkap. Memang banyak yang benar apa yang ditulisnya tetapi juga ada kekeliruan atau kesalahan, dan bahkan ada kesalahan fatal. Dalam hal ini saya ingin menambakan dan beberapa hal melakukan koreksi.
      Keluaga van Hoorn dan keluarga Struys serta keluarga van den Briel sudah ada ada dua generasi di Batavia. Abraham Struys dan Pieter van den Hoorn serta Jansens van den Briel generasi pertama sebagai pedagang (koopman). Pada generasi kedua muncul Joan van Hoorn dan Jan Struys serta Joan Georg Briel. Dua yang pertama adalah komandan militer dengan pangkat Kapten di sekitar tahun 1680. Sedangaan komandan dengan pangkat tertinggi pada era itu adalah Majoor St Martin. Sedangkan Joan Georg Briel adalah pedagang (koopman) yang pada era itu sebagai sekretaris VOC. Dua nama yang dapat ditambahkan adalah Antonijk dan Cornelis Chastelein. Pada era inilah dimulai kepemilikan lahan (tanah partikelir). Jumlah tanah partikelis baru beberapa persil, yakni van Hoorn memiliki land di land van Hoorn (sekitar Pasar Baroe sekarang), disampingnya lahan yang lebih kering dimiliki oleh St Martin (land Kemajooran, sebuatan orang akrena pangkat St Martin). Lalu land Briel (wilayah Gambir/Senen Sekarang). Lalu land Struys (wilayah Salemba). Dalam hal ini pemberian nama land sesuai nama pemilik. Setelah sukses Perang Banten, St Martin diberi hadiah dua land subur di sisi barat wilayah hulu sungai Tjiliwong (land Tjinere dan land Tjitajam) sekitar tahun 1684. Lalu land Briel ini dibeli oleh Antonijk namun kemudian dijualnya kepada Cornelis Chastelein (boleh jadi karena Briel akan membeli land baru di sekitar Antjol). Namun land Antonijk ini dibeli Cornelis Chastelein (1690an). Lalu Chastelein membeli lahan di Srengseng (dekat lahan St Martin). Tapi dalam perkembangannya Chastelein menjual land Briel/land Antonijk karena ingin membeli land baru di Depok (1704). Pada tahun 1704 Abraham van Riebeeck di Bojong Gede (di selatan eks land Titajam milik St Martin).
      Saya sependapat dengan de Graaf bahwa Joan van Hoorn menikah dengan salah satu putri (keluarga) Struys. Akan tetapi de Graaf tidak bisa membedakan siapa yang menjadi mertuanya (Struys Sr vs Struys Jr). Saya berkesimpulan Abraham Struys adalah mertuanya sedangkan Jan Struys adalah iparnya.
      Selanjutnya karir Joan van Hoorn naik terus menjadi direktur lalu menjadi GG pada tahun 1704. Pada saat ini yang menjadi direktur adalah van Riebeeck. Lalu van Riebeeck yang melakukan kontak ke para pemimpin di Preanger. Dalam perkembangannya van Riebeeck dipromosikan menjadi gubernur di Malabar (India).
      Lalu pada tahun 1709 Joan van Hoorn digantikan Abraham van Riebeeck sebagai Gubernur Jenderal (cacatan: dua tahun berikutnya 1711 Joan van Hoorn meninggal...lanjut ke kolom berikutny

      Hapus
    2. Dalam hal ini de Graaf menyatakan Joan van Hoorn membeli land Struys (land milik iparnya). Saya kurang tahu, tapi anggap saja betul. Sebab Jan Struys sudah meninggal tahun 1692 (catatan: St Martin juga sudah meninggal beberapa tahun sebelumnya).
      Pada era GG van Riebeeck diintroduksi kopi, tepatnya pada tahun 1711 di Kedaung (dekat Tangerang) yang bibitnya didatangkan dari Malabar (land miliknya di dekat land Tangerang milik keluarga van Mook). Tahun 1711 ini Joan van Hoorn meninggal. Peristiwa bersejarah ini dicatat dalam Almanak VOC/Hindia Belanda. Kopi ini sudah dikenal van Riebeeck selama menjadi gubernur di Malabar. Boleh jadi karena sukses ini lalu disebar ke berbagai land termasuk land Struys (harus diingat Joan van Hoorn meninggal tahun 1711 ini) dan land Bojong Gede (milik van Riebeeck), land Srengseng dan land Depok (keduanya milik Chastelein) serta ke wilayah hulu di sekitar benteng Sampoera (Serpong) dan sekitar benteng Tandjoeng Poera. Dalam hal ini pemberian bibit kopi kepada para pemimpin lokal (bupati) di Preanger seperti Tjiandjoer dan Bandoeng terjadi pada era van Riebeeck dan setelahnya (GG Joan van Hoor sudah meninggal pada tahun 1711). Kesimpulannya: Ada beberapa hal yang salah dalam analisis de Graaf. Oleh karena itulah penulis-penulis Belanda juga banyak melakukan kesalahan dalam narasi sejarah kita. Untuk melengkapi dan meluruskannya sudah menjadi tugas kita bersama pada masa ini (masa dimana data sudah tersedia jauh lebih lengkap dari mereka sebelumnya). Tapi masalahnya banyak penulis kita percaya saja seluruhnya hasil tulisan penulis Belanda. Padahal dunia akademik adalah dunia kebenaran (upaya memperbaiki dan melengakapi dari yang terdahulu). Sebab dalam hal ini sejarah adalah narasi fakta dan data.
      Demikian, semoga pembaca terbantu dengan penjelasan yang panjang lebar ini.
      Selamat belajar sejarah.

      Hapus
  4. Tks informatif dan lengkap

    BalasHapus
  5. Salam, perkenalkan saya Muhamad Gilang mahasiswa Sejarah Universitas Indonesia. Saat ini saya sedang melakukan riset untuk keperluan inventarisasai sejarah hingga pembangunan jalan di Jakarta. Apakah bapak berkenan untuk berdiskusi lebih lanjut. Saya kagum dengan analisa bapak. Jika ada kontak yang bisa saya hubungi seperti email, saya sangat berterimakasih. Saya berharap komentar ini dapat dibalas oleh Bapak Akhir Matua Harahap

    BalasHapus