Banyak sumber data untuk mengolah dan merekonstruksi sejarah kota-kota, termasuk sejarah Kota Padang. Yang paling umum digunakan adalah buku. Informasi dari buku menjadi terbatas karena data dan informasi telah mengalami reduksi (oleh penulisnya). Untuk mengatasi masalah tersebut surat kabar, majalah dan publikasi statistik sangat berguna. Secara khusus, data dan informasi yang bersumber dari surat kabar sangat jarang digunakan penulis-penulis Indonesia masa kini, padahal data surat kabar bagaikan data ‘real time’ yang mampu menyediakan informasi dalam memahami perubahan setiap tahapan waktu.
Lukisan tertua Kota Padang (1846) |
Penulis-penulis Indonesia, lebih mengandalkan buku-buku,
padahal buku-buku yang ditulis adalah kompilasi dari surat kabar, majalah dan
statistik berkala. Uniknya, para penulis menganggap bahwa semakin langka sebuah
buku (sulit diakses) maka semakin dikultuskan. Oleh karena hanya dia yang
memiliki buku tersebut, maka dia merasa sebagai pionir. Padahal buku itu
sendiri telah mengalami reduksi terhadap suatu peristiwa atau suatu momen yang
sesungguhnyanya. Solusi terbaik adalah mengkombinasikan semua sumber agar
mendapat gambaran yang utuh.
Sumber data lainnya yang bisa dimaksimumkan
adalah lukisan, sketsa, peta dan foto. Sumber data lukisan atau foto dapat
memberikan gambaran vertical (visual) masa lalu yang lebih kompak, sedangkan
sketsa atau peta dapat memberikan gambaran horizontal tentang spasial yang
lebih luas. Kedua sumber ini dapat saling melengkapi. Baik foto/lukisan atau
peta/sketsa jika masing-masing diurutkan sesuai waktu akan menyediakan ‘data
panel’ yang dapat menghasilkan informasi yang maksimum (akurat dan lengkap). Time series data
(verbatim, visual dan metric) adalah syarat perlu dalam penulisan sejarah.
Namun itu tidak cukup dan harus didukung ruang spasial. Dengan demikian, untuk
memahami suatu peristiwa atau momen semakin teruji.