*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini
Kota
Bandung yang sekarang, sesungguhnya di masa lampau adalah area yang rawan
banjir, namun kurang terinformasikan, sehingga seakan kota Bandung
dipersepsikan sekarang sebagai daerah bebas banjir. Ketika baru-baru ini di
Kota Bandung terjadi banjir seakan semua orang, termasuk saya yang ‘ngembang
kadu’. Karena itu saya tergoda untuk menelusuri riwayat banjir di cekungan
Bandung. Inilah hasil pelacakannya.
Situ Aksan, Bandung (foto 1933) |
Bandung Rawan Banjir Sejak Doeloe
Pada awal pembentukan pemerintahan di Preanger Regenschappen (1829), Pemerintah Hindia Belanda sempat berpikir untuk memilih Bandoeng sebagai ibukota Preanger, karena letaknya di tengah-tengah wilayah Preanger (Tjiandoer, Sumedang, Limbangan dan Bandoeng). Hal itu diurungkan karena area cekungan Bandoeng dianggap tidak sehat (untuk orang Eropa/Belanda) karena banyak rawa-rawa. Lantas dipilih Tjoandjoer. Keutamaan lainnya Tjiandjoer karena lebih dekat dengan pemerintah pusat (Batavia dan Buitenzorg).
Kantor/rumah controleur Bandoeng (1880) |
Kota
Bandoeng di Kabupaten Bandoeng menjadi ibukota Preanger Regenschappen baru
terjadi pada tahun 1871. Namun demikian, Kota Bandoeng sendiri sudah mulai dibentuk
sejak 1829 yakni ketika seorang controleur (semacam camat) untuk kali pertama ditempatkan
di Bandoeng. Tempat dimana pemerintah (dalam hal ini controleur) berkendudukan
maka tempat itulah yang menjadi ibukota (hoofdplaats). Ibukota atau tempat
dimana controleur berkedudukan (rumah/kantor) yang dipilih adalah sekitar
aloen-aloen yang sekarang (persisnya di lokasi yang sama dengan Hotel
Preanger). Dari sinilah kota Bandoeng berkembang (hingga kota Bandung yang
sekarang telah mencakup seluruh cekungan Bandung).