Selasa, 28 Februari 2017

Sejarah Bandung (34): Kampung Cicendo; Kampung Terpencil, Tempat Makam Belanda Hingga Peristiwa Bom Panci

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini


Kampung Cicendo di Bandoeng sudah dikenal sejak masa Daendels. Nama kampong yang berada di area lebih tinggi di utara cekungan Bandoeng ini bahkan sudah dipetakan sebagai nama kampong yang dilalui jalan pos trans-Java (Peta 1818). Pada tahun 1829, jalan pos digeser ke area lebih rendah (jalan lurus) yang kemudian disebut Groote post weg. Akibatnya, Kampong Tjitjendo semakin jauh dari jalan pos dan kampong tersebut tampak semakin terpencil. Sementara di jalan pos yang baru, Lambat laun tampak semakin ramai dan terus berkembang yang menjadi sebagai pusat kota Bandoeng. Bahkan ketika area jalan pos yang baru ini telah menjadi kota besar, Kampong Tjitjendo tetap terpencil dan sunyi.

Peta 1818
Sesungguhnya embrio kota Bandung mulai terbentuk tahun 1829 saat mana Controleur Bandoeng ditempatkan kali pertama yang berkedudukan (ibukota) persis di sisi utara jalan pos dan sebelah timur sungai Tjikapoendong. Dalam perkembangan lebih lanjut, pada tahun 1846 Asisten Residen Bandoeng ditempatkan dan istana Bupati Banndoeng dibangun di sisi selatan jalan pos dan sebelah barat sungai Tjikapoendoeng.

Sejak nama Tjitjendo muncul dalam peta  (1818) kabar berita tentang kampong Tjitjendo tidak pernah terdengar. Namanya baru terdengar tahun 1880an sebagai wilayah administratif yang berstatus desa di dalam distrik Odjoeng Brung Koelon, Afdeeling (Kabupaten) Bandoeng, Residentie (Province) Preanger Regentshappen. Desa Tjitjendo terdiri dari beberapa kampong, selain kampong Tjitjendo juga termasuk kampong Tjikokak dan kampong Tjitepoes. Di desa Tjitjendo ini kerap terbaca di surat kabar tentang adanya transaksi jual-beli lahan.

Senin, 27 Februari 2017

Sejarah Bandung (33): Novel Karya F. Springer ‘Bandung, Bandung’; Bukti Orang Belanda Tetap Cinta Bandung

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini


Semua orang Belanda boleh jadi ingat nama Bandung. Bahkan para veteran Belanda sangat merindukan Kota Bandung. Hemat kata: ‘orang-orang Belanda selalu membicarakan Bandung. Akan tetapi dari mereka semua hanya satu orang yang mengabadikannya dalam bentuk novel, yakni F. Springer. Novel karya kelahiran Batavia 1932 ini diberi judul: ‘Bandung, Bandung’. Karya ini terbit tahun 1993 yang masuk nominasi AKO Literatuur Prijs (Nederlands dagblad : gereformeerd gezinsblad / hoofdred. P. Jongeling ... [et al.], 25-10-1994). AKO Literatuur Prijs adalah Hadiah Sastra bergengsi di Belanda).

De Telegraaf, 16-04-1993
Novel yang berbau nostalgia ini digarap dengan bahasa apa adanya, Namun sangat menyentuh, karena penulisnya yang bernama asli Carel Jan Schneider mengalami hidup di negeri tropis termasuk di Bandung bahkan ikut dimasukkan ke dalam kamp konsentrasi Jepang. F. Springer adalah nama samaran karena ia adalah seorang diplomat yang di waktu luangnya menulis buku fiksi. Karya fenomenal ‘Bandung, Bandung’ boleh dikata merupakan hasil karya terbaik Carel Jan Schneider alias F. Springer (De Telegraaf, 16-04-1993).

Judu karya F. Springer sangat simple, pengulangan nama kota Bandung. Ini mengindikasikan bahwa Bandung ya Bandung.  F. Springer seakan ingin membatasi ruang imajinasi pembaca hanya tertuju ke Bandung, tetapi dengan pengulangan nama (dibaca dua kali) dapat dianggap sebagai hal yang tersirat Bandung sebagai nama yang sangat special dan begitu penting.

Sejarah Bandung (32): Bandoeng Vooruit! Mooi Bandoeng; Dari Bandung, Oleh Bandung, Untuk Bandung

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Kawah gunung Tangkoeban Prahoe (1900)
Wali Kota Bandung sangat menyadari bahwa Kota Bandoeng harus dikembalikan ke awal: Kota yang Indah dan Nyaman. Wali Kota yang enerjik ini juga ingin ‘marwah’ Kota Bandung perlu direcall melalui pentingnya sejarah. Seperti kata orang Bogor: ‘Dinu Kiwari Ngancik Nu Bihari, Seja Ayeuna Sampeureun Jaga’. Untuk membangkitkan ‘batang tarandam‘ tersebut Wali Kota juga menekankan pentingnya partisipasi warga. Dengan demikian Wali Kota tidak bisa sendiri, harus ‘total footbal’: semua harus maju tetapi juga semua harus bisa melihat ke belakang.

Semangat serupa inilah yang pernah muncul pada tahun 1925 di Bandoeng dimana sejumlah orang memprakarsai didirikannya klub pecinta Bandoeng dengan nama Vereeniging Bandoeng Vooruit (Sarikat Bandung Maju). Klub ‘sadar kota’ ini adalah seperti klub-klub social lainnya, seperti Societeit Concordia, klub Paroekoenan. Namun klub Bandoeng Vooruit lebih focus pada upaya promosi kota agar kunjungan para wisatawan lebih meningkat lagi.

Minggu, 26 Februari 2017

Sejarah Bandung (31): Gedung Merdeka, Eks Gedung Societeit Concordia; Lahirnya Sarikat-Sarikat Kebangsaan Indonesia

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini


Gedung Merdeka Bandung sungguh sangat terkenal. Di Gedung Merdeka ini diselenggarakan Konferensi Asia Afrika tahun 1955. Pemberian nama gedung dengan nama Gedung Merdeka dilakukan sebelum penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika yang juga disebut Konferensi Bandung 1955. Saat itu bangunan termewah di Bandung adalah Gedung Merdeka.

Societeit Bandung (foto) 1935.
Gedung Merdeka sendiri adalah hasil renovasi dari bangunan sebelumnya, Societeit Concordia. Jika mundur ke belakang, Gedung Societeit Concordia yang sebelumnya menghadap ke Braga weg, pada tahun 1920 diperluas dengan membentuk gedung utama tetapi menghadap ke Groote post weg. Gedung Societeit Concordia yang menghadap ke Braga weg dibangun tahun 1895. Bangunan ini dibuat baru untuk menggantikan bangunan societeit lama yang dibangun tahun 1870.

Gedung Merdeka menjadi tempat pertemuan (konferensi) para pemimpin dunia dari negara-negara yang baru merdeka di Asia dan Afrika. Oleh karenanya Gedung Merdeka dapat dikatakan sebagai simbol gedung pertemuan para pemimpin dunia. Gedung Merdeka sendiri adalah eks gedung Societeit Concordia, suatu klub sosial orang-orang Eropa/Belanda yang diberi nama Concordia.  

Sabtu, 25 Februari 2017

Sejarah Bandung (30): Nama-Nama Jalan di Bandoeng Tempo Doeloe; Jalan Braga Paling Terkenal; Jalan Lain Juga Perlu Dikenal

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini


Hampir semua nama jalan pada era Belanda di Bandung yang berbau Belanda telah diganti, kecuali beberapa yang masih terus eksis. Demikian juga nama Tionghoa telah digeser. Yang ada sekarang umumnya nama-nama pahlawan. Nama-nama seperti pulau, nama daerah, nama gunung sebagian besar masih tetap dipertahan.

Winkel straat di Bandoeng (foto 1900)
Di Bandung hanya beberapa berbau Tionghoa dan itu telah diganti. Di medan nama-nama Tionghoa sangat banyak dan semuanya telah diganti bahkan nama Sun Jat Sen. Di Bandung masih dipertahankan nama-nama berbau Eropa/Belanda, seperti jalan Braga dan jalan Pasteur. Di Medan, semua nama berbau Eropa/Belanda diganti. Kekecualian untuk jalan Max Havelaar diubah dengan nama jalan Multatuli. Pasteur memiliki ikatan emosional dengan Bandung, demikian juga Multatuli memiliki ikatan emosional dengan Medan.

Nama Jalan Pertama

Nama jalan pertama di Bandung adalah Groote post weg (jalan besar) yang merupakan jalan pertama yang ada di Bandung. Jalan ini sudah ada sejak era Daendels. Groote post weg (mulai dari Tjimahi hingga Odjoengbrung) telah dibagi ke dalam beberapa ruas jalan dengan nama yang baru seperti jalan Asia Afrika.

Kamis, 23 Februari 2017

Sejarah Bandung (29): Kampung Merdika di Bandung; Merdeka Sejak Era Belanda, Kawasan Elit di Bandung Utara

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini


Di Medan sempat muncul surat kabar Benih Mardeka tahun 1916. Karena itu orang Medan sangat bangga karena sudah ada surat kabar yang menyuarakan merdeka sebelum kemerdekaan Indonesia. Demikian juga di Padang Sidempuan tahun 1919 terbit surat kabar Sinar Merdeka dengan editor Parada Harahap. Di Bandung bahkan lebih awal lagi, sejak 1892 dilaporkan ada nama kampong bernama Merdika.

Woningen aan de Nieuwe Merdikaweg te Bandoeng 1905
Merdika, Mardeka dan Merdeka tiga kata yang memiliki pengertian yang sama, hanya beda pelafalan saja. Surat kabar Benih Mardeka memiliki motto 'Orgaan Oentoek Menoentoet Keadilan dan Kemerdekaan'. Sedangkan Sinar Merdeka dengan motto ‘Organ Ontoek Kemadjoean Bangsa dan Tanah Air'.

Kampong Merdika Bandung tidak dalam konteks berpolitik. Namun namanya cukup terkenal di Bandung. Terkenal karena letak kampong ini tidak jauh dari rumah Asisten Residen Bandung dan sekolah guru (Kweekschool) Bandung. Kampong Merdika merupakan transformasi Kampong Lio namanya kemudian menjadi desa Merdika Lio yang dalam perkembangannya menjadi kawasan elit di Bandung (Utara). Lantas mengapa nama kampong itu disebut Merdika? Ini ceritanya.

Asal Usul Kampong Merdika

Pada tahun 1846 pemerintah membangun sejumlah bangunan yang memerlukan bata. Bangunan-bangunan tersebut adalah rumah Asisten Residen, istana Bupati Bandoeng, kantor pos, penjara, gedong mahkamah dan tentu saja renovasi kantor Controleur (yang sudah dibangun sejak 1829). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pabrik bata dibangun karena tanahnya sesuai untuk menghasilkan bata berkualitas.

Rabu, 22 Februari 2017

Sejarah Bandung (28): Nama-Nama Kampung di Bandung Tempo Doeloe; Mengapa Tidak Ada Nama Kampong Asli?

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Kantor Controleur Bandoeng  (foto 1880)
Asal-usul Kota Bandung sangat unik. Tidak memiliki nama kampong asli. Semua nama-nama kampong atau nama area yang ada sekarang merupakan nama-nama yang mencul kemudian. Awal munculnya Kota Bandung (di sekitar titik nol Bandung) adalah ketika controleur (pejabat Pemerintah Hindia Belanda terendah) ditempatkan kali pertama di Regetschap (kabupaten) Bandoeng. Kantor controleur dipilih di sisi utara jalan pos trans-Java yang baru dan di sisi timur sungai Tjikapoendoeng. Kampong Bandoeng sendiri berada di pertemuan sungai Tjikapoendoeng dengan sungai Tjitaroem. Nama kota baru (bentukan Belanda ini) mengadopsi nama kampong Bandoeng. Nama kompong Bandoeng lama berubah menjadi Dajeuh Kolot. Bupati Bandoeng, pindah dari Dajeuh Kolot ke kota Bandoeng tahun 1846 (bersamaan dengan penempatan pertama Asisten Residen Bandoeng di kota Bandung).

Identifikasi Nama Bandoeng

Nama Bandoeng sudah lama ada. Orang-orang Portugis sudah mengidentifikasi nama Bandoeng di dalam peta 1755 sebagai suatu wilayah di utara wilayah Sidamer. Di dalam peta tersebut, di timur wilayah Bandoeng adalah wilayah Priangan. Sementara di selatan wilayah Priangan adalah wilayah Soekapoera. Di pantai selatan Jawa, wilayah antara Soekapoera dan wilayah Sidamer adalah wilayah Kandang Wessi.

Minggu, 19 Februari 2017

Sejarah Bandung (27): Peta Bandung Tempo Doeloe; Dari Jalan Setapak Hingga Jaringan Jalan Kota Modern

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Kota Bandung yang ada sekarang adalah suatu jaringan jalan kota modern. Jika kita kembali ke masa lampau, sejauh yang masih bisa ditelusuri, di tengah jaringan kota Bandung yang sekarang awalnya hanya ada satu jalan: Yakni jalan setapak yang merupakan jalan penghubung antara Bandoeng (di pertemuan sungai Tjikapoendoeng dengan sungai Tjitaroem) dengan Tjipaganti (di hulu sungai Tjipagantie).

Kota Bandung di tengah bukit barisan, 1920
Peta adalah salah satu bentuk data otentik yang dapat digunakan untuk menyusun sejarah suatu kota. Namun demikian, peta harus didukung informasi lain seperti lukisan/foto dan surat kabar (berita, iklan dan data statistic) atau buku/majalah. Peta-peta kuno, peta awal tumbuhnya kota-kota di Hindia Belanda (baca: Indonesia) dibuat oleh kantor tofografi (yang bekerjasama dengan militer). Sebelum ada peta kota, umumnya terlebih dahulu ada peta wilayah dimana kota itu ada.

Untuk memahami wilayah Preanger dan kota Bandung mari kita telusuri semua peta-peta yang ada ditambah dengan informasi-informasi yang bersumber dari surat kabar dan foto-foto serta surat-surat keputusan Gubernur Jenderal. Tentu saja juga didukung dengan buku-buku yang telah diterbitkan.

Sejarah Bandung (26): Lukisan Bandung Tempo Doeloe; Adrianus Johannes Bik, Le Clercq, Junghuhn dan Groneman

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Bandoeng, 1819
Adrianus Johannes adalah orang pertama yang mengabadikan Bandung dalam sebuah lukisan yang dibuat pada tahun 1819. Lukisan pertama tentang Bandung adalah lanskap Bandung (area pusat kota Bandung yang sekarang). Lukisan Adrianus Johannes ini diberi judul ‘Herten jacht te Bandong’ (Berburu rusa di Bandung). Lukisan ini menggambarkan suatu bangunan panggung yang besar di tengah padang yang menjadi area perburuan rusa oleh militer Belanda. Adrianus Johannes ke Preanger pada era Pemerintahan Hindia Belanda (pasca era Inggris 1811-1815). Pada tahun 1810 Pemerintah Hindia Belanda mulai melakukan invasi ke Preanger dan mulai membangun jalan pos trans-Java ruas Batavia-Chirebon melalui Buitenzorg, Tjoseroea, Tjiandjoer, Baybang (kini Radja Mandala), Soemadang. Saat Adrianus Johannes membuat lukisan, ruas Baybang-Soemadang masih melalui area yang lebih tinggi di Tjipagantie dan Oedjoengbrong.   

Sejarah Bandung (25): Emma Poeradiredja, Wanita Pertama Anggota Dewan Kota (Gemeenteraad); Kiprah Perempuan Pribumi

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Sudah diketahui secara luas tokoh wanita Bandung Dewi Sartika, terkenal sebagai pionir pendidikan untuk kaum perempuan. Namun, generasi penerusnya bernama Emma Poeradiredja kurang terinformasikan. Padahal Emma adalah perempuan pertama di Bandoeng yang menjadi anggota dewan (gemeenteraad). Emma Poeradiredja sendiri adalah Ketua divisi perempuan Pasundan yang banyak terlibat di dalam kegiatan sosial.

Idola Emma Poeradiredja, Ratu Emma
Di dewan kota Bandung terdapat dua wanita. Selain Emma adalah Raden Aju Sangkaningrat. Sangat menakjubkan di dewan kota Bandung ada dua wanita pribumi duduk dan tidak ada wanita Europcesche. Ini sangat disesalkan (Soerabaijasch handelsblad, 14-09-1938). Ini berarti secara politik, wanita pribumi lebih maju jika dibandingkan dengan wanita Eropa.

Emma Poeradiredja bukanlah nama asli, melainkan kombinasi nama idola Ratu Emma dan nama ayah Poeradiredja. Nama aslinya sebagaimana disebut dalam berbagai tulisan adalah Raden Rachmat’ulhadiah, lahir di Chirebon, 1902. Ayahnya adalah seorang anggota dewan di Bandung dan demikian juga saudara-saudaranya. Dugaan bahwa dua tokoh (ratu dan ayah) ini menjadi sumber cita-cita Emma Poeradiredja.

Sabtu, 18 Februari 2017

Sejarah Bandung (24): Negara Pasundan dan Pemberontakan DI/TII; Sukarno dan Hatta Juga Pernah ‘Ingkari’ Republik Indonesia

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini


Sisa bara api Bandung Lautan Api (24 Maret 1946) belum sepenuhnya padam, para pejuang masih berjuang di luar kota, di Bogor Soeria Karta Legawa, mantan Bupati Garoet mendirikan Partai Rakyat Pasundan. Ketika wilayah republik makin menyusut, karena digrogoti oleh Belanda, Negara Pasundan diproklamirkan di Bandung. Namun dalam perkembangan lebih lanjut, ketika Belanda memberikan pengakuan pada Republik Indonesia, di Bandung pada tanggal 8 Maret 1950 dilakukan kembali ikrar: Wilayah Jawa Barat (eks Negara Pasundan) kembali menjadi bagian Republik Indonesia.

Jawa Barat tidak sendiri, juga terdapat di Sumatra Timur, Sumatra Selatan, Jawa Timur, Madura dan Indonesia Timur. Saat ibukota RI di Bukitinggi, daerah-daerah lain yang masih republik hanya tinggal hitungan jari, yakni: Aceh, Tapanuli, Djokjakarta dan Lampung. Daerah lainnya bersifat otonom.

Proklamasi 17 Agustus 1945

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dilakukan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta. Teks proklamasi dibacakan oleh Ir. Soekarno disamping Drs. M. Hatta dihadapan para pejuang kemerdekaan Indonesia. Tanggal ini menandai seluruh rakyat Indonesia telah merdeka. Tidak tergantung kepada Jepang, tidak tergantung kepada Belanda dan juga tidak tergantung Negara lain. Proklamasi ini telah mengubah cita-cita yang sudah lama diimpikan dan kini benar-benar menjadi kenyataan. Penduduk Priangan adalah rakyat Indonesia yang pertama bersukacita atas kemerdekaan ini ketika di daerah-daerah lain kabar berita itu belum sampai.

Rabu, 15 Februari 2017

Sejarah Bandung (23): Bandung Lautan Api, Ini Rincian Faktanya; Bumi Hangus di Padang Sidempuan Demi Jaga Harga Diri



van Mook (koran 1946)
Bandung Lautan Api, bukanlah mitos. Ini kejadian yang benar-benar terjadi, Tidak hanya di Bandung, juga di kota-kota lain di Indonesia. Bagaimana disebut ‘lautan api’, informasinya jarang diungkapkan. Artikel ini menelusuri seperti apa itu Bandung Lautan Api, Untuk pembanding disarikan versi Bumi Hangus di Padang Sidempuan, kota kampung halaman Kolonel Abdul Haris Nasution dan Amir Sjarifoeddin Harahap.

Politik bumi hangus (verschroeide aarde) terjadi dua cara: Pertama, pihak yang menyerang melakukan pembakaran baik akibat granat, bom darat atau udara. Pasukan sekutu dan pasukan Jepang banyak melakukan tindakan ini seperti di Birma, Singapora, Australia, Batam dan Soerabaja. Kedua, pihak yang diserang melakukan pembakaran dengan cara konvensional agar bangunan tidak dapat digunakan musuh. Ini banyak dilakukan oleh para pejuang RI dan penduduk seperti di Bandung, Padang Sidempuan,.

Politik Bumi Hangus

Pendudukan oleh militer Jepang atas Batavia terjadi pada tanggal 5 Maret 1942. Orang-orang Belanda du Batavia belum menyadari karena begitu cepat sudah terjadi militer dimana-mana. Tindakan bumi hangus (verschroeide aarde) oleh Belanda atas gedung-gedung tertentu tidak sempat dilaksanakan meski sudah direncanakan.

Nieuwe Apeldoornsche courant, 16-03-1942:‘Angkatan bersenjata Hindia Belanda (Nederlandsc Indie) tidak punya waktu tersisa untuk pelaksanaan yang efektif politik "bumi hangus" di ibukota Batavia. Setelah pendudukan Jepang pada tanggal 5 Maret ibukota Nederlandsch Indie kembali ke kehidupan normal’.

Ini mengindikasikan praktek bumi hangus sudah ada di pihak Belanda sebelum umum dilakukan oleh militer dan penduduk pribumi pada tahap berikutnya. Dalam berita-berita lain, tidak terlaksananya bumi hangus sebagian orang-orang Belanda sedikit agak lega. Bangunan-bangunan yang ditargetkan seperti kantor telepon, perpusatakaan urung dilaksanakan karena itu adalah asset. Hanya kerugian yang terjadi jika itu terlaksana.

Selasa, 14 Februari 2017

Sejarah Bandung (22): Pikiran Rakyat dan Sakti Alamsyah; ‘Dimana Bumi Dipijak Disitu Langit Dijunjung’

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini


Tokoh PPPKI (1929): Thamrin, Soetomo, Soekarno dan Parada
Ini adalah kisah tentang Sakti Alamsyah dan kawan-kawannya: Mereka yang terjun dalam bidang pers, antara lain Mochtar Lubis, Adam Malik, Parada Harahap dan AM Hoetasoehoet. Di bidang militer antara lain Abdul Haris Nasution, Zulkifli Lubis dan Mengaradja Onggang Parlindungan. Yang berprofesi sebagai politisi antara lain Amir Sjarifoeddin Harahap, Zanul Arifin Pohan, Burhanuddin Harahap dan Abdul Hakim Harahap. Diantara teman-teman Sakti Alamsyah tersebut hanya Abdul Haris Nasution dan Mangaradja Onggang Parlindungan yang pernah lama menetap di Bandung.

Kisah Sakti Alamsyah di Bandung sangat mirip dengan kisah Radjamin di Surabaya (Walikota pribumi pertama Kota Surabaya). Keduanya, lahir sebagai Anak Tapanuli (Selatan) tetapi meninggal sebagai 'Anak Bandung' dan 'Arek Surabaya'. Seperti umumnya orang-orang Tapanuli, 'sekali merantau tidak akan kembali', mereka terbiasa mengikuti pepatah 'dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung'. Mereka tidak melihat dekat Indonesia antara Pakantan hingga Sipirok, tetapi melihat jauh antara Sabang hingga Merauke. Mereka adalah generasi Indonesia yang sebenarnya (Truly Indonesia).

Dari Pikiran Rakyat Hingga Pikirkan Rakyat

Surat kabar Pikiran Rakyat Bandung terbit kali pertama tanggal 30 Mei 1950. Surat kabar ini dipimpin oleh Djamal Ali. Dalam jajaran direksi terdapat Palindih, Sakti Alamsyah dan Asmara Hadi. Motto surat kabar ini ‘Mengadjak Pembatja Berfikir Kritis’.

Sabtu, 11 Februari 2017

Sejarah Bandung (21): Fikiran Ra’jat, Pikiran Rakjat dan Pikiran Rakyat; Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat



Surat kabar Harian Pikiran Rakyat Bandung adalah surat kabar legendaries di Bandung. Surat kabar pertama di Bandoeng adalah Preanger Bode (terbit 1896). Surat kabar Pikiran Rakyat adalah penerus surat kabar Prenager Bode. Sejarah Preanger Bode (lihat Artikel 17), sejarah Pikiran Rakyat mari kita lacak. Asal-usul pendirian surat kabar Pikiran Rakyat tidak pernah ditulis. Untuk itu coba dilengkapi dalam artikel ke-21 ini. Asal-usul pendirian surat kabar Pikiran Rakyat sangat esensial sebagai pra kondisi mengapa surat kabar Pikiran Rakyat namanya tetap dipertahankan sejak era Belanda dan mengapa pula tetap merupakan surat kabar utama di Kota Bandung.

Asal Usul Pikiran Rakyat

Sakti Alamsyah Siregar, pendiri Pikiran Rakyat
Untuk mengenang surat kabar Harian Pikiran Rakyat yang sekarang, kita harus memutar jarum jam ke tahun 1950. Pada bulan Mei 1950, surat kabar Pikiran Rakjat diterbitkan di Bandoeng. Kelak motto surat kabar baru ini adalah ‘Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat’.


Di Djakarta, surat kabar yang memiliki motto yang sama dengan Pikiran Rakyat adalah Indonesia Raya. Surat kabar yang mengambil nama dari surat kabar lama Indonesia Raja dan nama lagu kebangsaan Indonesia Raya yang diciptakan oleh WR Supratman. Pada tahun 1925 WR Supratman bekerja sebagai editor kantor berita pribumi pertama, Alpena yang digagas oleh Parada Harahap. 

Surat kabar Indonesia Raya terbit pertama kali pada 29 Desember 1949 didirikan oleh Mochtar Lubis dengan kawannya dan yang bertindak sebagai editor adalah Mochtar Lubis.

Selasa, 07 Februari 2017

Sejarah Bandung (20): Wali Kota Pertama Kota Bandung, RA Atmadinata; Seorang Guru Alumni Belanda

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini


RA Atmadinata, Walikota pertama Bandung
Yang pertama seharusnya selalu diperhatikan, sebab yang pertama biasanya menarik perhatian, dan yang pertama juga umumnya banyak dipublikasikan. Namun sangat disayangkan Wali kota pertama Bandoeng RA Atmadinata hanya sedikit terinformasikan, karenanya kurang dikenal. Padahal, RA Atmadinata adalah tokoh penting di Kota Bandoeng sejak era Pemerintah Hindia Belanda hingga pasca pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda. Perjuangannya tidak perlu diragukan: Dinu Kiwari Ngancik Nu Bihari, Seja Ayeuna Sampeureun Jaga.

Tidak hanya wali kota pertama kota Bandung, ternyata setali tiga uang dengan wali kota pertama Medan dan walikota pertama Surabaya—sama-sama kurang terinformasikan. Semoga itu karena hanya sekadar kurangnya atau tiadanya data dan informasi tentang mereka. Jangan sampai karena ada maksud pihak tertentu untuk mengerdilkan mereka. Jika hanya soal data dan informasi dapat dicari atau dikumpulkan. Untuk itu, mari kita telusuri profil RA Atmadinata, Wali kota Pertama Kota Bandung. Wali kota yang satu ini layak mendapat tempat dalam bingkai Sejarah Preanger dan Sejarah Kota Bandung..

Gemeenterraad Bandoeng

Atmadinata mulai terkenal sejak dicalonkan utnuk menjadi anggota dewan kota (gemeenteraad) Bandoeng. Pada saat wali kota Bandoeng kali pertama diangkat tahun 1917, Atmadinata adalah anggota dewan kota dari golongan pribumi. Di tengah kebisingan politik, Atmadinata masih sempat membagi perhatian untuk fungsi seorang guru: mengajar dan tetap terus belajar.

Sejarah Bandung (19): Gemeenteraad Bandoeng 1 April 1906; Sebaran Dewan di Hindia Belanda



Pembentukan Gemeente (kota) Bandoeng disertai dengan pengangkatan walikota (burgemeester) dan pembentukan Dewan Kota (gemeenteraad). Jumlah anggota dewan kota setiap gemeente di Hindia Belanda berbeda-beda dan disesuaikan dengan kapasitas kota.

Dewan lain yang telah dibentuk adalah dewan kabupaten (gewest), dewan provinsi (residentie) dan bahkan dewan kecamatan (onderafdeeling).

Anggota dewan kota (gemeenteraad) Bandoeng yang dimulai tanggal 1 April 1906 berjumlah 11 orang untuk mewakili warga kota. Kesebelas orang anggota dewan tersebut delapan orang Eropa/Belanda, dua orang pribumi dan satu orang timur asing (Tionghoa). Sebagai ketua adalah asisten residen Bandoeng (lihat De Preanger-bode, 05-03-1906).

Tupoksi dewan kota antara lain: penyediaan kebutuhan peraturan daerah, mempertahankan dan membangun jalan, jembatan, gedung dan lainnya, untuk memperoleh atau distribusi air minum, drainase, kebakaran, kuburan, kebersihan jalan-jalan, promosi kesehatan masyarakatm pengaturan lalu lintas umum dan mempercantik kota. Beberapa hal dikecualikan seperti pengawasan wilayah di bawah kontrol militer, ditunjuk oleh Gubernur Jenderal, dan yang dikelola oleh layanan dari Kereta Api Negara.

Gemeenteraad vs Landraad

Sebelum adanya gemeenteraad, sudah ada dewan yang lain. Dewan tersebut yang sudah terbentuk sejak ditempatkannya asisten residen di Bandoeng (1848) kerap disebut dewan asli (Landraad). Anggota dewan asli terdiri dari pemimpin lokal (termasuk bupati), pemimpin agama dan tokoh lain yang mewakili golongan, seperti guru dan pedagang (‘Himpoenan Soedara’). Dewan ini cakupannya sangat luas tergantung tingkat dewannya apakah dewan keresidenan (Regentshappen) atau dewan kabupaten (regentschap). Foto anggota Landraad Bandoeng, 1900

Senin, 06 Februari 2017

Sejarah Bandung (18): Gemeente, 1 April 1906; Inilah Daftar Wali Kota Bandung Sebenarnya, Bertus Coops - Ridwan Kamil

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Kota Bandung dibentuk dan secara resmi berlaku pada tanggal 1 April 1906. Penetapan Kota Bandoeng sebagai kota (gemeente) adalah wujud dari kelanjutan proses desentralisasi. Dengan penetapan sebagai Gemeente, berarti kota Bandoeng di satu sisi dipisahkan dari Regentschap (kabupaten) Bandoeng dan di sisi lain Kota Bandoeng harus mampu mengelola sendiri kota (mandiri). Penetapan kota Bandoeng sebagai Gemeente bersamaan dengan sejumlah kota di Hindia Belanda.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 03-03-1906: ‘Akta pemerintahan (Gouvernements besluiten) telah dikeluarkan yang akan berlaku pada tanggal 1 April untuk kota-kota Samarang, Bandoeng, Cheribon Tegal, Pekalongan, Magelang, dan Palembang. Terhadap pembentukan kota ini dialokasikan anggaran yang ditujukan dalam perbaikan dan renovasi bangunan kota dan bangunan yang baru’.

Dalam pembentukan Gemeente Bandoeng, tidak otomotis wali kota (burgemeester) diangkat sebagai pemimpin kota. Justru yang lebih dulu diangkat anggota dewan kota (gemeeteraad). Dalam hubungan ini sejumlah individu diangkat sebagai anggota dewan kota (gemeenteraad) baik dengan cara penunjukan maupun ‘pemilihan’. Anggota dewan (pada nantinya) akan mengawasi kerja walikota dan berlangsungnya pemerintahan. Dewan kota juga akan menetapkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku bagi kota. Foto Walikota Bandoeng pertama. Bertus Coops (1917-1920).

Rumah Wali Kota Harus Bangun Sendiri

Gemeente Bandoeng harus mampu mengelola sendiri. Pemerintah pusat (Gubernur Jenderal di Batavia) hanya mengalokasikan anggaran seadanyanya saja. Untuk membangun rumah walikota harus dibangun sendiri.  Untuk sementara rumah walikota harus menyewa. Karena untuk membangun rumah walikota tidak murah.

Sabtu, 04 Februari 2017

Sejarah Bandung (17): Surat Kabar di Bandoeng, Preanger Bode Hingga Pikiran Rakyat; Jejak Sejarah Pers Indonesia

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini


Tentang keberadaan Preanger dan Bandoeng sudah sejak lama ada dalam pemberitaan. Nama ‘Preanger’ kali pertama disebut di surat kabar pada tahun 1810 terkait dengan pembagian wilayah dimana tiga provinsi: Prefecten (provinsi) Iacatrasch en Preangerbovenlanden, province Bantam dan Provinsi Chirebon (lihat Bataviasche koloniale courant, 02-02-1810, edisi kelima). Sementara nama ‘Bandoeng’ kali pertama diberitakan di surat kabar pada tahun 1829 terkait dengan penempatan controleur di Tjiandjoer, Bandoeng, Sumedang dan Limbangan (Javasche courant, 06-08-1829).

De Preanger Bode, 27-07-1896 (edisi kelima)
Untuk sekadar pemandu: surat kabar Pemerintah Hindia Belanda mucnul kali pertama tahun 1810 (Bataviasche koloniale courant edisi pertama 05-01-1810). Lalu kemudian surat kabar ini digantikan oleh surat kabar berbahasa Inggris, Java government gazette di era pendudukan Inggris (pada bulan Februari 1912). Setelah Belanda berkuasa kembali, surat kabar tersebut digantikan oleh Bataviasche courant dan baru kemudian muncul nama surat kabar Javasche courant. Catatan: di era VOC (sebelum era Pemerintah Hindia Belanda) sudah ada surat kabar bernama Bataviaasche Nouvelles (terbit sejak 1744 di Batavia),

Itulah kisah awal Preanger dan Bandoeng dalam dunia media yang mendahului sebelum adanya media surat kabar di Bandoeng. Surat kabar yang terbit di Bandoeng ini akan banyak memberitakan tentang Preanger dan Bandoeng baru muncul pada tahun 1896 (yang akan coba dilacak). Sejak tahun 1896 surat kabar di Bandoeng terus eksis hingga ini hari. Lantas surat kabar apa yang pertama kali terbit di Bandoeng? Dan apa pula hubungannya surat kabar tersebut dengan surat kabar Pikiran Rakyat.

Pada masa ini, Bandung dan Priangan (Jawa Barat) tetap memiliki surat kabar legendaris: Pikiran Rakyat. Surat kabar yang tidak tergantikan di Bandung dan Priangan. Rakyat Bandung adalah Pikiran Rakyat, dan Pikiran Rakyat adalah Rakyat Bandung, seperti mottonya: ‘Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat’. Pikiran Rakyat selalu menghiasi sejarah pers nasional dan selalu mendapat tempat pada Hari Pers Nasional yang jatuh pada tanggal 9 Februari.

Preanger Bode

Media surat kabar sudah sejak lama ada di berbagai tempat utama di Hindia Belanda: Batavia, Semarang, Surabaya, Padang dan Medan. Di Bandoeng media surat kabar baru terberitakan pada tahun 1896 yakni surat kabar berbahasa Belanda yang disebut Preanger Bode.

Kamis, 02 Februari 2017

Sejarah Bandung (16): Hadji Preanger dan Buku Panduan Haji; ‘Himpoenan Soedara’ dan Supra Organisasi PPPKI



Hadji Preanger adalah kafilah hadji yang menjadi bagian dari Hadji Hindia Belanda. Penyelenggaraan perjalanan hadji dari Hindia Belanda diselenggarakan oleh pemerintah dengan empat ‘embarkasi’ menggunakan satu kapal besar dari Soerabaja, Semarang, Batavia dan Padang yang disewa dari perusahaan kapal Inggris atau Belanda. Penyelenggaraan hadji ini sudah dimulai sejak 1870.

Haji-haji dari Hindia Belanda sebelumnya berangkat sendiri-sendiri dengan menggunakan kapal-kapal dagang Arab, Persia dan Inggris melalui Singapoera atau Penang. Perjalanan haji dengan kapal-kapal dagang ini tidak teratur dan adakalanya harus dilakukan transit di kota pelabuhan tertentu. Demikian juga sebaliknya. Akibatnya lama perjalanan haji membutuhkan waktu yang sangat lama. Oleh karena jumlah haji ini lambat laun semakin banyak dari waktu ke waktu, lalu pemerintah Hindia Belanda memfasilitasi perjalanan haji ini dengan menyelenggarakan perjalanan haji secara regular setiap tahun dan diselenggarakan dengan pengaturan tertentu, seperti tes kesehatan sebelum tiba di Jeddah dan sebelum tiba di pelabuhan asal untuk menghindari terbawa penyakit. Di Batavia sterilisasi kesehatan ini dilakukan di Pulau Onrust sebelum masuk Batavia. Poster angkutan haji, 1935

Hadji Preanger

Di Bandoeng, sejak 1846 pemimpin lokal mulai disertakan dalam pemerintahan di Regentschap (Kabupaten) Bandoeng dengan mengangkat secara resmi Bupati Bandoeng, Raden Atipadi Wira Nata Koesoema. Untuk melengkapi sistem pemerintahan lokal diangkat djaksa dan penghoeloe. Jabatan kepala djaksa diresmikan tahun 1852, sedangkan jabatan penghoeloe (hoofdpangoeloe) diresmikan tahun 1856 dengan mengangkat Raden Hadji Moehammad Ardi (lihat Regering Almanak berbagai tahun).

Rabu, 01 Februari 2017

Sejarah Bandung (15): Masjid, Klenteng dan Gereja; Bukti Keberagaman di Bandung



Bandung telah menjadi salah satu contoh kota yang mengedepankan keberagaman: etnik, budaya, agama dan lainnya. Wujud keberagaman ini makin nyata ketika dalam tahun-tahun terakhir ini pemerintah Kota Bandung telah memberikan izin cukup banyak pendirian rumah ibadah kepada semua pemeluk agama. Bagaimana riwayat pendirian rumah-rumah ibadah di Bandoeng di masa lampau? Mari kita telusuri.

Kantor pos, di aloen-aloen Bandoeng
Hingga tahun 1871 di Kota Bandoeng belum ditemukan rumah ibadah dalam wujud permanen (gedung). Pada tahun 1871 adalah awal Kota Bandoeng dijadikan sebagai ibukota Residentie Preanger (yang sebelumnya berkedudukan di Tjiandjoer. Pembangunan Kota Bandoeng sendiri sejak 1846 sudah tampak semakin intens (tumbuh dan berkembang). Hal ini karena tahun 1846 kali pertama di Kota Bandoeng ditempatkan Asisten Residen. Pembangunan pertama (selain bangunan pemerintah kolonial Belanda) adalah rumah Bupati Bandoeng, Raden Adipati Wira Nata Koesoema.

Masjid Bandoeng

Rumah Bupati Bandoeng dibangun di lokasi dimana berada Masjid Raya Bandung yang sekarang, suatu area pada tahun 1846 yang berada di sisi selatan jalan pos trans-Java dan sisi barat. Posisi rumah Bupati ini diagonal dengan rumah/kantor controleur Bandoeng yang berada di sisi utara jalan pos trans-Java dan sisi timur sungai Tjikapoendoeng. Dua bangunan tersebut seakan dipisahkan oleh sungai (Tjikapoendong) dan oleh jalan raya (pos trans-Java). Saat itu, masjid di kota Bandung belum ada, demikian juga gereja dan klenteng belum ada. Yang ada adalah bangunan-bangunan pemerintah.

Bangunan-bangunan yang seumuran dengan rumah Bupati Bandoeng adalah kantor pos (di seberang jalan rumah Bupati), kantor Asisten Residen (di seberang kantor/rumah Controleur), gedung besar sebagai mahkamah di belakang kantor Asisten Residen. Rumah Asisten Residen sendiri dibangun agak terpisah dan jauh ke arah utara kantor/rumah Controleur. Jalan menuju ke rumah Asisten Residen dibangun jalan akses sepanjang sisi timur sungai Tjikapoendoeng (yang kelak disebut Bragaweg). Satu lagi bangunan yang menyertai gedung besar mahkamah adalah bangunan penjara yang berlokasi di arah utara kantor pos (kelak jalan penghubung ini disebut Bantjeuiweg).  

Secara perlahan-lahan, di sekitar kantor pos hingga penjara (yang kemudian dikenal sebagai Bantjeuiweg) muncul titik-titik perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Tionghoa yang datang (komuter) dari Buitenzorg. Area barat (jalan pos trans-Java) dan utara (Bantjeuiweg) tempat dimana kantor pos, lambat laun menjadi pusat perdagangan (pasar) utamanya transaksi antara penduduk pribumi dan orang-orang Tionghoa. Area pedagangan orang-orang Eropa/Belanda sendiri berkembang di sepanjang Bragaweg.