Kota Bandung yang ada sekarang adalah
suatu jaringan jalan kota modern. Jika kita kembali ke masa lampau, sejauh yang
masih bisa ditelusuri, di tengah jaringan kota Bandung yang sekarang awalnya hanya
ada satu jalan: Yakni jalan setapak yang merupakan jalan penghubung antara
Bandoeng (di pertemuan sungai Tjikapoendoeng dengan sungai Tjitaroem) dengan
Tjipaganti (di hulu sungai Tjipagantie).
Kota Bandung di tengah bukit barisan, 1920 |
Untuk memahami wilayah Preanger dan kota
Bandung mari kita telusuri semua peta-peta yang ada ditambah dengan
informasi-informasi yang bersumber dari surat kabar dan foto-foto serta surat-surat
keputusan Gubernur Jenderal. Tentu saja juga didukung dengan buku-buku yang
telah diterbitkan.
Peta-Peta
Kuno
Peta 1619 (Portugis) |
Peta wilayah tertua Indonesia adalah
peta tahun 1619 yang diterbitkan oleh Portugis. Peta ini hanya memuat nama-nama
kota di sepanjang pantai dari pulau-pulau besar utamanya Jawa dan Sumatra.
Kemudian terbit Peta Jawa dan dalam perkembangannya muncul peta Sumatra.
Peta-peta wilayah lebih kecil baru muncul pada era Pemerintahan Hindia Belanda
(1800an).
Peta kuno Indonesia merupakan kumulatif
dari hasil-hasil pemetaan ekspedisi pelayaran yang dilakukan Portugis. Peta
Indonesia buatan Belanda belum ada, yang ada baru peta pulau, Dalam ekspedisi
Cornelis de Houtman (1595) sudah muncul pulau Sumatra dan pulau Jawa (Jurnal 1598).
Nama-nama tempat yang muncul antara peta pelaut Portugis dan peta pelaut
Belanda dalam beberapa hal berbeda: jumlah nama tempat, lokasi dalam peta dan skala
nama tempat. Belum ada nama sungai dan nam gunung, tetapi sudah menampilkan
pulau-pulau kecil yang dianggap penting.
Peta 1595 (ekspedisi de Houtman/Belanda) |
Jurnal
Belanda tahun 1598 berjudul: ‘Journael vande reyse der Hollandtsche schepen
ghedaen in Oost Indien, haer coersen, strecking hen ende vreemde avontueren die
haer bejegent zijn, seer vlijtich van tijt tot tijt aengeteeckent, ...’. Jurnal
ini sepenuhnya berisi catatan hari demi hari t6entang ekspedisi yang dilakukan
oleh Cornelis de Houtman yang dimulai pada tanggal 2 April 1595.
Data
dan informasi dari peta-peta kuno ini tidak cukup. Kita harus menggunakan
buku-buku geografi. Buku kuno paling lengkap yang bisa diakses tentang
identifikasi nama-nama tempat di dunia (termasuk Sumatra dan Jawa) adalah
berjudul ‘Itinerarivm, ofte schipvaert naer Oost ofte Portugaels Indien’ yang
terbit di Amsterdam tahun 1614. Buku berbahasa Belanda ini masih dicetak dengan
huruf gothiek. Informasi yang lainnya adalah buku Kamus Geografi yang terbit tahun
1710.
Peta Jawa 1755 (Portugis) |
Peta
Wilayah Buatan Belanda
Peta Indonesia 1818 |
Peta Indonesia buatan Belanda (dalam
bentuk cetakan) boleh jadi merupakan peta yang diterbitkan kali pertama tahun
1818 yang disusun oleh Js. van den Bosch yang digambar oleh C. van Baarsel en
Zoon. Sejak munculnya peta van den Bosch ini kemudian muncul peta-peta wilayah
yang lebih kecil, seperti peta Pulau Sumatra, peta Pulau Jawa dan peta-peta
wilayah yang lebih kecil seperti Province dan Residentie. Yang menarik jika
dilakukan perbandingan peta yang diterbitkan Portugis dengan yang diterbitkan Belanda,
peta pulau Jawa versi Belanda lebih detail di pantai utara, sementara peta
pulau Jawa versi Portugis nama-nama tempat di pantai selatan terbilang lebih
lengkap. Boleh jadi ini karena kekuasaan Portugis masih tersisa di Timor.
Peta Indonesia 1817 (Inggris) |
Peta Java 1818 (Belanda) |
Peta West Java 1818 (Belanda) |
Dengan demikian, nama Bandoeng dicantumkan
dalam peta (secara eksplisit) boleh jadi baru ada dalam peta tahun 1818 (peta
van den Bosch: peta Java dan peta West Java). Dalam peta West Jawa 1818
teridentifikasi Baybang (kini Radjamandala) dan Tjiandjoer lebih penting dari
Bandoeng. Lokasi Bandoeng tidak pada posisi yang sekarang tetapi pada posisi ke
arah selatan di pertemuan sungai Tjikapoendoeng dengan sungai Tjitaroem. Jalan
sejajar dengan jalan pos trans-Java ini di selatan yang melalui Bandoeng adalah
jalan dari Tjinadjoer di sisi selatan sungai Tjitaroem terus menuju Tjitjalengka.
Antara Bandoeng (di selatan) dengan jalan pos trans-Java (di utara) dihubungkan
oleh jalan setapak dari Bandong ke Tjitepoes.
Peta Java 1840 |
Dalam
Peta Java (1840) terdapat perubahan besar jika dibandingkan dengan Peta West
Java (1818), Dalam peta baru ini, Bandong telah menjadi kota penting dan lebih
utama dibandingkan dengan Baybang. Akan tetapi kota Tjiandjoer menjadi kota
utama di Preanger. Hal ini karena Tjiandjoer adalah ibukota (hoofdplaats)
Preanger Regentschappen. Yang terbilang baru dalam Peta 1840 ini, jalan pos
trans-Java ruas Baybang-Sumadang telah bergeser ke arah selatan (dari area yang
lebih tinggi ke area yang lebih rendah) dengan titik belok di Tjimahie,
Sementara itu, Bandoeng sebagai nama tempat yang awalnya berada di selatan
(pertemuan sungai Tjikapoendoeng dengan sungai Tjitaroem) sudah berada di jalan
pos trans-Java yang baru. Nama Bandong sebagai nama tempat yang dulu telah
berganti nama menjadi Bandoeng Kolot (juga disebut Dayeuh Kolot). Peta Java
1840..
Pemindahan tempat tinggal Bupati dari
Bandoeng (lama) atau Dayejuh Kolot ke Bandoeng (baru) tempat controleur
dikaitkan dengan sistem budidaya kopi
(koffiestelsel). Budidaya kopi ini dimulai pada tahun 1830 setehaun
setelah controleur ditempatkan di abdnoeng tahun 1829 yang beribukota di
Bandoeng (baru). Setelah beberapa tahun dari penanaman kopi mulai menghasilkan
dan puncaknya tahun 1845 dan kemudian menurun pada tahun 1850 (lihat De
Koffiecultuur op Java, 1911). Pada saat puncak kopi ini kantor bupati baru
dibangun di Bandoeng (baru) dekat kantor controleur. Sejak tahun 1846 Bupati
secara resmi masuk dalam pemerintahan Hindia Belanda dan pindah ke Bandoeng
(baru) dan menempati kantor/rumah baru. Dari sinilah muncul istilah Istana Baru
(Astana Anyar) yang kemudian menjadi nama lingkugan Astana Anyar.
Selang
20 tahun terakhir (Peta 1818 dan Peta 1840) di Preanger sudah banyak berubah.
Hal ini dimulai penempatan controleur di Bandoeng sejak 1829. Pada tahun inilah
kota Bandung yang sekarang mulai terbentuk. Setelah beberapa tahun kemudian
Bupati Bandoeng yang awalnya berada di Bandoeng Kolot (Dajeuh Kolot) secara
permanen pindah ke Bandoeng Baroe (tempat dimana controleur berada). Bupati
Bandoeng sebagai bagian dari pemerintah Hindia Belanda secara resmi akan
dimulai pada tahun 1846. Meski Bupati belum pindah dari tempat yang lama
(Bandoeng Kolot) tetapi Controleur sudah eksis (Bandoeng Baroe), informasi
dalam Peta 1840 sudah merelokasi nama Bandoeng sebagai nama tempat: Bandoeng
(lama) sebagai Dajeuh Kolot dan Bandoeng (baroe) sebagai ibukota regenschap
(Kabupaten) Bandoeng yang baru. Hal yang lebih penting lagi, di dalam Peta 1840
terutama di daerah selatan, jalan-jalan baru telah terbentuk terutama yang
menghubungkan antara satu tempat dengan tempat yang lain. Hal ini dikaitkan
dengan pengembangan wilayah perkebunan (yang awalnya terkonsentrasi di sekitar
jalan pos trans-Java utamanya di Radjamandala dan Odjoengbrong. Catatan:
perkebunan di Radjamandala adalah perluasan dari Tjiandjoer/Buitenzorg;
perkebunan di Odjoeng brong adalah perluasan dari Sumadang/Tjirebon. Pada tahap
berikutnya perkembunan akan sangat intensif antara Radjamandala dan
Odjoengbrong baik ke utara (hingga Tangkoebanprahoe) maupun ke selatan (hingga
Malabar).
Bupati Bandoeng mendapat istana baru (astana
anyar) tentu saja tidak gratis (dalam bahasa Belanda ‘tidak ada makan siang
gratis’). Pembuatan istana (kantor/rumah Bupati) tidak murah. Ini di satu sisi
sepintas seakan pemberian hadiah tetapi di sisi lain, pengeluaran itu semua
sudah diperhitungkan dengan potensi penerimaan yang akan diterima oleh
Pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah mengekspektasi produksi akan terus
meningkat (dengan harga yang terus meningkat) maka penerimaan akan meningkat.
Penerimaan ini terus membengkak, karena di satu sisi Bupati harus bekerja keras
untuk mencapai target produksi pada level tertentu dan di sisi lain karena upah
yang rendah dan tidak naik. Jika terjadi pemberontakan itu manjadi urusan
Bupati. Jadi Bupati dalam posisi ‘digantung’: sudah mendapat hadiah tetapi ikut
menyengsarakan penduduk (De locomotief: Samarangsch handels- en
advertentie-blad, 31-07-1867). Itulah praktek tanam paksa di Bandung dan
Preanger.
Apa
yang terjadi di Bandung dan Preanger terulang kemudian di Angkola dan
Mandailing. Prosesnya sangat mirip. Pada tahun 1839 semua pimpinan local di
afdeeling Mandailing dan Angkola tentang budidaya kopi. Pada tahun 1840
dibentuk pemerintahan dimana di Panjaboengan ditempatkan Asisten Residen dan
controleur masing-masing di Angkola dan Pakantan. Untuk memulai budidaya kopi (stelsel). Pada
tahun 1843 terjadi pemberontakan sebagian penduduk (dan melakukan eksodus) dan
Edward Douwes Dekker, Controleur menjadi tempat mengadu lalu Edward mengavokasi
masyarakat (karena itu Edward dipecat Gubernur Jenderal). Meski begitu tanam
paksa kopi terus berlangsung dibawah kontrak-kontrak yang dilakukan para
pemimpin lokal dengan pemerintah.
Dalam perkembangan lebih lanjut, ternyata
produksi kopi memuaskan dan harga kopi Mandailing dan kopi Angkola terus
meningkat di pasar dunia. Pemerintah tidak memberi imbalan berupa istana bagi
para pemimpin (karena system pemerintahan adat berbeda dengan di Jawa dan di
Preanger). Pemerintah pada tahun 1854 mengirim dua siswa satu dari Angkola dan
satu orang dari Mandailing untuk studi kedokteran di Batavia. Kemudian, pada
tahun 1857 pemerintah mengabulkan permintaan beasiswa untuk Willem Iskander
yang sudah berada studi keguruan di Belanda. Ini juga tidak gratis, ada
dialektika. Pengeluaran pemerintah untuk sekolah kedokteran dan sekolah
keguruan untuk putra-putra Mandailing en Angkola diperhitungkan dari potensi
ekonomi kopi yang terus membaik di Mandailing dan Angkola.
Peta Wilayah di Sumatra
Peta Sumatra's Westkust 1930 |
Peta Tapanoeli 1852 |
Oleh karena itu dapat dipahami pembuatan peta
Sumatra’s Westkust (awalnya masih termasuk wilayah Tapanoeli) dan peta
Tapanoeli (Mandailing en Angkola, Natal, Sibolga dan Baros) karena memiliki
sumberdaya alam yang potensial dan kepadatan penduduk yang tinggi. Komoditi
utama yang tengah berkembang adalah kopi (ekspor).
Padang Sidempuan, Peta 1852 |
Jalan pos trans-Sumatra (ruas Sumatra’s
Westkust plus Tapanoeli) dilakukan secara bertahap yang mana media waktu pada
tahun 1851. Sedangkan jalan pos trans-Java secara simultan dilakukan di Jawa
(mulai dari Anjer hingga Panaroekan) pada tahun 1811 (diundangkan pada tahun
1810). Ini berarti ada perbedaan waktu selama 40 tahun. Di Preanger secara
resmi pemerintahan dibentuk pada tahun 1811 (surat keputusan Gubernur Jenderal)
dengan menempatkan asisten residen di Tjiandjoer. Di Mandailing en Ankola (masih
menjadi bagian dari Sumatra’s Weestkut) pemerintahan secara resmi dibentuk pada
tahun 1840 (surat keputusan Gubernur Jenderal) dengan menempatkan asisten
residen di Panjaboengan. Controleur ditempatkan di Bandoeng tahun 1829;
controleur ditempatkan di Padang Sidempuan tahun 1840. Oleh karena kota Padang
Sidempuan dan kota Bandoeng dibangun ditempat yang baru (dengan mengadopsi nama
kampong lama) maka dua kota ini memulai sesuatunya hanya berbeda waktu selama
11 tahun. Dengan kata lain, dua kota (baru) ini dapat dianggap sebagai dua kota
yang pada fase awal tumbuh dan berkembang pada waktu yang relative bersamaan.
Kesamaan lain kedua kota ini adalah sama-sama pusat perekonomian kopi.
Pada saat Medan masih kampung, Padang Sidempuan sudah kota |
Artikel-artikel sejarah ini adalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Oleh karenanya artikel-artikel Sejarah Padang Sidempuan (juga sejarah Natal, sejarah Mandailing, sejarah Angkola, sejarah Padang Lawas, sejarah Sipirok dan sejarah Batangroru), Sejarah Tapanoeli dan Sejarah Medan lalu Sejarah Jakarta, Sejarah Bogor dan kini Sejarah Bandung (yang akan ditulis kemudian sejarah Semarang dan sejarah Soerabaya) adalah ‘by product’ dari studi yang tengah saya lakukan. Saya bukan ahli sejarah, saya adalah ekonom tetapi membutuhkan aspek sejarah dalam studi yang tengah saya lakukan. Meski ini adalah catatan pinggir atau produk sampingan namun saya rasa telah sedikit banyak mengoreksi sejarah yang ditulis di kota-kota tersebut, termasuk koreksi terhadap Sejarah Bandung.
Peta
Kota di Jawa dan Sumatra
Sudah
barang tentu, peta kota yang pertama dibuat dan dipublis adalah peta kota
Batavia. Bahkan peta kota Batavia sudah jauh berkembang sejak era VOC. Pada
saat Pemerintahan Hindia Belanda (1800) peta kota Batavia sudah detail untuk
area Weltevreden dan Meester Cornelis. Ibukota juga sudah pindah dari Batavia
(lama) dekat pantai ke Batavia (baru) di Konings Plein (lapangan Monas yang
sekarang). Istana Gubernur Jenderal menghadap ke utara.
Peta Buitenzorg, 1880 |
Pada era Inggris (1811-1816) tidak ada peta
kota Batavia. Ibukota justru dipindah ke Buitenzorg (Bogor). Peta kota
Buitenzorg belum ada hingga berakhirnya era Inggris. Demikian juga peta kota
Buitenzorg belum dibuat. Peta kota Buitenzorg yang dapat ditemukan adalah peta
yang dibuat tahun 1880. Peta ini sudah sangat lengkap dalam tiga area: Paledang
(Eropa), Babakan Pasar (Tionghoa) dan Bondongan (pribumi). Di tengah kota sudah
terpetakan kebun raya namun baru sampai batas sungai Tjiliwong.
Peta Padang Sidempuan, 1880 |
Pada
saat peta Kota Buitenzorg terbit tahun 1880, Peta Kota Bandung belum ada.
Demikian juga Kota Padang belum ada. Justru peta Kota Padang Sidempuan lebih
dahulu dibuat dari Kota Padang maupun Kota Bandung. Peta Kota Padang Sidempuan
dibuat danditerbitkan pada tahun 1880. Tahun penerbitan peta Kota Padang
Sidempuan bersamaan dengan tahun penerbitan kota Buitenzorg. Mengapa demikian
tidak ditemukan penjelasan. Kota Padang Sidempuan menjadi ibukota afdeeling
Mandailing en Angkola sejak 1870 (dipindahkan dari Panjaboengan).
Dalam perkembangannya, ibukota Residenti
Tapanoeli kemudian dipindahkan dari Sibolga ke Padang Sidempuan tahun 1885.
Boleh jadi persiapan pemindahan ibukota Residen Tapanoeli ke Padang Sidempuan
menjadi alasan yang kuat mengapa peta Kota Padang Sidempuan sudah ada pada
tahun 1880. Pada saat yang bersamaan dalam pembuatan peta Kota Padang Sidempuan
dibangunan jembatan Batangtoru (antara Sibolga dan Padang Sidempuan). Jembatan
ini mulai dikerjakan tahun 1879 dan selesai 1883 yang panjangnya lebih daeri
100 meter (jembatan terpanjang di Hindia Belanda, suatu kebanggaan Pemerinatah
Hindia Belanda di Batavia). Kota Padang Sidempuan sebagai ibukota residentie
tidak lama (dua tahun) dan kembali lagi ke Sibolga.
Peta Kota Padang 1889 |
Kota
Padang yang merupakan ibukota Province Sumatra’s Westkust baru memiliki peta
detail kota tahun 1889. Pada tahun 1879 sketsa kota Padang sudah ada namun
masih bagian (yang menyatu) dari peta keseluruhan Sumatra’s Westkust. Sketsa
kota tersebut tidak begitu detail sehingga tidak dapat dikatan sebagai peta
resmi Kota Padang. Dalam peta Kota Padang 1889 detailnya sudah menyerupai peta
Kota Padang Sidempuan yang sudah dibuat dan diterbitkan tahun 1880.
Kota
Semarang di Midden Java, peta kota sudah ada sejak lama dan diterbitkan pada
tahun 1875. Kota Semarang adalah kota utama di pantai utara Jawa setelah
Batavia. Permasalahan kota Semarang kurang lebih sama dengan kota Batavia yakni
memiliki topografi yang rendah dan dialiri sungai Semarang yang kerap banjir.
Sebagaimana di kota Batavia di masa lampau di bangun kanal-kanal, di Semarang
juga dibuat kanal-kanal. Setelah ibukota Batavia (di Casteel Batavia) menjadi
kering lalu menyatu dengan daratan, hal ini juga mirip dengan di Semarang,
casteel kemudian menyatu dengan daratan. Peta Semarang 1875.
Peta Semarang 1875 |
Sketsa Casteel di Semarang sudah teridentifikasi
pada tahun 1726 (era VOC). Di dalam peta Kota Semarang tahun 1875, area casteel
ini sudah menjadi kota tua sebagaimana sebelumnya casteel Batavia sudah menjadi
kota tua dalam Peta Batavia.
Kota
Surabaya sudah memiliki peta awal pada tahun 1867. Peta ini kemudian dibuat
lebih detail pada peta Kota Surabaya terbitan tahun 1880. Kota Batavia, Kota
Semarang dan Kota Soerabaja terbilang kota-kota yang sudah berkembang sejak
lama. Tiga pelabuhan besar ini merupakan pelabuhan utama di Hindia Belanda
sejak era VOC.
Peta Surabaja 1880 |
Hingga tahun 1880, secara teknis. Kota-kota
di Hindia Belanda yang sudah memiliki peta kota detail baru lima kota: Batavia,
Semarang, Soerabaja, Buitenzorg dan Padang Sidempuan. Di luar Kota Batavia, pada
tahun 1880 ukuran kota Semarang, Soerabaja, Buitenzorg dan Padang Sidempuan
kurang lebih sama. Bahkan kota Padang Sidempuan masih lebih luas jika
dibandingkan dengan kota Padang. Pada tahun 1880, Kota Medan baru mulai menata
kota sejak 1879 Medan dijadikan sebagai ibukota afdeeling Deli (tempat dimana
asisten residen ditempatkan, sebelumnya di Labuhan Deli). Bahkan ketika Medan
masih kampong, Padang Sidempuan sudah menjadi kota.
Peta
Kota Bandung
Peta Bandung 1905 |
Sketsa Kota Bandung 1920 |
Tunggu deskripsi lebih lengkap
maaf izin bertanya penulis mendapatkan foto2 peta lama ini dari mana ya? bisa tolong tuliskan sumbernya? terima kasih
BalasHapusSemuanya dari internet asal rajin saja mengumpulkannya. Untuk navigasinya, ketik saja kaart bandoeng. Pasti muncul semua.
HapusSy membaca banyak sekali postingan di blog ini dan merasa sangat terbantu untuk lebih mengenal Bandung. Semoga kelak menjadi buku
BalasHapusMohon maaf, mengenai Astana Anyar, anda ini sumbernya dari mana ini? Astana dalam bahasa sunda artinya kuburan, bukan istana, jadi astana anyar artinya pekuburan baru.
BalasHapusMungkin ada benar, tetapi mungkin anda bisa salah. Memang betul astana dalam bahasa Sunda adalah makam, sedangkan bahasa Melayu astana adalah istana. Oleh karena saya tidak menemukan bukti bahwa kawasan itu sebagai kawasan pemakaman (melainkan di kawasan Tjitjendo), yang justru di kawasan yang disebut Astana Anjar adalah bangun baru, mungkin satu-satunya yakni kantor/rumah bupati Bandoeng yang direlokasi dari Dajeuh Kolot, ke seberang jalan dimana sudah dibangun kantor pemerintah Hindia Belanda (rumah/kantor Controleur district Bandoeng pada tahun 1840an). Kantor/rumah Bupati (sebagai istana Bupati Bandoeng) dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda. Perlu diperhatikan jalan trans Java melalui rumah Controleur dan rumah Bupati adalah jalan baru yang dibangun baru di eks rawa-rawa di daerah aliran sungai Tjikapoendoeng. Demikian.
Hapus