Semua orang Belanda boleh jadi ingat nama Bandung. Bahkan para veteran Belanda sangat merindukan Kota Bandung. Hemat kata: ‘orang-orang Belanda selalu membicarakan Bandung. Akan tetapi dari mereka semua hanya satu orang yang mengabadikannya dalam bentuk novel, yakni F. Springer. Novel karya kelahiran Batavia 1932 ini diberi judul: ‘Bandung, Bandung’. Karya ini terbit tahun 1993 yang masuk nominasi AKO Literatuur Prijs (Nederlands dagblad : gereformeerd gezinsblad / hoofdred. P. Jongeling ... [et al.], 25-10-1994). AKO Literatuur Prijs adalah Hadiah Sastra bergengsi di Belanda).
De Telegraaf, 16-04-1993 |
Novel
yang berbau nostalgia ini digarap dengan bahasa apa adanya, Namun sangat
menyentuh, karena penulisnya yang bernama asli Carel Jan Schneider mengalami
hidup di negeri tropis termasuk di Bandung bahkan ikut dimasukkan ke dalam kamp
konsentrasi Jepang. F. Springer adalah nama samaran karena ia adalah seorang
diplomat yang di waktu luangnya menulis buku fiksi. Karya fenomenal ‘Bandung,
Bandung’ boleh dikata merupakan hasil karya terbaik Carel Jan Schneider alias F.
Springer (De Telegraaf, 16-04-1993).
Judu karya F. Springer sangat simple, pengulangan nama
kota Bandung. Ini mengindikasikan bahwa Bandung ya Bandung. F. Springer seakan ingin membatasi ruang
imajinasi pembaca hanya tertuju ke Bandung, tetapi dengan pengulangan nama (dibaca
dua kali) dapat dianggap sebagai hal yang tersirat Bandung sebagai nama yang
sangat special dan begitu penting.
Wali
Kota Bandoeang (1928-1933) Ir. JEA von Wolzogen Kuehr pernah secara simbolis mengatakan
Bandung adalah surga, bagi orang-orang yang berada di luar surga, lantas
mengapa harus kembali ke Eropa. Arti simbolik ini muncul karena orang-orang
Belanda yang telah pension (dan kaya) umumnya kembali ke Eropa. Kuehr sendiri
bahkan adalah orang Jerman. Orang Jerman yang lain yang sangat mencintai
Bandung adalah Franz Wilhelm Junghuhn yang menemukan Bandung (1860an) sebagai
wilayah yang sesuai untuk perkebunan kina dan teh. Makam Junghuhn berada di
Lembang.
F. Springer telah menunaikan sebagian himbauan JEA von
Wolzogen Kuehr, meski dalam wujud judul novelnya ‘Bandung, Bandung’. Yang lebih
penting, dengan terbitnya novel berjudul ‘Bandung-Bandung’ ketika ditayangkan
di tv yang dapat di seluruh Belanda (1994), orang Belanda seakan ingat kembali
nama Bandung. Iya, betul: Bandung, Bandung. Bandoeng vooruit, Mooi Bandoeng.
*Dikomilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar