Laman

Senin, 23 Desember 2019

Sejarah Jakarta (66): Jalan Lautze, Doeloe Namanya Chinese Kerkweg (Jln Klenteng); Siapa Lautze, Mengapa Ada Masjid Lautze


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Di Jakarta ada namanya jalan Luutze. Nama jalan ini unik karena tidak ada di kota lain. Nama Lautze ditabalkan sebagai nama jalan untuk menggantikan Chinese Kerkweg terjadi pada tahun 1950 (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 17-10-1950). Ruas jalan Lautze ini berada di antara jalan Taman Sari dan jalan Kartini di Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat.

Java-bode, 17-10-1950
Di Bandung ada namanya jalan Pasteur, tidak ada di tempat lain. Di Medan ada jalan Multatuli. Di Surabaya, di Semarang dan di Jogjakarta tidak ada nama siapa-siapa. Ini menunjukkan setiap kota memiliki caranya sendiri-sendiri memandang sejarah masa lampaunya dan sadar menabalkan nama jalan untuk memberi inspirasi ke masa depan. Di Semarang dan Soerabaua nama-nama jalan berbau Belanda dan Cina telah dihapus. Di Jogjakarta tidak ada yang dihapus karena dari doeloe memang tidak ada yang berbau Belanda dan Cina.

Apa hebatnya Lautze sehingga harus ditabalkan menjadi nama jalan menggantikan Chinese Kerkweg? Itu die pertanyaannya. Lantas siapa Lautze? Satu yang terpenting pada masa ini di jalan Lautze terdapat masjid Tionghoa yang diberi nama masjid Lautze. Masjid ini unik karena berbau Tionghoa. Nah, utuk menghindari gagal paham, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Jalan Lautze dan Nama Masjid Lautze

Pasca pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, tepatnya setelah RIS dibubarkan dan kembali ke negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tanggal 17 Agustus 1950, mulai dilakukan bersih-bersih. Sebanyak 120 nama jalan baru diumumkan untuk menggantikan nama jalan lama yang berbau kolonial. Dari tiga puluh pertama yang beritakan surat kabar, tiga diantaranya adalah Oranje Boulevard diubah sepenuhnya menjadi Djalan Diponegoro, Nassau Boulevard menjadi Djalan Imam Bondjol dan van Heutzboulevard menjadi Djalan Teuku Umar (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 10-10-1950). Pada publikasi 30 buah yang keempat terdapat nama jalan Lautze yang menggantikan Chinese Kerkweg (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 17-10-1950).

Bagaimana mekanisme penentuan dan siapa saja yang dilibatkan tidak diketahui secara jelas. Wali Kota Djakarta saat itu adalah Raden Soewirjo. Pada waktu yang sama juga dilakukan di berbagai kota seperti di Bandoeng, Semarang, Soerabaja dan Medan. Di Medan dibentuk komite yang terdiri dari tujuh orang yang lalu disahkan oleh Wali Kota dalam peraturan. Boleh jadi hal serupa ini yang dilakukan di Djakarta.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar