*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini
Sejarah Lombok tidak hanya sejarah kerajaan-kerajaan dan sejarah perang serta sejarah kehadiran penduduk Bali di (pulau) Lombok. Sejarah Lombok juga tidak terpisahkan dari sejarah pertanian, Apa pasal? Pulau Lombok adalah pulau yang subur. Mengapa? Terdapat sungai-sungai yang mengalir sepanjang tahun. Sebab apa? Danau Sagara di gunung Rinjani turut menambah debit air sungai-sungai. Ada lagi? Letusan gunung Rinjani menyebabkan penimbunan humus.
Sejarah Lombok tidak hanya sejarah kerajaan-kerajaan dan sejarah perang serta sejarah kehadiran penduduk Bali di (pulau) Lombok. Sejarah Lombok juga tidak terpisahkan dari sejarah pertanian, Apa pasal? Pulau Lombok adalah pulau yang subur. Mengapa? Terdapat sungai-sungai yang mengalir sepanjang tahun. Sebab apa? Danau Sagara di gunung Rinjani turut menambah debit air sungai-sungai. Ada lagi? Letusan gunung Rinjani menyebabkan penimbunan humus.
Banyak danau di atas
gunung, tetapi danau Sagara di gunung Rinjani mampu memberi perbedaan terhadap
sungai-sungai di Lombok. Danau Toba yang maha luas nyaris tak berkontribusi
pada pengairan sawah. Namun sungai Asahan yang berasal dari danau Toba dapat
dibendung untuk mebangkitkan turbin. Sungai dari danau Segara tidak
membangkitkan turbin, karena ke hilir enjadi sungai-sungai kecil. Meski
demikian tipologi sungai danau gunung di Lombok tetapi mampu membangkitkan
pertanian Lombok sangat luar biasa. Heinrich Zollinger yang pernah melakukan ekspedisi
botani dan geologi ke Lombok tahun 1847 terkejut karena banyak sawah yang tidak
kekurangan air di musim kemarau, karena sungai-sungainya terus mengalir.
Mengapa? Danau Sagara turut memberi kontribusi. Atas dasar itu membuat Heinrich
Zollinger memicunya untuk mendaki gunung Rinjani untuk membuktikannya.
Kearifan lokal juga turut melestarikan pertanian di
pulau Lombok. Kebiasaan menyimpan hasil panen di lumbung, ketika terjadi
letusan gunung Tambora tahun 1815, memang korban langsung tidak banyak (seperti
di Sumbawa) tetapi pertanian yang lumpuh hampir enam tahun di Lombok, lumbung
telah berkontribusi meminimalkan kematian dari bahaya kelaparan. Setelah humus
letusan gunung Tambora selama enam tahun menjadi pupuk, pertanian Lombok
bangkit kembali (hingga sekarang). Untuk menyiasati iklim, daerah-daerah yang
rentan musim kemarau, penduduk meningkatkan ketersediaan air dengan membangun
embung. Lumbung dan embung adalah istrumen survive penduduk Lombok yang pernah
mengalami stagnasi pertanian selama enam tahun tempo doeloe. Lumbung dan embung
adalah suatu kearifan lokal penduduk Lombok dari hasil belajar dari kesulitan
yang pernah ditimbulkan oleh alam.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Pertanian di Lombok dan Letusan Gunung Tambora
Satu perahu penduduk asli dari Bali Selaparang membawa
250 picol beras, 13 picol kulit kerbau, 40 picol kacang, satu picol kulit rusa,
15 picol sirip ikan, 14 picol ikan kering, 1 picol ikan merah, dan 2450 st. kerang
(lihat Javasche courant, 24-12-1845). Inilah salah satu gambaran produk yang
diekspor (dari pelabuhan Ampenan, Lombok) ke Batavia. Dua produk pertanian dari
pulau Lombok adalah beras dan kacang (tanah). Ini mengindikasikan bahwa pulau
Lombok surplus beras.
Pada
tahun 1847 Heinrich Zollinger kali
pertama melihat suburnya Tanah Sasak di Lombok, melihat sawah-sawah begitu luas
dan memiliki pengairan yang teratur di pedalaman Lombok. Dia membayangkan
penduduk Sasak sangatlah makmur. Ini ibarat seorang anak kota berkunjung ke
pedesaan melihat padi menguning bakal pemiliknya akan segera memiliki uang
banyak. Tapi si anak tidak begitu paham arti ijon di pedesaan. Persepsi Heinrich
Zollinger mulai berbeda dengan kesuburan Tanah Sasak ketika ia banyak melakukan
investigasi dari satu desa ke desa lainnya. Para petani memiliki banyak beban:
pajak tanah, pemotongan harga jual hasil dan upeti-upeti lainnya kepada radja
di Mataram. Kesuburan tanah tidak berbanding lurus dengan kemakmuran penduduk.
Lantas mengapa setiap penduduk membuat lumbung? Ini sepintas mengesankan bahwa penduduk
memiliki kelebihan beras. Ini tentu berbanding terbalik dengan pengamatan Heinrich
Zollinger bahwa pengusahaan sawah sepanjang tahun (dua kali setahun) karena
pengairan yang cukup tersedia yang didukung oleh danau Sagara di musim kemarau.
Jika perdagangan ekspor beras terjadi hingga jauh ke Batavia dari tanah yang
subur dan berpengairan yang baik sepanjang tahun, lalu mengapa penduduk yang
bertani (pemilik dan penggarap) membangun lumbung. Apakah ini suatu strategi
adaptasi penduduk untuk survive? Besar dugaan adanya lumbung-lumbung penduduk
bukan lambang kemakmuran tetapi untuk kebutuhan untuk berjaga-jaga (dari bahaya
kelaparan).
Menurut Heinrich
Zollinger penduduk Sasak di pulau Lombok sangat menderita ketika terjadi
bencana gunung Tambora meletus pada tahun 1815. Selama enam tahun pasca bencana
tanah tidak bisa ditanami.Produksi pertanian mati total. Tidak ada yang
membantu saat kekurangan pangan. Kematian penduduk terdapat dimana-mana dari
kelaparan. Menurut Heinrich Zollinger jika tidak ada lumbung, penduduk Sasak
akan lebih banyak lagi yang akan menemui kematian. Lumbung menjadi sarana
bertahan hidup dan prasarana untuk menghambat laju mortalitas.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Di Tanah Subur Juga Terjadi Kesulitan Hidup, Bagaikan Anak Ayam Mati di
Lumbung Padi
Tunggu deskripsi lengkapnya
Apakah bapak berkenan mengirimkan sumber referensi terkait artikel ini untuk pendalaman terkait peristiwa tersebut ke email saya ?
BalasHapusAlexandracarenina123@gmail.com