Laman

Senin, 13 September 2021

Sejarah Makassar (79): Bahasa-Bahasa di Teluk Tomini, Dialek Tialo dan Lauje; Sejarah Teluk Tomini dari Masa ke Masa

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Secara historis teluk Tomini lebih terbuka ke utara dan timur di Ternate. Pada awalnya wilayah teluk Tomini berada di bawah yurisdiksi Kerajaan Ternate, kerajaan yang wilayah yurisdiksinya mencapau teluk Kaili (teluk Donggala), Dalam perkembangannya pengaruh Kerajaan Ternate semakin berkurang pada era Pemerintah Hindia Belanda sehubungan dengan pembentukan Residentie Manado (pemekaran dari Residentie Ternate). Wilayah teluk Tomini kemudian menjadi tarik menarik antara pemerintahn yang berpusat di Manado dan pemerintahan yang berpusat di Makassar.

Teluk Tomini pada dasarnya mirip lingkaran besar dimana berbagai wilayah penduduk menghadap ke teluk. Wilayah teluk ini sangat terbuka dari utara dan timur. Dari wilayah utara melalui daratan sempit (semenanjung utara Sulawesi) dan dari wilayah timur melalui celah laut Maluku. Wilayah teluk ini merupakan wilayah navigasi pelayaran penduduk Minahasa, Bolaang, Gorontalo dan sebagainya. Di tengah teluk terdapat sejumlah pulau yang dihuni oleh orang Togian. Pada sisi barat teluk dihuni oleh penduduk Tomini. Penduduk Tomini berbahasa Tomini yang terbagi menjasdi dua dialek yaitu Tialo dan Lauje.

Lantas bagaimana sejarah bahasa-bahasa di teluk Tomini? Seperti disebut di atas berbagai wilayah etnik menghadap ke teluk Tomini. Namun bahasa yang terpenting di bagian dalam teluk adalah bahasa Tomini yang terdiri dari dialek Tialo dan dialek Lauje. Lalu bagaimana peran bahasa-bahasa teluk Tomini sejak masa lampau? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Bahasa-Bahasa di Teluk Tomini: Bahasa Tomini dan Bahasa Togian

Sebenarnya wilayah yurisdiksi Kerajaan Ternate sejak era VOC sudah banyak berkurang, namun pada era Pemerintah Hindia Belanda, wilayah yurisdiksi Kerajaan Ternate masih sangat luas, bahkan hingga teluk Tomini. Akibatnya, wilayah teluk Tomini kurang berkembang dan pengetahuan tentang dinamika di teluk Tominiu kurang terinformasikan. Pemerintah Hindia Belanda mulai memekarkan Residentie Ternate dengan membentuk Residentie Manado (lihat Bataviasche courant, 07-08-1824). Satu wilayah yang sudah agak berkembang di teluk Tomini adalah wilayah Gorontalo dan wilayah Minahasa bagian selatan (Kema dan sekitar). Perkembangan ini terutama sejak era VOC.

Sesungguhnya, wilayah perairan teluk Tomini sudah dikenal sejak lama, bahkan sejak era Portugis. Beberapa benteng Portugis sudah dibangun semenanjung utara Sulawesi seperti di Amoerang dan pantai utara Gorontalo. Dalam perkembangannya, pelaut-pelaut Portugis juga membangun benteng di sungai Bone (pantai selatan Gorontalo). Dua benteng ini terhubung melalui daratan. Pada Peta 1602 (peta yang disalin kembali oleh pelaut-pelaut Belanda), di teluk Tomini diidentifikasi beberapa kampong (negory). Negaro yang diidentifikasi secara khusus adalah Negory Tomini di suatu daerah aliran sungai. Negori lainnya adalah seperti Poso dan Gorontalo. Besar dugaan, keutamaan Negrory Tomini ini yang menjadi rujukan mengapa teluk diberi nama Tomini.

Pada era VOC pelaut-pelaut Belanda memanfaatkan benteng di sungai Bone tersebut. Sebagaimana diketahui setelah VOC berhasil mengusir Portugis di Maluku, menyusul orang-orang Spanyol diusir dari Manado pada tahun 1657 (dengan membangun benteng Amsterdam di muara sungai Tondano; kota Manado yang sekarang). Benteng di muara sungai Tondano dan di muara sungai Bone inilah yang menjadi basis perdagangan Belanda selama era VOC. Pedagang-pedagang VOC tidak memasuki wilayah teluk Tomoni lebih dalam, fungsi itu diperankan oleh pedagang-pedagang Gorontalo (pedagang-pedagang VOC lambat laun semakin kurang intens di teluk Tomini)..  

Tunggu deskripsi lengkapnya

Bahasa Tomini: Dialek Tialo dan Lauje

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar