*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini
(Pulau)
Ujung Kulon di pantai barat Banten sudah sejak lama dikenal sebagai habitat
yang banyak populasi dari berbagai hewan. Keterangan ini dapat dibaca pada
laporan perjalanan seorang yang pernah mengunjunginya yang dimuat pada surat
kabar Leydse courant, 05-01-1824. Disebutnya satu-satunya kampong terdekat adalah
kampong Patoedja yang dihuni oleh sebanyak 150 orang penduduk. Dari kepala
kampong inilah sang penulis mendapatkan situasi dan kondisi di ‘habitat’
Oedjoengkoelon. Tidak pernah orang Eropa ke kawasan ini sebelumnya.
Nama Ujung Kulon sudah ada sejak lama. Pada
peta-peta Portugis diidentifikasi nama Jungculon. Namun jika melihat posisi GPS
Junculon pada peta-peta Portugis tersebut terletak di Jampang Kulon (Sukabumi)
yang sekarang. Ini sesuai dengan pendapat penulis yang disebut di atas.
Disebutnya dalam peta-peta lama tidak ada Ujung Kulon dan penduduk sendiri di
wilayah yang dikunjungi menjebut Ujung Kolon tersebut dengan nama Tandjoeng
Oede. Boleh jadi sebutan Ujung Kulon adalah sebutan orang-orang di pantai
selatan (di Jampang Kulon). Namun menurut penulis tersebut di dalam petanya
Tandjoeng Oede diidentifikasi sebagai Oedjoeng Koelon. Besar dugaan bahwa pulau
Ujung Kulon ini adalah wilayah terjauh dari orang-orang Jampang Kulon.
Sebagaimana diketahui Djampang Koelon adalah suatu kerajaan di pantai selatan
Jawa, yang paling dekat dengan (pulau) Ujung Kulon. Disebut pulau Ujung Kulon karena
dalam peta-peta Portugis pulau ini terpisah dari daratan, tetapi pada peta-peta
VOC pulau ini telah menyatu dengan daratan, Besar dugaan karena terjadinya
proses sedimentasi jangka panjang dan terbentuk rawa dan kemudian daratan
(semaca, jembatan). Pada peta-peta era Hindia Belanda dari waktu ke waktu
terkesan jembatan daratan ini semakin lebar. Akan tetapi pada peta-peta yang
lebih baru (pasca meletusnya gunung Karakatau) jembatan ini semakin sempit dan
diidentifikasi sebagai tanah basah (berawa). Besar dugaan tsunami yang terjadi pada
tahun 1883 (meletusnya gunung Karakatau) telah menggerus dari dua sisi jembatan
pulau ini sehingga menjadi lebih sempit lagi.
Bagaimana
pulau Ujung Kulon menyatu dengan daratan adalah salah satu hal. Bagaimana di
pulau menyatu dengan daratan terperangkapnya hewan-hewan besar dari daratan
seperti banteng, badak dan harimau adalah hal lain. Bagaimana harimau di Ujung
Kulon punah adalah hal lain lagi tetapi tampaknya Residen Bantam terlibat. Seperti
kata ahli sejarah
tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.