*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Siapa Loekman Djajadiningrat sudah diketahui, namun bagaimana narasi sejarah lengkapnya belum ada yang menulis. Loekman Djajadiningrat adalah salah satu tokoh sejarah, berangkat studi ke Belanda pada tahun 1911 dan pernah menjadi ketua Indische Vereeniging di Belanda. Putra Banten yang mengikuti langkah seniornya Hoesein Djajadingrat.
Lantas bagaimana sejarah Loekman Djajadiningrat? Seperti disebut di atas, Loeman Djajadiningrat berasal dari keluarga Banten yang melanjutkan studi ke Belanda dan pernah menjadi ketua Indische Vereeniging di Belanda. Lalu bagaimana sejarah Loekman Djajadiningrat? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Pahlawan Indonesia - Perjuangan Segenap Bangsa Menjadi Indonesia: Berdasar Daerah Menurut Masa
Setelah menyelesaikan sekolah dasar berbahasa Belanda (ELS) di Serang, Loekman Djajadiningrat melanjutkan sekolah menengah (HBS) ke Batavia. Pada tahun 1906 Loekman Djajadiningrat lulus ujian masuk di sekolah HBS Gymnasium Willem III School Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 07-05-1906). Disebutkan Raden Loekman lulus ujian di Serang. Yang sama-sama diterima berasal dari Batavia antara lain RM Garnida Soebrata, JJA Pattiwael, R Soeria Nata Amidjaja dan Djin Tjong Tjen; Tek Tjoen Tan, nona RA Juda, R Moehamad dan R Prawira di Nata dari Soekaboemi; HLE Tollens, FD Laurens dan PJ Eman dari Buitenzorg. Hanya mereka yang bernama non Eropa/Belanda.
Pada tahun 1909 Loekman Djajadiningrat lulus ujian transisi naik dari kelas tiga ke kelas empat (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 08-05-1909). Yang sama-sama lulus satu kelas antara lain Pattiwael, Lie Tek Goan dan Soebroto. Di bawah mereka yang lulus naik ke kelas tiga antara lain nona Juda dan Prawira di Nata.
Loekman Djajadiningrat lulus ujian akhir pada tahun 1911 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-06-1911). Ini mengindikasikan bahwa Loekman Djajadiningrat lancar dalam studi. Tampaknya hana Loekman Djajadiningrat yang lulus ujian akhir yang bernama non Eropa/Belanda. Loekman Djajadiningrat kemudian berangkat ke Belanda (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 09-08-1911). Disebutkan kapal ss Rembrandt berangkat dari Batavia tanggal 10 Agustus dengan tujuan akhir Nederland via Singapoera dan Sabang, diantaranya penumpang bernama Raden Loekman. Penumpang lainnya bernama non Eropa/Belanda antara lain SA Alatas, SO Alatas, Abdoellah Maboe Effendi, Oei Hoo Tjoe, Oei Kang Tjoa, Hoo Kang Ing, Lim Kim Gwan, JJA Pattiwael dan J Pattiwael.
Meski tampaknya sendiri, Loekman Djajadiningrat tidak menjadi soal dalam pelayaran ke Belanda. Di Belanda sudah ada saudaranya Hoesein Djajadingrat yang melanjutkan studi ke Belanda tahun 1904 segera setelag lulus HBS di G Willem III School Batavia. Hoesein Djajadingrat sudah lulus sarjana, sedang studi pada tingkat doktoral di Leiden. Di Belanda sendiri sudah ada organisasi mahasiswa prubumi yang didirikan. Pada tahun 1908 Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan mahasiswa senior menginisiasi pembentukan organisasi pribumi yang studi di Belanda dengan mengundang semua pribumi di Belanda untuk berkumpulkan di kediamannya di Leiden. Pada tanggal 25 Oktober dalam pertemuan disepakati organisasi dengan nama Indische Vereeniging yang mana secara aklamasi diangkat sebagai ketua Soetan Casajangan dan Raden Soemitro sebagai sekretaris. Dalam pertemuan yang dihadiri 15 orang ini juga dibentuk komite untuk menyusun statuta (AD/ART) yang terdiri dari Soetan Casajangan, Raden Soemitro, Hoesein Djajadiningrat dan Raden Sosro Kartono (abang dari RA Kartini).
Di Belanda, setelah lulus ujian masuk perguruan tinggi (semacam UMPTN pada masa kini), Raden Loekman Djajadiningrat diterima di Technische Hoogeschool di Delft. Raden Loekman Djajadiningra di Delft beralamat di Hertog Govertkade I van Hof (lihat Delftsche courant, 19-12-1914).
Di Delft sudah ada sejumlah pribumi yang studi. Selain yang di TH Delft juga ada yang di sekolah HBS. Yang kuliah di TH Delft antara lain Notodiningrat (lulusan HBS Batavia 1908); RM Soerjopoetro, R Soerjowinoto dan Raden Sarengat (lulusan HBS Semarang 1911) serta KJ Leatemia kelahiran Saparoea (siswa HBS Batavia yang melanjutkan studi ke HBS di Haarlem tahun 1907 dan diterima di Delft tahun 1910).
Pada akhir tahun 1915 ini yang terpilih menjadi ketua Indische Vereeniging adalah Loekman Djajadiningrat dengan sekretaris RM Soedjono. Dalam pertemuan tahunan Indische Vereeniging tahun 1915 (lihat Het vaderland, 06-12-1915) yang diadakan Sabtu yang lalu [tanggal 18] Raden Sarengat (pejabat kedua yang lama) membacakan laporan keuangan dan kemudian disetujui. Sebuah surat dari mantan ketua dibacakan. Dalam pertemuan ini juga mengusulkan pembuatan nisan atas meninggalnya rekan Raden Basoeki di Wageningen. RM Ambia menanyakan bagaimana kemajuan dan hasil yang dicapai pengurus dalam satu tahun terakhir. Dalam rapat ini Notodiningrat menanyakan kepada pengurus baru bagaimana sikap pengurus tentang penggunaan bahasa Belanda di sekolah-sekolah menengah, Namun tentang pertanyaan ini pengurus belum menjawab sepenuhnya.
Salah satu program yang akan dikerjakan oleh pengurus baru adalah pengurusan badan hukum organisasi. Pengurus baru juga telah mengagendakan penerbitan organ majalah dengan nama Hindia Poetra. Dalam edisisi pertama ada sejumlah konten yang menarik (lihat De nieuwe courant, 07-03-1916). Majalah ini meski dengan nama Hindia Poetra tetapi bahasa yang digunakan bahasa Belanda yang isinya ditujukan untuk orang Hindia (lihat Bredasche courant, 03-03-1916). Nama Hindia Poetra adalah nama yang belum lama ini populer di Hindia pada saat dimana di Bandoeng dibentuk Komite Boemi Poetra pada akhir tahun 1913 (lihat De Preanger-bode, 30-07-1913). Komite mi dihubungkan dengan pendirian partai Indische Partij yang terkenal dengan tiga penggagasnya EF Douwes Dekker, Dr Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat. Ketiganya kemudian diasingkan ke Belanda. Pada tahun 1914 atas permohonan Dr Tjipto karena alasan sakit dikabulkan kembali ke tanah air (lihat Het nieuws van den dag : kleine courant, 29-07-1914). EFE Douwes Dekker telah menetap di Geneva. Paling tidak keterangan ini diketahui pada pertengah Juni 1914 (lihat De Maasbode, 27-06-1914). Beberapa bulan kemudian diberitakan RM Soewardi Soerjaningrat lulus ujian saringan masuk untuk berpartisipasi untuk mendapatkan akte guru hulp acte (lihat Haagsche courant, 18-06-1915).
Ketua Indische Vereeniging telah berganti beberapa kali. Ketua yang pertama adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan (1908-1911) kemudian dilanjutkan oleh RM Notosoeroto (1911-1913. Sebelum kepungurusan yang sekarang, Indische Vereeniging dipimpin oleh Ratoelangi.
Algemeen Handelsblad, 16-04-1916: ‘Indische Vereeniging mengadakan pertemuan pada hari Jumat tanggal 14 di salah satu ruangan CafĂ© Riche yang mana Mr. Lekkerkerk, Inspektur Pendidikan Hindia Belanda yang sedang cuti memberikan ceramah tentang subjek Hindia untuk Hindia. Pertemuan itu dihadiri banyak anggota dan pihak luar. Lekkerkerk memulai dengan menyatakan bahwa slogan umum ‘Hindia untuk Orang Hndia’ yang secara umum diterima oleh orang Hindia tidak lengkap. Menurut pembicara Orang Hindia dipahami dan berarti semua orang di negara Insulirde tanpa perbedaan dalam agama, warna kulit, jenis kelamin, dll. Selanjutnya pembicara menjelaskan hal yang berurusan dengan berbagai masalah sosial di Hindia dengan membandingkan Hindia dengan kondisi yang sesuai di Eropa dan di negara muda Jepang di Asia sampai pada keyakinan bahwa seharusnya juga ada persamaan di Hindia, dan oleh karena itu posisi yang lebih tinggi di Hindia harus menyerahkan banyak hak istimewa dan hak istimewa mereka dan mendedikasikan upaya terbaik mereka untuk menghapuskan kelas pekerja. Adalah konyol bahwa orang-orang yang berpendidikan di Hindia menikmati gaji yang lebih tinggi daripada rekan-rekan mereka di negara lain, di Eropa, di Jepang, dll., sementara tani (petani) yang memproduksi dan pengrajin berpenghasilan jauh lebih sedikit daripada orang yang sesuai dari negara mana pun. Kita harus sudah mulai mengatur banyak masalah sosial, yang diperlukan untuk keadaan yang baik. Sehubungan dengan itu, pembicara menunjuk berbagai tugas, yang khususnya harus dipenuhi oleh intelektual pribumi terhadap negara dan orang-orang mereka, khususnya tugas untuk melakukan pengorbanan pribadi ketika mereka diberikan untuk kepentingan negara. Dengan meyakinkan menunjukkan betapa sedikit yang benar, betapa sementara sifatnya adalah popularitas dan diakhiri dengan kebangkitan kembali tenaga kerja yang tak kenal lelah dan dedikasi tanpa pamrih untuk melayani tanah air. Setelah pembicara (utama) beberapa dari mereka yang hadir secara berturu-turut Baron Van Hogendorp, Soewardi, Soerjo Poetro, Abendanon, Versteegh, De la Croix dan Loekman Djajadiningra bertukar gagasan (tanya jawab) dengan Lekkerkerk yang mengarah pada debat yang hidup dan instruktif, Ketua menutup pertemuan dengan ucapan terima kasih kepada pembicara malam ini dan kepada mereka yang hadir untuk kepentingan mereka sebelum melanjutkan ke pertemuan internal Indische Vereeniging
Pengurus lengkap Indische Vereeniging adalah Loekman Djajadiningrat sebagai ketua, RM Judjano sebagai sekretaris (lihat Dagblad van Zuid-Holland en 's-Gravenhage, 09-08-1916). Juga disebutkan sebagao bendahara adalah RM Tjokroadisoerjo, Dahlan Abdoellah sebagao arsiparis dan sebagai komisaris adalah Mohammad Johannis. Pada tahun 1917 kepungurusan Loekman Djajadiningrat berakhir. Sebagai ketua pengurus yang baru diangkat RM Notodiningrat.
Pada tahun 1918 ketua baru yang terpilih adalah R Goenawan Mangoenkoeosoemo (lihat Het vaderland, 26-11-1918).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Perjuangan Segenap Bangsa Menjadi Indonesia: Suku-Suku (Bangsa) Indonesia
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar