*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Sejarah Halal Bi(-Halal) belum terdapat pada lama Wikipedia. Namun sudah ada sejumlah tulisan mencoba mendeskripsikannya. Di satu sisi narasi sejarah Halal Bi Halal belum begitu lengkap dan di sisi lain isi narasi satu dengan yang lain berbeda. Okelah. Dalam konteks inilah artikel ini dtulis untuk memberi kontribusi dalam narasi sejarah Halal Bi Halal di Indonesia.
Lantas bagaimana sejarah halal bi halal di Indonesia? Nah, itu tadi. Seperti disebut di atas, acara halal bi halal baru populer pada dasawarsa-dasawarsa terakhir ini. Namun bagaimana hal dalam halal bi halal itu masa lampau tampaknya memerlukan penyelidikan tersendiri. Lalu bagaimana sejarah halal bi halal di Indonesia? Dalam hubungannya dengan minal aidin wal faizin ini, seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Pahlawan Indonesia - Acara Halal Bi Halal; Sejak Tempo Doeloe, Namanya Baru Dikenal Kemudian
Ada satu kegiatan yang berlangsung di Serang. Kegiatan itu dilakukan sehari setelah hari Lebaran (habis puasa). Bupati Serang menyelenggarakan pesta rakyat (lihat Javasche courant, 01-05-1828). Meski tidak disebutkan ada acara semacam halal bi halan pada masa kini, tetapi acara perayaan tersebut sudah barang tentu ada situasi dimana saling bermaaf-maafan dilakukan, karena masih suasana lebaran. Para pemimpin lokal dari berbagai daerah di sekitar afdeeling Serang turut berpartisipasi. Dalam kesempatan inilah diduga kuat para pemimpin lokal dapat bertemu dengan bupati untuk bersilaturrahmi (halal bihalal?).
Pada bulan puasa para pemimpin lokal telah menpublikasikan agenda acara itu. Setiap penduduk diminta datang pada acara karena ada kontes ternak terbaik, kuda, kerbau dan kambing yang paling sehat, besar dan indah yang diadakan di alun-alun kota Serang. Para pemimpin lokal sendiri yang datang berpartisipasi dengan pakaian kebesarannya. Para pejabat Eropa juga ikut menhadiri. Para pemenang kontes diberi hadiah kepada pemilik ternaik terindah dan terberat dan setelah itu ternah-ternak dilelang atau diperjualbelikan. Penduduk juga dapat menikmati berbagai penampilan seni.
Kegiatan selepas bulan puasa (pada saat hari-hari lebaran) tampaknya umum dilakukan. Suatu laporan menyatakan itu yang dimuat dalam Stemmen voor waarheid en vrede, 1888 [volgno 2]. Disebutkan bahwa pada bulan puasa tidak perlu mengadakan sekolah dan tidak ada sidang dewan pertanahan (landraad), bahwa pada akhir bulan puasa (Lebaran) para kepala pemerintah daerah Eropa dan pejabatnya mengunjungi Bupati untuk mengucapkan selamat kepada penduduk di hari lebaran.
Soerabaijasch handelsblad, 06-06-1889: ‘Pada perayaan tahun baru pribumi, atau lebih tepatnya Lebaran Puasa, acara adat akan dilakukan pada pagi hari, sebagai pertemuan resmi di dalem (kraton) bupati untuk memberi selamat kepada pejabat pribumi ini pada akhir bulan puasa. Bataviaasch nieuwsblad, 17-06-1889: ‘Di Bandoeng, bupati akan datang ke kantor residen untuk memberikan hadiah yang disaksikan di hadapan ribuan penduduk pribumi yang sudah menunggu untuk menikmati sebagai tontonan, dan betapa baiknya dia terhadap perwakilan Pemerintah yang mengangkat dia. Berdiri di depan residen, bupati menyapa dengan anggun, memberitahu Residen bahwa Poeasa sudah berakhir, dan kemudian Residen mengatakan bahwa dia akan segera pergi ke kediaman bupati untuk mengucapkan selamat kepadanya dan kepala penduduknya. Beberapa saat kemudian bupati mempersiapkan segala sesuatunya di dalem agar bisa menerima residen dengan hormat. Warga pun sudah berbondong-bondong kembali ke alon alon untuk melihat arak-arakan Residen masuk. Semua orang duduk di kendaraannya dan disana kemacetan lalu lintas menjalar ke jalan menuju dalem, dimana penduduk ikut menonton. Seperti yang bisa dipahami siapa pun, tuan rumah menunggu tamunya untuk menerima dan menyapa mereka. Residen memasuki aula kosong, diikuti oleh kenalan, yang berbaris di tengah dan di ujungnya. Kemudian bupati terlebih dahulu masuk (di rumahnya sendiri) dan menempatkan dirinya di seberang Residen turut serta dalam tradisi’.
Jelas dalam hal ini bahwa acara pada hari selepas puasa (hari Lebaran) adalah suatu kegiatan rutin dan menyeluruh, paling tidak di wilayah Jawa (dari Serang hingga Soerabaja). Para bupati terpenting dalam acara silaturrahmi pada hari Lebaran. Dalam berbagai laporan seperti yang dikutip di atas tidak terinformasikan apakah nama kegiatannya (halal bi halal?). Namun melihat kegiatan apa yang dilakukan menggambarkan kegiatan halal bi halal pada masa kini.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Acara Halal Bi Halal: Sejak Tempo Doeloe hingga Ini Hari
Kegiatan silaturrahmi selepas puasa (pada hari Lebaran) diketahui sudah berlangsung sejak lama, lalu apa nama kegiatan itu tidak terinformasikan. Pada masa ini kegiatan serupa itu disebut acara halal bi halal. Lantas sejak kapan nama halal bi halal muncul?
Mengutip dari laman Tempo.co, disebutkan Melansir dari repository.radenintan.ac.id, Halalbihalal berasal dari bahasa Arab, yaitu Halla atau Halala. Kata tersebut memiliki banyak makna, mulai dari penyelesaian kesulitan, mencairkan yang beku, hingga melepas ikatan yang membelenggu. Tradisi ini sejatinya bukan berasal dari Mekkah dan Madinah, melainkan asli dari Indonesia. Sejarah pelaksanaan Halalbihalal memiliki beragam versi. Konon, tradisi Halalbihalal dimulai sejak zaman Mangkunegaran I atau yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Sambernyawa. Kala itu, selepas Salat Idul Fitri, Pangeran Sambernyawa mengadakan pertemuan antara raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Dalam pertemuan tersebut, raja dan para punggawa atau prajurit saling bersungkem satu sama lain, yang dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada yang lebih tua. Sumber lain juga menyatakan bahwa tradisi Halalbihalal berawal saat masa revolusi kemerdekaan. Pada Ramadan 1946, Soekarno menggelar pertemuan dengan seluruh komponen resolusi. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar Lebaran menjadi ajang saling memaafkan dan menerima keragaman Indonesia dalam bingkai persatuan dan kesatuan. Kemudian, Soekarno akhirnya menyetujui diadakannya kegiatan Halalbihalal sebagai perekat hubungan silaturahmi tingkat nasional yang dihadiri oleh tokoh dan elemen bangsa. Sejak saat itu, tradisi Halalbihalal semakin marak dan dilestarikan masyarakat Indonesia sebagai media merekatkan persaudaraan antara sesama, baik dengan keluarga, tetangga, rekan kerja, dan umat beragama.
Kegiatan silaturrahmi yang disebut Halal bi Halal tersebut tidak diketahui secara pasti kapan mulai digunakan. Yang jelas acara serupa ini dalam surat kabar/majalah di masa-masa lalu tidak/belum disebut halal bi halal. Secara eksplisit nama acara disebut halal bi halal, paling tidak diberitakan pada tahun 1935.
Tampaknya kegiatan silaturrahmi yang telah disebut acara halal bi halal juga telah diikuti di lingkungan (kraton) Mangkoenagaraan (lihat De banier van waarheid en recht, 25-05-1935). Oleh karena acara halal bi halal juga (kini) telah diadopsi di lingkungan kraton, selama ini hanya lazim dilakukan di tingkat bupati, telah memicu pihak (keluarga katon) mengkomunikasikan ke pihak luar (pers) Eropa/Belanda yang ditulis oleh istri Noto Soeroto, seorang Belanda dengan judul De Ceremonie van de Halal Bihalal in de Mangkoenegaraan.
Apa hal yang paling menarik tentang suasana pertemuan semacam itu, bahkan jika itu dilakukan lingkungan kraton? Tidak boleh dilupakan oleh pengunjung pesta yang jeli bahwa ada jarak dalam dari semua orang bebas yang lahiriah. Jalankan wacana bebas dan tidak dipaksakan antara pangeran dan kesatuan pejabat yang lebih rendah, meskipun dia mungkin sangat menghormatinya, kepala orang-orang dengan gengsi dan otoritas hampir tidak dapat dibayangkan seperempat abad yang lalu. Tetapi orang juga dapat mengatakan sebaliknya: ada kebebasan batin meskipun segala bentuk perbudakan, karena dapat dipastikan bahwa pejabat yang lebih rendah, yang berdiri disana dengan sangat benar dan penuh hormat terhadap pangerannya, benar-benar bebas dalam ekspresinya. Yang Mulia Pangeran Mangkoe Nagoro VII memiliki kemampuan untuk mendengarkan pendapat orang lain, jika itu sangat berbeda dari pendapatnya sendiri, dengan kesabaran dan perhatian, agar dapat mengubah atau memperdalam wawasannya sendiri dalam pemerintahnya telah memberitahukan kepada Pangeran Mangkoe Nagoro ini bahwa para pejabat harus meninggalkan hierarki yang biasa jika mereka ingin memajukan keinginan atau kepentingan khusus; disisi lain, rakyat sederhana, yang dalam arti hierarkis sangat jauh dari raja, diizinkan dalam kasus seperti itu untuk langsung beralih ke Self-Governor. Penulis telah dua kali secara pribadi menghadiri pertemuan antara pangeran dan orang banyak. Sungguh langkah yang jenius untuk membuat pegawai negeri tetap terjaga sepanjang waktu dan membuat mereka sibuk. ingat bahwa mereka ada untuk orang-orang dan bukan sebaliknya! Dalam hal ini, Yang Mulia Pangeran Mangkoenegaraan dinyatakan hadir dalam pertemuanseremonial ini. Kadang-kadang ada pembicaraan tentang pengenalan elemen demokrasi yang diperlukan dalam pemerintahan kerajaan. Namun, jika 'demokrasi* bersama kita tidak hanya sekedar pincang tanpa makna praktis, jika istilah itu tampaknya tidak hanya memiliki bentuk yang indah tetapi tanpa isi, maka semua rencana demokratisasi harus didahului dengan pembenahan dalam diri kita. dan melalui mereka/pelarian dalam berkultivasi, dalam diri kita sendiri. dari disposisi demokratis dari sikap penuh kasih dan penuh terhadap rakyat. Dalam doktrin mistik Java dikenal istilah Kawoelo Goesti [letter lijk. „dienaar Heer"). Pelayan adalah konsep yang banyak digunakan tetapi sedikit dipikirkan, apalagi sopan. Yang dimaksud dengan kesatuan adalah hubungan mistik antara Tuhan dan manusia atau antara Tihan dan hambanya. Konsep kesatuan ini, yang dipindahkan ke rencana politik dan sosial, adalah desideratum yang saya sebut aristo-demokrasi dan tentangnya orang-orang mengangkat bahu pada saat itu. Pangeran (Radja) dan orang-orang paling dalam rasa yang satu! Ini mungkin!, hubungan antara pangeran dan orang-orang di Mcngkunagaran memberikan bukti pembelajaran untuk ini. Solo, 14 Januari 1935.
Boleh jadi istri Notosoeroto, seorang Belanda ingin menunjukkan kepada orang-orang Belanda di Belanda bahwa ‘begini loh!’ suasana di kerajaan pada saar hari lebaram. Ada aristo-democratie. Lalu apakah hal serupa itu tidak ditemukan di lingkungan kerajaan Belanda sendiri? Disinilah menariknya isi tulisan itu, dan boleh jadi, kegiatan halal bihalal itulah yang membuat istri Notoseoeroto tertarik untuk menulisnya dan mengirimkannnya ke surat kabar De Banier di Belanda.
Dari tulisan istri Notosoeroto tersebut ada indikasi bahwa kegiatan halal bihalal ini di lingkungan kraton sudah beralangsung sejak seperempat abad ini (kira-kira sejak tahun tahun 1910). Boleh jadi ini terbilang baru di lingkungan kratom (Mangkoenegaraan) jika dibandingkan kegiatan serupa yang telah lama dipralktekkan oleh pada bupati. Sebagaimana diketahui, Notosoeroto adalah putra dari Notodirodjo dari Pakoelaman yang berangkat studi ke Belanda pada tahun 1906 (pernah menjadi ketua Indische Vereeniging di Belanda 1911-1913).
Acara silaturrahmi habis puasa (hari Lebaran) yang disebut Halal Bihalal tentu saja mulai dipahami umum, dalam arti tidak hanya terbatas di dalam komunitas Islam. Ada arti sombolik dalam acara itu, yang tidak hanya sekadar hubungan antar manusia sesama hamba Tuhan, tetapi juga dalam arti yang lebih luas secara politik. Pada masa lampau (1832-1834) sempat membuat militer Hindia Belanda khwatir ketiga keluarga (kraton) Pagaroejoeng melaksanakan kegiatan dan pembagian kepada fakir miskin pada saat hari Lebaran (lihat Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indiƫ, 1889 [volgno 1]). Setelah seabad kemudian (sejak tahun 1935) pers mulai memasukkan acara Halal Bihalal sebagai sumber permberitaan karena selain di tengah masyarakat, acara serupa juga diadakan di lingkungan kraton maupun organisasi sosial seperti Muhammadiyah.
De locomotief, 03-01-1936: ‘Halal Bihalal di M.N.Jumat, 3 Januari akan berada di Astana M.N. acara “Haial Bihalal” berlangsung. Pada kesempatan itu, seluruh kerabat, pejabat sipil dan militer H.H. Pangeran Mangkoe Nagoro akan berkumpul untuk menyampaikan salam kepada Kepala Rumah M.N. dan Kangdjeng Ratoe Timur. Pertemuan akan dimeriahkan dengan pertunjukan Langendrijan dan wireng’. De locomotief, 14-12-1936: ‘(Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun ini pada pagi Lebaran yang akan jatuh pada hari Selasa, paguyuban Moehammadijah akan mengadakan doa terbuka di bawah kepemimpinan Bapak HM Moekti di halaman HIS. di Ingenluyfflaan yang sebelumnya Sholat yang akan dimulai pukul 07.00 ini terbuka tidak hanya untuk anggota tetapi juga bagi yang berminat. Usai sholat, peserta akan diberikan kesempatan untuk saling mengucapkan selamat dan saling memaafkan kesalahan (Halal bihalal). Dinas Bantuan Miskin Muhammadiyah, akan membagikan beras (fitrah) kepada fakir miskin pada Lebaran pagi pukul 8 di depan masjid’.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar