*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Sejarah keberadaan orang Tiongkok
(orang Cina/orang Tionghoa) di Nusantara (baca: Indonesia) sudah sejak zaman
kuno. Intensitasnya semakin tinggi seiring dengan kehadiran orang Eropa
terutama sejak era Belanda/VOC. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, orang-orang
Cina mendapat tempat yang menguntungkan diantara orang Eropa/Belanda dan orang
pribumi. Banyaknya tuan tanah (landheer) menjadi salah satu bukti orang-orang
Tiongkok (Cina) sukses di Hindia Belanda. Penduduk asli (pribumi) masih harus
berjuang keras: menyingkirkan orang Eropa/Belanda dan menyaingi ekonomi orang
Cina.
Kan Hok Hoei (6 Januari 1881-1 Maret 1951) dikenal Hok
Hoei Kan (HH Kan) adalah seorang tokoh terkemuka Peranakan Cina di Hindia Belanda.
Dia mendorong kerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda guna mencapai
kesetaraan legal bagi masyarakat Tionghoa di Hindia. Ayahnya, Han Oen Lee, sebagai
Luitenant der Chinezen di Bekasi, dan berasal dari keluarga Han Lasem – salah
satu keluarga Tionghoa paling awal sekaligus paling berpengaruh di Jawa. Kakek
moyang Kan, Letnan Han Khee Bing, adalah kakak tuan tanah Majoor Han Chan Piet
(1759-1827) dan Majoor Han Kik Ko (1766-1813). Ibunya bernama Kan Oe Nio,
merupakan putri Kan Keng Tjong, salah satu tuan tanah dan taipan terkaya dari
Batavia. Ia dididik dalam lingkungan Eropa, disekolahkan di ELS dan KW III S.
Pada tahun 1899, ia dinikahkan dengan sepupunya, Lie Tien Nio, putri Majoor Lie
Tjoe Hong, kepala bangsa Tionghoa di Batavia yang ketiga. Kan mendapat kesamaan
status dengan orang Eropa (gelijkgesteld) pada tahun 1905, setelah itu baru ia
dikenal secara luas sebagai Hok Hoei Kan atau H.H Kan. Karier politiknya dimulai pada Dewan Kota
Batavia dan China Chamber of Commerce (Siang Hwee). Kan diterima janji untuk
yang baru didirikan di badan legislatif pada tahun 1918. Kan tetap menjadi
anggota Volksraad hingga pembubarannya oleh Jepang 1942. Pada tahun 1928, Kan
memimpin sebagai Presiden pendiri - over pembentukan Chung Hwa Hui (CHH). Hubungan-nya
dengan kaum nasionalis Indonesia adalah ambigu. Pada tahun 1927, Kan menentang
memperluas waralaba untuk pemilihan Volksraad karena ia takut dominasi legislatif
oleh penduduk asli Indonesia. Pada saat yang sama, pada tahun 1936, ia didukung
naas Petisi Soetardjo, yang meminta Kemerdekaan Indonesia dalam sepuluh tahun
sebagai bagian dari persemakmuran Belanda. Ketika Jepang ditangkap Kan bersama
dengan para pemimpin lain. Kan dipenjarakan di Tjimahi sampai Jepang menyerah
pada tahun 1945. Dia meninggal di kediamannya di Jalan Teuku Umar, Menteng,
pada tahun 1951.
Lantas
bagaimana sejarah Kan Hok
Hoei?
Seperti disebut di atas, banyak peran yang melekat pada diri Kan Hok Hoei,
memiliki pendidikan Eropa yang baik, anggota dewan kota Batavia dan anggota
dewan pusat Volksraad. Tentu saja nama Kan Hok Hoei masih dapat dihubungkan dengan
pembentukan Chung Hwa Hui di Hindia, Lalu bagaimana sejarah Kan Hok Hoei?
Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.