Laman

Rabu, 27 Agustus 2025

Sejarah Indonesia Jilid 8-2: Kementerian Haji-Umroh di Indonesia; Penyelenggaraan Haji pada Era Pemerintah Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Indonesia Jilid 1-10 di blog ini Klik Disini

Sejarah Kementerian Haji dan Umroh di Indonesia besar dugaan belum masuk dalam penulisan Sejarah Indonesia yang tengah ditulis sekarang. Sebab Kementerian Haji dan Umroh di Indonesia baru dibentuk kemarin sore. Jadi usianya masih sangat baru. Namun penyelenggaraan haji oleh pemerintah RI sudah dimulai pada tahun 1951 (pemerintah mulai mengambil alih penyelenggaraan haji dari pihak swasta setelah keluarnya Keputusan Presiden Nomor 53 tahun 1951). Penyelenggaraan haji sendiri di Indonesia sudah berlangsung lama bahkan sejak masa Pemerintah Hindia Belanda.


Lahirnya Kementerian Haji dan Umrah, AMPHURI: Tonggak Sejarah Baru Indonesia. Lusiana Mustinda. Selasa, 26 Agustus 2025. Jakarta - Hari bersejarah tercipta bagi dunia haji dan umrah Indonesia. Suasana haru dan penuh syukur menyelimuti keluarga besar Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) secara resmi mengesahkan berdirinya Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia pada Selasa (26/8/2025). Bagi AMPHURI, ini bukan sekadar perubahan struktur birokrasi. Ini adalah perwujudan mimpi panjang dan tonggak sejarah baru yang dinanti selama lebih dari tujuh dekade. Selama ini, urusan haji dan umrah diatur di bawah Kementerian Agama bersama urusan keagamaan lainnya. Kini, dengan berdirinya kementerian khusus, Indonesia akhirnya memiliki lembaga negara yang secara penuh dan fokus menangani penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Ketua Umum DPP AMPHURI, Firman M Nur, tak bisa menyembunyikan rasa bangganya. Ia menyebut keputusan ini sebagai hasil dari perjuangan panjang yang terus AMPHURI gaungkan, terutama sejak Presiden Prabowo Subianto menyusun kabinet tahun lalu (https://www.detik.com/) 

Lantas bagaimana sejarah Kementerian Haji dan Umroh di Indonesia? Seperti disebut di atas Kementerian Haji dan Umroh di Indonesia baru dimulai kemarin. Penyelenggaraan haji sendiri sudah ada sejak Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah Kementerian Haji dan Umroh di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah penulis sejarah, melainkan hanya sekadar untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.

Kementerian Haji dan Umroh di Indonesia; Penyelenggaraan Haji sejak Pemerintah Hindia Belanda

Terjadi peristiwa kerusuhan besar--pembantaian umat Kristen di pesisir Arabia-oleh kaum fanatik Islam. Kanselir konsulat Prancis di Jeddah, yang lolos dari pembunuhan, telah dipanggil ke Paris melalui telegraf dari Alexandria (lihat Leydse courant, 19-07-1858). Sementara itu disebutkan Fuad Pasha, pemimpin pemerintahan Turki telah mengambil langkah dengan mengirim jenderal untuk menerapkan darurat militer dan akan menghukum berat bagi yang terlibat. Dua ribu orang telah ditempatkan untuk membantu jenderal tersebut, yang akan menyandang gelar Komisaris Kekaisaran. Pemerintah Fuad Pasha juga telah mengirim nota ke Prancis bahwa diberikan kebebasan untuk menentukan jumlah kompensasi yang akan dibayarkan Turki kepada putri konsul tersebut.


Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 24-02-1859: ‘Tuan Emerat, mantan kanselir konsulat Prancis di Jeddah, kemungkinan akan diangkat menjadi drogman kedua di kedutaan Prancis di Konstantinopel. Awalnya, ia akan tetap menjadi kanselir di Jeddah, tetapi hal ini terhalang oleh pernikahannya dengan Nona Eveillard, yang telah menyatakan bahwa ia tidak dapat kembali ke kota itu (Jeddah), tempat keluarganya meninggal secara tragis’. Catatan: Sabafier akan berangkat ke Marseille lusa untuk memulai perjalanan ke Jeddah. Emérat akan mendampinginya sebagai penerjemah atau dragoman (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 20-08-1858). Rousseau, dragoman pertama Konsul Jenderal Tunis, telah ditunjuk sebagai konsul di Jeddah. Rousseau telah bertindak sebagai konsulat jenderal di Tunis selama Roche, yang saat ini sedang berada di Paris, berhalangan hadir (lihat Nieuw Amsterdamsch handels- en effectenblad, 23-10-1858).

Saat ini wilayah Arab merupakan bagian dari Kekaisaran Turki. Gubernur Jenderal Turki di Hedjaz (Namik Pasha) berkedudukan di Jeddah. Komandan militer Turki di Jeddah adalah Kolonel Hassan. Dalam konteks inilah perwakilan Prancis (konsul) Prancis ditempatkan di Jeddah. Konsulat Prancis lainnya berada di Alexandria (wilayah Mesir yang juga bagian dari wilayah Kekaisaran Turki). Saat ini di Jeddah tidak terinformasikan apakah sudah ada konsulat Belanda dan konsulat Inggris. Namun tampaknya belum ada. Hal ini mengingat pemicu kerusuhan di Jeddah, karena satu kapal berbendera Turki diturunkan dan kemudian digantikan bendera Inggris (yang kemudian oleh para fanatis Islam menghalau semua orang Eropa (yang dianggap Kristen). Dalam tragedi ini (pemerintah) Turki pada posisi dilematis.


Jauh sebelum dikenal Jeddah, sudah dikenal nama Mekkah dan Madinah. Sebelum Jeddah berkembang, perwakilan dagang Belanda/VOC berada di Aden (Yaman), kemudian sempat dipindahkan ke Mocha (perdagangan kopi). Semakin menguatnya Inggris di kawasan, perwakilan dagang Belanda/VOC lambat laun menghilang dari Kawasan Laut Merah. Pada saat kehadiran haji asal Indonesia (baca: Hindia), kota Jeddah sudah sangat berkembang. Para haji menggunakan kapal-kapal Arab atau Persia. Oleh karena adanya jalur pelayaran kapal Inggris dari Penang dan Singapoera ke Jeddah, para haji Indonesia juga ada yang menumpang kapal dagang Inggris. Kaum fanatic Islam yang disebut di atas, yang menjadi kelompok pemicu kerusuhan adalah kaum yang dikenal sebagai kaum Wahabi.

Dalam perkembangannya, konsul Belanda ditempatkan di Alexandria (Mesir, muara sungai Nil). Sehubungan dengan pembangunan terusan Suez, Kamar Dagang utama di Belanda mengusulkan diadakannya perwakilan Belanda di kawasan Laut Merah, dimana seorang pejabat dari Konsulat Jenderal di Alexandria ditempatkan di Aden (lihat Bataviaasch handelsblad, 27-11-1867). Lantas mengapa dipilih di Aden? Seperti disebut di atas, nama Aden sudah dikenal sejak era VOC/Belanda. Juga besar kemungkinan masih melihat Jeddah sebagai suatu kota yang belum aman bagi Belanda.


Pada tahun 1869 terusan Suez dibuka. Ini menjadi era baru di kawasan Laut Merah. Konsulat Belanda juga kemudian ditempatkan di Suez. Dengan demikian ada dua konsulat Belanda di kawasan Laut Merah, yang merupakan cabang dari Konsulat Jenderal di Alexandria, yakni di selatan di Aden (Yaman) dan di utara di Suez (Mesir).

Jumlah jemaah haji Indonesia asal Hindia dari waktu ke waktu terus meningkat. Bagaimana para jemaah selama di pelayaran, di Jeddah dan di perjalanan dari Jeddah ke Mekkah tidak terinformasikan. Namun satu yang jelas, setelah dibukanya terusan Suez lalu lintas kapal-kapal dagang dan kapal-kapal penumpang antara Hindia dan Belanda semakin intens, tetapi hanya di Aden dan Suez. Kapal-kapal dagang Belanda telah menggantikan sebagian peran kapal-kapal Inggris sebelumnya dalam hubungannya dengan jemaah haji Indonesia. Namun perlu juga diingat ada juga kapal-kapal Arab sebagaimana terinformasikan pada Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 13-11-1869: ‘NI barkschip “Yoerserin" gezagv. Said Abdullah bin Sech Aboe Bakar, van Socrabaija, agent Aijdiet; NI barkschip “Yoerserin" gezagv. Said Abdullah bin Sech Aboe Bakar, agent Aijdiet, best. naar Djeddah via Priaman’.


Pada tahun 1871 muncul usulan untuk pembentukan konsulat Belanda di Djeddah (lihat Algemeen Handelsblad, 26-09-1871). Disebutkan dalam anggaran pemerintah Belanda untuk tahun 1872 pada bagian Urusan Luar Negeri. Di dalamnya terdapat sebesar ƒ21.000 dialokasikan untuk misi di Tiongkok, khususnya untuk seorang konsul jenderal, yang juga akan bertugas sebagai agen diplomatik, dan tidak akan tinggal di Peking, melainkan di salah satu pelabuhan. Shanghai adalah lokasi yang paling cocok. Sementara itu juga pemerintah mengusulkan pendirian konsulat di Jeddah, dengan kontribusi dari pihak Hindia Belanda sebesar ƒ3.000 dan pihak Belanda sebesar ƒ2.000. Namun kapan konsulat Belanda di Jeddah direalisasikan tidak terinformasikan.

Konsul Belanda di Djeddah (yang pertama) adalah Mr RWJC De Menthon Bake (lihat Het vaderland, 15-02-1872). Disebutkan konsulat, RWJC De Menthon Bake, yang sebelumnya adalah Konsul Jenderal Le Mannheim, telah ditunjuk sebagai Konsul Belanda di Jeddah, Arab Saudi. Namun pada tahun berikutnya tahun 1873 konsulat Belanda di Jeddah yang diangkat sebagai konsuler adalah W Hanegraaff (lihat Nederlandsche staatscourant, 28-08-1873). Disebutkan berdasarkan Keputusan Yang Mulia tanggal 25 Agustus 1873, No. 51, W Hanegraaff diangkat menjadi Konsul Belanda di Jeddah. Seperti kita lihat nanti, di Djeddah, konsul Belanda juga didampingi oleh drogman (asal Indonesia yang beragama Islam yang memiliki kemampuan berbahasa Arab).


Dengan adanya konsulat Belanda di Jeddah, maka akan memudahkan para jemaah haji asal Indonesia untuk ke Mekkah. Kapal-kapal Belanda dan kapal-kapal Hindia Belanda (baca: Indonesia) yang sebelumnya berlabuh di Aden, juga akan singgah di Suez. Dari dua Pelabuhan ini para jemaah dengan kapal-kapal yang lebih kecil selanjutnya ke Pelabuhan Jeddah. Kapal-kapal Belanda dan kapal-kapal Hindia Belanda juga dapat membuang sauh di perairan Jeddah yang kemudian dihubungkan dengan kapal-kapal yang lebih kecil.

Bagaimana peran konsulat Belanda di Jeddah terhadap para jemaah haji Indonesia tidak terinformasikan. Sudah barang tentu lebih focus pada urusan perdagangan. Namun karena ada kontribusi Pemerintah Hindia Belanda dengan pendirian konsulat di Jeddah, sudah barang tentu ada arahan Gubernur Jenderal untuk memantau para jemaah Indonesia. Satu hal yang dimungkinkan untuk itu adalah pengiriman dokter-dokter pribumi (lulusan Docter Djawa School) di Batavia untuk membantu para jemaah yang sakit. Satu yang jelas setelah cukup lama W Hanegraaff di Jeddah, pada tahun 1878 digantikan oleh pejabat baru (lihat Het vaderland, 24-08-1878). Disebutkan pejabat administrasi kelas-2 JA Kruyt telah ditunjuk sebagai konsul di Jeddah, menggantikan mendiang W Hanegraaff. Ini mengindikasikan W Hanegraaff telah meninggal di Jeddah.

 

Rotterdamsch nieuwsblad, 11-01-1879: ‘Dari Jeddah di Arabia, sepucuk surat tertanggal 15 Desember dikirimkan kepada Neue Freie Presse (Pers Bebas Baru) yang menyatakan bahwa pembantaian hampir terjadi di sana pada tanggal 8. Kapal perang Inggris Ready telah menangkap tiga pedagang budak Arab di Laut Merah, menewaskan satu orang Arab. Ketika hal ini diketahui di kota itu, orang-orang Arab berkumpul dan mengancam wilayah Eropa. Ada kekhawatiran akan pembantaian umum terhadap umat Kristen. Gubernur, Kaimakan, dan Sheriff tidak senang karena perayaan Bairam di Mekah. Konsul Belanda, JA Kruyt, patut disyukuri karena telah mencegah terulangnya pembantaian 15 Juli 1858. JA Kruyt mengumpulkan semua konsul dan orang Eropa bersenjata di rumahnya dan mengirim utusan dengan unta ke Mekah. Sementara itu, bahaya mereda, dan pada tanggal 10 Desember, gubernur kembali ke Jeddah dengan pasukan’.

Pada tahun 1880 JA Kruyt terinformasikan di Belanda (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 16-04-1880). Disebutkan JA Kruyt, Konsul Belanda di Jeddah, tiba di kediaman dan turun di Hôtel Paidez. Setelah cukup lama, JA Kruyt kembali ke Jeddah (lihat Algemeen Handelsblad, 06-09-1880). Disebutkan JA Kruyt, Konsul Belanda di Jeddah, akan meninggalkan Belanda pada tanggal 6 bulan ini untuk kembali ke Arabia melalui Trieste dan di sana akan memulai pelaksanaan rencananya untuk penelitian ilmiah di Arabia Tengah, yang telah dibahas pada pertemuan umum Perhimpunan Geografi di Den Haag.


Disebutkan lebih lanjut, saat ini JA Kruyt didampingi oleh seorang pemuda sebagai asisten untuk pekerjaan zoologi. Nantinya, seorang insinyur sipil kemungkinan akan bergabung dengannya sebagai ahli geografi. Meskipun rencana tersebut tampaknya agak kurang menguntungkan saat ini karena situasi politik di Arabia, laporan mengenai pekerjaan yang dapat segera dimulai ini menjanjikan akan cukup penting untuk diperhatikan. Semoga upaya Bapak Kruyt untuk meningkatkan dan memajukan perdagangan dan pelayaran Belanda di Laut Timur dimahkotai dengan kesuksesan.

Sultan Turki berkedudukan di Constantinopel. Seperti disebut di atas, wilayah Arab masuk wilayah Turki dimana Gubernur Jenderal Hedjaz berkedudukan di Djeddah. Di Kota Djedaah sudah ada sejumlah konsulat: Prancis, Belanda dan Inggris. Sementara itu petinggi di Mekkah adalah Sheriff Abdoel Moetalib telah menggantikan Hussin Ibn Aun (yang langsung bertanggungjawab kepada Sultan). Di masing-masing konsulat asing di Djeddah memiliki penerjemah (drogman). Oleh karena Jemaah haji banyak yang berasal dari wilayah India dan wilayah Asia konsulat Inggris dan konsulat Belanda juga memiliki drogman yang beragama Islam (yang memungkinkan bisa memasuki wilayah Mekkah). Yang juga perlu dicatat disini, banyak pemimpin agama yang berasal dari Asia Tenggara yang bermukim di Mekkah (umumnya dari Indonesia). Nun jauh di selatan (Arabia Selatan) berada dalam posisi di bawah bayang-bayang pengaruh Eropa (Turki yang berkedudukan di Mocha terutama dengan Prancis dan Inggris di Aden, serta Italia).


Dalam perkembangannya, muncul nama Dr Christiaan Snouck Hurgronje, seorang Belanda yang telah mempelajari studi Islam dan menjadi dosen di kampusnya di Leiden. Namanya bahkan telah menghiasai majalah dan surat kabar di Hindia dalam konteks studi Islam. Dr Christiaan Snouck Hurgronje menerima gelar doktor di Leiden pada tahun 1880 dengan disertasinya 'Het Mekkaansche feest'.

Kehadiran JA Kruyt sebagai konsulat di Jeddah telah memberi manfaat bagian pemerintah (kerajaan) Belanda. Diplomasi JA Kruyt telah membuka kemungkinan dirinya untuk melakukan perjalanan ke pedalaman Arabia.


Het nieuws van den dag: kleine courant, 24-05-1883: ‘Seorang pemuda Belanda yang berjasa telah meninggal dunia di luar negeri. Berikut ini kami kutip dari biografinya, sebagaimana dilaporkan oleh N.R.Ct.: AJ Schelling, yang lulus sebagai insinyur sipil di Delft pada tahun 1880, berangkat pada bulan Mei 1881, setelah belajar bahasa Arab di Leiden, melalui Alexandria ke Arabia, dengan tujuan melakukan ekspedisi eksplorasi di wilayah tengah Arabia yang luas, tempat yang sebelumnya belum pernah dijamah orang Eropa. Awalnya tertunda di Jeddah karena situasi politik, di mana ia menikmati keramahan konsul kami di sana, AJ Kruyt, ia berhasil mengambil hati Grand Sheriff, orang yang melarang semua orang Eropa memasuki wilayah pedalaman. Schelling sangat senang dengan survei dan gambar bangunan sheriff di Jeddah yang dilakukan oleh insinyur Belanda tersebut sehingga ia mengirimkan undangan terhormat kepadanya ke Taïf untuk memberikan nasihat tentang sistem penyediaan air yang akan memasok air minum ke Mekah, serta tentang penggalian atau pengeboran sumur baru. Selama lebih dari setengah abad, berbagai pihak telah berupaya, namun sia-sia, untuk mengembalikan karya agung kuno ini ke tujuan aslinya. Saran Schelling diterima dengan sangat baik, dan ia diminta sementara oleh pemerintah Turki untuk melaksanakan rancangannya. Namun, karena perbendaharaan Turki sedang tidak dalam kondisi terbaik, sebagian besar menolak komisi tersebut hingga dana yang diperlukan tersedia. Masalah-masalah yang muncul kemudian mengakhiri rencana ini untuk sementara waktu. Sementara itu, Schelling tidak hanya diberi akses ke pedalaman, tetapi bahkan dijanjikan pengawalan yang aman oleh Grand Sheriff, sehingga ia dapat menyelesaikan pelayaran eksplorasi yang direncanakannya, seandainya kolera tidak mengganggu. Ketika kolera merebak di Jeddah, akses ke pedalaman untuk sementara dilarang. Schelling kemudian berangkat ke Mesir untuk menunggu di sana hingga kolera mereda dari Arabia. Pada musim panas tahun 1882, saat berada di Alexandria, ia mengetahui dari direktur pertama pasokan air bagaimana semua pejabat Eropanya telah meninggalkannya. Tuan Cornich sendiri telah mengirim istri dan anak-anaknya pergi, tetapi tetap berada di posnya yang berbahaya. Schelling segera memutuskan untuk membantu Tuan Cornich dan pergi ke darat sementara sebagian besar orang Eropa melarikan diri ke laut. Apa yang dilakukan Schelling di sana bersama Tuan Cornich selama dan setelah pengeboman membuatnya berhak untuk dipuji. Ketika perdamaian pulih sepenuhnya, Schelling berhutang budi atas tindakan tegasnya selama masa-masa sulit ini sehingga ia ditawari posisi yang baik dalam pemerintahan Mesir. Schelling kemudian membuat rencana baru untuk menjelajahi Arabia dari utara ke selatan, tetapi ia tidak pernah berhasil melaksanakannya. Sibuk mempersiapkan kanal tak jauh dari Kairo, atas perintah pemerintah, ia tidak cukup meluangkan waktu, tetapi malah bekerja terlalu keras di iklim panas dan meninggal pada usia 28 tahun’.

Namun bagaimana diplomasi JA Kruyt yang berkaitan dengan jamaah haji Indonesia kurang terinformasikan. Namun demikian ada indikasi bahwa JA Kruyt telah berperan juga (lihat Nederlandsche staatscourant, 06-07-1883). Disebutkan Kementerian Luar Negeri, Tn JA Kruyt, yang diangkat menjadi Konsul Jenderal Belanda di Jeddah berdasarkan Keputusan Kerajaan No. 20 tanggal 18 April yang lalu, telah diakui dalam kapasitas tersebut oleh pemerintah Turki. Ini mengindikasikasi status konsulat Belanda di Jeddah telah ditingkatkan menjadi Konsul Jenderal dengan tetap JA Kruyt berkedudukan di Jeddah.


Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 03-06-1884: ‘Di Padang, kapal uap “Djeddah” menambah penumpang berangkat ke Djeddah. Sebanyak 339 jemaah haji ke Mekkah, terdiri dari 258 pria, 61 wanita, dan 20 anak-anak. Kapal uap ini sendiri sudah ada 621 jemaah haji dari (Pelabuhan) Singapura dan akan langsung menuju Jeddah’.

Sementara itu, untuk level yang sama konsulat jenderal Turki di Batavia diakui (lihat De nieuwe vorstenlanden, 06-08-1883). Dalam fase timbal balik antara pemerintah Turki dan pemerintah (Hindia) Belanda inilah kemudian terinformasikan Dr Christiaan Snouck Hurgronje yang ahli dalam studi Islam akan berkunjung ke Arabia.


Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 16-06-1884: ‘Dr. Chr. Snouck Hurgronje, dosen di Institut Kota untuk Pelatihan Pegawai Negeri Sipil Hindia Timur di Leiden, telah berkonsultasi dengan Bapak JA Kruyt, Konsul Jenderal Belanda di Jeddah, menyusun rencana perjalanan ilmiah ke kota pelabuhan tersebut untuk mengumpulkan data guna menambah pengetahuan kita tentang Islam secara umum, khususnya tentang Islam di wilayah jajahan kita di Hindia Timur dan pengaruh ibadah haji di Mekkah terhadapnya. Penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi mata kuliah yang beliau ajarkan. Mengingat, untuk melaksanakan rencana ini, beliau harus melakukan perjalanan ke Arab untuk jangka waktu yang cukup lama sebelum berakhirnya liburan musim panas mendatang, beliau telah meminta izin dari Dewan Kota untuk mengisi posisinya di Institut Kota selama waktu yang dibutuhkan untuk penelitian ilmiah tersebut melalui seseorang yang ditunjuk olehnya dan diberi wewenang untuk melakukannya menurut pendapat Wali Kota dan Anggota Dewan. Setelah berkonsultasi dengan Dewan Pembina Lembaga Kota, Wali Kota dan Anggota Dewan tidak berkeberatan untuk memberikan cuti abadi tersebut, dengan alasan telah terbukti bahwa pendidikan dapat disediakan secara memadai’.

Selama menjadi konsul (jenderal) di Jeddah, JA Kruyt telah banyak mengumpulkan pernak-pernik yang terkait dengan budaya Arab. Pada tahun 1884 JA Kruyt telah dua kali memberi benda-benda etnografi ke Museum Etnografi Nasional di Leiden. Dalam hal ini, JA Kruyt tampaknya sukses dalam banyak hal selama di Jeddah.


Saat JA Kruyt berada di Belanda telah bertemu dengan Dr. Chr. Snouck Hurgronje. Pada bulan Agustus, JA Kruyt dan Dr Snouck Hurgronje sama-sama berangkat ke Jeddah (lihat Utrechtsch provinciaal en stedelijk dagblad, 05-08-1884). Disebutkan kapal stoomschip Prins Hendrik berangkat dari Amsterdam dengan tujuan akhir Batavia tanggal 6 Augustus 1884. Di dalam daftar penumpang (manifes) kapal diantaranya JA Kruijt dan Dr C Snouck Hurgronje yang turun di Egypte. Mengapa turun di Egypte (Mesir)? Sudah barang tentu semua kapal Belanda termasuk kapal penumpang mewah Prins Hendrik singgah di Port Said (Mesir). Dr C Snouck Hurgronje kemudian terinformasikan ke Mesir (lihat Haagsche courant, 09-08-1884). Disebutkan perjalanan Prof. Snouck Hurgronje, yang, sebagaimana telah kami sebutkan kemarin, berangkat ke Mesir untuk mempelajari Islam, merupakan hasil misi dari lembaga Kon. Instituut voor de taal-, land- en volkenkunde van Ned.-Indie.

Pada akhir tahun 1884 ini terinformasikan bahwa JA Kruyt akan mengakhiri tugasnya di Jeddah (lihat Nederlandsche staatscourant, 18-12-1884). Disebutkan dengan Keputusan Kerajaan tanggal 14 Desember, No. 24, yang berlaku mulai tanggal 1 Maret mendatang, Tn JA Kruyt, saat ini Konsul Jenderal Belanda di Jeddah, diangkat menjadi Konsul Jenderal Belanda di Penang, dengan tetap mempertahankan gelar pribadi Konsul Jenderal sementara untuk konsul Belanda di Jeddah, Tn. JA De Yicq, saat ini konsul magang, yang bekerja di Departemen Luar Negeri.


JA Kruyt adalah pejabat Belanda yang sudah berpengalaman di wilayah Arab. Tidak hanya sebagai consular jenderal yang berkedudukan di Jeddah, juga telah melakukan banyak perjalanan ke wilayah pedalaman. Dalam hal ini, JA Kruyt dapat dikatakan menjadi mentor bagi saat Dr C Snouck Hurgronje memulai perannya di wilayah Arab. Kehadiran Dr C Snouck Hurgronje di wilayah Arab juga merupakan inisiatif dari JA Kruyt (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 14-01-1885). Disebutkan untuk mewujudkan gagasan yang diusulkan oleh konsul jenderal tersebut, lembaga Kon. Instituut voor de taal-, land- en volkenkunde van Ned.-Indie. di 's-Gravenhaag baru-baru ini menugaskan Dr C Snouck Hurgronje, dosen di lembaga kota untuk pendidikan Hindia di Leiden, untuk mengumpulkan data di Jeddah mengenai fungsi Islam pada masa kini, khususnya yang berkaitan dengan Hindia Belanda. Sebagai kontribusi terhadap biaya misi ini, yang dapat bermanfaat baik dari perspektif ilmiah maupun politik, subsidi sebesar 1.500 gulden telah disetujui Juli lalu dari anggaran Hindia Belanda.

Jumlah jemaah haji Indonesia ke Mekkah (melalui Jeddah) dari tahun ke tahun terus meningkat. Selama tahun 1883, perjalanan ziarah dari Hindia Belanda ke Mekkah lebih ramai dibandingkan tahun 1882. Di Konsulat Jenderal Belanda di Jeddah, tercatat 5.269 penduduk pribumi dari wilayah Hindia, dan 5.091 di antaranya diberikan pas (paspor) Hindia Belanda (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 14-01-1885).


Disebutkan lebih lanjut menurut laporan Residen, jumlah pas yang diberikan untuk perjalanan ke Mekkah di berbagai provinsi di Hindia Belanda selama tahun 1883 adalah 4.922. Pada tahun 1883, layanan gabungan perusahaan kapal uap Nederland dan Rotterdamsche Lloyd digunakan jauh lebih luas oleh jemaah Hindia Belanda untuk penyeberangan langsung mereka ke dan dari Jeddah dibandingkan tahun 1882, ketika, kebetulan, pilihan perjalanan yang lebih baik ini belum cukup dikenal di kalangan penduduk asli. Menurut laporan konsul jenderal kami di sana, dari 5.269 jemaah haji Hindia Belanda yang tiba di Arabia pada tahun 4.883 (yaitu, 19,3 persen dari total jumlah jemaah haji ke Mekkah melalui laut), 1.710 tiba—dalam 44 pelayaran—dengan kapal uap Belanda (497 di antaranya memiliki tiket pulang), sementara dari 4.743 subjek Hindia Belanda yang meninggalkan Arabia setelah haji sebelum akhir tahun 1883, 4.944—dalam 12 pelayaran—menggunakan kapal pos Belanda. Dengan kapasitas pengiriman yang memadai, jumlah ini bisa jauh lebih tinggi, karena sekitar 650 orang lainnya, yang juga ingin berangkat di bawah bendera Belanda, harus ditolak. Sekitar 450 orang yang disebutkan terakhir ini sekarang melakukan perjalanan dengan kapal asing melalui Singapura, dan 200 sisanya, yang semuanya berbasis di Sumatra, melakukan perjalanan langsung ke Padang dengan kapal uap Inggris. Perusahaan kapal uap baru, Insulinde, di Amsterdam, sedang berupaya mendapatkan bagian dalam transportasi jemaah haji Mekkah dan berencana untuk memberangkatkan mereka juga dari Makassar. Terdapat kepuasan umum, tidak hanya di antara para penumpang itu sendiri, tetapi juga di antara otoritas medis di Arab, atas cara yang sangat baik dalam mengatur transportasi warga Hindia Belanda dengan kapal-kapal Belanda. Kapal-kapal pos Belanda yang indah dan besar itu sendiri memberikan kesan yang sangat baik kepada penduduk asli yang hadir di Jeddah dari seluruh wilayah jajahan kami. Meskipun jemaah haji Hindia Belanda, menurut laporan konsul jenderal kami, tampak lebih baik dibandingkan dengan kategori jemaah haji lainnya pada saat kedatangan karena penampilan mereka yang tertib dan berperilaku baik, beberapa di antara mereka yang mendaftar untuk keberangkatan tidak memiliki dana untuk membayar biaya perjalanan mereka dan oleh karena itu meminta kredit untuk biaya-biaya ini dari perusahaan-perusahaan kapal uap Belanda yang terlibat, yang mereka tolak. Karena meninggalkan jemaah haji di Arab dapat menimbulkan kesulitan, sebuah perusahaan dagang Belanda di Jeddah, atas permintaan konsul jenderal, setuju untuk memberikan dana yang diperlukan dengan biaya sebesar 25 persen. di atas tarif angkutan, yang juga mencakup biaya tambahan untuk shech, dll. Untuk memastikan bahwa rumah dagang yang dimaksud menderita kerugian seminimal mungkin akibat tindakan ini, yang sepenuhnya diambil demi kepentingan para peziarah, Pemerintah Hindia Belanda telah mengundang para administratur daerah di Hindia Belanda untuk berkontribusi, jika diminta, untuk pembayaran utang yang dimaksud dan transfer dana yang menjadi hak perusahaan dalam hal ini.        

Dr C Snouck Hurgronje di wilayah Arab telah memanfaatkan waktu sebaik-baiknya sebagai misi yang dibiayai oleh lembaga Koninklijk Instituut Voor De Taal Land En Volkenkunde Van Nederlandsch Indie di 's-Gravenhaag. Jemaah haji Indonesia di Arab tentu saja ada dari waktu ke waktu.


Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 02-01-1885: ‘Salah satu penumpang kapal uap “Madoera”, yang baru saja tiba dari Belanda, telah mengeluh kepada Panitera tentang banyaknya penumpang (500 penumpang dek) yang diangkut oleh kapal tersebut di Jeddah, sementara sekoci penyelamat hanya mampu menampung 200 orang. Kepala pelabuhan telah diperintahkan untuk melakukan investigasi dan melaporkan apakah “Madoera” memiliki ruang yang cukup untuk menampung jumlah tersebut dan apakah peralatan penyelamat yang memadai tersedia.

Sementara itu dalam rapat tahunan lembaga Kon. Instituut voor de taal-, land- en volkenkunde van Ned.-Indie disebutkan berdasarkan usulan komite, muncul diskusi mengenai perlunya dukungan berkelanjutan bagi kegiatan ilmiah, seperti yang dilakukan Dr. Snouck Hurgronje di Jeddah. Lebih lanjut disebut Sekretaris juga menunjukkan dukungan substansial, tidak hanya moral, tetapi juga material, yang telah diberikan Dewan kepada misi Dr. C. Snouck Hurgronje ke Jeddah, untuk melakukan penelitian di sana mengenai kondisi Muslim yang ada dan untuk memperluas pengetahuan kita tentang Islam dan semua hal terkait secara menyeluruh dan komprehensif (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 03-03-1885).


Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-03-1885: ‘Haji. Mengenai jemaah haji ke Mekkah dari wilayah Hindia, kami membaca laporan penting berikut dalam Tijdschrift voor Nederlandsch Indie: Jumlah jemaah haji dari Hindia Belanda lebih ramai pada tahun 1883 dibandingkan tahun sebelumnya. Di Jeddah, 5.269 penduduk asli dari wilayah jajahan kami terdaftar pada tahun 1883, dan 5.091 di antaranya diberikan izin. Perlu dicatat di sini bahwa hanya 4.922 yang diberikan izin. Menurut Konsul Jenderal di Jeddah, 1.710 dari 5.269 orang ini telah melakukan perjalanan dengan kapal uap "Nederland" atau "Rotterdam Lloyd" dan 848 dengan kapal uap Inggris "Stoomaship Jeddah" yang berlayar di sepanjang pantai Jawa dan Sumatra untuk menjemput jemaah haji. Sisanya menempuh perjalanan dengan kapal-kapal asing, biasanya melalui Singapura dan Penang, terkadang juga melalui Bombay dan Aden. Sebelum akhir tahun 1883, 4.713 orang lainnya, termasuk 373 orang yang tertinggal dari ziarah sebelumnya, kembali ke Belanda; 1.944 di antaranya menggunakan kapal pos Belanda, sementara 650 orang lainnya, yang juga ingin kembali pada kesempatan ini, harus ditolak karena keterbatasan tempat’.

Konsulat Belanda di Djeddah termasuk salah satu yang membutuhkan anggaran besar (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 23-03-1885). Situasi dan kondisi terakhir di pedalaman Djeddah di laporkan Algemeen Handelsblad, 25-04-1885. Disebutkan sebuah telegram Reuter dari Jeddah tertanggal 21 melaporkan bahwa pasukan Turki yang sedang memasang kabel telegraf antara Mekah dan Taif baru-baru ini diserang oleh orang-orang Arab yang tinggal di sana, dan beberapa tentara tewas dalam pertempuran tersebut. Akibatnya, pemerintah Ottoman telah memutuskan untuk membayar suku-suku tersebut sejumlah anuitas untuk pemeliharaan telegraf tersebut. Ini mengindikasikan hubungan antara pemerintah Turki dengan orang Arab tidak baik-baik saja.


Sementara itu dari Batavia diberitakan bahwa dalam beberapa hari ke depan sebuah kapal akan berangkat ke Jeddah, membawa 900 jamaah haji (lihat Soerabaijasch handelsblad, 06-05-1885). Tiba: 9 Mei, kapal uap Belanda “Madura”, di bawah komando C. Koning, dari Batavia. Berangkat: 9 Mei, kapal uap Belanda Iladura, di bawah komando C. Koning, menuju Amsterdam melalui Jeddah. Di dalam kapal tersebut naik sebanyak 39 jemaah haji (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 09-05-1885). Berdasarkan pernyataan yang kami terima, terlihat bahwa selama beberapa hari terakhir, tidak kurang atau lebih, 2.074 orang berangkat haji ke Jeddah, sebagaimana: kapal “Damotho” 120, “Princes Amalia” 173, “Diamond” 914, dan “Madura 867”. Jika diasumsikan rata-rata f500 per orang bepergian dan menetap dalam satu periode waktu, maka diperoleh jumlah yang cukup kecil, yaitu f1.037.000. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa kesejahteraan penduduk menurun, karena semua yang mereka hasilkan dan tabung (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 21-05-1885). Kapal ss “Sumatra” ke Eropa via Jeddah, dari Padang: Letnan Dua Kranendonk dan 5 jemaah haji Mekkah (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 30-06-1885).

 

Dr C Snouck Hurgronje sendiri berada di wilayah Arab antara bulan Agustus 1884 hingga bulan September 1885. Sudah barang tentu Dr C Snouck Hurgronje banyak bertemu dengan para jemaah Indonesia di Djeddah maupun di Mekkah. Jumlah Jemaah Indonesia ke Mekkah dari waktu ke waktu terus bertambah (Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 05-09-1885). Disebutkan arus jemaah haji ke Mekkah tahun ini akan lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, karena tanggal 18 September, hari raya umat Islam, jatuh pada hari Jumat, dan hari Minggu di Turki. Menurut laporan konsul Jerman di Jeddah, jumlah jemaah haji tahun lalu melebihi 65.000, di antaranya 9.300 berasal dari India, 7.700 dari Hindia Belanda, 6.300 dari Turki, 2.400 dari Mesir, 1.330 dari Tunis, 1.350 dari Zanzibar, 300 dari Persia, dan sebagainya. Jumlah terbesar berasal dari Arab: 21.000 jemaah.

Opregte Haarlemsche Courant, 27-11-1885: ‘Dalam Allgemeine Zeitung (sebelumnya diterbitkan di Ausburg, sekarang di München), Dr. C. Snouck Hurgronje dari Leiden menceritakan pengalamannya di Arabia, tempat ia tinggal dari Agustus 1884 hingga September 1885. Ia secara khusus menceritakan bagaimana kunjungannya di Mekkah berakhir secara tiba-tiba dan sangat tidak diinginkan, tepat ketika perayaan haji besar sedang dirayakan di sana, yang telah ia hadiri dengan penuh semangat, karena ketidaktahuan dan kecurigaan wakil konsul Prancis di Jeddah, Dr de Lostalot, ketika ia tiba di Jeddah, berita diterima bahwa cendekiawan Prancis Huber, yang sedang dalam perjalanan ilmiah ke Prancis bersama Profesor Euting, seorang pejabat Strasbourg, telah dibunuh di pedalaman. Pemerintah Prancis telah menginstruksikan Wakil Konsul de Lostalot untuk memastikan para pembunuh Dr Huber dihukum dan juga agar warisan ilmiah cendekiawan tersebut dikirim ke Prancis. Pemerintah Prancis sangat memperhatikan hal terakhir ini, karena batu bertuliskan "prasasti Teirna", yang kemudian menjadi terkenal di dunia ilmiah, konon terletak di dalam warisan tersebut. Wakil Konsul de Lostalot kemudian mencurigai Dr SH ingin mendapatkan batu itu sendiri, meskipun Dr SH telah menyatakan kepadanya secara lisan dan tertulis bahwa ia tidak ada hubungannya dengan masalah tersebut dan bahwa ia menginginkan batu itu bukan untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Terlepas dari pernyataan ini, sebuah laporan dari Dr. de Lostalot muncul di surat kabar Paris "Temps" tertanggal 5 Juli 1885, yang menyatakan bahwa Dr. S.H. telah bersekongkol dengan Profesor Euting untuk mengambil batu yang dimaksud dari Prancis. Laporan dari de Temps ini dicetak ulang di surat kabar berbahasa Arab dan Turki saat Dr. S.H. berada di Mekah. Akibatnya, ia menerima perintah dari otoritas kota suci untuk segera meninggalkan Mekah. Dr. S.H. mungkin senang lolos dengan nyawanya, karena kita tahu nasib apa yang menanti orang Frank yang mengejar tujuan selain mempelajari hukum suci di Mekah. Ketika Dr. S.H., setelah kembali ke Jeddah, berbicara kepada wakil konsul Prancis de Lostalot tentang apa yang telah terjadi, yang terakhir meminta maaf dengan alasan yang menyedihkan. Dr. S.H. berharap untuk menerbitkan kisah rinci tentang perjalanannya nanti, tetapi ia ingin membuat episode ini diketahui dunia sekarang, berbeda dengan rekayasa surat kabar Paris’.

Dr C Snouck Hurgronje telah ke Mekkah tepat pada saat hari raya Haji. Lantas bagaimana Dr. C Snouck Hurgronje bisa memasuki kota Mekkah? Seperti disebut di atas, Dr C Snouck Hurgronje sebelum berangkat ke Jeddah (dan kemudian ke Mekkah), telah mempelajari Islam di Mesir. Namun dimana di Mesir tidak terinformasikan. Yang terinformasikan adalah dari Belanda, Dr. C Snouck Hurgronje (bersama JA Kruyt) turun di Port Said (Mesir). Besar dugaan dengan modal itulah Dr. C Snouck Hurgronje dapat memasuki tanah suci Mekkah dan juga atas peran JA Kruyt. Lalu apakah Dr C Snouck Hurgronje sudah beragama Islam? Yang jelas nama Dr C Snouck Hurgronje sudah dikenal luas.


De avondpost, 05-01-1886: ‘Mengenai Dr. Snouck Hurgronje di Mekah, seseorang menulis kepada (surat kabar) A.D: Para haji yang kembali dari Mekah membawa berita bahwa rekan senegara kita, Dr. Snouck Hurgronje, menghabiskan empat bulan di Mekah dan secara terbuka bergaul dengan kaum Basa (Pasha?) dan Ulama. "Orang-orang kagum dengan pengetahuannya tentang kitab suci (Al’quran) dan bahasa (Arab), dan kita tentu dapat mengharapkan komunikasi yang sangat penting dari ulama ini. Sejauh yang diketahui, belum pernah ada orang Eropa yang mengunjungi kota suci (Mekkah) secara terbuka seperti ini’.

Dr C Snouck Hurgronje yang awalnya dibiayai ke Arab oleh Koninklijk Instituut Voor De Taal Land En Volkenkunde Van Nederlandsch Indie, kini telah diangkat sebagai anggota dewan baru dari lembaga tersebut (lihat Haagsche courant, 03-03-1886). Disebutkan pada rapat umum tahunan lembaga, yang diselenggarakan pada hari Sabtu, para pria berikut terpilih untuk menggantikan anggota dewan yang pensiun: Prof FK Niemann dari Delft, EB Kielstra, anggota Dewan Perwakilan Rakyat di Den Haag, dan Dr C Snouck Hurgronje, dosen di Indische instelling (Institut Hindia Belanda) di Leiden.


Sampai sejauh tidak ada terinformasikan yang menanyakan apakah Dr C Snouck Hurgronje sudah beragama Islam atau tidak. Diantara orang Belanda tampaknya tidak menghiraukan itu. Yang jelas diantara orang Belanda, pengetahuan Dr C Snouck Hurgronje tentang Islam (kitab suci dan bahasa Arab) yang sangat baik, dihargai. Pengetahuan dan tulisan-tulisannya tidak ditujukan untuk orang Islam, tetapi bagi yang berminat atau ingin menemukan jawaban ketika orang Belanda selama ini mempertanyakannya. Dalam konteks ini, Dr C Snouck Hurgronje menjadi ‘jembatan’ yang penting antara pengetahuan orang Islam dengan orang lainnya apakah beragama Islam atau Kristen. Dr C Snouck Hurgronje tidak sedang meninggikan atau merendahkan perihal Islam. Dr C Snouck Hurgronje sejauh ini sosok yang unik dan memposisikan diri sebagai seorang akademik. Perilaku Dr C Snouck Hurgronje seakan mengingatkan orang Belanda kembali bahwa dulu ada akademisi yang unik seperti HN van der Tuuk (seorang ahli linguistic). Bataviaasch nieuwsblad, 08-09-1886: ‘Jemaah Haji. wakil konsul Belanda di Jeddah, melaporkan hal berikut dalam laporan terbarunya: Tahun lalu merupakan tahun yang unik bagi para peziarah, karena hari raya Arafah jatuh pada hari Jumat. Oleh karena itu, arus masuk peziarah sangat besar dan, menurut perkiraan karantina, tidak lebih dari 180.000. Para peziarah telah berkumpul. Sebanyak 53.010 peziarah tiba melalui laut, dibandingkan dengan 31.167 pada tahun sebelumnya. Namun, jumlah tahun ini tetap lebih rendah dibandingkan tahun suci sebelumnya, 1880, ketika lebih dari 3.600 orang tiba melalui laut. Perbedaan ini sebagian besar disebabkan oleh lebih sedikitnya jumlah peziarah dari Hindia Belanda. Pada tahun 1880, hanya 4.692 haji Hindia Belanda yang tiba di sini. Di sisi lain, arus masuk peziarah dari Utara-Turki, Mesir, dan Mughal-sangat besar”. Foto: Hadjis afkomstig uit Laboehanbatoe en Bila te Mekka (sebelum 1887)

Dr C Snouck Hurgronje di Belanda, selain dosen, juga telah menerbitkan makalah dan buku tentang Mekkah. Yang tentu saja di dalamnya tentang haji. Dr C Snouck Hurgronje menjadi penerjemah pengetahuan Islam (Arab) ke lingkungan akademik dan public di Eropa. Dalam konteks ini, Dr C Snouck Hurgronje telah mengunjungi Arab selama satu tahun dan berada di Mekkah selama empat bulan.


Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 16-03-1889: ‘Kami mengutip surat pribadi dari Jeddah, tertanggal 11 Februari: Para jemaah haji dibawa ke sini dari Jawa dengan kapal-kapal milik Dutch Society dan Rotterdam Lloyd, tetapi mereka tidak dapat mencapai dermaga karena tidak ada dermaga di sini, dan oleh karena itu harus tetap berada di pelabuhan luar, meskipun terdapat juga pelabuhan dalam, yang terhubung ke pelabuhan luar oleh selat sempit dan sangat dalam, yang, bagaimanapun, penuh dengan terumbu karang. Dengan suar yang baik, seseorang masih dapat menjelajahi rute ini, tetapi hal ini tidak diketahui, begitu pula mercusuar. Begitu kapal tiba, dokter karantina akan memeriksa sertifikat kesehatan, dan karena semua kapal yang datang dari Jawa dan lebih jauh dari Hindia Belanda harus dikarantina, para jemaah haji dibawa dengan kano—disebut sambouk di sini—ke Lazareth di Pulau Abutaad, tempat mereka harus menghabiskan lima hari. Setibanya di Jeddah, mereka harus menunjukkan paspor mereka kepada konsul dan kemudian melakukan perjalanan dengan unta dalam karavan ke Mekah. Rute ini panjangnya sekitar 96 kilometer dan membutuhkan waktu sekitar dua hari untuk menyelesaikannya. Rumah-rumah blok telah dibangun secara berkala di sepanjang gurun untuk menampung para prajurit yang bertugas sebagai pengawal kafilah. Terdapat juga layanan pos reguler antara Jeddah dan Mekah; surat berangkat pada malam hari dari lokasi sebelumnya dengan seekor keledai yang membawa tas berisi surat. Saya diyakinkan bahwa para pengemudi keledai akan berlari sepanjang perjalanan di belakang keledai dan tiba di Mekah pada sore berikutnya. Lama tinggal para jemaah haji sangat bervariasi. Jika mereka pergi ke sana untuk menuntut ilmu, mereka tinggal di sana selama bertahun-tahun, tetapi jika hanya untuk gelar haji, mereka pergi lagi di musim gugur; mereka yang datang di musim semi juga pergi lagi di musim gugur. Namun, apa yang sebenarnya mereka lakukan tidak saya ketahui, karena rumornya sangat beragam sehingga lebih baik tidak mengatakan apa-apa. Jika saya mengetahui sesuatu yang pasti tentang hal itu, saya akan melaporkannya. Sayang sekali, karena campur tangan seorang konsul Prancis, Dr. Snouck Hurgronje harus melarikan diri dari Mekah dengan tergesa-gesa. Konsul, jika saya tidak salah, telah memberi tahu Figaro bahwa seorang Eropa berhasil memasuki Mekah, dan kemudian pemerintah Turki segera memerintahkan pengusirannya. Seandainya itu adalah rekan senegaranya, konsul mungkin akan diam saja, tetapi ia tentu saja tidak tahan dengan kenyataan bahwa seorang Belanda bekerja di sana dengan sangat menguntungkan’. 


Tunggu deskripsi lengkapnya

Penyelenggaraan Haji sejak Pemerintah Hindia Belanda: Konsulat di Jeddah dan Pengaturan Penyelenggaraan Haji  

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar