Laman

Selasa, 14 November 2017

Sejarah Semarang (2): Benteng Semarang 1708; Suatu Situs Kuno Cikal Bakal Kota, Penanda Awal Koloni VOC di Jawa Tengah

Untuk melihat semua artikel Sejarah Semarang dalam blog ini Klik Disini


Baru-baru ini bekas benteng di era VOC ditemukan di Semarang. Benteng Semarang ini disebutkan terdiri dari lima bastion yang berbentuk mata panah yaitu Bastion De Smits, Bastion De Zee, Bastion Ijzer, Bastion Hersteller, dan Bastion Amsterdam. Sedangkan satu Bastion lainnya lebih kecil yaitu Bastion Ceylon. Dalam penggalian yang dilakukan lokasi bastion De Smits berada di lahan milik PT Gas Negara dan milik Damri (lihat Liputan6.com Semarang 2014).

Desain Benteng Semarang, 1708
Benteng Semarang ini telah terkubur lama ditelan waktu. Dimanakah letak bastion-bastion yang lain masih dilakukan pencarian. Dalam peta kuno, Benteng Semarang didesain oleh G. van Broekhuysen pada tahun 1708. Dalam peta ini bastion pertama adalah Zeeland, bastion kedua Amsterdam, ketiga Utrecht, keempat Raamsdonk dan kelima Bunschoten.

Benteng (casteel) adalah situs kuno yang menjadi penanda awal koloni Belanda/VOC di suatu tempat yang kini menjadi bagian dari kota. Benteng-benteng ini ditemukan di Batavia (Jakarta), Padang, Soerabaja, Buitenzorg (Bogor) dan sebagainya. Benteng Semarang kurang lebih sama bentuknya dengan Benteng Batavia, Benteng Soerabaja dan Benteng Padang. Benteng Buitenzorg berbeda dengan yang lainnya. Benteng Buitenzorg yang menurut peta kuno disebut Fort Padjadjaran (Benteng Pajajaran) yang letaknya berada persis di lokasi Istana Bogor yang sekarang.

Benteng Semarang, Awal Pembentukan Kota

Lokasi Benteng Semarang, 1724
Perencanaan pembangunan Benteng Semarang (mengikuti nama sungai Semarang) sudah dilakukan sejak lama (1695) dan baru selesai pada tahun 1708. Dalam sejarah Semarang, disebutkan bahwa pada tahun 1705 Susuhunan Pakubuwono I menyerahkan Semarang kepada VOC sebagai bagian dari perjanjiannya karena telah dibantu untuk merebut kembali Keraton Kartasura. Sejak saat itu Semarang resmi menjadi milik VOC. Sejak itu pula pengaruh VOC ditanamkan kepada Soeltan (di Kartosoero) dan strategi penguasaan wilayah (koloni) dimulai. Ini ditandai dengan banyaknya benteng yang dibangun antara Semarang hingga ke depan Kraton Kartosoero.

Lokasi Benteng Cartosoero, 1724
Dalam Peta 1724, Semarang (casteel) terletak di sisi kiri sungai Semarang. Peta ini menggambarkan lokasi-lokasi antara Semarang hingga Cartasoero (Kartasura/Soerakarta) melalui Oengaran, Toentang dan Salatiga. Peta ini dibuat oleh Joannes van Braam atas perintah Herman de Wilde seorang Raad Ordinair van India yang bertindak sebagai Panglima Lapangan (Veld-Overste) dan Panglima Angkatan Bersenjaya (Opperbevelhebber) setelah adanya perjanjian pada tanggal 24 Oktober 1705.

Perjanjian Soesoeheenan dari Cartasoera terjadi tanggal 24 Oktober 1705. Dalam perjanjian ini Soesoeheenan, selain menyerahkan (wilayah) Semarang kepada VOC, juga menyerahkan Preanger dan Chirebon. Sebelumnya VOC dibawah Sersan Scipio tahun 1696 telah melakukan ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong yang kemudian diikuti ekspedisi lanjutan pada tahun 1701 dan 1703 oleh van Reebeck. Resolusi 1705 ini kemudian diperbarui dengan resolusi 17 November 1713 dan 13 November 1718. Setelah resolusi ini muncul peta pertama Semarang-Cartasoera. Resolusi berikutnya dibuat pada tanggak 1 Juni 1729 (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 30-08-1880).

De locomotief, 30-08-1880
Sejak 1666, VOC mulai menganggap penting penduduk asli, utamanya di kota-kota pantai. Dengan begitu dimungkinkan membentuk koloni baru selain Batavia sebagaimana kemudian terbentuk kota koloni (benteng) di Semarang. Lalu kemudian di Soerabaja dan Padang. Dari kota-kota pantai ini, koloni-koloni baru dikembangkan ke pedalaman. Sebelum membentuk koloni baru (yang berpusat di benteng) di pedalaman dilakukan ekspedisi ke pedalaman. Ekspedisi ke hulu sungai Semarang dilakukan setelah tahun 1678 yang mana VOC sudah memulai koloni permanen di Semarang 1677. Sebagai perbandingan ekspedisi pertama ke hulu sungai Tjiliwong dimulai pada tahun 1687 yang dipimpin oleh Sersan Pieter Scipio dengan mendirikan Fort Padjadjaran (lokasinya di Istana Bogor yang sekarang). Ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong dimulai tahun 1687. Laporan ekspedisi ini telah didokumentasikan dalam bentuk peta ekspedisi yang berjudul Lantkaat van Batavia na de Zuyd, zee door den Sergt Scipio, 1695.

Setelah terjadinya perjanjian 1705, pimpinan VOC bekerjasama dengan pemimpin lokal di Semarang untuk memulai perkebunan indigo (pewarna). Pemimpin lokal di Semarang bersedia dan melakukan pengiriman pertama. Sejak itu, kantor pusat untuk wilayah pesisir timur laut Jawa dari Japara dipindahkan ke Semarang pada 1708. Inilah tahun awal Belanda/VOC memulai koloni di Semarang dengan G. van Broekhuysen untuk mendesain benteng (di sisi timur muara sungai Semarang).

Pemberontakan Cina: Benteng Dibangun Baru

Dokumen perang Semarang, 1741
Benteng lama (masih bersahaja) yang selesai dibangun tahun 1708 tidak terlalu kuat. Di dalam benteng hanya terdapat garnisun militer dengan kekuatan 130 tentara. Lalu pada tahun 1740 terjadi pemberontakan Cina. Setelah pemberontak menduduki benteng VOC di Cartasoera, Rembang dan Demak kemudian menyusul di Semarang. Pada tahun 1741 VOC mengirim pasukan besar dari Batavia dan Macassar. Perang dan pengepungan kota Semarang yang terjadi antara Juni dan November 1741 akhirnya berhasil melawan kekuatan kolaborasi Cina dan Jawa. Pembagian angkatan perang dalam serangan tanggal 7, 9 dan 11 November 1741 (lihat dokumen).

Peta Kota Semarang, 1741
Pemberontakan Cina sudah terjadi di Batavia tahun 1740. Puncak tragedi terjadi pada tanggal 11 Oktober 1740 yang berakhir dengan pembantaian orang-orang Cina (Chinezenmoord) di Batavia yang menelan korban sekitar 10.000. Munculnya pemberontakan Cina di Cartasoera, Rembang, Demak dan Semarang diduga sebagai ekses pembantaian Cina oleh Belanda/VOC di Batavia. Artikel tentang ini di dalam blog ini lihat ‘Sejarah Jakarta (5): Simpang Siur Tragedi Pembantaian Tionghoa di Batavia, 1740; Ini Faktanya!’.

Pada bulan November 1743, Suenoehoenan Pakoebewono menandatangani sebuah perjanjian damai di mana untuk menyerahkan (kembali) sepenuhnya wilayah pantai utara Jawa kepada VOC. Tata kota kembali dimulai. Benteng (lama) yang ada di dekat pantai dibongkar. Benteng Semarang yang lama diperluas. Benteng dan dermaga baru selesai tahun 1746. Pemukiman (area) orang Eropa/Belanda menjadi bagian dari benteng Semarang (Stad). Benteng baru ini terdiri dari beberapa bastion: dua bastion menggunakan nama bastion dari benteng yang lama yakni Zee(land) dan Amsterdam. Bastion yang lain diberi nama Smits, Ceylon, de herderler, de lier (sisi sungai) dan de Tawang.

Kota Semarang (lama), 1775-1789
Benteng lota ini memiliki luas 600x400 m dengan konstruksi besar di sudut barat laut lokasi dimana benteng pertama berdiri. Kamp Cina dibongkar dan dijadikan lapangan bebas. Sebagai penggantinya dibangun kembali di tepi barat sungai Semarang di selatan kota. Dalam perkembangannya, pada tahun 1748 kepala perdagangan di Semarang ditingkatkan statusnya menjadi gubernur: gouverneur van de Noordoostkust van Java (Gubernur pesisir timur laut Jawa). Kota Semarang yang mulai terbentuk dibagi ke dalam empat bagian: warga asli Jawa di sekitar masjid dan pasar dimana rumah bupati berada di tepi barat Kali Semarang; kamp(ong) Melayu berada di hilir tepi timur; kamp(ement) Cina berada di seberang kamp(ong) Jawa di tepi timur; dan pemukiman Belanda berada di benteng di sebelah utara kamp. Cina.

Benteng kota Semarang (1787)
Benteng baru ini bergunan untuk melindungi kota Semarang dengan pembangunan benteng modern, bandingkan dengan benteng 1708 yang lebih kecil berada di sisi timur sungai Semarang. Perancang bangunan benteng modern ini adalah Carl Friederich Reimer yang dilengkapi sebuah baterai di pantai. Dalam perkembangan lebih lanjut benteng tersebut dihancurkan pada tahun 1824 dan ditransformasikan dengan membangun kanal-kanal. Bekas (situs) benteng tersebut telah lama dimakan waktu dan kini mulai diidentifikasi para arkelog di Semarang. Sebagai pengganti benteng ini dibangun benteng baru di sebelah barat sungai yang disebut benteng Fort Prins van Orange sehububungan area Eropa/Belanda yang diperluas dari sisi timur ke sisi barat sungai Semarang (dekat dengan rumah Bupati. 


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar