Laman

Jumat, 09 Agustus 2019

Sejarah Tangerang (11): Kereta Api Jalur Pendek Batavia-Tangerang; Jalur Panjang ke Anjer via Rangkasbitoeng, Serang, Tjilegon


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini
Jalur kereta api ke arah barat seakan hanya sebatas stasion Tangerang. Demikian juga jalur kereta api ke arah tenggara seakan hanya sebatas stasion Rangkas Bitung. Pada masa ini dua stasion ini (stasion Tangerang dan stasion Rangkasbitung) menjadi bagian dari sistem kereta api komuter (KRL). Namun di masa lampau, stasion Tangerang dan stasion Rangkasbitung adalah bagian dari sistem moda transpoertasi umum dari Batavia ke Anjer. Hanya saja antara Tangerang dan Serang dilakukan lewat jalan raya. Sedangkan antara Rangkasbitung dan Serang dilakukan lewat jalur kereta api.

Kereta api Batavia, KRL masa kini
Jalur kereta api Tangerang adalah jalur buntu. Stasion pemberhentian terakhir dari Batavia ke arah barat hanya sampai di kota Tangerang. Jalur dari Tangerang ke kota Serang terputus. Itu bukan karena halangan sungai Tjisadane, melainkan karena alasan pertimbangan ekonomi. Jalur Batavia ke Serang dilakukan melalui Rangkasbitoeng. Jalur kereta api dari Batavia mengarah ke arah tenggara melalui Tanah Abang ke Rangkasbitoeng via Kebajoran, Serpong. Dari kota Rangkasbitoeng jalur kereta api di arahkan ke Serang. Dan dari kota Serang ke Anjer melalui Karang Antoe (kota kuno Banten) dan Tjiligon. Pembuatan jalur kereta api di Banten ini bukan karena faktor politik masa itu tetapi hanya semata-mata karena faktor ekonomi (mengikuti jalur pedagangan komoditi). Hal ini juga pada awalnya dari Batavia ke Bandoeng melalui Buitenzorg, Soekaboemi dan Tjiandjoer. Dan kemudian dari Bandoeng ke Jogjakarta.  

Lantas mengapa jalur kereta api dari Tangerang tidak langsung ke Serang (dan harus memutar jauh ke pedalaman di Rangkasbitoeng)? Bukankah lebih pendek jaraknya jika jalur yang dibangun dari Tangerang ke Serang dan lalu ke Rangkasbitoeng? Itu semua ada alasannya. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kereta Api Batavia Tangerang: Mengapa Gagal ke Maoek?

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

1 komentar:

  1. Artikel-artikel disini menarik. Ditunggu lanjutan deskripsi lengkapnya

    BalasHapus