Laman

Selasa, 14 Juli 2020

Sejarah Lombok (38): Pijot, Pidjot, Piju, Pidjoe; Pelabuhan Terbaik di Pulau Lombok Tempo Doeloe [Jerowaru, Lombok Timur]


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Tidak seorang pun  kini mengingat nama Pidjot atau Pidjoe dalam sejarah Lombok. Pada masa ini nama Pijot hanyalah sebuah nama desa terpencil di kecamatan Keruak, kabupaten Lombok Timur. Karena itu pula orang tidak menganggapnya penting. Namun, jangan lupa, Pidjot tempo doeloe bukanlah kampong kecil, tetapi pelabuhan besar. Pelabuhan Pidjot memang tidak sebesar pelabuhan Ampenan, tetapi pelabuhan Pidjoe awalnya lebih sibuk dari pelabuhan Laboehan Hadji, bahkan pelabuhan Pidjoe sudah dikenal sebelum pelabuhan Lembar (Laboehan Tring) ditemukan.

Sejarah keberadaan (pelabuhanI Pijot semakin terabaikan dan terlupakan karena banyak faktor. Satu faktor penting adalah nama desa Pijot masa kini berada di kecamatan Keruak, kabupaten Lombok Timur. Sementara posisi geografisnya secara aktual pelabuhan Pidjot tempo doeloe, kini tepat berada di desa Jerowaru, kacamatan Jerowaru, kabupaten Lombok Timur. Perbedaan inilah yang menyebabkan sejarah pelabuhan Pijot menjadi kabur. Lantas mengapa begitu? Sebelum kita membuktikannya, anggaplah pelabuhan Pijot adalah desa Jerowaru yang sekarang. Pada awalnya wilayah teritorial kampong Pidjot ini sangat luas. Namun dalam perkembangnya jelang sensus pada tahun 1930 sejumlah kampong disatukan untuk menjadi desa. Boleh jadi nama desa yang dipilih adalah desa Jerowaru. Dalam perkembangannya masing-masing desa ini mengalami pemekaran. Lalu desa-desa yang berdekatan kemudian disatukan dengan membentuk kecamatan yang namanya mengambil nama Jerowaru. Terakhir, kecamatan Jerowaru dimekarkan dengan membentuk kecamatan Keruak. Celakanya, desa Pijot masuk kecamatan Keruak. Kampong Pijot yang menjadi desa sekarang tidak lagi berada di tempat asalnya, demikian juga kampong Djerowaroe yang menjadi nama desa tidak lagi berada di tempat asal (menempati kampong Pidjoe/Pidjot tempo doeloe). Bingung, bukan? Tidak apalah sedikit bingung, yang jelas persoalan serupa ini banyak ditemukan di berbagai tempat di Indonesia.

Fakta sejarah seringkali kabur oleh kemajuan jaman. Meski nama Pidjoe atau Pidjot sudah lama terlupakan, tetapi sejarah tetaplah sejarah. Sebab sejarah adalah narasi fakta dan data. Tempo doeloe tidak ada pelabuhan di pantai selatan (pulau) Lombok, oleh karenanya jika terjadi badai, semua kapal yang melintas di selatan pulau akan merapat ke pelabuhan Pidjoe. Sebab, pelabuhan Pidjoe adalah pelabuhan yang tenang dan aktivitas perdagangannya yang sangat ramai. Nah, untuk sekadar mengingat nama Pijot dan untuk menambah pengeatahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. Catatan: dalam artikel ini penulisan Piju, Pidjoe, Pijot dan Pidjot saling menggantikan.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Pelabuhan Pidjoe atau Pidjot

Pada tahun 1855 penduduk kampong Pidjoe di tenggara pulau Lombok berjumlah sekitar 50 keluarga (lihat De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 22-08-1855). Tampaknya kampong tersebut berasal dari (suku) bangsa yang sama dengan nama depan Uwa untuk laki-laki dewasa (mungkin semacam Bapak atau Ayah). Untuk mencapai kampong harus menggunakan perahu karena kapal uap Zr Ms Batavia tidak bisa merapat (tetap berada di perairan dalam).

Pelabuhan Pidjoe ini sudah lama tidak dikunjungi oleh kapal-kapal pedagang. Meski demikian, menurut Heinrich Zollinger (1847) pelabuhan Pidjoe di telujk Pidjoe adalah pelabuhan yang paling baik, tenang dan sehat serta aman dari badai. Oleh karena di selat Alas sering terjadi perampokan kapal-kapal di laut, menurut Heinrich Zollinger pelaboehan ini menjadi jarang dikunjungi oleh pedagang-pedagang Cina.

Saat kapal uap Ze Ms Batavia merapat di teluk Pidjoe, kepala kampong Pidjoe Oewa Boelin menaikkan bendara tri color, tetapi penduduk segera kabur melarikan diri ke pedalaman. Dua orang utusan Melayu yang dikirim ke darat dengan perahu mendapat keterangan penduduk melarikan diri karena 10 tahun sebelumnya kampong mereka dibakar oleh kapal uap yang datang. Hal ini karena ketika sebelumnya kapal yang terdampar di teluk mereka memungut barang-barang yang berserakan. Orang-orang kapal yang datang tersebut menuduh mereka telah merampok tetapi penduduk yakin kapal yang terdampar sebelumnya telah diserang badai di laut.

Penduduk Pidjoe mungkin telah menjadi korban, Pelabuhan yang tenang dan aman menjadi jarang dikunjungi pedagang yang boleh jadi dampak dari adanya kekacauan di perairan selat Alas apakah karena perampokan atau karena serangan badai. Menurut Zollinger selat Alas lebih tanang arusnya daripada selat Lombok (dekat pantai barat Lombok). Namun karena kekhawatiran dugaan adanya perampokan di laut di selat Alas pelabuhan Pidjoe menjadi jarang dikunjungi pedagang. Namun jika terjadi badai besar di selatan pulau Lombok, kapal-kapal yang berada di sekitar umumya mencari tempat berlindung ke pelabuhan Pidjoe sampai meredanya badai.

Sejak kedatangan kapal Zr Ms Batavia ke pelabuhan Pidjoe, pelabuhan ini telah mendapat perhatian Pemerintah Hindia Belanda. Kapal-kapal Pemerintah Hindia Belanda menjadi sering melintasi selat Alasa untuk patroli. Pelabuhan Pidjoe lambat laun semakin ramai kembali. Paling tidak hal ini diindikasikan kapal kapal Rever  (yang berpusat di Hamburg) telah disewa untuk mengangkut beras di Pidjoe untuk dibawa ke Macao (lihat Nieuw Amsterdamsch handels- en effectenblad, 14-02-1861).

Pada masa lampau pelabuhan Pidjoe kerap dijadikan sebagai salah satu pusat transaksi perdagangan budak. Dalam satu artikel pada surat kabar Soerabaijasch handelsblad, 21-03-1881 disebutkan bahwa dahulu, pasar utama dan tempat ekspor budak di Waingapoe. Namun setelah dibentuknya cabang Pemerintah Hindia Belanda (Controleur) tampaknya telah dipindahkan ke tempat lain. Orang-orang Ende waktu itu adalah pedagang utama yang mana mereka itu mengekspor ke Ende, Bima, Soembawa, Pidjoe dan Bali.

Pelabuhan Pidjoe tetap dianggap penting. Pada tahun 1882 kapal milik Lim Tjong dan kapal-kapal lainnya yang sarat dengan beras dari Pidjoe berlabuh di Koepang, Timor (lihat Soerabaijasch handelsblad, 22-04-1882).

Dua pelabuhan utama di Lombok: Ampenan dan Pidjoe
Pelabuhan Pidjoe telah menemukan bentuknya sebagai pelabuhan yang penting. Beras-beras yang diekspor dari pelabuhan Pidjoe tetntu saja bukan berasal dari Pidjoe, sebab wilayah selatan Lombok bukanlah daerah beras karena bergunung-gunung dan banyak hutan. Beras-beras di pelabuhan Pidjoe berasal dari pelabuhan-pelabuhan kecil di pantai timur Lombok, seperti Laboehan Hadji. Jadi pelabuhan Pidjoe adalah pelabuhan perdagangan. Pusat para pedagang membawa dagangan dan para pedagang besar mendistribusikannya ke berbagai tempat termasuk ke luar negeri. Sebagaimana diketahui pulau Lombok adalah penghasil beras. Pelabuhan Ampenan menjadi pusat perdagangan beras ke arah barat (ke Jawa) dan pelabuhan Pidjoe menjadi pusat perdagangan ke arah timur.

Ketenangan pelabuhan Pidjoe adalah satu hal, badai yang ganas di lautan adalah hal lain lagi. Dalam situasi dan kondisi di selat Alas, posisi pelabuhan Pidjoe menjadi sangat penting sebagai pelabuhan utama di tenggara pulau Lombok. Bagaimana badai di lautan dapat diambil satu contah dari berita  Bataviaasch nieuwsblad, 23-11-1887.

‘Berita tentang puing-puing kapal dari Beoleleng. Kapal Djoedoel Karim yang berlayar milik Sech Salim bin Oomar Drachim, di selat Alas antara pelabuhan Laboean Hadji dan pelabuhan Pidjoe, pecah dan hancur berkeping-keping oleh badai. Sebanyak 250 unit kayu cendana, yang diangkut oleh kapal, hanya bisa diselamatkan 35 atau 40 unit. Telah dikirim sebanyak 200 orang segera ke tempat bencana oleh kerajaan di Lombok. Para kru kapal dan kuda-kuda yang diselamatkan telah dibawa ke Ampenan, dan dari sana untuk melanjutkan perjalanan ke Soerabaja. Pernyataan terakhir ini diperoleh dari laporan Residen Bali en Lombok tentang kecelakaan tersebut’.

Meski badai adalah ancaman besar dalam pelayaran, namun karena pelabuhan Pijoe sangat ideal maka pelabuhan ini tetap menjadi ramai. Berita-berita lainnya tentang Pidjoe datang dari Timor yang menyatakan bahwa bahwa di Palmedo (pantai timur Soemba) sebuah kapal dari Pidjoe yang berisi penuh beras telah terdampar. Kapal tersebut telah diselamatkan sebuah kapal lain yang datang dari Waingapoe (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 28-01-1888).

De locomotief : Samarangsch handels-blad, 21-07-1892
Pada tahu-tahun terakhir ini terjadi pemberontakan penduduk Sasak terhadap kerajaan Bali Selaparang di Lombok. Pelabuhan Pidjoe tentu saja menjadi penting bagi penduduk Sasak karena menjadi pintu belakang setelah pelabuhan Ampenan yang dikuasai oleh para pengeran Bali Selaparang telah tertutup bagi penduduk Sasak.

Namun akibat perang yang berlarut-larut mata dagangan beras di pelabuhan Pidjoe menjadi drastis berkurang. Dalam hubungan ini Pemerintah Hindia Belanda melakukan patroli di seputar pulau Lombok untuk menangkal impor senjata apakah yang dibeli oleh kerajaan Bali Selaparang maupun dibeli oleh pemimpin Sasak. Saat patroli kapal induk Hr Ms Java mampir di pelabuhan Pidjoe (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 09-04-1892). 

Dalam situasi perang ini, pelabuhan Pidjoe tetap berfungsi tetapi secara perdagangan mengalami kontraksi. Perdagangan beras terbilang hilang, tetapi perdagangan ternak masih berjalan dengan baik. Satu yang penting, situasi dan kondisi di pedalaman Lombok terinformasikan ke Jawa (Batavia) melalui pelabuhan Pidjoe, midalnya seperti yang diberitakan Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 22-06-1893: ‘Soerabaja, 22 Juni. Kapal uap GG Loudon, yang tiba di sini dari Pidjoe di Lombok, melaporkan bahwa pasukan pangeran Lombok (kerajaan Bali Selaparang) menyerang orang Sasak pada 16 Juni yang menyerang mereka kembali dengan hilangnya 300 orang, sedangkan orang Bali Selaparang yang  dipersenjatai dengan senjata hanya 5 tewas dan 20 terluka. Pada tanggal 23 Juni, orang Sasak akan menyerang pasukan pangeran lagi. Karena kerusuhan ini disebut sapi dan kuda bisa dibeli di Lombok seharga f10 dan f12’.

Akhirnya Pemerintah Hindia Belanda bersedia melakukan intervensi ke Lombok untuk menyelamatkan penduduk Sasak yang terus tertekan oleh pasukan Bali Selaparang. Kerajaan Bali Selaparang dapat ditaklukkan. Berakhir sudah kekejaman para pangeran Bali Selaparang di pulau Lombok. Penduduk Sasak lega dan kembali bangkit untuk memakmurkan pulau dan penduduk Sasak yang sudah sejak lama dilanda kemiskinan dan kelaparan. Lalu Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan di Lombok yag dibagi ke dalam tiga onderafdeeeling: West Lombok ibu kota di Mataram, Oost Lombok ibukota di Sisik (kemudian dipindahkan ke Selong) dan Midden Lombok ibu kota di Praja.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pasca Perang Lombok: Pidjoe dan Orang Mandar

Setelah berakhirnya Perang Lombok, pelabuhan Pidjoe tetap ramai. Kapal-kapal yang datang sudah disinggahi oleh kapal-kapal reguler sejak 1893 tetap berlangsung hingga dimulainya cabang Pemerintah Hindia Belanda di Lombok. Kehadiran Pemerintah Hindia Belanda di Lombok yang terasa telah turut membuka isolasi pelabuhan Pidjoe dari daratan dengan dibukanya jalur jalan darat dari Sakra (selama ini hanya melalui jalur laut ke Laboehan Hadji). Dalam perkembangannya juga dibuka jalur darat ke Praja. Kehadiran Pemerintah Hindia Belanda juga telah memperkuat posisi pelabuhan Pidjoe sebagai salah satu dari tiga pelabuhan penting di pulau Lombok, Indikasi ini dapat dilihat pada berita-berita terkini,

Peta 1895
Dalam suatu iklan pada surat kabar Soerabaijasch handelsblad. 27-08-1894 disebutkan kapal dari Soerabaja melakukan pelayaran ke Boeleleng, Ampenan, Laboehan Hadji, Pijoe, Makassar dan Amboina. Soerabaijasch handelsblad, 18-04-1895 kapal dari Soerabaja melakukan pelayaran ke Soemenep. Panaroekan, Banjoewangi, Boeleleng, Ampenan, Soembawa, Tambora, Bima, Pidjoe dan Laboehan Hadji.

Kehadiran Pemerintah Hindia Belanda di Lombok juga terbentuk kantong-kantong produksi baru sehubungan dengan pembangunan pertanian yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini karena pola pemerintah lokal yang dibentuk mengikuti sebaran-konsentrasi populasi. Onderafdeeeling Oost Lombok dibagi ke dalam empat ibu kota pemerintahan lokal yang masing-masing dipimpin oleh seorang kepala distrik. Distrik-distrik yang dibentuk di Onderafdeeeling Oost Lombok adalah Priggabaya, Sakra, Masbagik dan Rarang. Sehubungan dengan itu pelabuhan kuno (Laboehan Lombok) mulai digiatkan (di distrik Priggabaja). Pelabuhan Pidjoe termasuk wilayah district Sakra.

Het nieuws van den dag voor N-Indie, 09-01-1907
Untuk meningkatkan kapasitas pelabuhan Pidjoe, Residen Bali en Lombok, Asisten Residen Lombok dan Controleur  Oost Lombok pelabuhan Pidjoe yang berada di teluk dipindahkan ke bagian luar pada garis pantai yang disebut Tandjoeng Loear. Pelabuhan baru ini dibangun dengan membuat dermaga dari kayu untuk memudahkan kapal-kapal yang besar merapat. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 09-01-1907

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar