Laman

Sabtu, 01 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (22): Tawan Karang Bali, Karang Asem; Orang Bali Bukan Pelaut dan Tawan Karang yang Membawa Malapetaka


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Mengapa muncul tawan karang? Tawan karang adalah penyitaan kapal yang terdampar di pantai Bali. Untuk menghindari terulangnya tawan karang, Pemerintah Hindia Belanda melakukan perjanjian damai dengan radja-radja Bali. Semua radja setuju dengan tawan karang dan berupaya untuk mencegah jika dilakukan oleh penduduknya. Namun ada satu pangeran (radja) yang dianggap melanggarnya yakni pangeran Boeleleng. Tuntutan ganti rugi yang diminta Pemerintah Hindia Belanda, berdasarkan perjanjian terdahulu, menyebabkan petaka bagi radja Boeleleng.

Perairan pantai timur pulau Bali banyak karangnya. Tidak begitu jelas apakah ada kaitan antara karang di laut dengan karang di gunung yang disebut (kerajaan) Karang Asem. Yang jelas, di teluk Padang (baai van Padang) terdapat pelabuhan Laboehan Amok, tempat dimana ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlabuh pada tahun 1597. Sebelum mencapai teluk Padang di sekitar perairan Lombok (antara pulau Lombok dan pulau Penida), satu dari tiga kapal Cornelis de Houtman rusak berat sehingga harus dibakar dan ditenggelamkan. Tentu saja Cornelis de Houtman tidak mengetahui apakah sudah ada atau belum praktek tawan karang (karena belum bertemu dengan orang Bali). Dalam perkembangannya, jalur navigasi melalui pantai barat pulau Lombok, karena pantai timur pulau Bali tidak aman karena dua hal, banyak karangnya dan juga arus airnya membahayakan pelayaran. Sejak itu pelabuhan yang terus berkembang adalah pelabuhan Boeleleng (Bali) dan pelabuhan Ampenan (Lombok).

Lantas bagaimana sejarah asal-usul tawan karang di Bali? Itu satu hal. Hal lainnya yang penting adalah mengapa praktek tawan karang dilanggar pangeran Boeleleng dan tidak mengindahkan perjanjian yang ditandatanganinya dengan Pemerintah Hindia Belanda yang menyebabkan petaka bagi Boeleleng. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

 

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Asal Usul Tawan Karang

Yang paling ditakuti oleh para pelaut (kapal dan perahu dagang) bukanlah di selat Lombok, tetapi perairan di selat Alas. Pelabuhan Pijoe di tenggara pulau Lombok, salah satu pelabuhan terbaik, tidak berkembang karena jarang dikunjungi kapal dan perahu dagang karena tidak aman di perairan selat Alas yang kerap terjadi perampokan di laut. Oleh karena itu, meski pelabuhan terbaik, pelabuhan Ampenan (barat laut Lombok) terus berkembang. Pantai barat pulau Lombok terbilang aman untuk navigasi karena lautnya dalam, tidak ada karang dan arus air tidak sekencang di pantai timur pulau Bali.

Kapal-kapal dagang sangat jarang berlabuh di pantai timur pulau Bali. Teluk Padang yang tempo doeloe ketika disinggahi ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman ternyata tidak berlanjut. Banyak faktor mengapa demikian. Selain faktor karang dan arus air juga karena perdagangan di pantai timur Bali tidak menjanjikan. Yang menjanjika adalah pantai utara (pelabuhan Boelleng) dan pantai barat daya (pelabuhan Djembrana).

Orang Bali (dan juga orang Lombok) bukan pelaut. Oleh karena itu orang-orang Belanda sejak era VOC sangat nyaman berdagang dengan dengan orang Bali. Orang Bali bukan pesaing bagi kapal-kapal dagang VOC tetapi justru sebaliknya menjadi mitra yang baik. Itulah sebabnya hubungan baik orang Bali dan orang Belanda berlangsung selama ratusan tahun. Perjanjian damai antara orang Bali dan orang Belanda sudah dilakukan pada saat kehadiran Cornelis de Houtman di Bali tahun 1597. Namun yang menjadi masalah bagi orang Belanda, Bali tidak terlalu menguntungkan karena komoditi ekspor ke Eropa sangat minim. Namun demikian dapat digantikan dengan perdagangan budak.

Sejak kapan munculnya tawan karang? Tidak pernah ditemukan dalam laporan-laporan atau surat kabar pada era VOC. Yang ada adalah perampokan di laut, tetapi bukan di pantai-pantai Bali tetapi di lepas pantai utara Bali dan lepas pantai utara Lombok. Oleh karena orang Bali bukan pelaut dan juga orang Lombok bukan pelaut, maka oknum perampok tersebut berasal dari tempat lain. Pada awal Pemerintah Hindia Belanda juga tidak ditemukan laporan atau berita tawan karang. Idem dito ketika Inggris mengirim ekspedisi militer ke Bali tahun 1814 bukan karena alasan tawan karang. Singkat kata: tidak pernah ada perselisihan orang Bali dengan Belanda sejak era VOC hingga kembalinya Pemerintah Hindia Belanda berkuasa untuk menggantikan Inggris.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Tawan Karang Membawa Petaka

Pada tahun 1840 Pemerintah Hindia Belanda (setelah lama vakum) membuka pos pedagangan di Bali. Tidak disebutkan dimana, tetapi diduga kuat berada di Boeleleng. Sejak inilah kemudian Pemerintah Hindia Belanda membuat perjanjian damai yang baru dengan sejumlah radja-radja di Bali termasuk radja Bali Selaparang di Lombok. Seperti biasanya, sejak era VOC perjanjian damai dibuat untuk dua hal yakni saling menguntungkan dan mencegah perjanjian dengan pihak asing (sesama Eropa terutama Inggris).

Perjanjian yang dibuat tentu saja tidak memberatkan radja-radja Bali, lebih-lebih karena sudah sejak baheula hubungan baik antara Belanda dan orang Bali terbina. Hanya satu perselisihan orang Bali dengan orang asing yakni Inggris tahun 1814 yang mana radja Karangasem menyerahkan diri setelah militer Inggris menduduki kota (Boeleleng) dan kraton (Singaradja). Kembalinya Pemerintah Hindia Belanda menggantikan Inggris 1816 menyebabkan radja Karangasem memiliki kebebasan kembali. Perjanjian-perjanjian yang dibuat setelah tahun 1840 menguntungkan kedua belah pihak. Dalam perjanjian dengan radja-radja Bali ini tidak ada indikasi penekanan, tidak ada indikasi soal tawan karang dan juga tidak ada indikasi Pemerintah Hindia Belanda campur tangan di dalam negeri para radja-radja.

Namun tidak lama setelah adanya perjanjian-perjanjian antara Pemerintah Hindia Belanda dengan radja-radja Bali dan radja Bali Selaparang di Lombok muncul kabar bahwa sebuah kapal non-Belanda yang berbendera Belanda dirampok di selat Bali (dekat Djembrana). Celakanya, district Djembrana berada di bawah kekuasaan radja Boeleleng. Atas dasar perjanjian damai, Pemerintah Hindia Belanda meminta kepada radja Beoleleng untuk melakukan investigasi dan menuntut ganti rugi.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar