Laman

Selasa, 02 Juni 2020

Sejarah Yogyakarta (41): Bendoro Raden Mas Herdjoeno Darpito, Defacto Raja Sejak Muda; Sri Sultan Hamengkubuwana X


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini

Bendoro Raden Mas Herdjoeno Darpito, kelak dikenal sebagai Sri Sultan Hamengkubuwana X (sekarang). Sultan Hamengkubuwana IX sang ayah dan Sultan Hamengkubuwana IX sang anak adalah dua pemimpin modern di Kesultanan Djogjakarta. Antara ayah dan anak hanya beda-beda tipislah, 11, 12. Secara dejure Hamengkubuwana IX masih menjadi sultan hingga tahun 1988 (sejak 1940), tetapi secara defacto Bendoro Raden Mas Herdjoeno Darpito sejak 1973 sudah menjadi Sultan Yogyakarta. Apa, iya?

Bendoro Raden Mas Herdjoeno Darpito
Pada tahun 1965 adalah tahun paling kritis di Indonesia. Terjadi peristiwa penting di Indonesia yang puncaknya disebut G 30 S/PKI. Dimana-mana di seluruh Indonesia terjadi ketegangan dan bahkan kerusuhan. Jenderal Abdoel Haris Nasoetion nyaris terbunuh di rumahnya, tetapi tak disangka anaknya Ade Irma Soerjani yang menjadi korban. Secara psikologis, tamat riwayat Jenderal Abdoel Haris Nasoetion (dihentikan). Saat itu Presiden Soekarno yang merangkap Perdana Menteri hanya sendiri (tidak ada Wakil Presiden, sejak 1956) namun masih dibantu oleh generasi 45 (Republiken). Hamengkubuwana IX sebagai Menteri/Ketua BPK. Menteri-menteri lainnya, antara lain (yang berasal dari Mandailing en Angkola) adalah Adam Malik (Menteri Koordinator Pelaksanaan Ekonomi Terpimpin); Arifin Harahap (Menteri Negara bidang perdagangan); Jenderal TNI Abdoel Haris Nasoetion (Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata). Saat terjadi genting, di Djokjakarta aman dan terkendali. Mengapa bisa aman? Keris poesaka Kiai Selamat dibawa berkeliling Djokjakarta untuk menangkal kudeta komunis. (lihat De Volkskrant, 22-04-1967). Siapa yang memerintahkan Kiai Selamat dikeluarkan untuk menjaga kota dan kraton sementara Hamengkubuwana IX berada di Djakarta? Saat itu, Bendoro Raden Mas Herdjoeno Darpito sudah berumur 19 tahun (belum lama kuliah di Universitas Gadjah Mada). Foto (De Volkskrant, 22-04-1967).

Bendoro Raden Mas (BRM) Herdjoeno Darpito gelar KPH Mangkubumi pada tahun 1973 sudah berumur 27 tahun. Saat itu, sang ayah, Hamengkubuwana IX diangkat menjadi Wakil Presiden RI (kosong sejak Mohamad Hatta mengundurkan diri tahun 1956). Tahun 1973 adalah era baru Wakil Presiden. Hamengkubuwana IX sebagai Wakil Presiden (1973-1978) dilanjutkan oleh Adam Malik (1978-1983). Dua wakil presiden pertama era baru ini adalah generasi 1945 (Djokjakarta). Lantas seperti apa sejarah awal Bendoro Raden Mas Herdjoeno Darpito yang melanjutkan jabatan historis Sultan Hamengkubuwana IX? Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber sejaman tempo doeloe.

Sejarah Yogyakarta (40): Dr Parlindoengan Loebis, Sahabat Setia Goesti Raden Mas Dorodjatoen; Bebas Kamp NAZI ke Djokja


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini 

Keluarga Loebis terdapat dimana-mana. Tokoh-tokohnya tidak hanya terkenal dan pintar juga berani. Tokoh Loebis di Djokjakarta tidak hanya Kolonel Zoelkifli Loebis dan Kapten Karim Loebis ada juga yang bernama Parlindoengan. Ketika Goesti Raden Mas Dorodjatoen diterima di fakultas hukum di Universitei Leiden tahun 1934, Parlindoengan Loebis yang menyambutnya. Goesti Raden Mas Dorodjatoen lebih dikenal sebagai pangeran mahkota dari Djokjakarta sedangkan Parlindoengan Loebis mahasiswa di fakultas kedokteran Universiteit Leiden adalah Ketua Perhimpoenan Indonesia (PI) di Belanda.

Goesti Raden Mas Dorodjatoen, kelak pada tahun 1940 lebih dikenal sebagai Soeltan Hamengkoeboewono IX (menggantikan sang ayah). Parlindoengan Loebis lulus dan mendapat gelar dokter tahun 1940 (lihat De Standard, 26-10-1940). Dr Parlindoengan Loebis tidak segera pulang ke tanah air dan membuka dokter praktek di Amsterdam. Ketika terjadi invasi Jerman ke Belanda, Dr Parlindoengan Loebis ditangkap militer Jerman dan dimasukkan ke Kamp Konsentrasi NAZI (satu-satunya orang Indonesia yang pernah di kamp NAZI). Apa pasal, ketika PI dipimpin Parlindoengan Loebis adalah anti fasis. Sehubungan dengan pembebasan Belanda, Dr Parlindoengan Loebis juga dibebaskan. Namun sebaliknya Indonesia masih dikuasai Jepang. Dr Parlindoengan Loebis di Belanda memimpin orang-orang Indonesia melawan Jepang (fasis). Dr Parlindoengan Loebis didukung habis pemimpin Perhimpoenan Indonesia FKN Harahap (anak Depok, kelahiran Depok yang pernah mengalahkan juara catur Belanda). Setelah Indonesia merdeka (17 Agustus 1945) pulang ke tanah air, tidak ke kampong halamannya di Batangtoroe, Padang Sidempoen) tetapi langsung ke ibu kota RI yang baru di Djokjakarta (menjadi kepala dinas kesehatan kota). Dua sahabat lama kembali bersua: Goesti Raden Mas Dorodjatoen dan Parlindoengan Loebis.

Bagaimana kisah Dr Parlindoengan Loebis? Tentu saja sudah ditulis. Bagaimana pertemuan kembali Parlindoengan Loebis dengan Goesti Raden Mas Dorodjatoen di Djokjakarta belum pernah ditulis. Yang jelas keduanya sama-sama tidak punya hutang ke Jepang dan juga Republiken sejati. Tempat tinggal Dr Parlindoengan Loebis tidak jauh dari kraton Djokjakarta. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber sejaman tempo doeloe.