Laman

Selasa, 19 Januari 2021

Sejarah Banten (25): Asisten Residen di Lebak Edward Douwes Dekker; Controleur Natal dan Tragedi di Mandailing Angkola

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Edward Douwes Dekker adalah sosok pribadi yang berbeda dengan orang Belanda umumnya. Edward Douwes Dekker adalah seorang yang humanis dan penuh keadilan. Rasa adilnya inilah yang membuat dirinya dibenci oleh sebagian orang Belanda. Edward Douwes Dekker memulai karir sebagai Controleur di Natal tahun 1842. Ketika program koffiecultuur diterapkan di Afdeeling Mandailing en Angkola (sejak 1840) banyak penduduk protes sebagian eksodus ke Semenanjung Malaya (Inggris) dan sebagian berkeluh kesah kepada seorang Controeleur di Afdeeling Natal. Edward Douwes Dekker mengadvokasi penduduk, Atas perbuatannya ini Edward Douwes Dekker dihukum setahun di Padang. Sosok Edward Douwes Dekker inilah yang kemudian menjadi Asisten residen di Lebak.

Pada saat orang lupa siapa Edward Douwes Dekker, Mochtar Lubis dan Sanusi Pane mengambil inisiatif di Jakarta tahun 1953 untuk memperingati 66 tahun meninggalnya Multatuli. Peringatan itu dilaksanakan di Jalan Pegangsaan Timur No 56, tempat dimana 17 Agustus 1945 membacakan Proklamasi Indonesia. Mochtar Lubis dan Sanusi Pane seakan ingin menunjukkan kepada rakyat Indonesia, Edward Douwes Dekker alias Multatuli layak dihormati. Edward Douwes Dekker telah berjuang demi penduduk Indonesia di Natal dan di Lebak. Nama Edward Douwes Dekker sudah diabadikan sejak lama sebagai nama jalan Max Havelaar (merujuk pada nama bukunya Max Havelaar). Pada awal pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada tahun 1949 hanya dua kota yang tetap mempertahankan nama Edward Douwes Dekker yakni di Medan dan di Bandoeng dengan Indonesia hanya dua kota yang mempertahankan nama Edward Douwes Dekker sebagai nama jalan yakni di kota Medan dan di Bandung. Nama buku (jalan Max Havelaar) diubah menjadi nama orang (jalan Multatuli). Edward Douwes Dekker alias Multatuli adalah saudara sepupu Ernest Douwes Dekker alias Dr. Setia Budi (satu dari tiga pejuang Tiga Serangkai).

Bagaimana kisah Edward Douwes Dekker di Lebak sudah tentu ada yang menulis. Itu adalah satu hal. Hal yang lebih penting dalam hal ini adalah bagaimana situasi dan kondisi di Lebak pada saat Edward Douwes Dekker menjadi asisten residen di Lebak. Lantas mengapa hal itu begitu penting? Pengalamannya di Natal dan Lebak menjadi inspirasinya enulis buku terkenal Max Havelaar. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Edward Douwes Dekker di Lebak

Berdasarkan Almanak 1854 di Afdeeling Lebak, Residentie Bantam Asisten Residen dijabat oleh VALP Bekking. Untuk jabatan lokal Radhen Adhipatì Karta Nata Negara sebagai regent van het zuider Regentshap (te Lebak); Mas Aria Prawira Nala sebagai Patih, Radhen Astro Kesoemo sebagai Djaksa dan Mas Nassieb sebagai penghoeloe. Pada bulan Maret 1855 diketahui Asisten residen Lebak VALP Bekking akan dipindahkan sebagai asisten residen di Afdeeling, Ponorogo, Residentie Madioen (lihat Nederlandsche staatscourant, 04-03-1855). Dalam surat kabar ini juga ada mutasi di departemen militair Kapten infanteri JF Dekkero dipindahkan dari Batalion ke-1 ke Batalion ke-3.

Sehubungan dengan itu biasanya sudah dipersiapkan siapa yang akan menjadi Asisten Residen di Lebak. Kapan pergantian Asisten Residen Lebak tidak diketahui secara pasti. Surat kabar yang terbit di Surabaya De Oostpost : letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 16-01-1856 memberitakan bahwa Asisten residen di Lebak diangkat Edward Douwes Dekker.

Surat kabar di Belanda Middelburgsche courant, 18-12-1855 yang mengutip berita dari surat kabar yang terbit di Batavia Bataviaasch handelsblad bahwa terjadi polemik tentang tulisan berjudul Max Havelaar yang ditulis atas nama Multatuli. Disebutkan bahwa fakta yang disajikan dalam tulisan tidak bertentangan, tidak ada indikasi kepalsuan yang ditulis dalam cara penyajiannya, meskipun penulis mungkin mengkonfirmmasi untuk memastikan kebenarannya. Tapi perilaku Asisten residen Lebak (Edward Douwes Dekker) dianggap tercela. Klaimnya untuk menahan bupati, atas tanggung jawab jaksa semata, tanpa menandatangani fakta-fakta yang menimbulkan dakwaan, tidak bijaksana dan tidak adil. Penyelidikan kasus ini telah berakhir.

Seluruh jalannya kasus Dekker patut mendapat ketidaksetujuan dan hanya bisa dijelaskan oleh kebutaan oleh rasa nilai yang tidak terbatas atau niat untuk menjadi martir. Yang tak kalah tercela, menurut Bataviaasch Handelsblad adalah cara Havelaar memanfaatkan keramahan Resident. Siapapun yang dapat menghakimi dan ingin menilai secara adil, Multatuli mengeluh terhadap Gubernur Jenderal Duymaer van Twist dan mantan Residen Banten sebagai tidak berdasar dan mengakui bahwa mereka mungkin telah keliru dalam masalah sekunder, tetapi tidak dapat bertindak sebaliknya dalam kasus utama. Tetapi betapapun kerasnya, kami tidak menyetujui ancaman liar yang membuat Multatuli pada saat yang jahat mengakhiri pekerjaannya, yang membuatnya lebih marah terhadap dirinya sendiri daripada upaya bersatu dari semua musuhnya, namun kami tidak boleh menyembunyikan kegembiraan kami bahwa Anda memiliki ledakan terompet. suara para pemuja "the positive balance quand-même" telah terbangun dari istirahat nyaman mereka, dan bergemuruh di telinga mereka di tengah perhitungan mereka yang membahagiakan: ‘Bagus! Bagus ..., semuanya baik! Tapi orang Jawa dianiaya! ‘Karena adalah keyakinan teguh kami bahwa takdir tidak menentukan suatu bangsa dari ras apa pun untuk dianiaya selamanya dan bahwa Jawa tidak diciptakan hanya untuk tujuan menjadi gabus dimana Belanda mengapung’..

Apa yang menjadi pangkal perkara keluhan Edward Douwes Dekker (sehingga dia harus menulis di surat kabar) karena melihat situasi dan kondisi di Afdeeling Lebak yang sungguh menyedihkan bagi penduduk, para pemimpin lokal telah berbuat sewenang-wenang terhadap penduduk, sementara Residen Banten seakan menutup mata. Tampaknya Asisten Residen sebelumnya terlibat kasus di Lebak, Bagaimana Edward Douwes Dekker merasakan kesengsaraan penduduk Lebak dinyatakannya dala akhir tulisannya ‘Bagus! Bagus ..., semuanya baik! Tapi orang Jawa dianiaya! ‘Karena adalah keyakinan teguh kami bahwa takdir tidak menentukan suatu bangsa dari ras apa pun untuk dianiaya selamanya dan bahwa Jawa tidak diciptakan hanya untuk tujuan menjadi gabus dimana Belanda mengapung’. Tulisan ini tentu saja akan pro-kontra, dan memang akhirnya Edward Douwes Dekker yang disudutkan. Pengalaman pahit Edward Douwes Dekker berulang (setelah yang pertama tahun 1842-1843 di Natal).

Kasus Lebak (polemik tulisan Edward Douwes Dekker, berjudul Max Havelaar atas nama Multatuli) ini, seakan mengingatkan kasus yang lebih berat yang pernah dialami Edward Douwes Dekker pada tahun 1842-1843 di Afdeeling Natal. Pada saat itu di Afdeeling Mandailing en Angkola (kini Tapanuli Bagian Selatan) sedang diterapkan koffiekultuur, namun karena penduduk merasa di luar batas kewajaran, sebagian penduduk eksodus di Semenanjung dan pantai barat Sumatra (termasuk di Afdeling Natal). Edward Douwes Dekker yang saat itu menjabat sebagai Controleur di Afdeeling Natal mengadvokasi penduduk yang eksodus ke wilayahnya. Tindakan yang dilakukan Edward Douwe Dekker ini mendapat reaksi dari koleganya (sesama pejabat Belanda) di Afdeeling Mandailing en Angkola yang menyebabkan dirinya segera diberhentikan sebagai Controleur dan kemudian ditahan selama satu tahun di Padang (tidak diperbolehkan istrinya yang berada di Batavia untuk menjenguknya).

Edward Douwes Dekker menjadi martir (dalam pembelaan penduduk) sebagaimana diulas Batavia Bataviaasch handelsblad sebagaimana dikutip Middelburgsche courant, 18-12-1855. Sejatinya Edward Douwes Dekker adalah pegawai pemerintah yang baik dalam pekerjaan dan sangat humanis tetapi dimaknai berbeda oleh pihak koleganya yang berseberangan sifat. Edward Douwes Dekker berani mengambil sikap yang berbeda dan berani menerima risikonya. Atas kasus Lebak ini akhirnya Edward Douwes Dekker dipecat sebagai asisten residen di Afdeeling Lebak (lihat De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 02-04-1856). Sebagai gantinya diangkat MJ Pool, seorang Controleur kelas satu di (Residentie Banten). Edward Douwes Dekker tamat, tetapi penderitaan penduduk Lebak tampaknya masih akan berlangsung, karena Asisten Residen yang diangkat adalah pejabat yang ada di Residentie Banten.

Bukti bahwa Edward Douwes Dekker pegawai yang baik dalam pekerjaan (lepas dari sikap berbeda dari para koleganya) Edward Douwes Dekker sangat diterima penduduk di Afdeeling Natal. Kesalahan yang dituduhkan kepadanya hanyalah karena ia membela dan mengadvokasi penduduk Afdeeling Manailing en Angkola yang eksodus ke wilayahnya di Natal. Alasan tentang keungan di Natal merugi hanyalah alasan musuhnya yang dicari-cari. Dalam perkembangannya setelah Edward dihukum setahun di Padang terbukti tidak bersalah dan namanya direhabilitasi dan kemudian dipekerjakan kembali di Afdeeling Poerwakarta dan kemudian di Poerworedjoe (Residentie Bagelan) lalu menjadi Sekretaris Resident. Selanjutnya Edward Douwes Dekker dipindahkan sebagai sekretaris residen di Residentie Manado (April 1849). Di wilayah semenanjung Celebes ini nama Edward Doewes Dekker mendapat respon positif dari penduduk Minahasa. Pada awal tahun 1851 Edaward Douwes Dekker diangkat menjadi Asisten Residen di Amboina. Lagi-lagi nama Edward Douwes Dekker mendapat respion positif penduduk di Amboina dan dipuji sebagai orang Belanda yang sangat bersikap adil. Setelah Edward Douwes Dekker bekerja untuk pemerintah selama delapan tahun diberikan cuti dua tahun ke Eropa. Edward Douwes Dekker dan istrinya tiba di Belanda pada akhir tahun 1852. Foto: Rumah Edward Douwes Dekker di Natal 1842.

Setelah cuti panjang di Eropa (Belanda), Edward Douwes Dekker kembali ke Hindia Belanda, seperti disebutkan di atas, pada tahun 1855 Edward Douwes Dekker diangkat menjadi Asisten Residen di Lebak.

Surat kabar pemerintah Nederlandsche staatscourant, 17-10-1852 memberitakan bahwa GAE Wiggen Residentie Bezoeki dipindahkan menjadi Residen Banten, Dalam berita mutasi ini juga disebutkan H. Dessanvagie, Asisten Residen Lebak dipindahkan sebagai asisten residen di Bodjonegoro (Residentie Rembaug) dan VALP Bekking diangkat sebagai asisten residen Lebak (sebelumnya adalah controleur der 1ste klasse). Apakah Wiggen dan Bekking sudah saling mengenal selama ini? Pada bulan ini Edward Douwes Dekker, karena diberi cuti dua tahun ke Eropa, berhanti sebagai President der weeskamer te Menado (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 18-10-1852).

Seperti disebut di atas, VALP Bekking digantikan oleh Edward Douwes Dekker. Yang dalam kasus Lebak, Edward Douwes Dekker menemukan jejak VALP Bekking yang diduga bersekongkol dengan bupati Lebak Radhen Adhipatì Karta Nata Negara (sejak November 1837). Untuk sekadar menambahkan Karta Nata Negara adalah bupati dengan pangkat (gelar) tertinggi di Residentie Banten dengan gelar Radhen Adhipatì (bupati di Afdeeling Serang, afdeeling Pandeglang dan Afdeeling Tjaringin masing-masing bergelar Raden Toemenggoeng). Siapa Radhen Adhipatì Karta Nata Negara silahkan cari di artikel lain dala blog ini. Yang jelas Radhen Adhipatì Karta Nata Negara bukan asli Lebak, Banten.

Seperti disebut di atas VALP Bekking diangkat menjadi Asisten Residen Lebak pada tahun 1852 bersamaan dengan pemindahan Residen GAE Wiggen dari Bezoeki ke Banten. Masih pada tahun 1852 Edward Douwes Dekker mendapat cuti dua tahun ke Eropa (dari Ambon) dan pada waktu yang bersamaan ini CP Brest van Kempen diangkat menjadi Residen Manado. Lalu kemudian CP Brest van Kempen dipindahkan ke Banten untuk menggantikan GAE Wiggen (karena pensiun). Pada saat Edward Douwes Dekker diangkat menjadi Asisten residen di Lebak, yang menjadi Residen adalah CP Brest van Kempen. Besar dugaan Edward Douwes Dekker diangkat menjadi Asisten Residen di Lebak pada bulan Juli 1855. Hal ini karena CP Brest van Kempen sebagai Residen Riaou dipindahkan menjadi Residen Banten (lihat Nederlandsche staatscourant,  03-07-1855). Dengan kata lain CP Brest van Kempen dan Edward Douwes Dekker sama-sama memulai tugas di Residentie Banten. Dalam tuntutan Edward Douwes Dekker untuk memberhentikan bupati Lebak, CP Brest van Kempen sendiri tidak sepakat dengan Edward Douwes Dekker tetapi CP Brest van Kempen sendiri tetap meneruskan (surat) permintaan Edward Douwes Dekker kepada Gubernur Jenderal. Seperti disebut di atas Edward Douwes Dekker diberhentikan (lihat De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 02-04-1856). Diberhentikan karena aatas permintaan sendiri. CP Brest van Kempen sendiri pada tahun 1857 dipindahkan dari Banten menjadi Residen di Jogjakarta.

Edward Douwes Dekker tamat di pemerintahan. Yang jelas apa yang pernah dilakukannya pada tahun 1843 di Natal untuk membela penduduk Mandailing en Angkola tetap konsisten dengan apa yang dilakukan di Lebak. Edward Douwes Dekker pada 1843 dipecat dan ditahan, kini pada tahun 1856 tidak dihuku tetapi mengundurkan diri dari pemerintahan, Kasus Edward Douwes Dekker adalah kasus yang langka. Hanya Edward Douwes Dekker yang pernah dipecat karena membela penduduk (Mandailing en Angkola), dan yang pernah mengundurkan diri karena permintaannya ditolak untuk membela penduduk (Lebak).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Multatuli: Max Havelaar dan Nama Edward Douwes Dekker Masa Kini

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar