Laman

Kamis, 24 Juni 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (64): Indochina dan Indonesia di Zaman Kuno; Peradaban India dan Peradaban Tiongkok Zaman Kuno


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini 

Indochina dan Indonesia nama mirip merujuk pada nama Indo (Hindia atau India). Indonesia adalah pulau-pulau Hindia (India), sedangkan Indochina adalah Hindia ditempelkan nama Tiongkok (China). Dalam hal ini Indochina bukan Indonesia dan China. Oleh karena itu Indochina dan Indonesia berakar pada sejarah peradaban yang sama (India). Namun dalam perkembangannya sejarah peradaban Tiongkok masuk, terutama di Vietnam, Laos dan Kamboja untuk memperkaya atau menggantikan.

Pada masa ini Indochina kerap diartikan secara terbatas pada wilayah bekas koloni Prancis yang kini menjadi negara Kamboja, negara Laos dan negara Vietnam. Namun secara geografis wilayah Indochina juga mencakup negara Myanmar dan Thailand. Jika diperluas lagi secara geografis maka Semenanjung Malaya dapat menjadi Semenanjung Indochina atau Semenanjung Asia Tenggara. Wilayah Semenanjung Asia Tenggara ditambah dengan pulau-pulau di selatan dan tenggaranya (Indonesia dan Filipina) kemudian lebih dikenal hanya Negara Negara Asia Tenggara (ASEAN). Berbeda dengan Indonesia dan Federasi Malaysia (Islam) dan Filipina (Katolik), agama mayoritas di Indochina adalah Budha Theravada dan Hinayana, Agama Budha Mahayana dominan di Vietnam, Theravada dominan di Myanmar dan Kamboja, sedangkan di Thailand dan Laos adalah Budha. Tiga negara Indochina yakni Vietnam ibu kota di Hanoi, Laos di Phnom Penh dan Kamboja di Vientiane.

Lantas bagaimana sejarah Indochina zaman kuno? Seperti disebut di atas Indochina bukan Indonesia atau sebaliknya. Indochina lebih mengerucut ke tiga negara yang sekarang Kamboja, Laos dan Vietnam. Namun demikian, adakah pengaruh Indonesia (Hindia Timur) di wilayah Indochina tersebut? Yang jelas, boleh jadi dari kawasan Indochina zaman kuno ini berkembang bahasa Melayu (suksesi bahasa Sanskerta). Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*

Indochina Zaman Kuno Era Hindoe Boedha: Champa dan Khmer

Dalam catatan dinasti Tang (Chiu T'ang Shu), disebutkan Gubernur Lingnan yang membawahi pelabuhan Canton, pada tahun 792 M meminta Kaisar untuk mempertimbangkan, bahwa akhir-akhir ini sebagian besar kapal dari luar negeri hanya sampai sejauh Annam dan berdagang disana. Sang Gubernur meminta agar delegasi dari Pemerintah Pusat bersama-sama dengan pejabat dari provinsinya dikirim kesana untuk menutup pasar (di Annam). Kaisar Tê-tsung akan mengabulkan permintaannya ketika dia diinterupsi oleh Lu Chih, seorang pejabat pengadilan memprotes permintaan sang pangeran dari Lingnan. Sang pengadil justru menuduh sang gubernur karena pedagang datang demi keuntungan, dimana mereka datang dengan mendapatkan kenyamanan dan keuntungan. Lu Chih berpendapat, bahwa  sang pangeran Gubernur hanya menambah pikiran sang Kaisar. Annam telah menjadi protektorat Tiongkok sejak tahun 679 M, dan tidak memiliki kemerdekaann lagi hingga tiba waktunya, memiliki kemerdekaan (lagi) pada tahun 968 M.

Annam adalah kota pelabuhan yang sangat ramai saat itu (yang sekarang bagian dari wilayah tengah negara Vietnam). Pada era kolonial menjadi sebuah protektorat Prancis (sejak 1884) dan kemudian menyusul Coshinchina (selatan Vietnam) dab Tonkin (uataa Vietna) yang meliputi. Orang Vietnam kemudian menyebutnya dengan sebutan Annamites. Penulis-penulis nasionalis mengadopsi kata ‘Vietnam’ pada akhir 1920an. Lingnan sendiri adalah wilayah geografis di sebelah selatan Lima Bentang Tiongkok yang meliputi Tayu, Qitian, Dupang, Mengzhu dan Yuecheng. Wilayan ini kini mencakup provinsi Guangdong, provinsi Guangxi, provinsi Hunan dan provinsi Jiangxi plus Vietnam utara. Area ini pernah dihuni oleh suku Seratus Yue dan merupakan tanah air bagi Nanyue kuno. Pada saat itu, Lingnan dianggap sebagai tanah barbar dan kehilangan kontak dengan wilayah Zhongyuan, yang merupakan tempat lahirnya budaya Tiongkok. Pada abad ke-2 SM, wilayah ini masuk ke dalam Kerajaan Tengah. Nama Lingnan saat ini menjadi nama sebuah universitas seni liberal di Hong Kong (Wikipedia)

Berdasarkan catatan dinasti Tang ini diketahui bahwa Annam adalah kerajaan tersendiri tetapi menjadi protektorat selama periode 679-968 M. Kerajaan ini menjadi protektorat Tiongkok karena ingin meminta perlindungan dari ancaman bajak laut di Laut China Selatan. Dimana pelabuhan (yang diduga menjadi pusat kerajaan) yang dimaksud dalam kronik dinasti Tang ini tidak diketahui secara pasti.

Jauh sebelumnya disebut nama Annam disebut sudah ada kerajaan yang eksis sejak abad ke-2 pada era dinasti Han yakni Lin yi di kota Hue yang sekarang. Ini berarti Annam berada di selatan Lin yi.

Kota-kota pelabuhan di wilayah Annam ini diduga berada di tempat dimana pada masa kini ditemukan prasasti Vo Cahn yang berasal dari abad ke-3 (yang merupakan prasasti tertua di Asia Tenggara) dan prasasti Dong Yen Chau.

Prasasti Vo Chan ini berada di provinsi Nha Trang yang sekarang. Letak ditemukan prasasti ini berada di arah hulu delta sungai Cai, yang zaman dulu adalah sebuah pulau di muara sungai Cai. Pada prasasti ini disebut seorang raja termasyhur mengukuhkan raja muda yang menggantikan ayahnya yang meinggal, yang mana raja muda ini juga adalah menantunya. Raja masyhur ini diduga kuat berasal dari Sumatra bagian utara.yang diduga Kerajaan Aru. Nama lama Nha Trang ini adalah Kauthara. Prasasti Dong Yen Chau adalah prasasti berbahasa Cham yang ditulis dalam aksara Brahmi Selatan Kuno. Prasasti ini ditemukan di Đông Yen Châu, barat laut dari Trà Kiệu di wilayah antara Hue dan Da Nang yang sekarang. Prasasti ini pada zaman dulu tak jauh dari ibu kota lama Kerajaan Champa di Indrapura. Disebutkan meskipun tidak bertanggal, ungkapan yang digunakan mirip dengan yang digunakan pada prasasti bertanggal dalam bahasa Sanskerta yang dikeluarkan oleh Raja Bhadravarman I yang memerintah pada akhir abad ke-4 M.

Penguasa Annam pertama diduga adalah Bhadravarman I yang memerintah antara tahun 380-413 M. Dalam hal ini Kerajaan Aru dengan pelabuhannya di pantai barat Sumatra (Barus) dan di pantai timur Sumatra (Binanga) didiga menjadi penghubung antara perdagangan antara India dan Tiongkok. Seperti disebut di atas pada prasasti Vo Cahn abad ke-3 pelabuhan yang terbentuk antara Kerajaan Aru dan Tiongkok adalah pelabuhan Kauthara dan kemudian baru menyusul terbentuk pelabuhan Indrapoera.

Pada abad ke-5 diketahui keberadaan kerajaan di Jawa yakni Kerajaan Taruma. Kerajaaan Taruma ini berada di pulau di dekat muara sungai Citarum. Pada masa kini di pulau zaman kuno ini terdapat situas candi (candi Batujaya). Tidak jauh dari situs candi ini ditemukan prasasti Tugu yang berasal dari abad ke-5. Besar dugaan Kerajaan Aru di bagian utara Sumatra dan Kerajaan Taruma di bagian barat Jawa adalah dua kerajaan pertama yang terbentuk di nusantara, antara India dan Tiongkok dimana pengaruh India sudah sejak lama ada.

Dalam catatan sejarah dinasti Liang yang dicatat dalam Liang Shu (502-557 M) sudah terdapat adanya navigasi pelayaran perdagangan dari India ke Tiongkok. Sementara itu, Cosmas mengatakan dalam abad keenam produk dari Tzinista (Cina) dibawa ke Ceylon, pusat komersial besar selama berabad-abad, Kota dagang lainnya pada masa ini adalah Tamlook (kota antara Ceylon dan Sumatra). Kota Tamlook ini disebut kerap dikunjungi para peziarah China pada abad ke-7. Fa-hsien adalah orang Tiongkok pertama yang meninggalkan catatan perjalanan dari India ke Tiongkok. Fa-hsien menyebut bahwa banyak gangguan laut di kawasan Laut China Selatan.

Sumber lainnya dari Tiongkok menyatakan bahwa telah dilakukan suatu ekspedisi hukuman kepada Annam dan telah berhasil ditaklukkan kerajaan tersebut. Oleh karena itu, kawasan Laut China Selatan menjadi aman bagi pedagang-pedagang Tiongkok ke India setidaknya untuk beberapa waktu. Boleh jadi inilah ekspansi pertama Tiongkok ke selatan (Luat China Selatan). Dengan amannya situasi Laut China Selatan memungkin pedagang-pedagang Tiongkok terhubung ke India yang mana dicatat oleh Fa-hsien pada abad ke-7. Pada fase ini terjadi hubungan Kerajaan Aru dengan pelabuhannya Binanga dengan (kerajaan) Sriwijaya (lihat prasasti Kedukan Bukit 682 M). Sebagaimana diketahui bahwa Fa-hsien ini lebih dahulu dari I Tsing (yang baru memulai perjalanan ke India tahun 671 M).

Kerajaan Aru, melalui rajanya Dapunta Hyang Nayik mengukuhkan Sriwijaya sebagai kerajaan (prasasti Kedukan Bukit 682 M) dengan raja yang bergelar Dapunta Hyang yakni Srinagajaya (lihat prasasti Talang Tuo 684 M). Justru sebaliknya pengaruh Sumatra (bagian utara) sudah ada sejak abad ke-3 ke selatan Tiongkok (lihat prasasti Vo Canh). Seperti banyak disebut penulis-penulis Indonesia masa ini, sebelum I Tsing ke India, singgah di kota Melayu (671 M) dan sepulang dari India 685 M I Tsing menyebut nama Sriwijaya. Sejak I Tsing inilah diduga awal hubungan Tiongkok dengan nusantara (Sriwijaya).

Dalam hal ini Kerajaan Sriwijaya yang terbentuk pada tahun 882 M adalah salah satu vassal dari Kerajaan Aru. Pengaruh Kerajaan Aru di Annam (Vietnam) semakin berkurang karena ekspansi Tiongkok pada dinasti Sui. Meski demikian, Kerajaan Aru masih memiliki vassal di Thailand selatan (lihat prasasti Ligor, sisia A tanpa tahun dan sisi B bertaruh 775 M). Kerajaan Sriwijaya setelah invasi ke Jawa (lihat prasasti Kota Kapur 686 M) telah banyak berkonsentrasi di Jawa dengan terbentuknya kerajaan dari keluarga (dinasti Seilendra).

Pengaruh Tiongkok yang signifikan di seputar Laut China Selatan baru terlihat menjelang akhir abad ke-9 dengan minat maritim setelah semakin populernya dua kota pesisir Tiongkok yakni Canton dan Ch'üan-chow. Ini mengindikasikan bahwa, seperti disebut di atas, Gubernur Lingnan mempermasalahkan keberadaan pelabuhan-pelabuhan di selatan (kemungkinan besar Indrapoera dan Kauthara pada tahun 792 M.

Kota pelabuhan lainnya dari Kerajaan Annam yang dipimpin oleh para pangeran Keajaan Annam adalah Panduranga (yang saat ini disebut Phan Rang yang berada di provinsi Ninh Thuận); Kota pelabuhan Amaravati yang berada di wilayah provinsi Quảng Nam sekarang; Kota pelabuhan Vijaya yang kini disebut Cha Ban, beberapa mil di sebelah utara kota Qui Nhon di provinsi Bình Định.

Sejak pengaruh Tiongkok semakin kuat di Kerajaan Annam, pengaruh Kerajaan Aru hanya terbatas di wilayah yang lebih selatan. Kerajaan yang terbentuk adalah Kerajaan Khmer yang diduga didirikan pada awal abad ke-9.

Lantas mengapa nama Kerajaan Annam berubah menjadi Kerajaan Champa. Lalu bagaimana dengan nama Kerajaan Khmer. Besar dugaan penamaan ini merujuk pada penduduknya yang berasal dari nusantara (bukan dari Tiongkok). Annam diduga awalnya adalah bermula dari sebutan orang Tiongkok untuk Champa. Nama Champa mirip dengan kata kapur atau kamper. Idem dito dengan nama Khmer yang juga mirip dengan kata kamper yang juga nama kota yang terbentuk di wilayah Khmer yakni Cambodia. Komodi kamper hanya diproduksi di Kerajaan Aru di Sumatra bagian utara. Besar dugaan kota-kota pelabuhan ini awalnya adalah kota-kota tujuan ekspor kamper dari Kerajaan Aru untuk diteruskan ke Tiongkok sejak abad ke-3 (lihat prasasti Vo Cahn). Sedangkan kamper dari Kerajaan Aru diekspor ke Kerajaan Sriwijaya untuk diteruskan ke Jawa. Hal itulah diduga mengapa raja Kerajaan Aru Dapunta Hyang Nayik mengukuhkan Kerajaan Sriwijaya (lihat prasasti Kedukan Bukit 682 M)

Pada awal abad ke-10 pengaruh Kerajaan Aru di kawasan Luat China selatan masih cukup kuat. Pengaruh itu berada di Khmer (Kamboja) dan Thailand selatan (lihat prasasti Ligor 775 M). Pengaruh Kerajaan Aru di Filipina dapat dibaca pada prasasti Laguna 900 M. Disebut raja masyhur di Binwangan melalui utusannya memberi pengampunan kepada raja Nayanam atas hutang perdagangan yang disaksikan oleh raja Tondo, raja Pila dan raja Palilan. Binwangan adalah Binanga, ibu kota Kerajaan Aru, nama kota yang disebut pada prasasti Kedukan Bukit 682 sebagai Minanga.

Intensitas perdagangan yang tinggi ke Tiongkok dan Jawa, tentu saja dalam hal ini termasuk komoditi kamper dan kemenyan di pelabuhan-pelabuhan Tiongkok melalui pelabuhan Champa dan Khmer untuk diteruskan ke Canton diduga salatu sebab mengapa  Kerajaan Chola (di India selatan) melakuan invasi ke wilayah timur laut India hingga ke selat Malaka. Dalam hal inilah mengapa pelabuhan-pelabuhan Kerajaan Aru menjadi sasaran, karena dari pelabuhan-pelabuhan ini kamper dan kemenyan mengalir ke Tiongkok.

Invasi Kerajaan Chola pada tahun 1022 ke selat Malaka (lihat prasasti Tanjore 1030) telah menyebabkan terjadi gangguan perdagangan ke Tiongkok. Aliran komoditti kamper dan kemenyan dari Kerajaan Aru terbilang berhenti. Beberapa pelabuhan yang diserang militer Chola antara lain Kadaram (Kedah), Lamuri, Panai dan Sriwijaya. Lamuri dan Panai adalah dua pelabuhan Kerajaan Aru di utara dan di timur. Sementara pelabuhan utama Kerajaan Aru di barat adalah Barus.

Para pemimpin Kerajaan Aru yang berpusat di ibu kota Binanga di muara sungai Barumun sebagian melarikan diri ke pedalaman, sebagian yang lain ke hulu sungai Batanghari (membentuk Kerajaan Mauli) dan sebagian yang lain lagi melarikan diri ke seputar Laut China Selatan seperti Khmer (Cambodia).

Pasca invasi Chola, Kerajaan Aru bangkit kembali. Penduduk Kerajaan Aru menghianati Hindoe (warisan Chola) dan kembali ke Boedha tetapi dengan sekte baru yang disebut Bhairawa (campuran Boedha, Hindoe dan pagan). Para pengikut agama Boedha Batak sekte Bhairawa ini menurut Schnitger (1935) adalah raja Singhasari Kertanegara dan raja Adityawarman di Kerajaan Mauli. Kertanegara meninggal tahun 1292 M dan Adityawarman meninggal tahun 1375 M. Hal itulah mengapa candi Singasari dan candi Padang Roco (Kerajaan Mauli) mirip dengan candi-candi di Padang Lawas (Kerajaan Aru). Penduduk Khmer juga menjadi pengikut sekte Bhairawa. Karakteristik candi Angkor Wat di Kamboja yang dibangun tahun 1113 menurut Schnitger mirip dengan karakteristik candi-candi di Padang Lawas. Satu karakteristik yang khas candi Angkor Wat, satu-satunya di Kamboja, yang menghadap ke barat. Apakah itu mengindikasikan pusat sekte Bhairawa di Kerajaan Aru (Sumatra bgian utara)?

Wilayah Khmer (Kamboja) sudah lama diketahui. Dalam catatan geografi Ptolomeus (90-168 M) menyebut dua kawasan di Hindia (India sebelah timur) yakni Suamatra bagian utara sebagai sentra produksi kamper dan portos  Sinarura yang kemudian menurut para ahli nama tersebut dikenal kemudian sebagai Kattigara. Entah kebetulan apakah benar atau tidak Sinanura mirip bahasa Batak di Sumatra bagian utara Sina=Cina dan rura=lembah pertanian yang subur. Kattigara tampaknya bahasa Sanskerta Katti=Kotta, nagar=negeri. Oleh karena itu Kattigara dapat diartikan sebagai Negeri Kota. Bukankah nama candi Angkor Wat adalah candi kota (angkor bahasa Khmer sebagai kota dan wat=candi). Lagi-lagi kebetulan. Kelak wilayah ini disebut Cochinchina. Di wilayah inilah candi Angkor Wat dibangun tahun 1113.  Pada tahun 1177, kota Angkor diserang etnik Champa yang menjadi pesaing Khemer setelah Champa di bawah pengaruh Tiongkok. Kota Khmer bangkit kembali sang raja mendirikan ibu kota dan candi yang baru beberapa kilometer di sebelah utara Angkor Wat, yakni kota Angkor Thom dan candi Bayon yang ia baktikan untuk kepentingan agama Buddha, karena merasa sudah dikecewakan dewa-dewi Hindu. Angkor Wat juga sedikit demi sedikit diubah menjadi sebuah situs agama Buddha dan banyak ukiran bertema Hindu diganti dengan karya seni agama Buddha. Lalu pada akhir abad ke-12, sedikit demi sedikit Angkor Wat diubah dari sebuah pusat peribadatan agama Hindu menjadi pusat peribadatan agama Buddha. Perubahan karakter candi ini mengikuti karakteristik candi di Padang Lawas (Kerajaan Aru).

Tunggu deskripsi lengkanya

Pengaruh Tiongkok di Indochina: Apakah Sepenuhnya Menggantikan Pengaruh India?

Tunggu deskripsi lengkanya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar