Laman

Rabu, 07 Juli 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (76): Peta Rupa Bumi Indonesia; Sejak Dunia Datar hingga Penolakan Teori Paparan Sunda dan Sahul

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini  

Apakah Anda ‘penganut’ teori bumi itu datar? Mari kita lupakan itu, karena faktanya memang bumi itu bulat. Nah, sekarang, saya ajukan Anda suatu pertanyaan baru: ‘Apakah Anda percaya teori lama tentang teori paparan, bahwa tempo doeloe pulau Sumatra, Kalimantan dan Jawa menyatu dengan (benua) Asia? Jika Anda masih percaya teori paparan itu, mari kita buktikan sebaliknya: bahwa teori paparan itu tidak berlaku sekarang, karena gagal terbukti. Faktanya (dari dulu hingga kini): pulau Sumatra, pulau Jawa, pulau Kalimantan serta pulau yang lebih kecil di sekitarnya tetap terpisah satu dengan yang lainnya.

Berdasarkan pemahaman selama ini sebagai berikut: ‘Secara geologi, Paparan Sunda adalah landas kontinen perpanjangan lempeng benua Eurasia di Asia Tenggara. Massa daratan utama antara lain Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Madura, Bali, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Area ini meliputi kawasan seluas 1,85 juta Km2. Kedalaman laut dangkal yang membenam paparan ini jarang sekali melebihi 50 meter, dan kebanyakan hanya sedalam kurang dari 20 meter, hal ini mengakibatkan kuatnya erosi dasar laut akibat gelombang laut. Tebing curam bawah laut memisahkan Paparan Sunda dari kepulauan Filipina, Sulawesi, dan Kepulauan Sunda Kecil. Secara biogeografi, kawasan ini dikenal sebagai Sundaland atau Tanah Sunda, sebuah istilah yang merujuk kepada bentang daratan lempeng benua dan landas kontinen di Asia Tenggara yang merupakan dataran di atas permukaan laut ketika permukaan laut jauh lebih rendah pada zaman es terakhir. Tanah Sunda termasuk Semenanjung Malaya, Kepulauan Sunda Besar termasuk Kalimantan, Sumatra, dan Jawa, serta laut dangkal di sekitarnya, yaitu Laut Jawa, Selat Malaka, Selat Karimata, Teluk Siam, dan bagian selatan Laut China Selatan. Bukti bahwa pulau-pulau Sunda Besar pernah bersatu dengan benua Asia adalah sebaran jenis mamalia Asia seperti beberapa jenis kera, gajah, macan dan harimau yang ditemukan di benua Asia, Sumatra, Jawa, dan Bali; serta adanya Orangutan baik di Sumatra dan Kalimantan. Pada zaman es, permukaan laut turun, dan kawasan luas Paparan Sunda terbuka dan muncul di atas permukaan air dalam bentuk dataran rawa yang amat luas. Naiknya permukaan air laut pada saat gelombang es di kutub mencair sebanyak 14,6 sampai 14,3 kbp menaikan permukaan laut setinggi 16 meter dalam jangka waktu 300 tahun’ (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah peta rupa bumi Indonesia? Seperti disebut di atas, bahwa selama ini dipahami pulau Sumatra, Kalimantan dan Jawa-Bali pernah menyatu dengan benua Asia. Akan tetapi dalam artikel ini ingin membuktikan bahwa pedapat itu tidak memiliki argumentasi yang kuat. Lalu bagaimana sejarah peta rupa bumi Indonesia yang sebenarnya? Sepertt juga disebut di atas bahwa (dari dulu hingga kini) pulau Sumatra, pulau Jawa, pulau Kalimantan dan Pulau Papua serta pulau yang lebih kecil di sekitarnya sejak zaman kuno tetap terpisah satu dengan yang lainnya hingga kini. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pulau Sumatra, Jawa-Bali, Kalimantan Sejak Zaman Kuno Tetap Terpisah Satu dengan Lainnya hingga Kini (Tidak Pernah Menyatu)

Berdasarkan peta satelit (googlemap) terlihat warna biru muda (yang mengindikasikan laut dangkal) diantara pulau Sumatra, pulau jawa dan pulau Kalimantan dengan wilayah Semenanjung dan Indochina. Atas dasar inilah selama ini diyakini oleh para peneliti maupun para peminat geografi bahwa di zaman kuno pernah menyatu sebagai daratan, tetapi karena permukaan air laut naik maka daratan yang lebih rendah tergenang dan daratan yang timbul adalah pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Semenanjung. Teori ini tentu sangat naif bahwa air laut pernah bertambah tinggi lebih dari 50 meter (berdasarkan ukuran dasar laut terdalam di Laut Jawa, selat Malaka dan Laut China Selatan).

Permukaan air laut meningkat setinggi 50 meter, sudah barang tentu naiknya permukaan laut tidak hanya di sekitar Laut Jawa, Selat Malaka dan Laut China Selatan, tetapi di seluruh permukaan bumi, bukan? Nah, sekarang apa yang bisa membuat permukaan laut setinggi dan seluas itu. Jelas gunung es apa pun yang mencair tidak akan menambah air laut yang meningkatkan permukaannya setinggi itu. Itu ibarat seember air dituangkan ke dalam kolam renang tidak akan terlalu mempengaruhi kenaikan permukaan air kolam. Dengan demikian sebenarnya air permukaan laut hanya sekitar segitu-gitu saja sejak zaman kuno hingga ini hari.

Oleh karena tidak ada yang mempengaruhi tinggi permukaan laut (di seluruh muka bnmi) secara signifikan alias tinggi permukaan laut teori paparan Sunda ini tidak berlaku (demikian juga dengan paparan Sahul). Yang perlu dipertanyakan adalah apakah ada kenaikan pemukaan dasar laut sejak zaman kuno hingga sekarang di Laut Jawa, Selat Malaka dan Laut China Selatan yang disebabkan faktor lain? Hal serupa tentang papasarn Sunda ini juga papasan Sahul di Laut Arufuru dan selat Torres.

Zaman es adalah satu hal. Itu terjadi di zaman awal bumi entah baru ribu atau berjuta tahun yang lampau. Terlalu jauh untuk berbicara yang terkait dengan terjadinya pendangkalan laut. Dalam proses pendangkalan laut masih memungkin untuk lebih memperhatikan dugaan pada letusan gunung Toba di zaman kuno yang jelas dalam hal ini akan memuntahkan dalam volume besar bahan material batu, lumpur dan debu. Dampak langsung dari letusan yang menyebabkan gempa yang menyebabkan semua pohon besar rumbang dan terbakar yang kemudian terbawa arus sungai ke laut. Material-material letusan gunung Toba ini terutama debu dan pasir beserta bahan material ikutan sampah hutan memenuhi lautan yang mengakibatkan kedalaman dasar laut menjadi lebih dangkal. Yang dapat dihubungkan dengan proses vulkanik gunung Toba ini adalah gunug Tambora (meletus terakhir 1815) dan gunung Krakatau. Letusan gunung Krakatau, yang kini masih aktif, terjadi pada tahun 1883.

Jika ada faktor lain tersebut, itu berarti bahwa kedalaman laut yang sekarang jauh lebih dangkal jika dibandingkan pada zaman kuno. Untuk membuktikan kenaikan permukaan dasar laut di sekitar Laut Jawa, Selat Malaka dan Laut China Selatan dapat diperhatikan dari proses semakin meluasnya pulau Jawa (bagian utara), pulau Kalimantan (bagian barat dan selatan) dan pulau Sumatra (bagian timur) dan Semenanjung (barat dan timur) dan Indochina (bagian timur)

Proses perluasan (pembengkakan) pulau-pulau tersebut, bermula dari proses pendakalan pantai akibat biomassa yang terbawa sungai-sungai dari pegunungan (pedalaman), yang pada mulanya terbentuk rawa-rawa (proses sedimentasi) yang kemudian menjadi daratan baru. Proses ini terus berlanjut selama terjadi biomassa yang besar mengalir ke laut apakah akibat erupsi gunung api, pembaran hutan, pertambangan, dan eroasi tanah saat terjadi hujan. Sebagai akibatnya sungai-sungai mencari jalan sendiri menuju laut melaui rawa-rawa yang kini terlihat sungai semakin panjang dari pedalaman dan permukaan air sungai semakin datar pada tanah-tanah yang terbentuk baru. Singkat kata pulau Sumatra, pulau Jawa dan semenanjung lebih ramping pada zaman dulu dibandingkan sekarang, dan demikian juga pulau Kalimantan lebih kecil dulu dibanding sekarang serta daratan Indochina yang sekarang lebih ke dalam pada zaman kuno.

Adanya ekosisstem yang mirip antara pulau Sulamatra, Jawa, Kalimantan, Semenjang dan Indochina selatan, tentu saja karena berada di kawasan yang sama di seputar khatuslistiwa (wilayah tropis). Oleh karena itu terbentuk habitat yang sesuai satu sama lain dari flora dan fauna yang ada. Adanya hewan besar seperti harimau dan gajah di pulau Sumatra, Jawa-Bali dan Semenanjung tidak bisa dijadikan sebagai argumen untuk menyatakan di zaman kuno terjadi penyatuan daratan tersebut. Sebab keberadaan hewan besar yang ditemukan di Asia bisa jadi di bawa ke pulau-pulau tersebut oleh orang pada zaman kuno (atau bahkan bisa sebaliknya). Mngapa dibawa karena ada kebutuhan dan kepentingannya. Hal ini karena faktanya tidak pernah ditemukan jejak harimau di pulau Kalimantan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Paparan Indonesia: Paparan Sunda dan Paparan Sahul

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar