Laman

Sabtu, 28 Agustus 2021

Sejarah Makassar (49): Maros, Pantai Barat Sulawesi; Muar Pantai Barat Semenanjung Malaka hingga Muar di Pantai Barat Seram

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Nama-nama kota tempo doeloe yang berawal Ma umumnya tiga suku kata seperti Malaka, Manila, Manado, Maluku, Mamuju dan sebagainya. Sementara awal Ma lainnya bersifat random dalam satu kata atau dua suku kata seperti Mandar dan Maros. Nama yang mirip dengan nama Maros adalah Muar, Moro dan sebagainya. Di wilatah Maros terdapat nama tempat Marang atau Morang. Nama Moro sendiri muncul sebagai nama tempat seperti Morowali. [Fort] Moresby (Mores bay) dan sebagainya.

Nama Maros adalah nama unik hanya satu-satunya sebagai nama geografis. Nama Maros kini menjadi nama kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan dengan ibu kota di Kota Maros (kini di Kota Turikale). Kabupaten Maros terdiri dari 14 kecamatan, yaitu: Turikale, Maros Baros, Lau, Bontoa, Mandai, Marusu, Tanralili, Moncongloe, Tompobulu, Bantimurung, Simbang, Cenrana, Camba dan Mallawa.

Lantas bagaimana sejarah Maros di pantai barat Sulawesi? Seperti disebut di atas nama Maros yang berawalan Ma berbeda dengan nama-nama tempat yang lain yang cenderung memiliki tiga suku kata. Apakah nama Maros merujuk pada Moro atau Baros (Barus). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

 

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Maros: Kota Tempat Dekat Makassar

Di wilayah pedalaman terdapat nama tempat yang disebut Mario. Wilayah Mario ini mengalir sungai Walanae yang berhulu di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dan bermuara ke danau Tempe (Wajo dan Sidenreng). Bulusaraung adalah nama gunung, sementara, seperti disebut diatas, Batimurung adalah nama kecamatan di kabupaten Maros. Dalam hal ini apakah ada kaitan nama Mario dengan nama Maros?

Di wilayah (kabupaten) Pangkajene ada nama kecamatan bernama Marang. Lalu apakah juga  ada kaitan antara nama Marang dengan nama Batimurung. Juga apakah ada kaitan antara nama Mario dengan nama (gunung) Bulusaraung. Nun jauh di sana, di Angkola Mandailing ada nama kampong tua yang disebut Bulumario. Tidak jauh dari kampong tua ini juga ada nama kampong tua bernama Morang. Tidak jauh dari kampong Morang ini juga ada nama kampong tua yang lain bernama Baruas. Nama Bulumario, Morang dan Baroes boleh jadi seraba kebetulan mirip. Di wilayah Angkola Mandailing sendiri, suatu kampong asal (kampong pertama) biasanya disebut Bona Bulu. Bona diartikan sebagai pohon (tempat cabang dan ranting tumbuh berkembang), sedangkan Bulu diartikan sebagai bambu yang memiliki arti kiasan, Bulu sebagai kampong (karena begitu pentingnya arti bulu atau bambu dalam membangun hunian di suatu kampong yang baru dibuka, asal pada zaman kuno). Catatan: kosa kata bulu dengan lafal bervariasi digunakan dalam berbagai bahasa di nusantara. Berdasarkan hal itu, menurut Laboratorium Kebhinekaan Bahasa dan Sastra, Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kata ‘bulu’ berkerabat 82.7 persen di Indonesia. Di dalam peta kekerabatan bahasa kata ‘bulu’ ditemukan sebesar 82.7 persen dari seluruh bahasa-bahasa nusantara.

Nun jauh di masa lampau, nama-nama tempat yang diidentifikasi di (pulau) Sulawesi dapat dibaca pada teks Negarakertagama (era Majapahit) yang ditulis 1365. Dalam teks ini disebut nama Selayar, Bontaeng, Makassar, Boeton, Banggai dan Luwuk (identifikasi ini terkesan dari sudut padang dari Jawa/Majapahit). Nama-nama tersebut mengindikasikan pelabuhan penting sebagai pusat transaksi perdagangan. Di pantai barat Sulawesi hanya diidentifikasi nama Makassar (nama-nama tempat yang berada lebih jauh ke utara kurang teridentifikasi, mungkin saat itu belum begitu penting).

Nama-nama yang diidentifikasi di kepulauan Maluku di dalam teks Negarakertagama, selain nama Maluku adalah nama Ceram (Seram), Muar, Ambwan (Ambon), Wanda (Banda) dan sebagainya. Nama Muar juga diidenrtifikasi di pantai barat Semenanjung, di arah tenggara Malaka (nama Manado belum diidentifikasi, nama Manado baru penting pada era VOC/Belanda, 1657). Nama Muar dalam hal ini ada di bagian barat dan juga ada di bagian timur nusantara. Besar dugaan nama di dua tempat itu ada kaitannya. Malaka saat itu dodominasi oleh pedagang-pedagang India, sedangkan Muar menjadi komunitas pedagang-pedagang Moor. Muar (Moear) diduga kuat merujuk pada nama Moor. Orang Moor adalah pedagang beragama Islam yang berasal dari Afrika Utara seperti Marokko dan Tunisia. Pasca Perang Saling di Eropa selatan mereka tersebear ke berbagai penjuru hingga mencapai nusantara di selat Malaka. Pedagang-pedagang Moor memiliki kedekatan yang kuat dengan Kerajaan Aru (di muara sungai Barumun di pantai timur Sumatra). Salah satu utusan orang Moor adalah Ibnu Batutah yang berkunjung ke selat Malaka pada tahun 1345 (suatu indikasi orang Moor sudah sangat banyak). Pedagang-pedagang Moor mengikuti rute navigasi pelayaran pedagang-pedagang Kerajaan Aru hingga ke Maluku. Maluku (Ternate), Ambwan dan Wanda diduga kuat pos perdagangan pedagang-pedagang Kerajaan Aru dan Muar sebagai pos perdagangan pedagang-pedagang Moor. Kota-kota pelabuhan inilah yang kemudian dikunjungi oleh pedagang-pedagang dari Majapahit (yang ditulis dalam teks Negarakertagama. 1365). Kerjasama antara Kerajaan Aru dan pedagang-pedagang Moor masih sangat kuat hingga kehadiran pelaut-pelaut Portugis di Malaka pada tahun 1511. Dalam laporan Mendes Pinto (1537) menyebut bahwa militer Kerajaan Aru diperkuat oleh pedagang-pedagang Moor. Pedagang-pedagang Moor adalah pendahulu (predecessor) pelaut-pelaut Portugis.

Dalam konteks inilah diduga kuat pedagang-pedagng Moor membuka pos perdagangan di muara sungai di utara kota pelabuhan Makassar yang kelak disebut Maros. Sebagaimana disebut di atas, pelabuhan Makassar juga diduga dirintis oleh pedagang-pedagang Kerajaan Aru (sebelum didatangi oleh pedagang-pedagang Majapahit dari Jawa). Di Wilayah Maluku pedagang-pedagang Moor membuka pos perdagangan berawal di pulau Halmahera (sementara pedagang-pedagang Kerajaan Aru pos perdagangannya di pulau-pulau kecil seperti pulau Maluku (Ternate), Tidore dan Makian. Pada peta-peta kuno era Portugis pulau Halmahera ditandai sebagai Batachini del Moro dimana terdapat kerajaan yang dicatat pelaut-pelaut Portugis sebagai Gilolo (Djalolo atai Djailolo).

Pada zaman kuno, sebelum berkembangnya pelabuha-pelabuhan di wilayah pantai di pulau Sulawesi, diduga kuat pedagang-pedagang Kerajaan Aru banyak yang menetap dan kemudian lebih memilih untul melakukan produksi dengan penduduk asli di pedalaman. Pada fase inilah diduga kuat terbentuk peradaban baru di wilayah pedalaman sebagai dapat diperhatikan pada prasasti-perasasti di Minahasa (Watu Rerumeran) dan prasasti-prasasti di Napu, Besoa, Bada, Seko dan Rampi. Prasasti-prasasti di wilayah pedalaman (jantung) pulau Sulawesi ini mirip dengan prasasti-prasasti di wilayah daerah aliran sungai Barumun (Kerajaan Aru). Ketika peradaban baru di pedalaman sudah berkembang pesat, kota-kota pelabuhan di pantai tumbuh dengan cepat seiring dengan semakin banyaknya pedagang-pedagang Moor yang berdatangan dari selat Malaka. Dalam hal ini interaksi perdagangan dari pefdalaman dengan pantai menyebabkan dinamika navigasi pelayaran perdagangan di pulau Sulawesi semakin intens dari waktu ke waktu yang pada gilirannya terbentuk kerajaan-kerajaan pantai seperti Kerajaan Luwu, Kerajaan Boeton, Kerajaan Banggai dan Kerajaan Makassar (Gowa dan Tallo).

Di wilayah pantai barat Sulawesi pedagang-pedagang Moor diduga kuat membuka pos perdagangan di muara sungai Maros, mengingat pelabuhan Makassar sudah sangat ramai (bahkan pedagang-pedagang yang berasal dari Jawa). Pos perdagangan orang Moor di muara sungai Maros terhubung dengan pos perdagangan Moor lainnya seperti di Amurang (Minahasa), Batachini del Moro (Halmahera) yang terhubung dengan pelabuhan-pelabuah di Filipina selatan (seperti di pulau Mindanao). Semua pelabuhan ini terkonekasi dengan pelabuhan Muar di pantai barat Semenanjung Malaka.

Nama-nama tempat di daerah aliran sungai Maros dalam perkembanganya semakin banyak dengan kehadiran berbagai pedagang. Sungai Maros ini salah satu cabangnya berhulu di gunung Bulusaraung (dekat ke pantai) dan gunung Bantimurung (di pedalaman dekat Mario). Berdasarkan Peta 1752 pos-pos perdagangan di sungai Maros berada tepat di pusat kota Maros yang sekarang. Dengan kata lain, ke arah hilir belum terbentuk nama-nama tempat yang baru karrena rawa-rawa. Ini mengindikasikan bahwa pos perdagangan Maros di masa lampau berada di pantai, namun karena adanya proses sedimentasi jangka panjang sehingga perairan (teluk) menjadi daratan dan kemudian Maros seakan jauh berada di pedalaman. Di dekat pos pedagangan Maros ini terbentuk pos perdagangan atau kampong-kampong (maranpasso) yang baru sebagaimana diidentifikasi pada Peta 1752 seperti Soeroedjierang, Bontodjolong, Manoengi, Assikabo, Panaykan, Manrimis, Kassi, Boetatoa, Maros (sendiri), Banta Bantain, Datu Ratte, Datu Tanga, Datu Toeala dan Boeloa. Pada Peta 1752 ini Maros tidak diidentifikasi sebagai kerajaan. Kerajaan yang dioidentifikasi adalah Pangkajene dan Labakkang di arah utara dan Goa di arah selatan. Di dekat Goa ini sudah terbentuk benteng VOC (yang diduga sejak penaklukkan Kerajaan Gowa oleh VOC pada tahun 1669). Sejak itu, pedagang-pedagang VOC membina hubungan dagang dengan (kerajaan) Goa, kerajaan Pangkajene, kerajaan Labakkang dan sebagainya hiingga ke wilayah bagian utara sehingga terhubung dengan pos VOC yang besar di Manado.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Maros dari Masa ke Masa

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar