Laman

Sabtu, 27 November 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (258): Pahlawan Nasional KH Samanhudi; Pendiri Sarikat Dagang Islam (SDI) di Soerakarta, 1905

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

KH Samanhudi adalah Pahlawan Indonesia yang telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional tanggal 9 November 1961 (era Soekarno). KH Samanhudi kini lebih dikenal sebagai pendiri Sarikat Dagang Islam (di Soerakarta, 1905). Sarikat Dagang Islam dapat dikatakan cikal bakal organisasi Sarikat Islam (SI).

Samanhudi atau sering disebut Kyai Haji Samanhudi (lahir di Laweyan, Surakarta, 1878; meninggal di Klaten, 28 Desember 1956) adalah pendiri Sarekat Dagang Islam, sebuah organisasi massa di Indonesia yang awalnya merupakan wadah bagi para pengusaha batik di Surakarta. Nama kecilnya ialah Sudarno Nadi. Ia sangat tazdim terhadap guru-gurunya, terlebih terhadap Asysyahid KH Zainal Mushtofa (Pahlawan Nasional). Ia banyak bercerita tentang heroisme perjuangan gurunya yang satu ini ketika berjuang melawan penjajah Jepang hingga beliau gugur sebagai pahlawan kusuma bangsa di depan regu tembak serdadu Jepang ketika makbaroh gurunya ini telah dipindahkan ke Taman Pahlawan Sukamanah, Tasikmalaya. Dalam dunia perdagangan, Samanhudi merasakan perbedaan perlakuan oleh penguasa Hindia Belanda antara pedagang pribumi yang mayoritas beragama Islam dengan pedagang Tionghoa pada tahun 1905. Oleh sebab itu Samanhudi merasa pedagang pribumi harus mempunyai organisasi sendiri untuk membela kepentingan mereka. Pada tahun 1905, ia mendirikan Sarekat Dagang Islam untuk mewujudkan cita-citanya. Ia dimakamkan di Banaran, Grogol, Sukoharjo (Wikipedia).:

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional KH Samanhudi? Seperti disebut di atas, KH Samanhudi adalah pendiri Sarikat Dagang Islam di Soerakarta pada tahun 1905. Lalu bagaimana sejarah KH Samanhudi? Tentu saja sudah ditulis. Namun sejauh data baru ditemukan, narasi sejarah KH Samanhudi haruslah dilengkapi. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Nasional KH Samanhudi: Pendiri Sarikat Dagang Islam (SDI) di Soerakarta, 1905

Sarikat Dagang Islam (SDI) disebutkan didirikann pada tanggal 16 Oktober 1905 di Solo oleh Hadji Samanhoedi dan kawan-kawan. Juga disebut SDI merupakan organisasi yang pertama kali lahir di Indonesia. Surat kabar yang ada di kota ini adalah De nieuwe vorstenlanden, suart kabar yang sudah lama terbit. Namun tidak ada kejadian yang dihubungkan dengan pembentukan atau yang dikaitkan dengan Sarikat Dagang Islam yang diberitakan oleh surat kabar tersebut. Lantas kapan Sarikat Dagang Islam didirikan?

Di kota Padang telah didirikan sebuah organisasi kebangsaan yang disebut Medan Perdamaian (lihat  Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 20-02-1900). Inlandsche societeit Medan Perdamaian ini didirikan tahun 1900 yang diinisiasi oleh Dja Endar Moeda, seorang mantan guru yang pemilik surat kabar Pertja Barat. Organisasi ini telah menerbitkan majalah yang diberi nama Insulinde yang diterbitkan oleh percetakan yang menerbitkan Pertja Barat. Dalam kongres Boedi Oetomo ytahun 1908 di Djogjakarta, organisasi kebangsaan Medan Perdamaian ini diakui/diketahui keberadaannya. Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda adalah alumni sekolah guru Kweekschool Padang Sidempeoan (1884). Pada tahun 1902 Medan Perdamaian memberi bantuan sebesar f14.000 untuk peningkatan pendidikan di Semarang

Pada tahun 1905 di Soerakarta, satu-satunya organisasi sosial yang ada hanyalah societeit Harmoni, organisasi sosial orang-orang Eropa/Belanda. Satu iklan penting yang terdapat pada  De nieuwe vorstenlanden, 21-10-1905 adalah penerbitan majalah berbahasa Jawa dan Melayu dengan nama Bromartani. Disebutkan majalah ini adalah Officieele Courant van het rijk Soerakarta, dibaca oleh para raja, pangeran, pejabat dan ambtenaar, orang-orang pribadi yang tersebar di seluruh, terutama di Jawa Tengah dan Timur,

Majalah ini ditebitkan oleh Vogel van der Heijde & Co. Ini mengindikasikan bahwa di Soeracarta belum terdapat surat kabar yang dikelola oleh pribumi senndiri. Ini berbeda dengan di Padang, surat kabar Pertja Barat dikelola pribumi sendiri termasuk percetakannya yang dimiliki oleh Dja Endar Moeda. Di beberapa kota terdapat surat kabar berbahasa Melayu seperti di Medan Pertja Timoer yang dikelola oleh surat kabar Sumatra post dengan editor pribumi Hasan Nasution gelar Mangaradja Salamboewe sejak terbit kali pertama Januari 1902; di Batavia surat kabar berbahasa Melayu Pembrita Betawi yang dipimpin oleh Karel Wijbran dengan editor pribumi sejak 1903 (Tirto Adisoerjo). Di Soerabaja surat kabar berbagasa Melayu dikuasai oleh pengusaha-pengusaha Cina. Sementara itu di Djogjakarta hanya terdapat surat kabar berbahasa Belanda. Besar dugaan surat kabar berbahasa Jawa dan Melayu yang terbit di Soeracarta akan beredar di Djogjakarta.

Pada tahun 1908 organisasi kebangsaan Boedi Oetomo didirikan di Batavia pada bulan Mei oleh sejumlah siswa STOVIA termasuk Raden Soetomo dan Raden Goenawan. Kongres Pertama diadakan pada bulan Oktober 1908 di Djogjakarta. Satu keputusan penting dalam kongres ini badan pusat (HB) ditempatkan di Djogjakarta dan delapan cabang (afdeeling) termasuk di Soeracarta, Soerabaja, Buitenzorg dan Batavia. Ketua terpilih adalah Dr Wahidin Soediro Hoesodo. Dalam hal ini para pendiri hanya berada di Batavia sebagai salah satu cabang saja. Dalam pengurus pusat ini tidak ada yang mahasiswa (STOVIA).

Sejak terbentuknya Boedi Oetomo tahun 1908, para pedagang yang sebelumnya peran haji cukup penting dalam persaingan dengan pedagang Cina, perdagangan yang dikelola oleh para anggota Boedi Oetomo cepat berkembang.

Pada tahun 1910 didirikan sarikat hadji (Sarikat Dagang Islam) di Buintenzorg dan cukup berhasil (lihat De nieuwe courant, 04-08-1913). Gerakan Bogorsche (Buitenzorg) pertama kali menarik perhatian serius di Solo di bawah kepemimpinan Mas Hadji Samanhoedi, yang kemudian pada tahun 1911 dibentuk divisi di Solo, tetapi langsung membuat kesalahan tentang bentuk organisasi. Samanhudi dkk berawal dari anggapan bahwa SDI di Buitenzorg telah disetujui atau setidaknya akan segera disetujui, dan bahwa setiap divisi baru sekarang hanya harus bergabung dengan asosiasi di Buitenzorg dan kemudian secara otomatis terbagi menjadi pengakuan personalitas hukum.

Sementara itu sarikat Boedi Oetomo di Solo sudah memilik percetakan. Namun pekerjaannya sudah overload sehingga permintaan untuk mencetak organ Sarekat Islam untuk Jawa Tengah (Solo) disana tidak dapat dipenuhi. Majalah SDI yang akan dicetak adalah Saroetomo. Sorotomo yang dipimpin Tirto Adisoerjo akhirnya dicetak oleh perusahaan terkenal Buning and Co. Namun belakang Tirto Adisoerjo bermasalah karena pendiri surat kabar Medan Priaji (para anggota Boedi Oettomo) memiliki kontrak yang mengingat yang mana Tirto Adiserjo tidak boleh merangkap di tempat laiu.

Lalu muncul Sarikat Islam di Soerabaja yang dipimpin oleh Tjokroaminoto dan kawan-kawan. Pada bulan Mei dibentuk perusahaan patungan (NV) Setija Oesaha dimana anggota Sarikat Islam Soerabaja ikut menjadi investor. NV ini kemudian menerbitkan surat kabar. Organ utama Sarikat Islam ini langsung dengan ribuan pembaca, Oetoesan Hindia (Utusan untuk Hindia), diedit dalam bahasa Melayu. Lembar ini dicetak oleh perseroan terbatas Setija Oesaha, yang pendiriannya dikaitannya dengan inisiatif SI Afdeeling Soerabaja yang berkembang pesat. Percetakan ini juga menerima surat kabar Saroetomo (Sarikat Dagang Islam Solo).

Sarikat Islam afdeeling Soerabaja ini dipimpin oleh Oemar Said Tjokroaminoto dan seorang Indo-Hindu (keturunan Hindu lahir di Jawa) Oemar. Selama di Jawa Tengah, berkat materi dakwah yang tersebar luas, gerakan SI, Oemar Said Tjokroaminoto dan Indo-Hindu Umar mendirikan cabang di Surabaya tahun lalu dan ini sebenarnya menjadi yang kedua, atau, pusat ketiga gerakan baru, dimana bisnis bahkan lebih makmur daripada di Jawa Tengah (Solo).

Sehubungan dengan masalah Tirto Adiserjo di Medan Priaji yang dikaitkan soal perdata, dalam hubungan ini SDI Soerakarta juga ikut bermasalah dengan bermasalahnya Tirto Adisoerjo pada tahun 1912. Tirto Adi Serjo sendiri adalah ketua Sarikat (Dagang) Islam Soeracarta. Tirto Adiserjo kemudian menghilang. Akhirnya Sarikat Dagang Islam Soeracarta dilarang pemerintah (resident). Namun muncul Sarikat Islam yang lebih moderat. Lalu Tjokroaminoto di Soerabaja kemudian mendukung sentralisasi pengelolaan di seluruh Jawa dari Soerakarta sebagai pusat; tetapi juga untuk masing-masing dari tiga bagian Jawa (Jawa Barat, Tengah dan Timur) cabang utama dari tiga pusat perdagangan utama. Lalu pada bulan Maret 1913 diadakan Kongres pertama Sarikat Islam di Solo.

Satu yang penting dari keputusan kongres ini adalah Tjokroaminoto tetap dipertahankan sebagai presiden sementara. Keputusan lainnya untuk membentuk delegasi untuk menemui Gubernur Jenderal di Buitenzorg.

Setelah lama berlalu, keputusan Pemerintah akhirnya datang soal badan hukum Sarikat Islam. Untuk itu Raden Oemar Said Tjokroaminoto dipanggil Residen Soeracarta ke Solo untuk menjelaskannya (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 08-07-1913). Mengapa di Solo? Hal ini karena badan pusat (HB) di Solo (sementara OS Tjokroaminoto tinggal di Soerabaja). Dalam hal ini OS Tjokroaminoto masih disebut Vice Voorzitter karena secara formal belum diangkat ketua (tetapi secara informal yang menjadi ketua adalah OS Tjokroaminoto). Surat keputusan itu tidak memberikan untuk keseluruhan tetapi setiap afdeeling dapat mengajukan badan hukum. Inilah awal badan hukum Sarikat Islam seperti halnya sarikat-sarikat lainnya sebelum itu seperti Medan Perdamaian di Padang dan Boedi Oetomo.

Namun anehnya Medan Perdamaian dan Boedi Oetomo badan hukum diberikan untuk keseluruhan (HB), tetapi Sarikat Islam tidak dan hanya diberikan bagi afdeeling yang mengajukannya. Hal ini diduga kuat karena Sarikat Dagang Islam di Solo pernah ambil bagian dalam kerusuhan sebelum dibubarkan. Bagi pemerintah, trauma itu belum hilang sehingga pada saat pendirian Sarikat Islam yang dimotori Tjokroaminoto hanya dibersikan secara parsial.

Tunggu deskripsi lengkapnya

KH Samanhudi dan Sarikat Islam (SI) di Soerabaja dan Bandoeng

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar