Laman

Sabtu, 27 November 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (259): Pahlawan Nasional Hadji Oemar Said Tjokroaminoto; Pendiri Sarikat Islam (SI) di Soerabaja, 1912

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Hadji Oemar Said Tjokroaminoto yang lebih dikenal HOS Cokroaminoto adalah Pahlawan Indonesia yang ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1961 (era Presiden Soekarno).  HOS Cokroaminoto adalah pendiri Sarikat Islam (SI) di Soerabaja pada tahun 1912. HOS Cokroaminoto adalah mertua dari Soekarno (kelak Ir. Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia).

Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (16 Agustus 1882 – 17 Desember 1934) lebih dikenal dengan nama HOS Cokroaminoto, merupakan salah satu pemimpin organisasi pertama di Indonesia, yaitu Sarekat Islam (SI). Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama RM Tjokroamiseno, salah seorang pejabat wedana Kleco, Magetan pada saat itu. Kakeknya, RM Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai Bupati Ponorogo, Mertuanya adalah RM Mangoensoemo yang merupakan wakil bupati Ponorogo. Beliau adalah keturunan langsung dari Kiai Ageng Hasan Besari dari Pondok Pesantren Tegalsari Ponorogo. Setelah lulus dari sekolah rendah, ia melanjutkan pendidikannya di sekolah pamong praja di Magelang. Setelah lulus, ia bekerja sebagai juru tulis patih di Ngawi. Tiga tahun kemudian, ia berhenti. Tjokromaninoto pindah dan menetap di Surabaya pada 1906. Di Surabaya, ia bekerja sebagai juru tulis di firma Inggris Kooy & Co dan melanjutkan pendidikannya di sekolah kejuruan Burgerlijk Avondschool, jurusan Teknik Mesin. Pada bulan Mei 1912, HOS Tjokroaminoto mendirikan organisasi Sarekat Islam yang sebelumnya dikenal Serikat Dagang Islam dan terpilih menjadi ketua. Dari berbagai muridnya yang paling ia sukai adalah Soekarno hingga ia menikahkan Soekarno dengan anaknya yakni Siti Oetari, istri pertama Soekarno. Pesannya kepada Para murid-muridnya ialah "Jika kalian ingin menjadi Pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator. Perkataan ini membius murid-muridnya hingga membuat Soekarno setiap malam berteriak belajar pidato hingga membuat kawannya, Muso, Alimin, SMKartosuwiryo, Darsono, dan yang lainnya terbangun dan tertawa menyaksikannya. Tjokro meninggal di Yogyakarta pada umur 52 tahun, setelah jatuh sakit sehabis mengikuti Kongres SI di Banjarmasin (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional HOS Cokroaminoto? Seperti disebut di atas, HOS Cokroaminoto adalah pendiri Sarikat Islam (SI) yang merupakan suksesi Sarikat Dagang Islam (SDI) dan juga mertua dari Ir Soekarno.Lalu bagaimana sejarah HOS Cokroaminoto? Tentu saja sudah ditulis. Namun sejauh data baru ditemukan, narasi sejarah HOS Cokroaminoto haruslah dilengkapi. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Nasional Hadji Oemar Said Tjokroaminoto: Pendiri Sarikat Islam (SI) di Soerabaja, 1912

Nama Tjokroaminoto diberitakan tahun 1912 dalam hubungannya dengan pembentukan perusahaan (NV) yang akan menerbitkan surat kabar (lihat  Deli courant, 18-05-1912). Disebutkan dua organisasi di Soerabaja bertemu untuk membentuk usaha. Perserikatan Jawa (Javaansche Vereeniging) dan perserikatan Melayu (Maleische Vereeniging) Taman Manikam. Tujuannya adalah untuk mencapai pembentukan perusahaan saham gabungan (NV), yang akan menerbitkan surat kabar. Surat kabar itu pertama-tama akan bersifat propagandis, dan akan menyebarluaskan dan mempromosikan ide-ide dari kedua asosiasi tersebut. Nama perusahaan yang didirikan adalah Setija Oesaha yang akan menerbitkan surat kabar harian dan dengan modal kerja f50.000. Susunan pengurus sementara Setija Oesaha adalah sebagai berikut: Direktur, Hasan Ali Soerati; Komisaris, Hadji Abdul Gani, Hadji Abdul Abas, Tjokro Aminoto, Tjokro Soedarmo dan Pa Ngaridjo.

Nama Tjokro adalah nama yang umum, namun nama Tjokro ada yang dihubungkan dengan Diningrat (di Ningrat). Di wilayah Madura Tjakraningrat adalah suatu dinasti yang dalam literatur awal ada yang menulis Tja-kraningrat. Apakah Tja sama dengan Mas. Tja-kraningrat mereduksi menjadi Tjakra-ningrat dan kemudian Tjakra di Ningrat (di, suatu aturan yang masih digunakan di wilayah Soenda seperti Raden Atma di Nata, Otto Iskandar di Nata, dsb. Boleh jadi dalam hal ini asal-usul nama Tjakra atau Tjokro terhubung dengan kebangsawanan. Nama Oemar Said lain lagi. Biasanya nama itu dihubungkan dengan orang Arab, yang mana Said adalah nama gelar di depan nama seperto Said Oemar. Namu ini terbalik, Oemar Said, tentulah bukan orang Arab. Pada tahun 1910 diberitakan nama Said Oemar lulus ujian akhir d Burger Avond School te Soerabaja, afdeeling machinisten, voor suikermachinist antara lain L Authier, JA van Haastert, HCD van Maldegen, MJA Manoehoetoe, Raden Oemar Said dan Raden Oerip (lihat  De Preanger-bode, 07-04-1910). Tetapi apakah lulusan nama R Oemar Said ini yang dihubungkan dengan HOS Cokroaminoto agak meragukan karena pada masa ini HOS Cokroaminoyo dicatat lahir tahun 1882, yang berarti usia 28 tahun yang tergolong tinggi untuk sekolah menengah (HBS). Tapi bisa saja karena HBS sore/malam (bukan HBS reguler). Nama Raden Oemar Said Tjokroaminoto, secara lengkap ditemukan pada berita Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 27-01-1913 yang menyatakan nama tersebut sebagai radaktur Oetoesan Hindia dan juga anggota dewan Sarikat Islam.

Surat kabar yang diterbitkan NV Setija Oesaha tersebut diberi nama Oetoesan Hindia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 18-11-1912). Disebutkan kami melaporkan pada saat rencana untuk mendirikan sebuah surat kabar harian yang akan diterbitkan oleh asosiasi Setija Oesaha, di sini. Hari ini kami mengetahui bahwa rencana itu akan segera dilaksanakan, dan surat kabar dengan nama Oetoesan Hindia akan terbit paling cepat 1 Januari. akan muncul. Diperlukan modal sebesar 50.000 gulden dan saham-sahamnya tidak hanya dicatat, tetapi juga telah disetor penuh, sehingga modal itu terkumpul sepenuhnya. Artikel baru akan diedit sementara oleh Raden Tjokro Aminoto, sedangkan direktur bisnisnya adalah Hasan Ali Soerati, seorang Muslim Bangladesh, seorang kaya yang mengambil sebagian besar sahamnya sendiri.

Juga disebutkan Setija Oesaha telah mendirikan percetakan yang benar-benar baru untuknya, dengan biaya NLG 18.000, dan telah dipasang hari ini yang dibawa kapal ss Kangean. Kami percaya bahwa majalah baru akan memiliki masa depan yang baik. Percetakan Setija Oesaha juga akan menerima barang cetakan dari asosiasi Sarikat Islam dan juga organ sarikat Saroetomo yang diterbitkan oleh asosiasi tersebut, sehingga dapat dipastikan bahwa dari puluhan ribu anggota Sarikat Islam nomor yang baik akan membaca koran baru. Bahkan, asosiasi ini memiliki sekitar 3.000 anggota di Soerabaya saja. Terlepas dari kenyataan bahwa penerbitan Oetoesan Hindia merupakan bukti energi kebangkitan orang Jawa, penerbitan itu juga dianggap penting dalam hal lain. Sampai sekarang pers non-Eropa di Jawa hampir seluruhnya berada di tangan orang Cina, atau di bawah pengaruh kelompok penduduk ini. Apa artinya ini telah menjadi nyata—sejauh menyangkut Soerabaya—selama kerusuhan baru-baru ini antara Cina dan Arab. Koran-koran Melayu-Cina disini memberikan pembacaan peristiwa yang jelas-jelas pro-Cina, sangat berbeda dari kebenaran. Karena orang-orang Arab dan Pribumi, yang ingin membaca koran disini, hampir semuanya bergantung pada organ-organ Melayu-Cina tersebut, dapat dipahami bahwa banyak orang telah terganggu oleh sikap ergan yang sangat parsial ini, tanpa dapat berbuat apa-apa. Menentangnya/.

Dalam hal ini perusahaan NV Setija Oesaha yang dibentuk dua asosiasi adalah satu hal. Sedangkan Sarikat Islam adalah hal lain. Yang jelas nama Tjokroaminoto dari sarikat Jawa akan menjadi editor surat kabar yang baru Oetoesan Hindia. Suatu surat kabar berbahasa Melayu yang dimaksudkan untuk mengimbangi dominasi media-media Cina berbahasa Melayu di Soerabaja. Tidak/belum jelas apakah ada arsiran dua sariket pendukung NV Setija Oesaha dengan Sarikat Islam dan Sarikat Saroetomo.

Situasi dan kondisi yang terjadi di Soerabaja, sebelumnya ditemukan di Medan. Pada tahun 1906 di Medan dibentuk asosiasi orang Angkola Mandailing untuk mengimbangi dominasi ekonomi-perdagangan Cina dengan mendirikan Sarikat Tapanoeli yang dimotori oleh Hadji Ibrahim dan Hadji Dja Endar Moeda. Sarikat Tapanoeli ini juga membentuk klub sepak bola Tapanoeli Voetbalclub yang ikut berkompetisi di Medan. Pada tahun 1909 Sarikat Tapanoeli di bawah NV Sarikat Tapanoeli menerbitkan surat kabar baru dengan nama Pewarta Deli yang dipimpin oleh Hadji Dja Endar Moeda sebagai pimpinan redaksi. Catatan: Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda adalah pribumi pertama editor surat kabar di Padang, Pertjaa Barata. Pada tahun 1900 Dja Endar Moeda mengukuisisi surat kabar Pertja Barat beserta percetakannya. Pada tahun ini Dja Endar Moeda mendirikan organisasi kebangsaan Medan Perdamaian (organisasi kebangsaan pertama di Hindia jauh sebelum organisasi kebangsaan Boedi Oetomo dibentuk di Batavia 1908). Pada tahun 1905 Dja Endar Moeda terkena delik pers yang lalu dihukum cambuk dan diusir dari kota Padang. Dja Endar Moeda kemudian hijrah ke Medan yang kemudian bersama Hadji Ibrahim (M Yacub Nasution) menginisiasi oerganisasi kebangsaan Sarikat Tapanoeli. Dja Endar Moeda adalah alumni sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean 1884. Setelah pensiun guru berangkat haji ke Mekkah. Sepulang dari Mekkah Dja Endar Moeda membuka sekolah swasta di Padang pada tahun 1895 hingga akhirnya direkrut penerbit Pertja Barat untuk menjadi editor. Sedangkan Hadji Ibrahim adalah kepala kampong pertama di Medan (kampong Kesawan) yang merantau dari Mandailing ke Deli tahun 1875 sebagai penulis di Kesultanan Serdang. Kampong Medan (Poetri) pada tahun 1875 dijadikan (dibentuk) sebagai ibu kota Onderafdeeling Medan (af. Deli) dimana kali pertama ditempatkan seorang Controleur. Dalam hal ini Medan adalah kota baru, sedangkan kampong Soerabaja adalah kota yang lebih tua (dibentuk sejak 1830).  

Lantas siapa Tjokroaminoto dan bagaimana hubungannya dengan Sarikat Islam? Yang jelas Tjokroaminoto diketahui sebagai presiden sementara Sarikat Islam (SI). Seperti disebut di atas Tjokroaminoto berasal dari sarikat orang Jawa dalam pembentukan NV Setija Oesaha dengan surat kabar Oetoesan Hindia (yang masa sudah disebut adanya Sarikat Islam). Apakah dalam hal ini Sarikat Islam adalah asosiasi penghubung diantara sarikat orang Jawa dan sarikat orang Melayu? Satu hal di dalam rapat umum Sarikat Islam pada tanggal 27 Januari 1913 di Soerabaja turut dihadiri oleh Samanhoedi, pendiri sarikat hadji (sarikat haji yang bergerak di bidang perniagaan? Sarikat Dagang Islam?).

De Preanger-bode, 28-01-1913: “Sarikat Islam. Soerabaya, 27 Januari. Pada hari Minggu pagi, Sarikat Islam bertemu disini. Kehadiran: 8 hingg 10.000 anggota. Ribuan penduduk asli berbagai delegasi datang dengan kereta api. Presiden sementara HB adalah Tjokro Aminoto mengemukakan tujuan perkumpulan itu. Turut hadir pendiri sarikat haji Saman Hoedi dari Solo, yang disambut tepuk tangan meriah di awal pertemuan. Seorang Arab berbicara atas nama semua orang Arab di Surabaya. Diputuskan untuk membagi Jawa menjadi tiga divisi, masing-masing di bawah administrasi pusat, sedangkan panitia pusat akan tetap di Solo;. Juga disebutkan pada pertemuan Sarikat Islam yang diadakan disini pada hari Minggu, diinformasikan, atas pertanyaan dari salah satu yang hadir, bahwa tidak ada hubungan antara IP dan Sarikat Islam!

Badan pusat (HB) Sarikat Islam berada di Solo. Sebaggaimana diketahui Sarikat Hadji (Sarikat Dagang Islam-SDI) didirikan di Solo. Lantas apakah SDI ini sudah tidak aktif dan kemudian terbentuk Sarikat Islam, sarikat yang lebih luas (tidak hanya hadji, tetapi semua penduduk yang beragama Islam). Lalu apakah eks anggota SDI akan atau telah bergabung dengan Sarikat Islam? Pada masa ini disebutkan bahwa Sarikat Islam didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 di Soerakarta (Solo).  Tanggal ini adalah tanggal berdirinya Sarikat Dagang Islam. Besar dugaan bahwa Sarikat Islam (SI) adalah bentuk baru dari Sarikat Dagang Islam (SD). Hal ini dapat diperhatikan antara hubungan Tirto Adisoerjo (ketua SDI terakhir) dengan nama Saroetomo.

 

De Preanger-bode, 21-07-1912: ‘Medan Priaji. Untuk kedua kalinya, tersebar kabar di berbagai surat kabar bahwa Medan Priaji telah ditutup dan majalah itu tidak akan muncul lagi. Ini sekarang sedang ditentang, kata Sem. Hold. Medan Priaji akan muncul, kata mereka. Untuk sementara, majalah Saroetomo salah bertindak seperti yang diterbitkan oleh NV Medan Priaji, yang membawa majalah ini banyak pelanggan. Itu sebenarnya diterbitkan oleh Sarikat Dagang Islam, sebuah asosiasi yang kebetulan pemimpin redaksi Medan Priaji adalah presiden (Sarikat Dagang Islam, red). Fakta bahwa RM Tirtoadisoerjo memiliki banyak kesepakatan sebagai editor Saroetomo tampaknya telah menyebabkan darah buruk. Sekurang-kurangnya para pemegang saham Medan Priaji mengingatkannya akan syarat-syarat yang mengikatkan dirinya pada Medan Priaji tahun 1910, termasuk syarat RM Tirtoadisoerjo tidak boleh bekerja untuk majalah lain. RM Tirtoadisoerjo terpaksa mengundurkan diri dari redaktur Saroetomo, dan sekarang jurnalis pribumi itu keluar mengunjungi berbagai orang dan menjelaskan kepada mereka fakta bahwa ada hubungan dekat antara Sarikat Dagang Islam dan NV Medan. Priaji, yang akan membenarkan partisipasinya dalam dua majalah yang diterbitkan oleh asosiasi tersebut’.

 

De nieuwe vorstenlande, 26-07-1912: ‘Disini, di Solo, reaksi tertentu telah muncul di antara penduduk asli, seperti yang terlihat dari upaya asosiasi Sarikat Islam dan bahwa terhadap sekolah-sekolah baru dan dari keadaan bahwa orang Jawa yang toleran ingin menjalankan agamanya tanpa gangguan. Sebelumnya tujuan panitia akan dijelaskan kepada penduduk asli di koran lokal. Untuk menghindari kesalahpahaman atau bahkan kekecewaan, kami ingin mencatat hal-hal berikut: Sarikat Dagang Islam, sejauh yang kami tahu, menginginkan tidak lebih dari sebuah asosiasi perdagangan yang kooperatif. Jika ingin membuat front melawan sesuatu, itu melawan Cina, yaitu, ingin memisahkan anggotanya dari pemasok Cina. Pertama-tama, usahanya diarahkan pada perdagangan sebagian besar kebutuhan hidup seperti beras dan menempati urutan kedua d yang paling erat hubungannya dengan karya batik. Perdagangan barang-barang putih, cucian dan kayu bakar sebagian besar berada di tangan orang Cina. Bahwa asosiasi dagang ini menggunakan kata Islam dalam namanya tidak lebih dari itu, seperti Wiworohardjo, hanya menerima penduduk asli sebagai anggota’.

 

Bataviaasch nieuwsblad, 15-08-1912: ‘Dibubarkan. Akibat perilaku kasar sebagian anggota, menurut telegram di Locomotief, Sabtu lalu, perhimpunan Sarikat Dagang Islam di ibu kota Solo dibubarkan atas perintah residen dan aparatur pemerintah dan semua tulisan disita.

Ketua Sarikat Dagang Islam (SDI) adalah Tirto Adisoerjo sempat mengalami masalah dalam hubungannya penerbitan surat kabar Medan Priaji (para pejabat pribumi) di satu sisi dan surat kabar Saroetomo (Sarikat Saroetomo) di sisi lain. Tampaknya surat kabar Saroetomo telah dijadikan sebagai organ Sarikat Dagang Islam. Dalam hal ini sarikat Jawa (Saroetomo) adalah partner dari Sarikat Dagang Islam. Oleh karena Tirti Adisoerjo menghadapi masalah, maka sarikat Jawa Saroetomo dan Sarikat Dagang Islam telah bermetamorfosis dan terbentuk Sarikat Islam yang mana sebelumnya Tjokroaminoto adalah salah satu pemimpin di sarikat Jawa Saroetomo yang membentuk usaha patungan dengan sarikat Melayu Taman Manikan (NV Setija Oesaha) dengan menerbitkan surat kabar Oetoesan Hindia. Surat kabar yang kemudian menjadi organ dari Sarikat Islam yang dipimpin oleh presiden sementara Tjokroaminoto. Catatan: Medan Priaji didirikan didirikan tahun 1908 yang mana surat kabar Medan Priaji menjadi organ Boedi Oetomo.

Tirto Adisoerjo menghadapi masalah dalam soal penerbitan ganda Medan Priaji dan Saroetomo. Setelah mengundurkan diri dari surat kabar Saroetomo yang diterbitkan SDI, sarikat Jawa Saroetomo melalui Tjokroaminoto dkk membentuk usaha patungan dengan sarikat Melayu di Soerabaja pada bnlan Mei 1912 (NV Setija Oesaha) dan menerbitkan surat kabar Oetoesan Hindia (yang mana sebagai redaktur Tjokroaminoto). Tirto Adisoerjo pimpinan SDI kemudian menghadapi masalah lalu diadili dan divonnis (lihat et nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 20-12-1912). Sejak inilah muncul Tjokroaminoto menjadi pimpinan sementara dari Sarikat Islam yang belum lama terbentuk (sukses Sarikat Dagang Islam). Sementara itu Tirto Adisoerjo menghilang sejak akhir 1912 (diasingkan ke Lampoeng karena tersangkut perdata di manajemen Medan Priaji). Medan Priaji dilikuidasi pemerintah. Setelah berakhirnya nama Medan Priaji sebagai perusahaan dan surat kabar, nama Medan Priaji digunakan di Medan (lihat Sumatera post, 18-01-1915). Disebutkan dalam pertemuan terakhir pengurus Medan Prijaji terpilih, yang terdiri sebagai berikut: Abdul Rashid, Inlandsch arts, Presiden, J. Salim sebagai Wakil Presiden, Mohd Yusuf, kepala sekolah sebagai sekretaris-1, Harazah sebagai skretaris-2, St. Guru, sebagai bendahara. Anggota komisaris terdiri Baginda Djoendjoengan, Dt. Raja Angat, Sjamsoeddin, Dt. Noordin, ARC Salim  dan Abd. Wahab Siregar.

Oemar Said Tjokroaminoto menjadi tokoh sentral di Sarikat Islam (suksesi Sarikat Dagang Islam di Solo). Setelah menghilangnya Tirto Adisoerjo, nama pendiri Sarikat Dagang Islam, Saman Hoedi kembali menjadi simbol penting di Sarikat Islam. Dalam hal ini, Saman Hoedi juga dapat dikatakan tidak hanya sebagai pendiri Sarikat Dagang Islam (1905) juga menjadi bagian dari pendirian Sarikat Islam tahun 1912.

Pada saat terbetuknya Sarikat Islam, sebagai bentuk lain setelah Sarikat Dagang Islam di Solo dibubarkan (pemerintah, Residen), kemudian di Bandoeng terbentuk Partai Nasionan Hindia (NIP) yang dimotori Dr Tjipto, EF Douwes Dekker dan Soewardi Soerjaningrat, Sempat muncul klaim Douwes Dekker bahwa Sarikat Islam menjadi bagian dari gerakan NIP, tetapi dalam rapat umum SI di Soerabaja dibantah oleh Tjokroaminoto yang menyebut SI tidak berpolitik hanya semata-mata untuk bersaing dengan perdagangan yang didominasi orang-orang Cina (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 27-01-1913). Disebutkan sebelum rapat umum ini telah hadir di stadion orang-orang di peron stasion kereta api yang menyambut kedatangan  pendiri Sarikat Islam, Hadji Samahoedin dari Solo, digendong dengan tangannya ke mobil yang menunggu, dan dikelilingi oleh massa pribumi, mereka melanjutkan ke gedung surat kabar harian Oetoesan Hindia. dimana rapat dewan diadakan. Kemudian diputuskan bahwa perkumpulan itu, setelah persetujuan pemrintah atas statuta diperoleh, akan dibagi menjadi tiga divisi besar, didirikan di Batavia, Solo dan Soerabaja. Saat ini asosiasi tersebut telah memiliki 90.000 anggota, dan dana perjuangan berada dalam kondisi yang sangat baik. Rapat dakwah, kemarin pagi di den Stadstuin, dihadiri sekitar 10.000 orang, dan dipimpin oleh anggota dewan Oemar Said Tjokroaminoto, redaktur Oetoesan Hindia. Dia menjelaskan tujuan pertemuan dan asosiasi. Pada saat itu asosiasi [SDI] dibubarkan oleh Dewan di Solo

Pada tanggal 24 Maret disebutkan Musyawarah Sarekat Islam diselenggarakan di Solo. Yang mana diputuskan akan berangkat utusan yang terdiri dari anggota dewan Oemar Said Tjokroaminoto, ondervoorzittèr van het centraalcomité te Solo (vice-voorzitter), Hadji Samanhoedi, Raden Goenawan, Hadji Mohamad Dachwan dan Raden Soemoasnioro, anggota asosiasi, pergi ke Buitenzorg untuk melakukan audiensi dengan Gubernur Jenderal (lihat De nieuwe vorstenlanden, 03-04-1913). Disebutkan Sabtu pagi pukul 11.00 utusan ini diterima oleh Gubernur, dimana Bapak Dr DA Rinkes, wakil penasihat urusan pribumi, bertindak sebagai penerjemah. Hanya bahasa Jawa tinggi yang digunakan, bahasa yang dikuasai Raden Tjokroaminoto dengan semangat dan menjelaskan tujuan dan cita-cita Sarekat Islam.Gubernur sangat ramah dan ramah yang sangat menggerakkan para deputi. Anggota menyatakan bahwa mereka merasa seolah-olah seorang ayah sedang berbicara kepada anak-anaknya. Secara umum gubernur memiliki pendapat yang baik tentang Sarekat-Islam; hanya dia yang menyatakan dengan penekanan kuat bahwa dia tidak akan pernah mentolerirnya dia tidak akan pernah mentolerir upaya untuk melemahkan otoritas Belanda. Gubernur Jenderal Idenburg juga ingin melihat pemerintah dan Sarekat-Islam bekerja sama.

Juga disebutkan bahwa Tuan Idenburg tidak mengomentari apakah akan memberikan status hukum atau tidak kepada asosiasi. Pada 10 menit sebelum pukul 12 audiensi selesai yang mana secara keseluruhan berlangsung selama 50 menit. Asosiasi ini sekarang memiliki 120.000 anggota, diantaranya 12.000 di Soerabaja, 11.000 di Batavia dan 6.000 di Semarang.

Keputusan Pemerintah akhirnya datang soal badan hukum Sarikat Islam. Untuk itu Raden Oemar Said Tjokroaminoto dipanggil Residen Soeracarta ke Solo untuk menjelaskannya (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 08-07-1913). Mengapa di Solo? Hal ini karena badan pusat (HB) di  Solo (sementara OS Tjokroaminoto tinggal di Soerabaja). Dalam hal ini OS Tjokroaminoto masih disebut Vice Voorzitter karena secara formal belum diangkat ketua (tetapi secara informal yang menjadi ketua adalah OS Tjokroaminoto).

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 08-07-1913: ‘Sarekat Islam. Diketahui, Wakil Ketua Pengurus Pusat Sarekat Islam Raden Oemar Said Tjokroaminoto yang juga Pemimpin Redaksi Oetoesan Hindia telah menerima panggilan dari Resident Soeracarta untuk datang ke Solo yang dia menerima 11 Juli untuk memperoleh darinya keputusan Pemerintah tentang badan hukum SI. Menurut keputusan ini akan berbunyi sebagai berikut: bahwa Pemerintah tidak dapat memberikan badan hukum secara keseluruhan, tetapi jika diinginkan, setiap divisi (afdeeling) dapat diberikan badan hukum. Wakil Ketua Pengurus mengatakan bahwa jumlah anggota saat ini mencapai 300.000 dibandingkan dengan 90.000 pada Februari tahun ini. Tidak boleh dilupakan bahwa dalam 3 bulan terakhir setidaknya 200.000 orang yang ingin mendaftar sebagai anggota ditolak. Solo memiliki keanggotaan terbesar, diperkirakan lebih dari 30.000; diikuti oleh Batavia dengan 25.000 anggota, Cheribon dengan 23.000, Semarang dengan 17.000 dan Soerabaja dengan 16.000 anggota. Kami percaya bahwa penjelasan tersebut telah diinformasikan dengan benar, dan bahwa jawaban yang diinginkan akan sesuai dengan pengertian yang ditunjukkan di atas. Ini juga menjadi perhatian kami. Kami pikir itu adalah keputusan yang sangat bijaksana. Lagi pula, setiap divisi dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakannya sendiri dan setiap dewan divisi dapat memimpin anggotanya dengan tangan yang kuat. Ini sangat mengurangi kemungkinan ekses. Kami hanya menyayangkan bahwa Pemerintah telah ragu-ragu begitu lama sebelum mengambil keputusan’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

HOS Tjokroaminoto dan Ir. Soekarno

Pada tahun 1921 di Soerabaja diadakan rapat umum Jong Java dimana di dalamnya turut Mohamad Tabrani (siswa MULO) dan Soekarno (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1921,No 13). Mohamad Tabrani siswa MULO dan Soekarno siswa HBS. Pada tahun itu juga Tabrani melanjutkan sekolah OSVIA di Bandoeng dan Soekarno melanjutkan fakultas THS di Bandoeng. Sebagaimana diketahui bahwa Jong Java didirikan tahun 1915 sebagai bagian kepemudaan (onderbouw) dari Sarikat Boedi Oetomo (Boedi Oetomo sendiri didirikan di Batavia Mei 1908 dan mengadakan Kongres Pertama di Djojjakarta pada bulan Oktober 1908).

Seperti disebutkan di atas pada tahun 1905 di Soerakarta didirikan sarikat para hadji (Sarikat Dagang Islam) yang dipimpin oleh Hadji Saman Hoedi. Sejak terbentuknya Boedi Oetomo tahun 1908, sarikat ini semakin bersaing dengan Boedi Oetomo di Soeracarta. Lalu pada tahun 1910 juga didirikan sarikat hadji (Sarikat Dagang Islam) di Buintenzorg dan cukup berhasil (lihat De nieuwe courant, 04-08-1913). Gerakan Bogorsche (Buitenzorg) pertama kali menarik perhatian serius di Solo di bawah kepemimpinan Mas Hadji Samanhoedi, pada tahun 1911 dibentuk divisi di Solo, yang juga langsung membuat kesalahan tentang bentuk organisasi. Samanhudi dkk berawal dari anggapan bahwa SDI di Buitenzorg telah disetujui atau setidaknya akan segera disetujui, dan bahwa setiap divisi baru sekarang hanya harus bergabung dengan asosiasi di Buitenzorg dan kemudian secara otomatis terbagi menjadi pengakuan personalitas hukum. Sementara itu Boedi Oetomo di Solo sudah memilik percetakan. Namun pekerjaannya sudah overload sehingga permintaan untuk mencetak organ Sarekat Islam untuk Jawa Tengah disana tidak dapat dipenuhi. Majalah SDI yang dimaksud adalah Saroetomo (dalam bahasa Jawa, Soro=panah dan Oetomo=terbaik atau paling mulia). Panah lambang adalah panah pahlawan wayang terkenal Ardjoena, seorang tokoh mitos dari sastra kuno. Senjatanya tidak pernah melukai orang yang bermaksud baik, tetapi hanya bisa melukai musuh. Sorotomo sekarang dicetak oleh perusahaan terkenal Buning and Co. di Djogjakarta. Organ utama Sarikat Islam adalah ribuan pembaca, Oetoesan Hindia (Utusan untuk Hindia), diedit dalam bahasa Melayu. Lembar ini dicetak oleh perseroan terbatas Setija Oesaha, yang pendiriannya dikaitannya dengan inisiatif SI Afdeeling Soerabaja yang berkembang pesat. Hal ini diperintah oleh Oemar Said Tjokroaminoto dan seorang Indo-Hindu (keturunan Hindu lahir di Jawa) Oemar. Selama di Jawa Tengah, berkat materi dakwah yang tersebar luas, gerakan SI, Oemar Said Tjokroaminoto dan Indo-Hindu Umar mendirikan cabang di Surabaya tahun lalu dan ini sebenarnya menjadi yang kedua, atau, pusat ketiga gerakan baru, dimana bisnis bahkan lebih makmur daripada di Jawa Tengah. Dalam hubungan ini SDI Soerakarta bermasalah dengan bermasalahnya Tirto Adisoerjo. Dalam hal ini para tokoh intelektual SI sudah jelas sejak awal mereka harus memperhatikan kondisi lokal dan perbedaan karakter bangsa yang cukup luas di Jawa. Oleh karena itu, Tjokroaminoto di Soerabaja kemudian mendukung sentralisasi pengelolaan di seluruh Jawa dari Soerakarta sebagai pusat; tetapi juga untuk masing-masing dari tiga bagian Jawa (Jawa Barat, Tengah dan Timur) cabang utama dari tiga pusat perdagangan utama.

Dalam fase dimana Boedi Oetomo (plus Jong Java) begitu kuat, lahirlah Sarikat Dagang Islam yang baru (Sarikat Islam) di Soerabaja yang dipimpin oleh dua yang pertama Oemar Said Tjokroaminoto dan seorang bernama Oemar (yang diduga adalah jutawan Hasa Ali Soerati, seorang Indo-Banglades di Soerabajaaa). Dalam rapat umum Jong Java di Soerabaja, Soekarno mengusulkan pentingnya bahasa Melayu dan menyarankan agar murid dari sekolah guru (Normaalschool) juga harus diterima dan organ perhimpunan kemudian dapat muncul dalam bahasa Melayu dan Belanda (sekarang diterbitkan dalam bahasa Belanda). Sementara itu Soekartono (bukan Soekarno di atas) mengusulkan agar diperbolehkan berpidato di Kongres juga dalam bahasa Melayu, tetapi usulan ini menjadi penyebab perdebatan sengit yang mana dalam perdebatan itu Soekarno diancam akan dikeluarkan oleh ketua. Apa yang mendasari Soekarno, Tabrani dan Soekartono mengunsulkan penggunaan bahasa Melayu di Jong Java tidak diketahui secara pasti. Namun besar kemungkinan karena mereka melihat di Soerabaja adalah kota melting pot dan Sarikat Islam yang dipimpin OS Tjokroaminoto sudah jamak dengan bahasa Melayu bahkan organ SI yakni Oetoesan Hindia diterbitkan dalam bahasa Melayu.

Tampaknya Soekarno di Soerabaja kurang berkenan lagi dengan Jong Java lebih-lebih ketika sudah pindah ke Bandoeng (kuliah di THS). Sementara Tabrani masih melakukan gerakan di internal Jong Java di afdeeling Bandoeng. Ketika Tabrani lulus OSVIA Bandoeng, banting setir tidak menjadi pejabat pribumi tetapi terjun ke dunia jurnalis di Batavia dimana sudah ada dua tokoh nasional yakni Parada Harahap dan WR Soepratman. Tabrani telah melupakan Jong Java/Boedi Oetomo dan melihat Indonesia Raya di Batavia bersama Parada Harahap dan WR Soepratman. Dalam perkembangannya, Soekarno setelah lulus THS pada tahun 1926 mulai menggalang kekuatan dengan misi nasional (Indonesia Raya). Jauh sebelumnya Dr Soetomo dkk sudah menjauh dari Boedi Oetomo. Pada saat dimana Jong Java didirikan tahun 1915 di Djogjakarta, Dr Soetomo yang baru pulang dari Deli meminta ketua Boedi Oetomo afdeeling Batavia Dr Sardjito untuk diadakan rapat umum. Ternyata disambut baik. Dr Soetomo berpidato panjang lebar bahkan menyentil Boedi Oetomo/Jong Java yang intinya sebagai berikyt: ‘kita (orang Jawa) tidak bisa lagi sendiri. Saya melihat penderitaan koeli asal Djawa di Deli (poenalie sanctie). Banyak orang-orang pintar di luar sana terutama orang Tapanoeli’. Tentulah yang dimaksud Dr Soetomo kita dari Boedi Oetomo/Jong Java yang bersifat kedaerah tidak bisa mengatasi kaum kita di Deli kecuali berkolaborasi dengan pihak lain terutama orang-orang Tapanoeli dalam satu barisan nasional. Tidak lama kemudian pada tahun 1917 seorang krani di Deli Parada Harahap membongkar kasus Poenali Sanctie dan laporannya dikirim ke surat kabar Benih Mardika yang terbit di Medan yang dimuat dalam beberapa edisi pada tahun 1918. Berita ini menjadi heboh di Jawa. Sudah barang tentu Dr Soetomo di Ngawi tersenyum bahwa doanya terkabul meski tanpa dengan Boedi Oetomo/Jong Java. Oleh karena itu Dr Soetomo berutang budi kepada Parada Harahap yang setelah di pecat karena kasus itu pulang kampung ke Padang Sidempoean dengan mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean tahun 1919. Surat kabar ini terus terkena delik pers sehingga dibreidel tahun 1922. Parada Harahap hijrah ke Batavia dan pada tahun 1923 mendirikan surat kabar Bintang Hindia dan pada tahun 1924 di bawah NV Bintang Hindia, Parada Harahap mendirikan kantor berita Alpena dengan mengajak WR Soepratman dari Bandoeng sebagai editor. Dalam konteks inilah kemudian Tabrani dari Bandoeng (eks Jong Java) merapat ke Batavia di lingkaran Parada Harahap (dan WR Soepratman). Tentu saja kemudian menyusul Ir Soekarno pada tahun 1927 ketika Parada Harahap menginisiasi pembentukan supra organisasi kebangsaan PPPKI dimana ketuanya MH Thamrin dan Parada Harahap sebagai sekretaris. PNI yang dipimpin Soekarno di Bandoeng ikut bergabung PPPKI. Daklam Kongres PPPKI yang diadakan di Batavia bulan September 1928 yang diminta Parada Harahap sebagai ketua panitia kongres adalah Dr Soetomo. Tentu saja Dr Soetomo ketua Studiclub di Soerabaja bersedia untuk bayar utang kepada Parada Harahap. Dalam Kongres PPPKI ini Ir Soekarno mendapat tempat utama berbicara. Sementara pada bulan berikutnya Kongres Pemuda lagu Indonesia Raja karya WR Soepratman diperdengarkan. Kongres Pemuda 1928 adalah yang kedua dimana yang pertama Kongres Pemuda diadakan pada tahun 1926 yang diketuai oleh Tabrani. Sebelum kongres ini Parada Harahap, WR Soepratman dan Tabrani telah membentik sarikat jurnalistik dimana Tabrani sebagai ketua,WR Soepratman sebagai sekretaris dan Parada Harahap sendiri sebagai komisaris..

Pada fase gerakan revolusioner Indonesia Raya ini (yang dimotori Parada Harahap, Tabrani dan WR Soepratman) dimana semarak PPPKI dan Kongres Pemuda, diketahui Ir Soekarno sudah berkeluarga yang mana istrinya adalah putri cantik Oemar Said Tjokroaminoto bernama Oetari. Anehnya, SI tidak terlalu mendukung visi misi Indonesia Raya, karena di tubuh SI sudah muncul gerakan Pan-Islam yang dimotori oleh Hadji Agoes Salim. Antara gerakan Indonesia Raya (PPPKI dan Kongres Pemuda) baik0baik saja tetapi berbeda visi-misi soal Indonesia.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar