Laman

Minggu, 19 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (274): Pahlawan Indonesia Mangaradja Soangkoepon; Macan Volksraad Bela Orang Madura di Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Siapa Mangaradja Soangkoepon? Mungkin banyak yang tidak mengetahui. Sebab di Wikipedia tidak ada laman nama Mangaradja Soangkoepon. Padahal pada era Pemerintah Hindia Belanda namanya sangat dikenal. Nama kecilnya adalah Abdoel Firman, anggota Volksraad terlama, berasal dari dapil province Oost Sumatra selama empat periode berturut-turut (1924-1942). Mangaradja Soangkoepon sejatinya adalah ‘macan’ Pedjambon, anggota Volksraad paling vokal. Sejarah Abdul Firman sendiri dimulai di Medan. Setelah lulus ELS Medan pada tahun 1910, Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon melanjutkan studi ke Belanda.

Abdul Firman tiba-tiba menjadi terkenal di Negeri Belanda karena namanya diberitakan di koran-koran yang terbit sekitar Maret 1912. Apa pasal? Dua imigran dari Madura terlibat perkelahian dengan sesama imigran dari Jawa (Oost Java), korban akhirnya meninggal dunia akibat tusukan. Di pengadilan Amsterdam terdakwa disidangkan dan menghadirkan saksi-saksi. Aparat pengadilan bingung, karena para imigran (terdakwa dan saksi-saksi) tidak bisa berbahasa Belanda. Untuk mencari penerjemah sekaligus untuk pemandu sumpah (secara Islam) ternyata tidak mudah. Dari sejumlah mahasiswa yang ada hanya Abdul Firman yang bersedia dan sukarela (tanpa paksaan). Dari namanya memang pantas tetapi ternyata juga Abdul Firman adalah orang yang alim. Karenanya masyarakat Belanda menganggap Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon adalah pemimpin (imam) Islam dari para imigran dari Indonesia (Hindia Belanda). Abdul Firman tidak keberatan. Di dalam pengadian tersebut Abdul Firman membela terdakwa untuk dikurangi tuntutan djaksa. Dan, memang berhasil.

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Indonesia Mangaradja Soangkoepon? Seperti disebut di atas, nama Mangaradja Soangkoepon tidak disebut di Wikipedia, maka untuk perlu ditulis sejarah Mangaradja Soangkoepon. Sebab sejarah adalah sejarah. Sejarah adalah narasi fakta dan data. Di dalam Wikipedia banyak narasi sejarah tidak berdasarkan fakta dan data. Lalu bagaimana sejarah Pahlawan Indonesia Mangaradja Soangkoepon? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia Mangaradja Soangkoepon: Bela Orang Madura di Belanda (1912)

Mangaradja Soangkoepon, kelahiran Padang Sidempuan tetapi tidak pernah memperjuangkan kepentingan wilayah (residentie) Tapanoeli di Volksraad. Sikapnya demikian, karena Mangaradja Soangkoepon terpilih ke Volksraad mewakili dapil (residentie/province) Oost Sumatra (Sumatra Timur). Mangaradja Soangkoepon terpilih kali pertama tahun 1927. Selama empat periode hingga berakhirnya era kolonial Belanda, Mangaradja Soangkoepon selalu memenangkan kursi ke Volksraad. Kepercayaan warga Sumatra Timur sangat tinggi kepadanya karena terbukti tidak pernah membela wilayah kampong halamannya, Tapanoeli.

Namun jangan salah sangka. Karena anggota Volksraad dari dapil Tapanoeli adalah Dr. Abdul Rasjid Siregar kelahiran Padang Sidempoean (adik kandungnya sendiri). Catatan: Sumatra hanya terdiri dari empat dapil, masing-masing satu kursi: Oost Sumatra, West Sumatra, Zuid Sumatra dan Noord Sumatra (Residentie Tapanoeli dan Residentie Atjeh).  

Mangaradja Soangkoepon, bukanlah macan ompong, dan juga bukan Macan Kemajoran, tetapi Macan Pedjambon. Gedung dewan pusat (Volksraad) pada era Hindia Belanda berada di Pedjamboen (kini di Senayan). Mangaradja Soangkoepon bertarung di DPR benar-benar membela atas nama rakyat, seluruh rakyat Indonesia. Mengapa bisa demikian? Kisahnya dimulai di Belanda pada tahun 1912 ketika membela pemuda Madura di pengadilan. Perjalanan hidupnya dimulai dari Medan

Selesai sekolah rakyat di Padang Sidempoean (Tapanoeli), Abdul Firman (Siregar) merantau ke Deli. Di Medan, 1903  Abdul Firman melamar pekerjaan. Dari sembilan peserta mengikuti ujian untuk klein ambtenaar (pegawai rendahan pemerintah) hanya dia sendiri yang pribumi. Hasilnya tidak diterima. Abdul Firman ternyata tidak patah arang. Modal sekolah rakyat di kampongnya tidak cukup. Tahun itu juga ia mengikuti ujian masuk ELS (Europeesche Lagere School) sehubungan dengan diperbolehkannya warga pribumi utama. Lama studi di sekolah dasar Eropa lima tahun. Dia berhasil dan mendapat akta sekolah ELS. Abdul Firman gelar Mangaradja Soangkoepon tidak ke Batavia sebagaimana teman-teman pribumi yang melanjutkan studi ke sekolah kedokteran STOVIA. Dengan modal izajah Eropa Abdul Firman ingin melanjutkan studi ke Belanda. Pada tahun 1910 Abdul Firman berangkat dengan kapal Prinses Juliana dari Belawan dengan tujuan Rotterdam. Di pelabuhan besar ini, Abdul Firman dijemput Soetan Casajangan dan diantar ke Leiden untuk mencari sekolah yang lebih tinggi (semacam sekolah menengah). Setahun kemudian pada tahun 1911, alumni ELS Sibolga, Todoeng Harahap helar Soetan Goenoeng Moelia tiba di Belanda. Abdul Firman Siregar dan Todoeng Harahap yang masih remaja ini langsung di bawah pengawasan/bimbingan Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan, pendiri organisasi Indonesia (Indische Vereeniging). Catatan: Soetana Casajangan tiba di Belanda tahun 1905 dan pada tahun 1911 lulus di fakultas keguruan (semacam IKIP sekarang) dan mendapat akta guru MO. Soetan Casajangan pada tahun 1913 kembali ke tanah air dan menjadi direktur sekolah guru Kweekschool Fort de Kock.    .

Nama Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soeangkopon tiba-tiba menjadi terkenal di Belanda karena namanya diberitakan di koran-koran yang terbit sekitar bulan Maret 1912. Bad news, good news. Algemeen Handelsblad, 13-03-1912 memberitakan dua imigran terlibat perkelahian dari Madura dengan sesama imigran dari Jawa (Oost Java), korban akhirnya meninggal dunia akibat tusukan. Di pengadilan Amsterdam terdakwa disidangkan dan menghadirkan saksi-saksi. Aparat pengadilan bingung, karena para imigran (terdakwa dan saksi-saksi) tidak bisa berbahasa Belanda. Untuk mencari penerjemah dan juga untuk pemandu sumpah (secara Islam) ternyata tidak mudah meski sudah ada perhimpunan Indonesia. Diantara mahasiswa yang ada hanya Abdul Firman yang masih sekolah menengah yang bersedia dan sukarela (tanpa paksaan).

Dari namanya memang pantas (Abdoel+Firman), dan memang ternyata Abdul Firman Siregar anak Tapanuli adalah orang yang alim. Dalam berita-berita itu, masyarakat Belanda menganggap Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon dianggap sebagai pemimpin (imam) Islam dari para imigran dari Hindia (padahal masih belia). Abdul Firman tidak keberatan. Di dalam pengadian tersebut Abdul Firman tidak hanya menjadi penerjemah dan pemandu sumpah (secara agama Islam), Abdul Firman juga memberi pebelaan terhadap terdakwa untuk dikurangi tuntutan djaksa. Dan, berhasil.

Pada tahun 1912 ini Soetan Casajangan (mantan ketua Indische Vereeniging yang sudah lulus kuliah) membentuk suatu komite untuk penggalangan dana untuk membantu biaya pendidikan yang membutuhkan (Studiefonds) dengan nama besar mencatut nama Ratu Belanda (Juliana Fonds). Selama ini studiefonds biasanya dilakukan oleh orang-orang Belanda baik di Belanda maupun di Hindia. Bagaimana kelanjutan komite ini, tidak terinformasikan, yang jelas pada bulan Juli 1913 Soetan Casajangan pulang ke tanah air.

Sementara itu Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia setelah lulus sekolah menengah, melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi untuk mendapatkan akta guru yang diselenggarakan oleh Universiteit te Leiden.

Pada awal tahun 1914, Abdul Firman membuka usaha firma di Amsterdam (diiklankan di koran Algemeen Handelsblad, 28-06-1914). Bagaimana hasilnya tidak terinformasikan. Yang jelas Abdul Firman pada tanggal 28 Oktober 2014 dengan kapal ss Loudon pulang ke tanah air langsung ke Jawa (lihat Deli courant, 29-10-1914). Di Batavia, Soangkoepon melamar menjadi ambtenaar dan berhasil serta diterima. Abdul Firman lantas ditempatkan di kantor Asisten Residen Asahan di Tandjong Balai, Oost Sumatra (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 19-11-1915).

Tidak lama di Tandjoeng Balai, lantas kemudian, pada tahun 1915 Mangaradja Soangkoepon dipindahkan ke kantor Asisten Residen Simaloengioen en Karolanden di Pematang Siantar (Oost Sumatra). Dalam perkembangannya Mangaradja Soangkoepon terpilih menjadi anggota dewan kota (gemeenteraad) di Pematang Siantar. Dari tahun ini di kota Siantar Man1 ini karir politik Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon dimulai. Lalu dengan modal izajah sekolah menengah (lulusan Belanda) Mangaradja Soangkoepon mulai melihat Indonesia. Abdoel Firman mendapat kenaikan pangkat menjadi Controleur di pemerintahan dalanm negeri (lihat De locomotief, 19-07-1917). 

Pada tahun 1917, Abdul Firman yang menjadi pegawai di kantor Asisten Residen Simaloengoen dan Karolanden di Pematangsiantar yang juga anggota dewan kota mencalonkan diri untuk kandidat dewan pusat Volksraad dari wilayah pemilihan Pematang Siantar (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 07-12-1917). Di koran ini juga mentornya dulu di negeri Belanda, Soetan Casajangan juga dicalonkan dari wilayah pemilihan Maluku (Soetan Casajangan di Ambon sebagai direktur sekolah guru Kweekschool Ambon). Namun keduanya sama-sama gagal. Abdul Firman tidak patah arang, Abdul Firman berhasil di tingkat kota, tetapi belum sukses di tingkat nasional. Adik Mangaradja Soangkoepon yang baru lulus STOVIA ditempatkan di Tandjoeng Balai (lihat Deli courant, 17-06-1919).

Di Leiden, Soetan Goenoeng Moelia berhasil mendapat akta guru LO. Soetan Goenoeng Moelia kembali melanjutkan pendidikan untuk mendapatkan akta guru MO dan berhasil tahun 1918. Pada tahun-tahun ini kembali kedatangan lulusan ELS dari Medan melanjutkan pendidikan di Belanda. Namanya Amir Sjarifoeddin Harahap (saudara sepupu Soetan Goenoeng Moelia). Soetan Goenoeng Moelia dengan akta guru MO (seperti halnya Soetan Casajangan) kembali ke tanah air dan diangkat menjadi direktur sekolah HIS di Kotanopan. Kelak, Soetan Goenoeng Moelia menjadi Menteri Pendidikan RI kedua (menggantikan Ki Hadjar Dewantara).

Setelah selesai satu periode sebagai anggota dewan kota, Abdul Firman, sebagai pegawai negeri, pada tahun 1920, Abdul Firman ditunjuk untuk menjadi commies opziener di kantor Residentie Tapanoeli di Sibolga. Ini mengindikasikan pangkat Mangaradja Soangkoepon mendapat kenaikan lagi. Tidak lama, lalu dipindahkan ke Kotanopan (Zuid Tapanoeli) dan kemudian pada tahun 1922 dipindahkan lagi ke kantor Asisten Residen (afdeeling) Asahan di Tandjong Balai. Di kota ini Abdoel Firman memulai karir sebagai pegawai negeri pada tahun 1915.

Pada tahun 1924 kembali kadatangan lulusan ELS di Belanda. Namanya Egon Hakim lulusan ELS kota Padang. Egon Hakim adalah anak dari anggota dewan kota (gemeenteraad) Padang, Dr Abdoel Hakim Nasution. Sementara itu Amir Sjarifoeddin Harahap yang telah menyelesaikan sekolah menengah melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Belanda. Amir Sjarifoeddin Harahap diterima di fakultas hukum (Universiteit Leiden) pada tahun 1926.

Mangaradja Soangkoepoen di Tandjoeng Balai menatap kembali ke Pedjambon yakni dengan melalui dewan kota. Pada tahun 1926, Abdul Firman gelar Managaradja Soeangkoepn terpilih menjadi anggota dewan kota (gemeenteraad) Tandjong Balai. Setahun kemudian pada tahun 1927 Mangaradja Soangkoepon mencalonkan diri kembali untuk menjadi anggota dewan pusat (Volksraad) di Batavia mewakili wilayah pemilihan Oost Sumatra. Alhamdulilah, berhasil melenggang ke Pedjambon (kata orang masa kini, melenggang ke Senayan).

Pada tahun 1927 ini saat lulusan ujian kandidat (lulus kelas satu tahun pertama) Amir Sjarifoeddin Harahap harus pulang kampong, karena ada masalah keluarga (orang tuanya) di Sibolga. Amir Sjarifoeddin Harahap tidak kembali ke Belanda, tetapi pada tahun ini mendaftar di fakultas hukum di Batavia (Rechthoogeschool). Pada tahun 1928 Amir Sjarifoeddin Harahap sebagai bendahara Kongres Pemuda 1928. Kelak, Mr Amir Sjarifoeddin Harahap menjadi Perdana Menteri kedua (menggantikan Soetan Sjahrir).

Di Batavia, pada bulan September 1927 Parada Harahap, pemimpin surat kabar Bintang Timoer, yang juga sebagai sekretaris Sumatranen Bond menginisasi pertemuan dengan mengundang para pimpinan organisasi kebangsaan untuk pembentukan federasi organisasi kebangsaan Indonesia di rumah Husein Djajadiningrat (dekan Rechthoogeschool).

Prof Hesein Djajadiningrat adalah sekretaris pada saat pendirian Indische Vereeniging di Belanda tahun 1908 (yang dua tahun kemudian menggantikan Soetan Casajangan sebagai ketua Indische Vereeniging). Pada tahun 1927 ini Soetan Casajangan masih direktur sekolah guru Normaal School di Mesteer Cornelis (Jatinegara) sejak 1923.

Hasil pertemuan yang dihadiri sejumlah perwakilan organisasi kebangsaan Indonesia tersebut diputuskan untuk membentuk suatu federasi yang diberi nama Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia yang disingkat PPPKI. Sebagai ketua ditunjuk MH Thamrin (Kaoem Betawi) dan Parada Harahap (Sumatranen Bond) sebagai sekretaris.

Dalam pertemuaan pembentukan PPPKI ini turut dihadiri Ir Soekarno sebagai perwakilan oragnisasi kebangsaan Perhimpoenan Nasional Indonesia (PNI) di Bandoeng dan Dr Soetomo sebagai perwakilan dari studieclub di Soerabaja. Organisasi kebangsaan lainnya yang turut hadir adalah Pasoendan, Jong Islamieten Bond dan Boedi Oetomo cabang Batavia.

Dalam pertemuan pembentukan PPPKI di Batavia turut dfhadiri oleh Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soeangkoepon yan baru saja terpilih sabagai anggota Volksraad mewakili dapil province Oost Sumatra. Mangaradja Soangkoepon yang tiba di Belanda tahun 1910 untuk studi adalah anggota Indische Vereeniging yang diketuai oleh Husein Djajadiningrat (yang belum lama menggantikan Soetan Casajangan). Sekarang, paling tidak tiga anggota Indische Vereeniging generasi pertama di Batavia sedang mengikuti pembentukan federasi, supra organisasi kebangsaan dalam satu wadah persatuan nasional yang dilakukan oleh adik-adik mereka. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Tahun ini juga (1927) adalah tahun permulaan Mangaradja Soangkoepon di dewan pusat Volksraad. Dulu di Belanda tahun 1912 kali pertama membela orang Madura, kini akan membelas seluruh rakyat Indonesia.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Mangaradja Soangkoepon Anggota Volksraad Terlama: Macan Pedjambon

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar