Laman

Senin, 13 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (292): Pahlawan Nasional Karel Sadsuitubun dari Kota Tual, Maluku; Pahlawan Nasional Dr J Leimena

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Karel Satsuit Tubun (KS Tubun), lebih tepatnya Karel Sadsuitubun (K Sadsuitubun) adalah Pahlawan Indonesia yang telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional tanggal 05 Oktober 1965 (era Soekarno). Seperti halnya Kapten PA Tendean yang mengawal Jenderal Abdoel Haris Nasution, Inspektur Polisi K Sadsuitubun yang mengawal Dr Johannes Leimena K Sadsuitubun, adalah dua diantara yang terbunuh dalam peristiwa G 30 S/PKI 1965. Mereka yang trerbunuh dalam peristiwa tersebut dikenal sebagai Pahlawan Revolusi.

Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta Karel Sadsuitubun atau salah ditulis sebagai Karel Satsuit Tubun (14 Oktober 1928 – 1 Oktober 1965) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang merupakan salah seorang korban Gerakan 30 September pada tahun 1965. Ia adalah pengawal dari J. Leimena. Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Karena merupakan salah satu korban Gerakan 30 September, beliau diangkat menjadi seorang Pahlawan Revolusi. Karel Sadsuitubun lahir di Tual, Maluku Tenggara pada tanggal 14 Oktober 1928. Ketika telah dewasa ia memutuskan untuk masuk menjadi anggota POLRI. Ia pun diterima, lalu mengikuti Pendidikan Polisi, setelah lulus, ia ditempatkan di Kesatuan Brimob Ambon dengan Pangkat Agen Polisi Kelas Dua atau sekarang Bhayangkara Dua Polisi. Ia pun ditarik ke Jakarta dan memiliki pangkat Agen Polisi Kelas Satu atau sekarang Bhayangkara Satu Polisi. Suatu ketika Bung Karno mengumandangkan Trikora yang isinya menuntut pengembalian Irian Barat kepada Indonesia dari tangan Belanda. Seketika pula dilakukan Operasi Militer, ia pun ikut serta dalam perjuangan itu. Setelah Irian barat berhasil dikembalikan, ia diberi tugas untuk mengawal kediaman Wakil Perdana Menteri, Dr. J. Leimena di Jakarta. Berangsur-angsur pangkatnya naik menjadi Brigadir Polisi (Wikipedia).:

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Karel Sadsuitubun? Seperti disebut di atas, Karel Sadsuitubun adalah salah satu Paglawan Revolusi, yang terbunuh dalam peristiwa G 30 S/PKI 1965. Mengapa terbunuh? Inspektur Polisi K Sadsuitubun adalah pengawal Wakil Perdana Menteri II Kabinet Dwikora I (27 Agustus 1964-22 Februari 1966). Lalu bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Karel Sadsuitubun kelahiran Tual? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*. Penulisan nama Sadsuitubun yang benar (lihat Nieuw Guinea koerier: de groene : onafhankelijk dagblad voor Ned. Nieuw Guinea, 29-07-1960).

Pahlawan Nasional K Sadsuitubun dan Pahlawan Nasional J Leimena

Nama Karel Sadsuitubun dikenal haruslah dihubungkan dengan nama besar Dr Johannes Leimena. Nama Leimena sudah sejak lama diketahui sebagai mahasiswa STOVIA di Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-05-1925). yang menjadi salah satu anggota panitia Kongres Pemuda yang kedua yang diadakan di Batavia tahun 1928. Pada tahun 1965, Dr J Leimena adalah Wakil Perdana Menteri II dalam Kabinet Dwikora I (27 Agustus 1964 sampai 22 Februari 1966).

Panitia Kongres Pemuda 1928 terdiri dari Soegondo (ketua), Mohamad Jamin (sekretaris) dan Amir Sjarifoeddin Harahap (bendahara). Ketiganya mahasiswa fakultas hukum Rechthoogeschool di Batavia. Leimena adalah salah satu anggota panitia (mahasiswa sekolah kedokteran STOVIA). Pada permulaan era Republik Indonesia Three Founding Fathers adalah Ir Soekarno (presiden). Drs Mohamad Hatta (wakil presiden) dan Mr Amir Sjarifoeddin Harahap (menteri penerangan yang secara degacto merangkap menteri pertahanan/BKR). Ketiganya berasal dari tiga keahlian berbeda (teknik, ekonomi dan hukum). Dalam perkembangannya kabinet presidensial  dibububarkan dengan mengubah menjadi kabinet parlementer yang mana ditunjuk Soetan Sjahrir oleh Presiden Soekarno untuk membentuk kabinet. Mr Amir Sjarifoeddin Harahap tetap pada posisinya (menteri penerangan/menteri BKR)dan satu-satunya yang masih bertahan dari kabinet sebelumnya atau kabinet pertama (2 September 1945-14 November 1945). Pada kabinet kedua Soetan Sjahrir (12 Maret 1946-2 Oktober 1946) Dr J Leimena diangkat sebagai Menteri Muda Kesehatan (ini mengindikasikan untuk kali pertama dua pentolan Kongres Pemuda 1928 duduk bersama dalam kabinet). Soetan Sjahrir mengundurkan diri Mr Amir Sjarifoeddin Harahap terpilih sebagai Perdana Menteri. Dalam Kabinet Amir (3 Juli 1947-11 November 1947) Dr J Leimena promosi menjadi Menteri Kesehatan (jabatan yang cukup lama hingga pada akhirnya Dr J Leimena menjadi Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Dwikora I).

Nama Karel Sadsuitubun diberitakan tahun 1965. Inspektur Polisi Karel Sadsuitubun termasuk salah satu yang terbunuh dalam peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965 (gerakan 30 September 1965). Inspektur Polisi Karel Sadsuitubun saat itu bertugas sebagai pengawal Wakil Perdana Menteri Dr J Leimena. Ada sepuluh yang terbunuh dalam peristiwa G 30 S/PKI. Mereka itu telah dinaikkan pangkatnya sebagai anumerta (lihat Gereformeerd gezinsblad / hoofdred. P. Jongeling, 20-08-1966) adalah Jenderal Achmad Jani, Letnan Jenderal R Soeprapto, Letnan Jenderal MT Harjono, Letnan Jenderal. S Parman, Mayor Jenderal DI Pandjaitan, Mayor Jenderal Soetojo Siswomihordjo, Brigadir Jenderal Katamso, Kolonel Soegijono, Kapten P Tendean dan adj. Inspektur Polisi K Satsuit Toeboen.

Dalam berita pada masa itu, nama Karel Sadsuitubun ditulis K Satsuit Toeboen. Pada masa kini, pihak keluarga ingin mengoreksi nama yang seharusnya adalah Karel Sadsuitubun atau disingkat K Sadsuitubun. Iya, memang nama tidak bisa diubah, namun penulisan nama yang salah dapat diperbaiki. Nama Sadsuitubun yang diduga sebagai nama marga sudah pernah diberitakan pada tahun 1960 (lihat potongan berita Nieuw Guinea koerier: de groene : onafhankelijk dagblad voor Ned. Nieuw Guinea, 29-07-1960).

Kapten (Geni) Pierre Andries Tendean (21 Februari 1939-1 Oktober 1965) yang terbunuh dalam peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965 adalah sebagai ajudan Kepalad Staf Angkatan Darat (KASAD) Jenderal Abdoel Haris Nasoetion (yang belum lama menggantikan Kapten (Kavelary) Adolf Goestaf Manoellang. Sebagai Wakil KASAD saat itu adalah Letnan Jenderal Achmad Jani.

Sejak bulan Mei 1957, Leimena menjadi anggota Dewan Nasional dan masih di tahun itu ia ditunjuk sebagai anggota Panitia 7 orang yang bertugas untuk menangani permasalahan dalam TNI Angkatan Darat beserta Presiden Soekarno dan Wapres Mohammad Hatta, Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja, Kasad TNI AD Jenderal Abdul Haris Nasution (merangkap Menko Hankam), Sultan Hamengkubuwono IX (Menteri/Ketua BPK), dan Abdul Azis Saleh (Menko Perindustrian Rakyat), Pada saat peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965, yang menjadi sasaran tembak Jenderal Abdoel Haris Nasoetion yang rumahnya berdekatan, Saat terjadi tembak menembak Inspektur Polisi K Satsuit yang mengawal rumah j Leimena terbunuh dan demikian juga dengan ajudan Abdul Haris Nasution yakni PA Tendean. Abdul Haris Nasution setelah kejadian sempat melarikan diri namun potrinyaa Ade Irma Soerjani terkena peluru dan meninggal dunia.

Pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1966 keluarga para Pahlawan Revolusi diudang ke istana (lihat Gereformeerd gezinsblad / hoofdred. P. Jongeling, 20-08-1966). Disebutkan undangan itu setelah Presiden Soekarno menyampaikan pidato pada acara peringatan. Saat inilah Presiden Soekarno memberikan penghormatan anumerta (pemberian kenaikan pangkat) kepada para pahlawan revolusi Indonesia dengan menyematkan medali pada janda sepuluh pahlawan revolusi. Beberapa bulan kemudian sebagai penghargaan tamabahn gambar 10 pahlawan revolusi tersebut diterbitkan berupa enam prangko (lihat Tubantia, 21-01-1967).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Karet Sadsuitubun lahir di Tual, Maluku Tenggara: Sejarah Pembebasan Irian Barat, 1963

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar