Laman

Selasa, 14 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (293): Pahlawan Indonesia Asal Ambon pada Era Pemerintah Hindia Belanda; Volksraad dan JA Soselisa

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Banyak pahlawan Indonesia di Ambon, lebih-lebih pada era Pemerintah Hindia Belanda. Namun situasinya menjadi berbeda ketika muncul permasalahan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Kerajaan Belanda yang memicu masalah baru: terbentuknya Republik Maluku Selatan. Dalam hal ini kita sedang memahami sejarah Ambon pada era Pemerintah Hindia Belanda. Satu nama penting yang perlu dicatat adalah JA Soselisa, tokoh yang pernah menjadi anggota Volksraad.

Volksraad adalah semacam dewan perwakilan rakyat Hindia Belanda. Dewan ini dibentuk pada tanggal 16 Desember 1916 oleh pemerintahan Hindia Belanda yang diprakarsai oleh Gubernur-Jendral J.P. van Limburg Stirum bersama dengan Menteri Urusan Koloni Belanda; Thomas Bastiaan Pleyte. Pada awal berdirinya, Dewan ini memiliki 38 anggota, 15 diantaranya adalah orang pribumi. Anggota lainnya adalah orang Belanda (Eropa) dan orang timur asing: Tionghoa, Arab dan India. Pada akhir tahun 1920-an mayoritas anggotanya adalah kaum pribumi. Awalnya, lembaga ini hanya memiliki kewenangan sebagai penasehat. Baru pada tahun 1927, Volksraad memiliki kewenangan ko-legislatif bersama Gubernur-Jendral yang ditunjuk oleh Belanda. Karena Gubernur-Jendral memiliki hak veto, kewenangan Volksraad sangat terbatas. Selain itu, mekanisme keanggotaan Volksraad dipilih melalui pemilihan tidak langsung. Pada tahun 1939, hanya 2.000 orang memiliki hak pilih. Dari 2.000 orang ini, sebagian besar adalah orang Belanda dan orang Eropa lainnya. Selama periode 1927-1941, Volksraad hanya pernah membuat enam undang-undang, dan dari jumlah ini, hanya tiga yang diterima oleh pemerintahan Hindia Belanda. Sebuah petisi Volksraad yang ternama adalah Petisi Soetardjo. Soetardjo adalah anggota Volksraad yang mengusulkan kemerdekaan Indonesia (Wikipedia).:

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Indonesia JA Soselisa? Seperti disebut di atas, JA Soselisa asal Ambon pernah menjadi anggota Volksraad. Lalu bagaimana sejarah JA Soselisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*..

Pahlawan Indonesia Asal Ambon Era Pemerintah Hindia Belanda: Volksraad dan JA Soselisa

Pada bulan Desember 1916 dibentuk Volksraad. Di Soerabaja terjadi protes dari orang-orang Ambon karena orang Ambon tidak akan terwakili di dewan pusat (Volksraad). Lalu delegasi Ambon dibentuk dan dikirim ke Buitenzorg untuk menemui Gubernur Jenderal. Delegasi ini terdiri dari lima orang yang terdiri dari orang Kristen dan orang Islam pribumi serta orang Arab. Delegasi ini dipimpin oleh direktur sekolah guru Kweekschool di Ambon, Soetan Casajangan (lihat De Nederlander, 06-06-1917).

Soetan Casajangan bukan asli Ambon, tetapi orang Batak bermarga Harahap. Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan, adalah pendiri organisasi kebangsaan di Belanda, Indische Vereeniging tahun 1908 yang sekaligus menjadi presiden pertama. Pada tahun 1909 Soetan casajangan lulus sekolah keguruan dan mendapat akta LO. Soetan Casajangan kemudian melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dan lulus dan mendapat akta guru MO. Pada tahun 1913, Soetan Casajangan kembali ke tanah air dan ditempatkan sebagai guru ELS di Buitenzorg. Pada tahun 1914 Soetan Casajangan diangkat menjadi direktur sekolah guru di Fort de Kokck.  Lalu beberapa waktu kemudian Soetan Casajangan dipindahkan ke Dolok Sanggoel untuk membina sekolah guru yang baru dibentuk. Setelah sukses, Soetan Casajangan dipindahkan ke Ambon menjadi direktur Kweekschool Ambon. Spetan Casajanag adalah alumni sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean tahun 1887 yang kemudian pada tahun 1905 melanjutkan studi ke Belanda (saat itu baru satu orang pribumi yang studi di Belanda yakni Raden Kartono, abang dari RA Kartini)..

Tampaknya delegasi yang dipimpin oleh Soetan Casajangan ini berhasil sehingga diberikan slot satu kursi untuk mewakili orang Ambon (saat itu slot untuk pulau Sumatra satu kursi). Untuk wilayah Grooet Oost diberikan satu slot, yang denganj adanya protes tersebut sehingga jatah kursi untuk Indonesia Timur (Groote Oost) menjadi dua kursi.

Pada fase ini mulai terbentuk organisasi-iraganisasi kepemudaan. Yang pertama muncul adalah sejumlah anggota organisasi mahasiswa Indische Vereeniging di Belanda yang berasal dari Sumatra Sorip Tagor Harahap mendirikan Persatian Anak Soematra (Jong Sumatra) pada tanggal 1 Januari 1917 di Belanda. Tujuannya untuk mendorong percepatan pembangunan di Sumatra dengan menerbitkan majalah dan mengirimkan buku-buku. Sebagaimana disebut pada masa ini tahun ini didirikan Jong Ambon di Batavia yang diketuai oleh J Kajadoe (mahasiswa STOVIA). Karena dianggap terlalu jauh di Belanda, kemudian dibentuk baru di Batavia dengan nama Belanda yakni Jong Sumatra pada bulan Desember 1917. Pada bulan April 1918 didirikan organisasi pemuda Jong Java.

Dalam perkembangannya, muncul dari Perhimpoenan Orang Hindia, Insulinde afdeeling Semarang yang mengusulkan nama-nama calon untuk Volksraad yang mana dari list tersebut terdapat nama Soetan Casajangan, guru di Ambon (lihat De locomotief, 08-10-1917), Dalam list tersebut juga ada nama-nama Dr Tjipto Mangoenkoesoemo, Soewardi Soerianingrat dan dari Bandoeng dan  Abdoel Moeis dari Batavia.

Pada tahun 1912 di Bandoeng terjadi agitasi dalam suatu pertemuan umum. Tiga tokoh utama dalam pertemuan ini ditangkap dan diasingkan ke Belanda yakkni Dr Tjipto Mangoenkoesoemo, EF Douwes Dekker atau Setija Boeddi dan Soewardi Soerjaningrat. Pada tahun 1914 Dr Tjipto diizinkan pulan ke tanah air karena sakit. Sementara Soewardi Soerjaningrat melanjutkan studi keguruan di Belanda dan kemudian mendapat akta LO. Soewardi Soerjaningrat sempat menjadi peminpin redkasi majalah Hindia Poetra, organ dari Indische Vereeniging (yang didirikan Soetan Casajangan). Pada tahun 1917 Soewardi Soerjaningrat kembali ke tanah air setelah diberi pengampunan oleh pemerintah. Soewardi Soerjaningrat kelak dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara, pendiri sekolah Taman Siswa. Pada bulan Oktober diberitakan bahwa Soetan Casajangan, direktur sekolah guru di Ambon sebagaia asisten Direktur BB di Batavia--yang saat itu dijabat JH Nleuwenhuijs, yang ditugasi dengan kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan koleksi peraturan berbahasa Melayu (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 19-10-1917). Adanya pengusulan Soetan Casajangan untuk calon Volksraad mewakili orang Ambon mendapat penolakan dari sejumlah pihak karena dianggap bukan orang Ambon (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 23-11-1917). Siapa yang mencalonkan dan siapa yang menolak tentu saja tidak dipikirkan oleh Soetan Casajangan karena dia sudah mendapat jabatan penting di Batavia (BB). Namun namanya masih muncul dalam daftar kandidat anggota Volksraad pada bulan Desember 1917 berasal dari Batavia (lihat Sumatra-bode, 13-12-1917). Dalam daftar baru terdapat nama-nama baru antara lain Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soeangkoepon dari Tandjoeng Balai, RP de Qeljoe dari Saparoea dan Dr Hoesein Djajaningrat dari Weltevreden serta Bupati Tataley dari Saparoea. Nama Soewardi Soerjaningrat menghilang. Dalam hal ini sudah ada dua kandidat dari Ambon (Maluku).   

Protes yang terjadi dari orang Ambon beberapa bulan lalu ternyata berbuntut panjang,. Pemerintah kemudian mengirim tim investigasi ke Ambon dan Soerabaja. Tim investigasi tersebut adalah ketua dan wakil Ambonsch Studiefond di Batavia yakni Soselisa dan Rugebregt. Hasilnya kemudian dipresentasikan di Batavia kepada seluruh orang Ambon di Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 22-01-1918). Dalam presentasi ini juga turut diundang Soetan Casajangan. Dari penyelidikan tersebut disebutkan telah ditidaklanjuti Gubernur Jenderal bahwa delegasi Ambon ke Buitenzorg dianggap tidak sah karena Soetan Casajangan tidak dapat mewakili orang Ambon, karena Soetan Casajangan adalah orang Batak (lihat Het vaderland, 07-02-1918).

Mengapa masalah ini muncul? Tampaknya ada dua fraksi penduduk di wilayah Maluku (Ambon). Kelompok pertama sudah nyaman dengan yang ada. Kelompok kedua yang menginginikan ada keterwakilan orang Ambon di dewa pusat tampanya telah meminta ketenaran Soetan Casajangan untuk mewakili (memimpin delegasi) ke Buitenzorg. Seperti disebut di atas delegasi itu terdiri dari orang Kristen dan orang Islam Ambon dan orang Arab, Kelompok ini tampaknya adalah kelompok yang mewakili keragaman (plural). Pihak pertama tampaknya keberatan dengan komposisi delegasi tersebut sehingga, apakah inisiatif sendiri atau inisiatif pemerintah, menggugat hingga akhirnya dikirim tim investigasi yang hasilnya delegasi itu dianggap tidak sah mewakili orang Maluku, lebih-lebih dalam delegasi itu dipimpin oleh Soetan Casajangan yang bukan orang Ambon. Dalam persidangan (presenmtasi) umum Soetan Casajangan terkesan dipojokkan (diadili) tetapi ada juga pembicara yang hadir dan justru mendukung apa yang telah dilakukan Soetan Casajangan kepada orang Ambon (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 09-02-1918). Disebutkan seorang pemuda Ambon menjadi oposisi dan membela tindakan tuan Casajangan. Setelah beberapa orang lagi yang hadir diberi kesempatan untuk berbicara, malam itu akhirnya digunakan untuk mengorganisir perkumpulan pemuda Ambon yang baru dibentuk, yang dalam arti umum bertujuan untuk membina kerukunan, cinta kasih, dan lain-lain, serta memajukan perkembangan intelektual di kalangan pemuda Ambon. Lantas apakah Soselisa telah bermain dalam hal ini di sisi yang lain?

Masalah Ambon ternyata belum selesai (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 09-05-1918). Disebutkan di Amboina diadakan pertemuan pada tanggal 30 April di gedung bioskop oleh dewan departemen asosiasi Insulinde dihadiri oleh sekitar 200 orang, termasuk pendukung Casajangan. Pertemuan itu menyatakan dirinya menentang penunjukan Soselisa sebagai anggota Voiksraad. Disebutkan dalam berita tersebut bahwa pertemuan itu tidak bisa dianggap mewakili masyarakat Ambon, karena hanya dua dari lebih dari tiga puluh bupati yang ada di pulau Ambon yang hadir.

Dalam hal ini tampaknya di Residentie Amboina terdapat dua fraksi penduduk, yakni organisasi yang bersifat plural (Insulinde) dan organisasi yang bersifat eksklusif (sebagaimana organisasi pemudanya Jong Ambon). Dari pihak pendukung Casajangan menjadi sangat marah terhadap penunjukkan JA Soselisa dan memuntahkan ocehannya bagaimana Soselisa yang hanya dengan sertifikat lulus ujian klein ambtenaar dengan Soetan Casajangan yang memiliki banyak sertifikat (lihat De Indier, 30-05-1918), Seseorang telah mengirim telegram dari Ambon yang diterima redaksi yang menyatakan bahwa bupati Rilang menyatakan bahwa ia (bupati) berterima kasih kepada Gubernur Jenderal atas penunjukan seorang Ambon ke dalam Volksraad, tetapi yakin bahwa tuan JA Soselisa tidak dapat menyuarakan rakyat Ambon di dewan itu (lihat  Bataviaasch nieuwsblad, 06-06-1918).

Tampaknya dalam hal ini fraksi kedua orang Ambon ingin mendorong Soetan Casajangan mewakili mereka di dewan, karena mereka menyebut Soetan Casajangan sudah banyak berbuat untuk Ambon dan lebih memiliki kapasitas di dewan untuk menyuarakan kepentingan penduduk Ambon.

De Sumatra post, 15-11-1919: Perhimpoenan Orang Batak. Dibawah nama ini sebuah asosiasi baru didirikan di Batavia. Pengurus terdiri dari: ketua, Dr Abdoei Rashid Siregar, wakil ketua: R. St. Casajangan, sekretaris 1 Abdoei Hamid Lubis, sekretaris 2 Mararie Siregar, bendahara W. Faril L. Tobing, Komisaris terdiri dari Dr. Maamoel Rasyid Nasution, R St. Casajangan, Abdoei Hamid dan Farel L. Tobing, Sjahboedin (Guru Pertanian), Hadjoran, (Opzichter), St. Pamenan, ex demang dan Ahmad Pohan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Volksraad dan Jong Ambon: J Kajadoe dan J Leimena

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar