Laman

Kamis, 06 Januari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (338): Pahlawan-Pahlawan Indonesia dan Sampan Zainoedin, Pedalaman Borneo; Long Iram Tempo Dulu

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Sebagian orang Indonesia mengetahui dimana Long Iram, suatu wilayah yang telah dikenal sejak masa lampau di pedalaman Borneo (pulau Kalimantan) di hulu daerah aliran sungai Mahakam. Boleh jadi ketika ditanyakan siapa Sampan alias Zaindoedin asal Long Iram tidak ada yang mengenal dan mengingatnya. Padahal Sampan alias Zainoedin adalah salah satu pahlawan Indonesia di Longiram. Nama Sampan Zaindoedin telah terlupakan dalam sejarah menjadi Indonesia.

Long Iram adalah sebuah kecamatan yang terletak di kabupaten Kutai Barat, provinsi Kalimantan Timur. Pada masa ini, kecamatan Long Iram dihuni oleh 2.164 KK yang terbagi atas 42 RT. Jumlah keseluruhan penduduk kecamatan Long Iram pada 2019 adalah 8.418 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk di kecamatan Long Iram adalah 5,76 jiwa/Km². Penduduk terkonsentrasi di kampung Long Iram Kota dengan jumlah penduduk 2.531 Jiwa. Penduduk Long Iram dominan bekerja pada sektor pertanian dengan produksi padi mencapai 796 ton dan Karet 18,15 ton. Kecamatan Long Iram adalah salah satu kecamatan di Kalimantan Timur yang berada terpencil dari akses perkotaan. Kondisi jalan beraspal hanya dijangkau oleh tidak kurang 6 kampung dan sarana komunikasi dijangkau oleh 9 Kampung. Ketersediaan listrik dari pemerintah dijangkau 7 kampung dan sisanya aliran listrik swadaya masyarakat. Sarana pendidikan terdiri dari 12 TK, 12 SD, 1 SMP Negeri dan 1 SMA Negeri. Sarana Kesehatan yaitu dengan 1 Puskesmas dan 9 Puskesmas Pembantu yang tersebar di kampung-kampung yang ada di Long Iram. Kebutuhan air bersih mengandalkan air isi ulang dan sisanya air sumur maupun air sungai. Sarana Ibadah di Long Iram termasuk memadai dengan didirikannya 6 masjid, 5 gereja Katolik dan 3 gereja Protestan. Daftar Kampung: Anah, Muara Leban, Long Iram Seberang, Long Iram Ilir, Long Iram Kota, Long Iram Bayan, Suko Mulyo, Long Dalia, Keliway, Ujoh Halang dan Kalian Luar.(Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pahlawan Indonesia Sampan alias Zainoedin dari Long Iram? Seperti disebut di atas, memang pada masa ini Long Iram terkesan terpencil, tetapi di masa lalu adalah wilayah yang penting. Salah satu tokoh penting pada era perangan kemerdekaan Indonesia adalah Sampan Zainoedin. Tetapi sayang sejarhnya terlupakan. Lalu bagaimana sejarah Sampan Zainoedin? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan-Pahlawan Indonesia dan Sampan Zainoedin di Pedalaman Borneoa

Wilayah terjauh di provinsi Kaliantan Barat adalah (kabupaten) Kapuas Hulu. Kabupatren Kapuas Hulu di provinsi Kalimantan Barat sudah lama dibentuk (berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan Tanggal 13 Januari 1953 dengan ibu kota di Putussibau. Sementara wilayah terjauh di provinsi Kalimantan Timur adalah (kabupaten) Mahakam [H]ulu, kabupaten baru di provinsi Kalimantan Timur yang dibentuk pada tahun 2012 (pemerkaran dari kabupaten Kutai Barat). Dua kabupaten beda provinsi ini bersinggungan di pedalaman Borneo yang menjadi batas antara provinsi Kalimantan Timur dengan provinsi Kalimantan Barat. Nama sua kabupaten beda provinsi ini merujuk pada nama sungai Kapuas (bermuara di Pontioanak) dan nama sungai Mahakam (beruara di Samarinda). Long Iram, pada masa ini sebagai suatu kecamatan di Kabupaten Mahakam Hulu.

Dua wilayah terjauh di pedalaman Borneo ini, paling tidak telah dirintis oleh Georg Muller pada tahun 1825. Muller melakukan ekspedisi bersejarah yang memulai perjalanan dari Pontianak menyusuri sungai Kapoeas hingga hulu, kemudian menemukan jalan ke arah timur pegunungan yang dari hulu menyusuri sungai Mahakam di pedalaman hingga ke Tenggaroeng (dimana Soletan Koetai berada). Sejak itu tidak ada lagi orang Eropa yang pernah ke wilayah Mahakam Ulu (Boven Mahakam) hingga kemudia dikunjungioleh para peneliti flora dan fauna yang kemudian disusul pembentukan cabang pemerintahan Hindia Belanda di pedalaman di hulu daerah aliran sungai Mahakam. Ini diawali dengan kunjungan Dr. Nieuwenhuis yang memiliki keahlian dalam bidang etnografi dan bahasa dilakukan pada tahun 1898/1899, Dari kunjungan di pedalaman ini diketahui wailyah Mahakam Hulu diklaim oleh Soeltan Koetai, tetapi hubungannya tidak intens karena jarak yang begitu jauh dari Tenggarong. Hal itulah yang mendorong Pemerintah Hindia di Batavia menyegerakan pembukaan isolasi wilayah dengan membentuk cabang pemerintahan.

Pada tahun 1900 Pemerintah Hindia Belanda telah menetapkan pembukaan cabang pemerintahah di wilayah hulu sungai Mahakam (lihat Soerabaijasch handelsblad, 03-11-1900). Disebutkan tempat kedudukan (standplaats) Controleur Onderafdeeling Boven Mahakam, Afdeeling Koetai en Noord-Oostkust van Bornei di Long Iram, memnggatikan Tepoeh. Onderafdeeling saat itu, kira-kira setingkat kabupaten pada masa ini.

 

Sebagai cabang Pemerintah Hindia Belanda terendah (onderafdeeling), dimana sudah berkedudukan seorang Controleur, maka pemerintah pusat kemudian menempatkan seorang dokter untuk menangani masalahan kesehatan masyarakat (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 12-02-1902). Disebutkan dokter dipindahkan dari Tjiandjoer (Residentei Preanger Regentrschappen) ke Long Iram (Boven Mahakam, Residentie Zuider en Oosterafdeeling van Borneo) dokter Djawa Raden Boenandar.

Koneksi antara pedalaman dan pantai melalui sungai Mahakam sudah terbentuk lama. Orang-orang Bugis di Samarinda di bawah otoritas Kerajaan Koetai melakukan fungsi perdagangan dengan penduduk Dayak di pedalaman. Oleh karena itu wilayah pedalaman ini tidak dapat dikatakan terisolasi sebelum kehadiran otoritas pemerintah Hindia Belanda. Penduduk pedaalaman di wilayah barat (Kapoeas Hoeloe) juga ada yang berdagang di hulu sungai Mahakam di Long Iram. Ini mengindikasikan bahwa hulu singai Mahakam lebih awal terbuka dengan dunia perdagangan dari luar jika di bandingkan wilayah paling ujung hulu sungai Kapoeas.

 

Bataviaasch nieuwsblad, 02-10-1902: Di Long Iram, ibu kota (standplaats) Onderafdeeling baru Boeben Mahakam, berbagai bangunan sementara untuk pegawai administrasi selesai pada tahun 1901, sementara beberapa pedagang menetap disana. Didorong oleh sambutan baik yang diterima oleh sesama suku mereka di Samarinda pada bulan Desember 1900, kelompok Kenja dari Apoh-Kajan kadang-kadang muncul di Long Iram untuk menjual getah dan membeli garam dan tembakau. Ada juga beberapa kali Lanskap Dajak dari Westeraftdeeling Borneo. Pada pertengahan Maret, Controleus berangkat ke Boeven Mahakam untuk memperbarui hubungan dengan suku-suku di wilayah atas air terjun yang dibuat pada tahun 1898/99, selama perjalanan Dr. Nieuwenhuis, dan untuk mencoba bertemu dengan kepala suku Dayak Banglok yang terhormat, yang telah menghindari komisi pada saat itu. Itu juga niat untuk menyelidiki apakah jalan bisa dibuat di sepanjang air terjun yang memungkinkan dalam hal-hal dimana wilayah yang akan dijelajahi terlibat dengan wilayah sekitarnya. Dengan perjalanan ini, dimana Contreleur juga menemukan kesempatan untuk mengklarifikasi beberapa hal dimana orang-orang dari Boven Mahakam telah pindah, sementara itu menjadi jelas bahwa penduduk daerah itu hanya mengakui otoritas Controleur selain Sultan Kutai, yang pengaruh moralnya tidak dapat disangkal, meskipun semua tanda-tanda pelaksanaan otoritas yang sebenarnya hilang. Sehubungan dengan yang terakhir ini, maka pengelolaan urusan di Boven Mahakam harus selalu berada di tangan pejabat pemerintah Hindia Belanda, terutama dalam kaitannya dengan hubungan onderfadeeling dengan daerah sekitarnya’,.

Long Iran yang sebelumnya kurang ramai lalu lintas dengan tampat-tempat di hilir sungai, dengan adanya cabang pemerintahan (Controleur) di hulu sungai Mahakam (onderafdeeling) maka dengan sendirinya Long Iram menjadi tempat terpenting di pedalaman Borneo dari sisi sungai Mahakam.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Long Iram Masa ke Mas: Pahlawan Long Iram

Dalam konferensi Malino yang dipimpin HJ van Mook pada pertengahan bulan Juli 1946, diantara berbagai utusan dari Kalimantan dan Indonesia Timur, hanya satu orang yang berbicara Republik Indonesia yakni Sampan Zainoedin dari Mahakam Ulu (lihat Nieuwe courant, 20-07-1946). Disebutkan pembicara keenam adalah Sampan alias Zainuddin dari Longiram, perwakilan Dayak Kalimantan Timur. Dia meminta agar kerajaan Kutai diberikan kebebasan penuh. Bersama dengan kerajaan-kerajaan Kalimantan lainnya, kerajaan itu ingin membentuk Republik Kalimantan, yang akan menjadi bagian dari Republik Indonesia.

Wilayah Mahakam Ulu adalah subordinasi wilayah Kerajaan Koetai, Sampan Zainoeddin menyampaikan keinginan dalam konteks subordinasi. Dalam hal ini yang menentukan adalah Kerajaan Koetai, Sampan Zainoeddin akan mengikuti ‘tuan’nya. Tentu saja apa yang disuarakan Sampan Zainoeddin berbeda dengan yang dipikirkan Radja Koetai (yang dalam hal ini Koetai dalam konferensi diwakili oleh AP Afloes). Namun yang jelas pernyataan tegas Sampan Zainoeddin pada konferensi Malino membuat para Republiken--yang masih berjuang dalam perang di Jawa dan Sumatra—sediki tersenyum dan terhibur, ternyata masih ada orang yang berada di luar Jawa dan Sumatra secara tegas mengingat Republik Indonesia, yang nyata-nyata masih berperang untuk mempertahankan kemerdekaan dan berperang untuk mengusir Belanda.  

Di atas podium konferensi Malino yang dipimpin HJ van Mook, dimana juga terdapat orang-orang Belanda, Sampan Zainoeddin tanpa rasa takut dengan pede hanya mengingat bangsa Indonesia dalam satu kesatuan Republik Indonesia, tidak sepatah kata pun diantara pidatonya muncul Belanda. Oleh karena itu, Sampan Zainoeddin dapat dikatakan saat itu sebagai Republiken Sejati (tidak ternoda dan clean and clear dari keinginan bekerjasama dengan Belanda).

Pada masa ini, apakah penduduk Mahakam Hulu mengetahui, mengingat dan melestarikan marwah perjuangan Sampan Zainoeddin tersebut? Ketika banyak penduduk wilayah lain yang ingin cuci tangan terhadap permasalahan pada waktu itu, mengapa penduduk Mahakam Hulu melupakan pejuang Indonesia, Republiken Sejati ini? Pejuang yang berasal dari pedalaman, jantung bumi Kalimantan. Boleh jadi penduduk Mahakam Hulu pada masa ini belum mengetahuinya.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar