Laman

Minggu, 27 Februari 2022

Sejarah Padang Sidempuan (24): Pargarutan Kota Kuno di Angkola, Pagar Utan? Kraton Pagar Mataram-Rumah Gadang Pagar Ujung

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini

Dalam sejarah kuno Nusantara, ada satu terminologi umum yang ditemukan di berbagai tempay terutama di (pulau) Jawa dan (pulau) Sumatra yakni terminologi pagar. Pada peta Belanda/VOC lingkungan kraton Jogjakarta dicatat sebagai Pagar Mataram atau Pager Mataram. Pagar ini merupakan lingkatan/persegi batas yang membedakan lingkungan kraton dengan bagian luar. Kata pagar juga ditemukan di daerah hulu sungai Batanghari yakni Pagar Oedjong atau Pagaar Oedjoeng (kini Pagaruyung). Di daerah hulu sungai Musi juga ditemukan kata pagar sebagai nama tempat Pagar Alam. Dalam hal ini wilayah daerah hulu aliran sungai Baroemoen ditemuukan kata pagar untuk menunjukkan nama tempat, salah satu diantaranya Pagar Oetan (kini Pargarutan).

Kata ‘pagar’ berasal dari bahasa Sanskerta yang kemudian bahasa Sanskerta di Nusantara berevolusi menjadi bahasa Melayu. Kata pagar masih ditemukan pada masa ini di dalam kam bahasa Indonesia yang diartikan sebagai yang digunakan untuk membatasi (mengelilingi, menyekat) pekarangan, tanah, rumah, kebun, dan sebagainya. Kata pagar juga diterapkan dalam berbagai aspek: pagar adat (ketentuan/peraturan adat; hukum adat; adat istiadat); pagar ayu (barisan penerima tamu yang terdiri atas wanita-wanita cantik); pagar betis (penjagaan yang ketat); pagar bulan (lingkungan awan yang tampak mengelilingi bulan); pagar desa (pembantu penjaga keamanan desa di Jawa Barat); pagar hidup (pagar dari pohon-pohonan yang rendah); pagar lambung (kubu); pagar langkan (tembok penutup lorong yang dibangun di sekeliling candi); pagar negeri (pelindung negeri). Dalam hal ini pengertian lahiriah dari kata pagar pada masa lampau dan pada masa kini masih bersesuaian.

Lantas bagaimana sejarah Pargarutan? Seperti disebut di atas, kota Pargarutan adalah kota masa lampau yang masih eksis hingga ini hari di dekat Kota Padang Sidempoean. Kota Pargarutan ini di masa lampau dinavigasi dari arah muara sungai Baroemoen di pantai timur Sumatra hingga ke wilayah hulu yang berbatasan dengan rimba raya di lereng gunung Loeboe Raja. Lalu apakah kota Pargaroetan awalnya adalah suatu kraton (bagas gidang) zaman kuno seperti halnya kraton Mataram dan rumah gadang Pagaruyung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pargarutan Kota Kuno Angkola, Pagar Oetan? Kraton Pagar Mataram hingga Rumah Gadang Pagar Oejoeng

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pargarutan Era Hindia Belanda: Antara Kuria Batunadua dan Kuria Baringin

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

2 komentar:

  1. udah siap belum ini lanjutannya yah, pak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bung Arham, untuk sementara belum dipublish. Seperti artikel-artikel lainnya, namun bagi pembaca yang ingin menanyakan secara khusus tentang isi artikel tersebut dapat langsung menulis pertanyaan melalui email tersebut di atas.

      Hapus