Laman

Selasa, 01 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (446): Pahlawan Indonesia dan Kwee Kek Beng; Surat Kabar Sin Po dan Awal Sarikat Jurnalis di Batavia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ada dua jurnalis di Batavia tempo doeloe pada era yang sama memiliki karakter berbeda tetapi sama-sama menonjol. Dua jurnalis itu adalah Parada Harahap (pemimpin redaksi Bintang Hindia) dan Kwee Kek Beng (pemimpiu redaksi Sin Po). Keduanya pernah sama-sama bagian dari pengurus sarikat jurnalis di Batavia ang dibentuk tahun 1925 (sarikat jurnalis pertama di Batavia). Dalam jajaran pengurus ini terdapat dua jurnalis muda yakni Mohamad Tabrani dan WR Soepratman. Mohamad Tabrani adalah ketua Kongres Pemuda yang pertama (1926). WR Soepratman adalah pencipta lagu Indonesia Raya.

Kwee Kek Beng (16 November 1900 – 31 Mei 1975) adalah seorang sastrawan Betawi peranakan Tionghoa, wartawan kenamaan dan pemimpin redaksi surat kabar Sin Po (Jakarta). Ia Memiliki empat orang anak, diantaranya Kwee Hin Goan, yang menjadi Dokter di Belanda & Kwee Hin Houw yang juga menjadi seorang jurnalis di Jerman. Tulisannya banyak mengagungkan nasionalisme negeri leluhurnya, meskipun demikian karya-karyanya yang sangat khas menggambarkan kehidupan masyarakat Betawi. Namun ia bisa akrab bergaul dengan tokoh pergerakan nasional Indonesia. Ia sering kali menggunakan nama samaran "Anak Jakarta atau Garem". Kek Beng memulai menulis sejak ia duduk di HCK (Hollandsch Chineesche Kweekschool) di Jatinegara, Jakarta. Setelah lulus (1922) ia menjadi guru di Bogor, tetapi tak lama kemudian ia pindah ke surat kabar Bin Seng dan kemudian ke Sin Po. Kariernya terus menanjak sampai ia menjadi pemimpin redaksi surat kabar Sin Po yang pernah menolak tulisannya. Kek Beng termasuk wartawan peranakan yang dicari-cari Jepang. Namun ia berhasil menyembunyikan diri di Bandung. Kek Beng akrab bergaul dengan para pemimpin pergerakan nasional terutama dari kalangan Partai Nasional Indonesia. Sebagai pemimpin redaksi ia mengizinkan pamuatan lagu Indonesia Raya dalam surat kabar Sin Po, karena pengarang lagu tersebut (WR Supratman) juga wartawan di surat kabar itu. Kek Beng menulis cukup banyak buku, tetapi yang terkenal adalah Doea Poeloe Lima Taon Sebagai Wartawan (1948) tentang pengalamannya sebagai wartawan. Ia sangat terpelajar, menulis 6 judul buku. Ia wartawan yang sangat terkenal.

Lantas bagaimana sejarah Kwee Kek Beng? Seperti disebut di atas, Kwee Kek Beng adalah salah satu tokoh jurnalis di Batavia pada generasi awal. Lalu bagaimana sejarah Kwee Kek Beng? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia dan Kwee Kek Beng: Surat Kabar Sin Po

Setelah lulus sekolah dasar berbahasa Belanda, Kwee Kek Beng melanjutkan studi ke sekolah menengah MULO. Pada tahun 1916 Kwee Kek Beng lulus ujian transisi nail dari kelas satu ke kelas dua di sekolah MULO di Batavia (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 20-05-1916). Pada tahun 1917 Kwee Kek Beng naik ke kelas tiga (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 19-05-1917). Pada tahun 1918 Kwee Kek Beng lulus ujian akhir di sekolah MULO di Batavia. Pada tahun ini, tanggal 1 Agustus 1918 sekolah guru China-Belanda dibuka di Meester Cornelis dengan sebanyak 24 siswa yang mana lama studi lima tahun (lihat De Indiër, 07-08-1918). Salah satu siswa yang diterima adalah Kwee Kek Beng.

Pada tahun 1918 seorang krani (juru tulis) di perkebunan mengirim hasil investigasinya terhadap praktek kotor poenalie sanctie dimana para kuli asal Jawa sangat menderita ke surat kabar Benih Mardika di Medan. Kemudian laporan itu dolah menjadi beberapa artikel. Lalu kemudian artikel-artikel itu dilansir surat kabar Soeara Djawa yang menyebabkan heboh di Jawa. Lalu pemerintah dilakukan penyelidikan namun tidak planter yang dihukum. Sebaliknya, krani itu diketahui bernama Parada Harahap lalu dipecat, Lalu Parada Harahap merantau ke Medan dan pihak Benih Mardika mengangkatnya menjadi editor. Parada Harahap yang juga mantan ketua sarikat krani di perkebunan, di Medan Parada Harahap memperkuat sesama jurnalis dengan mendirikan  Asosiasi Wartawan Inlandsch Chinesche dimana Parada Harahap sebagai sekretaris (lihat De Sumatra post, 04-04-1919). Disebutkan sarikat telah memiliki tidak kurang dari 40 anggota. Asosiasi ini bukan untuk wartawan Belanda. Namun tidak lama kemudian surat kabar Benis Mardika dibreidel, Parada Harahap pulang kampong di Padang Sidempoean. Pada tahun 1919 Parada Harahap mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean. Surat kabar Sinar Merdeka dengan motto Organ Ontoek Kemadjoean Bangsa dan Tanah Air. Lagi-lagi, setelah beberapa kali terkena delik pers, Sinar Merdeka dibreidel tahun 1922. Parada Harahap hijrah ke Batavia. Pada tahun 1923 Parada Harahap mendirikan surat kabar baru di Batavia yang diberi nama Bintang Hindia.

Pada tahun 1922 Kwee Kek Beng lulus ujian naik dari kelas empat ke kelas lima. Pada tahun ini tulisan Kwee Kek Beng dimuat di majalah De Nieuwe Gids yang terbit di Batavia (lihat De avondpost, 09-05-1922). Disebutkan artikel Kwee Kek Beng siswa di Nederlandsch-Chineesche Kweekschool [te Meester Cornelis] berjudul Bijgeloof en Wetenschap (Tahyul dan Sains). Pada bulan Maret kembali dimuat tulisan Kwee Kek Beng di majalah tersebut (lihat De avondpost, 15-03-1923). Artikel Kwee Kek Beng dengan judul Chineeschen Wijsgeer Wang Jang Ming [1472-1528]. Pada bulan Mei 1923 Kwee Kek Beng lulus ujian sekolah guru di Meester Cornelis. Tampaknya Kwee Kek Beng tidak hanya menjadi guru juga mulai aktif di dunia jurnalistik sebagai editor di surat kabar Sin Po.

Seorang guru di Padang, Dja Endar Moeda pada tahun 1898 pernah mengatakan bahwa pendidikan dan jurnalistik sama pentingnya, karena menurutnya keduanya sama-sama mencerdaskan bangsa. Dja Endar Moeda sendiri setelah pensiun menjadi guru di Singkil berangkat naik haji ke Mekkah. Sepulang dari Mekkah, Dja Endar Moeda memilih tinggal di Padang dan mendirikan sekolah swasta di Pada tahunm 1895. Ini sehubungan banyak penduduk usia sekolah tidak tertampung di sekolah dasar pemerintah. Pada tahun 1897 surat kabar Perja Barat menawarkannya sebagai editor. Permintaan itu dipenuhinya. Pada tahun 1900 Dja Endar Moeda telah mengakuisisi surat kabat Pertja Barat sekaligus percatakannya. Pada tahun ini juga Dja Endar Moeda menerbitkan surat kabar baru berbahasa Melayu Tapian Na Oeli. Pada tahun 1900 ini Dja Endar Moeda mendirikan organisasi kebangsaan di Padang yang diberi nama Medan Perdamaian yang mana Dja Endar Moeda diangkat menjadi ketuanya. Medan Perdamaian adalah organisasi kebangsaan pertama (jauh sebelum Boedi Oetomo didirikan tahun 1908). Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda adalah lulusan sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean tahun 1884. Adik kelasnya di Kweekschool Padang Sidempoean Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan pada tahun 1905 melanjutkan studi ke Belanda. Pada tahun 1908 Soetan Casajangan mendirikan organisasi mahasiswa di Belanda yang diberi nama Indische Vereeniging (kelak pada tahun 1924 Mohamad Hatta dkk mengubah nama Indische Vereeniging menjadi Perhimpoenan Indonesia).

Ketertarikan Kwee Kek Beng dalam dunia jurnalistik boleh jadi karena Kwee Kek Beng sudah sejak 1922 aktif mengirim tulisannya di majalah di Batavia. Tulisan Kwee Kek Beng yang terdeteksi terakhir di majalah De Nieuwe Gids berjudul ‘De Sociale Beteekenis van Opvoeding en Zelfopvoeding (lihat Algemeen Handelsblad, 11-03-1924).

Pada tahun 1925 Kwee Kek Beng terkena delik pers (lihat De locomotief, 19-08-1925). Tidak terinformasukan kasusnya apa. Hanya disebutkan Kwee King Beng dan Ang Jan Gaan, editor Sin Po dituntut oleh Landraad untuk kasus tertentu. Dihukum 12 dan 8 bulan penjara karena pelanggaran pers, Dalam hubungan ini sudah barang tentu Kwee Kek Beng dan Ang Jan Goan akan banding. Sejauh yang diketahui, baru kali ini surat kabar Sin Po mengalami delik pers. Antara insan pers satu sama lain akan saling mendukung dan memperkuat. Sebagaimana diketahui sebelumnya sudah terbentuk federasi organisasi kebangsaan sebagaimana dapat dibaca pada surat kabar Bataviaasch nieuwsblad, 13-01-1925. Disebutkan De Indische Associatie Vereeniging, kemarin malam di Oost-Java Restaurant  diadakan pertemuan yang mengumpulkan asosiasi-asosiasi di Nederlandsch Indie. Di dalam pertemuan ini dibicarakan AD/ART program dan struktur kepengerusan. Program meliputi kegiatan politik yang sehat, pengembangan pendidikan, pelatihan kejuruan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar. Disamping itu untuk mempromosikan tingkat kesehatan, kesejahteraan, hubungan keuangan Negara dengan daerah dan lainnya. Kepengurusan: Ketua PJA Maltimo, secretaris Tb van Nitterlk, bendahara, Mobamad Djamli, Para komisaris terdiri dari: Parada Harahap, Raden Goenawan, Oey Kim Koel, JK Panggabean, Pb. J.Krancber dan A Cbatib.

Parada Harahap, pemimpin redaksi Bintang Hindia mengumpulkan semua editor surat kabar berbahasa Melayu dari golongan Cina dan pribumi. Parada Harahp sudah banyak pengalaman dalam kasus delik pers. Lagi pula Parada Harahap sudah pernah menginisiasi pembentukan sarikat pers pribumi dan Cina di Medan. Lalu kemudian pada bulan September 1925 dibentuk sarikat jurnalis di Batavia (lihat De Sumatra post, 29-09-1925).

Serikat Jurnalis Pribumi. Hari-hari ini beberapa wartawan surat kabar Melayu dan Sino-Melayu, biro pers Sastra Rakyat berkumpul di gedung kantor berita Alpena, Pasar Baroe, Weltevreden, di bawah pimpinan redaksi Hindia Baroe, Tabraai. Tujuan dari pertemuan tersebut adalah untuk akhirnya membentuk serikat jurnalis Pribumi dan China di India, Semua Asia, yang berkomitmen kuat sebagai pemimpin redaksi, editor, reporter atau kontributor untuk surat kabar dan majalah Melayu dan China, dapat bergabung dengan asosiasi tersebut. Setelah beberapa diskusi diputuskan untuk memberi asosiasi nama "Journalistenbond Asia". Berikut ini yang pertama kali terpilih menjadi anggota dewan: Tabrani (Hindia Baroe), ketua; Wakil ketua Kwee Kek Beng (Sin Po); WR Soeratmas (Kantor Berita Alpena), sekretaris; Boen Joe On (Perniagaan), bendahara pertama; RS Palindih (Kantor Berita Berita), bendahara 2, dan untuk Komisaris: Parada Harahap (Bintang Hindia), Lieg Ying Chen (Sin Po), Kuoe Boeu Sioe (Keng Po ), Bee Giuw Tjoen (Sin Po) dan Achmad Wongsosewojo (Volkslectuur). Setelah ini tunduk pada beberapa amandemen, rancangan undang-undang disetujui, dan jumlah kontribusi dan biaya masuk ditentukan. Rapat tersebut menyetujui usulan untuk memberikan wewenang kepada Parada Harahap, yang akan melakukan perjalanan ke Sumatera dan Singapura hari Minggu depan, untuk membuat propaganda atas nama serikat pekerja di tempat-tempat dimana wartawan berada sekarang mencari kerja sama, jika perlu, dengan asosiasi ini didirikan disini. Cabang akan didirikan di tempat lain di Jawa dan di tempat lain.

Pembentukan sarikat jurnalis ini diadakan di tempat Kantor Berita Alpena,. Pimpinan Kantor berita Alpena di bawah NV Bintang Hindia adalah Parada Harahap dengan editor WR Soepratman. Yang diangkat sebagai ketua adalah Mohamad Tabrani (surat kabar Hindia Baroe). WR Soepratman dan Mohamad Tabrani adalah dua jurnalis muda yang direkrut Parada Harahap dari Bandoeng. Saat itu WR Soepratman baru keluar dari surat kabar di Bandoeng sedangkan Mohamad Tabrani yang belum lama lulus sekolah OSVIA Bandoeng. Seperti halnya Kwee Kek Beng, semasih kuliah sudah kerap menulis yang dimuat di beberapa media. Mohamad Tabrani ditempatkan sebagai editor di surat kabar Hindia Baroe (surat kabar eks Neratja dimana Parada Harahap pernah bekerja sebelum memdirikan Bintang Hindia). Kantor Berita Alpena baru didirikan tahun 1925. WR Soepratman sendiri tinggal di sebuah pavilium rumah Parada Harahap (tempat kost).

Parada Harahap di Medan kerap membela jurnalis yang terkena delik pers. Tampaknya dengan sarikat jurnalis di Batavia, Parada Harahap menjadi tidak sendiri. Dengan adanya sarikat ini mulai terasa hasilnya. Tuntutan Landraad terhadap Kwee Kek Beng dan Ang Jan Goan ditinjau kembali. Surat kabar De Indische courant, 06-11-1925 memberitakan bahwa hukuman dewan pertanahan (Landraad) dibatalkan. Beberapa waktu lalu, dua pemimpin redaksi Sm Po, Ang Jan Goan dan Kwee Kek Béng, dihukum oleh Landraad delapan bulan dan satu tahun penjara. Keduanya segera mengajukan banding. Hari-hari ini Dewan Kehakiman (Raad van Justitie) mengumumkan putusan dalam revisi dan membebaskan hukuman penjara Ang Jan Goan dan Kwee Kek Béng dengan hanya denda sebesar 200 Gulden. Perbedaan besar antara putusan Landraad dan Dewan Kehakiman sangat mencolok, menurut Javabode. De Indische courant, 23-12-1925: ‘Jumlah majalah meningkat. Banyak yang tutup tetapi lebih banyak yang muncul. Semakin berwarna (nasionalis, keagamaan) dan juga khusus perempuan. Wartawannya juga bertambah pesat, bahkan wartawan Sumatra sudah mencapai 700 anggota. Sangat disayangkan oleh Parada Harahap dari Bintang Hindia dan kantor berita Alpena, yang merupakan wartawan terbaik dari Europeescbe pers, bahwa majalah aksara Jawa kurang diperhatikan oleh komunitasnya. Perjalanannya melalui Sumatera dan Selat manjadi saksi ini.

Penulis yang baik dan bekerja konsistem akan cenderung menjadi pewarta termasuk menjadi jurnalis. Demikian juga jurnalis yang baik dan bekerja konsisten pada akhirnya akan menulis buku. Kwee Kek Beng menerbitkan buku pada awal tahun 1926 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 08-02-1926), Buku tersebut berjudul Beknopt Overzicht der Chineesche Geschiedenis. Demikian juga Parada Harahap menerbitkan buku pada bulan Juni tahun 1926. Buku tersebut berjudul ‘Dari pantai kepantai perdjalanan ke Soematra, October - Dec. 1925 dan Maart - April 1926’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Jurnalis Kwee Kek Beng: Sejarah Awal Sarikat Jurnalis di Batavia

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar