Laman

Senin, 11 April 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (526): Pahlawan Indonesia–RMA Soejono, Menteri Belanda; Perhimpunan Indonesia dan Irawan Soejono

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Nama Raden Mas Ario  Soejono sudah dikenal luas sebenarnya. Hal itu karena Soejono pernah diangkat menjadi Menteri (Kerajaan) Belanda. Namun jabatan bergengsi itu nilainya terdevaluasi di Indonesia, karena Soejono berada di pihak Belanda yang tengah bersaing dengan para pemimpin Indonesia (dalam perang kemerdekaan). Nama Soejono menjadi jauh berada di horizon. Hal itu berbeda dengan anaknya Irawan yang tergabung dalam Perhimpoenan Indonesia di Belanda..

Irawan Soejono adalah seorang mahasiswa Indonesia yang diakui oleh Belanda sebagai pahlawan negara tersebut karena perjuangannya melawan Nazi Jerman selama masa pendudukan Nazi Jerman di Belanda (1940-1945). Sebelum Perang Dunia II, Irawan Soejono adalah anggota Perhimpunan Indonesia di Belanda. Ayahnya adalah Raden Adipati Ario Soejono, orang Hindia Belanda pertama yang menjabat sebagai menteri dalam Kabinet Belanda (3 September 1940 - 24 Juni 1945) pimpinan Perdana Menteri Pieter Sjoerds Gerbrandy. Pada masa pendudukan Nazi Jerman di Belanda (1940-1945), Irawan bergabung dengan kelompok pejuang bawah tanah Binnenlandsche Strijdkrachten (Tenaga Pejuang Dalam Negeri) cabang Leiden. Di kalangan pejuang-pejuang perlawanan Belanda Irawan dikenal dengan nama Henk van de Bevrijding (Henk Pembebasan). Ia ditugasi menangani alat-alat percetakan bawah tanah dan radio untuk menangkap siaran-siaran Sekutu. Selain itu, ia juga menjadi anggota kelompok bersenjata perjuangan perlawanan Indonesia. Irawan Soejono meninggal di usia 23 tahun di Leiden pada bulan 13 Januari 1945. Saat itu ia sedang mengangkut sebuah mesin stensil yang digunakan untuk penerbitan perlawanan di bawah tanah. Hal ini diketahui oleh Gestapo, polisi rahasia Nazi Jerman, yang kemudian berusaha menangkapnya. Irawan berusaha meloloskan diri, tetapi ia ditembak hingga tewas. Setelah gugurnya Irawan Soejono, kelompok bersenjata bawah tanah ini dikenal dengan nama Grup Irawan Soejono. Kini, sejak 1990 nama jalan Irawan Soejonostraat ditabalkan di Osdorp, Amsterdam (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah RMA Soejono? Seperti disebut di atas, Soejono pernah menjadi Menteri (Kerajaan) Belanda di Inggris pada masa perang. Pada saat bersamaan putranya Irawan tergabung dalam Perhimpoenan Indonesia di Belanda. Lalu bagaimana sejarah Raden Soejono? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia – RMA Soejono, Menteri di Belanda: Bagaimana Bisa?

Setelah menyelesaikan sekolah dasar berbahasa Belanda (ELS), Soejono melanjutkan studi ke sekolah menengah (HBS). Pada tahun 1901 Soejono lulus ujian masuk sekolah HBS di Soerabaja (lihat  Soerabaijasch handelsblad, 06-05-1901). Disebutkan yang mengikuti ujian masuk 101 kandidat yang lulus 40 orang termasuk Radhen Soejono. Hanya Raden Soejono bernama non Eropa/Belanda.

Pada tahun 1902 R Soejono lulus ujian transisi naik dari kelas satu ke kelas dua (lihat Soerabaijasch handelsblad, 12-05-1902). Raden Soejono dengan nilai 71 berada pada posisi 27 dari 41 siswa. Pada tahun 1903 Soejono naik ke kelas tiga (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 09-05-1903). Pada tahun 1904 Soejono lulus ujian naik ke kelas empat (lihat Soerabaijasch handelsblad, 04-05-1904). Sampai sejauh ini tidak banyak nama non Eropa/Belanda. Hanya Raden Soejono dan Njio Bien Tjo (naik dari kelas satu ke kelas dua). Pada tahun 1905 Soejono lulus ujian naik ke kelas lima (lihat De Preanger-bode, 22-04-1905).

Setelah lulus HBS di Soerabaja, Raden Soejono mengikuti ujian groot ambtenaar (lihat De locomotief, 16-07-1908). Dari daftar yang lulus hanya Raden Soejono yang bernama non Eropa/Belanda. Ujian Groot ambtenaar berbeda dengan kleine ambtenaar. Yang mengikuti ujian kleine ambtenaar adalah lulusan sekolah dasar (ELS), sedangkan groot ambtenar lulusan HBS (5 tahun). Raden Soejono ditempatkan di pemerintah (kantor) Resident Kedoe sebagai pejabat pribumi (lihat De Preanger-bode, 28-01-1909).

Pada tahun 1911 Raden Soejono ditunjuk sebagau guru bahasa Jawa sebagai native speaker (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-01-1911). Disebutkan atas permintaan pengurus Boedi Oetomo untuk naticve speaker, guru pribumi Raden Mas Nagbehi Dwidjosewojo di sekolah guru Jogjakarta digantikan oleh Raden Soejono, asisten wedana di Soeweng, Karanganjar untuk memberi pelajaran bahasa Jawa pada waktu luang kepada perwira Inggris Sir W. Bartley. Direktur OE en N. memberinya tunjangan bulanan sebesar 55 gulden.  .

Pada tahun 1911 Raden Soejono dipindahkan dari Kedoe ke Blitar,Residentie Kediri (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 28-08-1911). Pada tahun 1915 Raden Soejono dari Kediri dipindahkan ke Pasoeroean sebagai wedana (lihat De Preanger-bode, 22-05-1915). Dalam perkembangannya Raden Soejono di Pasaroean dipromsikan menjadi bupati (regent).

Pada tahun 1917 Raden Soejono dinominasikan menjadi salah satu kandidat anggota Volksraad (lihat De locomotief, 05-11-1917). Disebutkan Raden Toemenggoeng Soejono, bupati Pasoeroean, bupati yang berpendidikan tinggi, sekolah HBS memiliki ijazah untuk pegawai negeri sipil utama (groot ambtenaar). Nama-nama lain yang dinominassikan antara lain adalah Mas Ngabei Dwidjosewojo, guru di sekolah guru kweekschool Jogjakarta, anggota pengurus Boedi Oetomo, yang telah melakukan perjalanan ke Belanda sebagai anggota utusan Indie-Werbaar; Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan Batakker, guru yang mendapat sertifikat guru utama (MO) di Belanda; Dr. Abdul Rivai, Melayu, dokter di Surabaya; Dr. Hussein Djajadiningrat saudara Bupati Serang, pejabat untuk praktik bahasa Hindia, yang sementara diberhentikan sebagai penasihat Urusan Pribumi, studi di Leiden. Tampaknya Raden Soejono belum berhasil menuju Voksraad di Pedjambon (lihat De courant, 30-01-1918).

Raden Soejono tidak terpilih menjadi anggota Volksraad, di luar kapasitasnya sebagai bupati di Pasoeroan, mulai terlibat dalam organisasi kemasayarakatam. Dalam rapat Pro Juventute bulan Januari 1918, Rasen Soejono terpilih sebagai salah satu anggota dewan (lihat De locomotief, 29-01-1918). Organisasi Pro Juventute adalah fokus pada peningkatan pendidikan yang dibentuk bulan Juni 1917 dan telah memeiliki organ majalah De School. Pada tahun 1920 Raden Soejono termasuk salah satu anggota komite yang dibentuk untuk memajukan usul tentang status legalitas para pegawai pemerintah (De locomotief, 15-07-1920). Dalam perkembangannya Raden Soejono akhirnya menjadi anggota Volksraad.

Bataviaasch nieuwsblad, 05-08-1920: ‘Volksraadsmen. Weltevreden, 5 Agustus (Aneta). Bupati Pasoeroean Raden Toemenggoeng Soejono, telah terpilih sebagai anggota Volksraad untuk mengisi kekosongan anggota Atmodirono yang telah meninggal’. Catatan: Admodirono sebelum menjadi anggota dewan pusat adalah arsitek di Semarang, Ada tiga anggota dewan, salah satu anggota menggantikan Abdoel Moeis, berhenti karena telah delapan bulan absen (posisinya ditempati oleh De Queljoe, dari Saparoea).

Dalam periode kedua, R Soejono sebagai bupati Pasoeroean dicalonkan lagi sebagai kandidat anggota Volksraad (lihat De Preanger-bode, 01-12-1920). Akan tetapi dalam komposisi anggota dewan yang baru pada tahun 1921 tidak terdapat nama R Soejono (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 03-03-1921). Sempat ada mosi untuk pengajuan kembali R Soejono, namun tidak berhasil. Akan tetapi dalam perkembangannya R Soejono, sebagai bupati Pasoeroean diangkat kembali sebagai anggota dewan sebagai pengganti M Zain yang berangkat ke Belanda (lihat De Preanger-bode, 26-08-1922).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Perhimpunan Indonesia dan Irawan Soejono: Para Pejuang Anti Fasis

Pada saat invasi Jerman ke Belanda pada bulan Mei 1940, organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda, Perhimpoenan Indonesia masih eksis. Pada saat itu Perhimpoenan Indonesia dipimpin oleh trio Parlindoengan Loebis (ketua); Sidhartawan (sekretaris); Mohamad Ildrem Siregar (bendahara). Keluarga kerajaan Belanda melarikan diri ke Inggris. Perhimpoenan Indonesia yang selama ini mengusung anti fasis dengan sendirinya mencari pentolan Perhimpoenan Indonesia dan menangkapnya.

Palindoengan Loebis dan Sidartawan ditangkap dan dipindahkan ke kamp di Schoorl bersama dengan banyak tahanan politik lainnya. Setelah beberapa waktu mereka dikirim dari sana ke Amersfoort. Perlakuan brutal yang diderita oleh para narapidana di kamp konsentrasi yang terkenal ini sudah sangat terkenal. Sebagai korban pertama dari barisan Perhimpoenan Indonesia dalam perjuangan anti-fase melawan penjajah. Setelah beberapa bulan, Loebis dibawa ke Buchenwalde dan akhirnya berakhir di Oranienburg. Sidartawan dibawa dari Amersfoort melalui Hamburg-Neuergamme ke kamp Dachau yang terkenal itu. Kesehatannya terus memburuk di sini. Ketika kami menerima berita mengejutkan pada tanggal 1 Desember 1942 bahwa dia meningga. Bagi Nazi, Sidartawan hanya satu dari ribuan, yang mereka siksa sampai mati dalam kondisi yang paling mengerikan. Bagi pergerakan nasional Indonesia, meninggalnya Sidartawan berarti hilangnya seorang pejuang terkemuka yang menjadi korban perjuangan rakyat Indonesia untuk kebebasan. Kami sangat berharap Sekutu, seperti Parlindoengan Loebis, membebaskan mereka dari kamp konsentrasi tepat waktu (lihat De bevrijding : weekblad uitgegeven door de Indonesische Vereniging Perhimpoenan Indonesia, 15-05-1945).

Salah satu anggota Perhimpoenan Indonesia, Sidhartawan yang berasal dari Madoera, telah tiada, sementara Parlindoengan Lubis belum diketahui bagaimana keadaannya. Di London, Pemerintah Kerajaan Belanda di pengasingan membentuk kabinet baru di bawah pimpinan Perdana Menteri Pieter Sjoerd Gerbrandy. Salah satu menteri yang diangkat dalam kabinet ini adalah RM Soejono (diangkat tanggal 10 Juni 1942). Sedangkan untuk menteri koloni diangkat HJ van Mook.

Invasi Jepang yang telah memasuki wilayah Indonesia (baca: Hindia Belanda) pada akhirnya Pemerintah Hindia Belanda menyerah pada tanggal 8 Maret 1942. Gubernur Jenderal ditangkap. Sementara Letnan Gubernur Jenderal HJ van Mook masih sempat meloloskan diri melalui Soekaboemi di Pelaboehan Ratoe. Untuk meloloskan HJ van Mook dibantu oleh Mr Amir Sjarifoeddin Harahap (yang sejak 1938 membuka kantor advokad di Soekaboemi). Besar dugaan dalam rombongan (keluarga) HJ van Mook yang diloloskan ini termasuk (keluarga) R Soejono (salah satu anggota Raad van Hindie). Dalam rombongan yang diloloskan menuju Australia ini dari keluarga R Soejono diduga termasuk salah satu putranya Irawan Soejono (masih usia 17 tahun; usia masih sekolah).

Sejak Parlindoengan Loebis dan Sidhartawan ditangkap, pemerintah pendudukan Jerman di Belanda (SD) membubarkan Perhimpoenan Indonesia. Terhadap situasi dan kondisi yang dihadapi oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia, lalu mahasiswa-mahasiswa bereaksi dengan melakukan perlawanan bawah tanah.

Pada saat periode kepengurusan Parlindoengan Loebis di Perhimpoenan Indonesia jumlah mahasiswa asal Indonesia cukup banyak sekitar 30an. Semua tidak bisa pulang ke tanah air (karena sudah terputu hubungan komunikasi antara Belanda dan Indonesia). Sejumlah mahasiswa senior selain tiga pengurus inti Perhimpoenan Indonesia yang disebut di atas, antara lain adalah FKN Harahap, Setjajit, Djajeng Pratomo dan Moen Sundaroe, Soenito. Soeripno, Maroeto Daroesman, AFP Sieragr gelar MO Parlindoengan, Soemitro Djojohadikoesoemo, Ong Eng Die dan Masdoelhak Nasoetion. Tiga nama yang disebut terakhir tengah studi tingkat doktoral. FKN Harahap berangkat studi ke Belanda tahun 1936 (pernah mengalahkan juara catur Belanda Dr Max Euwe). Saat kampus ditutup, FKN Harahap masih sempat mengikuti turnamen catur se Belanda di di Hilversum (lihat Rotterdamsch nieuwsblad, 24-08-1940). FKN Harahap adalah kelahiran Depok. FKN Harahap juga aktif berorganisasi di dalam kampus Vrije Universiteit (lihat Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 28-11-1941).  Dalam kepengurusan Senaat van het Studentencorps periode tahun 1941-1942, FKN Harahap menjabat sebagai Abactis (Sekretaris).   

Dalam perkembangannya, perguruan tinggi diizinkan dibuka dan mahasiswa-mahasiswa Indonesia tetap meneruskan kuliah. Namun diantara waktu kuliah perjuangan bawah tanah tetap berlangsung. Sejumlah penangkapan tetap terjadi pada anggota Perhimpoenan Indonesia pada tahun 1943 dan tahun 1943, akan tetapi tidak ada bukti yang kuat akhirnya dilepaskan. Pada periode inilah diduga salah satu putra R Soejono yakni Irawan Soejono ikut bergabung dalam perjuangan bawah tanah di Belanda. Tidak diketahui secara jelas apakah Irawan Soejono datang ke Belanda (diduga dari Inggris) meneruskan sekolah menengah (HBS) atau sudah mendafatra di universitas.

Selama pendudukan Jepang di Indonesia (sejak Maret 1942) FKN Harahap di Belanda terus berjuang di bawah payung Perhimpoenan Indonesia. Anggota Perhimpoenan Indonesia kembali menjadi korban fasis tentara/intel NAZI Jerman. Pada hari Jumat, 13 Januari 1945, salah satu rekan FKN Harahap dkk yakni Irawan Soejono tewas di Leiden oleh peluru Nazi.

Setelah Sidhartawan pengurus Perhimpoenan Indonesia meninggal, menyusul anggota Perhimpoenan Indonesia meninggal, Irawan Soejono (anak Menteri R Soejono). Lalu akhirnya Sekutu berhasil membebaskan Belanda. Mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang tergabung dalam Perhimpoenan Indonesia sedikit lega tetapi perjuangan secara khusus untuk kemerdekaan Indonesia masih harus dilakukan. Para anggota Perhimpoenan Indonesia menerbitkan majalah untuk perjuangan yang diberi nama De bevrijding: weekblad uitgegeven door de Indonesische Vereniging Perhimpoenan Indonesia,

De bevrijding: weekblad uitgegeven door de Indonesische Vereniging Perhimpoenan Indonesia, 15-05-1945: ‘Pada musim semi tahun 1944..kami tetap berjuang...kegamangan dalam menyelesaikan studi...kami terus melawan Jepang... muncul utusan dari Kedutaan Besar Jepang di Berlin untuk memberikan umpan, mahasiswa Indonesia membuang umpan tersebut. Itu adalah siasat untuk menangkap Mahasiswa Indonesia dengan jaring mereka... tiga tahun bagi orang Indonesia dari semua kehilangan hubungan dengan keluarga mereka!..Untuk itu jangan lupa dan harus sadar…Seberapa jauh studi Anda sudah berkembang? Apakah Anda semua terburu-buru untuk ujian, atau mungkin ujian terakhir, lalu Anda pulang?... FKN Harahap’. De bevrijding: weekblad uitgegeven door de Indonesische Vereniging Perhimpoenan Indonesia, 26-05-1945): ‘De vrijheidsbetogingen te Amsterdam (9 Mei 1945). Demonstrasi besar di Amsterdam dengan mengatasnamakan Perhimpunan Indonesia untuk menuntut kemerdekaan Indonesia yang berkumpul di lapangan Istana Kerajaan. Bendera Merah Putih menjulang diantara demonstrasi. Banyak orang Amsterdam yang mendukung demo ini dengan simpati. Beberapa orang Amsterdam juga ikut naik panggung untuk berbicara untuk mendukung kemerdekaan Indonesia termasuk Wali Kota Amsterdam...F. Harahap telah berpidato, yang mewakili atas nama Perhimpunan Indonesia untuk mengatakan beberapa kata. mengucapkan terima kasih kepada orang-orang Belanda untuk semua dukungan dan simpati ini, yang mana orang Indonesia dalam beberapa tahun terakhir terus memperjuangkan kemerdekaan...’

Ketua Perhimpoenan Indonesia yang terakhir adalah FKN Harahap. Sebagaimana diketahui pendiri Perhimpoenan Indonesia dengan nama Indische Vereeniging pada tanggal 25 Oktober 1908 adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan. Akhirnya FKN Harahap berhasil menyelesaikan studi. Surat kabar Friesch dagblad, 10-07-1946 melaporkan bahwa FKN Harahap berhasil ujian di Vrije Universiteit, Amsterdam.

Nama Irawan Seojono menjadi cukup meluas di Belanda terutama diantara mahasiswa-mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpoenan Indonesia. Sasaran peluru Nazi terhadap Irawan Soejono (usia 22 tahun) dikutuk oleh mahasiswa Indonesia. Meski demikian, Irawan Soejono belum dikenal secara mendalam, yang mana disebutkan Irawan Soejono belum lama bergabung Perhimpoenan Indonesia, meski pertemanan diantara anggota Perhimpoenan Indonesia terhadap Irawan Soejono yang terbilang sebentar, tetapi namanya tetap diingat dalam perjuangan anggota Perhimpoenan Indonesia di Belanda.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar