Laman

Senin, 27 Juni 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (678): Serawak dan Kerajaan Aru di Padang Lawas; James Brooke dari Tapanoeli Koloni Serawak 1841

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Jauh sebelum dikenal nama Serawak di Borneo Utara, sudah dikenal nama Brunai. Sejak kehadiran orang Eropa, pelaut Portugis yang mengunjungi Broenai tahun 1524, sejak itu nama peta pulau disebut Borneo (merujuk pada nama Brunai). Bagaimana dengan wilayah Serawak ketika Brunai telah menjadi pelabuhan ramai dalam aktivitas perdagangan?

Sarawak, populer dengan julukan Bumi Kenyalang secara de facto merupakan sebuah negara berdaulat yang merdeka pada 22 Juli 1963, dan secara de jure juga termasuk sebagai salah satu negara bagian di Malaysia. Negara bagian ini memiliki otonomi dalam pemerintahan, imigrasi, dan yudisier yang berbeda dari negara-negara bagian di Semenanjung Malaysia. Sarawak terletak di Barat Laut Borneo dan berbatasan dengan Negara Bagian Sabah di Timur Laut, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Timur, dan Provinsi Kalimantan Utara di bagian Selatan, juga berpapasan dengan Brunei di Timur Laut. Berdasarkan penjelasan yang paling umum diterima, kata "Sarawak" berasal dari bahasa Melayu Sarawak, serawak, yang berarti antimon. Sementara itu, menurut penjelasan lain yang populer, kata Serawak merupakan pemendekan dari empat kata Melayu yang konon pernah diucapkan oleh Pangeran Muda Hashim (paman Sultan Brunei), Saya serah pada awak (Aku menyerahkannya kepadamu), saat ia memberikan Sarawak kepada James Brooke pada 1841. Namun, penjelasan semacam itu tidak benar, karena wilayah tersebut sudah dijuluki Sarawak sebelum kedatangan Brooke, dan kata "awak" tak pernah ada dalam kosakata Melayu Sarawak sebelum pembentukan negara Malaysia. Sarawak juga dijuluki "Tanah Rangkong" (Bumi Kenyalang), karena burung rangkong merupakan salah satu simbol kebudayaan yang penting bagi suku Dayak di Sarawak. Selain itu, terdapat sebuah kepercayaan setempat yang menyatakan bahwa burung rangkong akan mendatangkan keberuntungan jika terlihat terbang di atas permukiman. Di Sarawak juga terdapat 8 dari 54 spesies rangkong dunia, dan rangkong badak adalah burung resmi negara bagian Sarawak. Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Serawak dan Kerajaan Aru di pantai timur Sumatra? Seperti disebut di atas, tempo doeloe Kerajaan Aroe di pantai timur Sumatra, tempo kolonial Eropa James Brooke dari Tapanoeli 1841. Lalu bagaimana sejarah Serawak dan Kerajaan Aru di pantai timur Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Serawak dan Kerajaan Aru Pantai Timur Sumatra: James Brooke dari Tapanoeli Koloni di Serawak 1841

Nama Serawak kini selalu dihuibungkan dengan nama James Brooke. Namun di masa lampua wilayah Serawak di Borneo Utara dengan nama Kerajaan Aroe di pantai timur Sumatra (Tapanuli Selatan). Kebetulan sebelum James Brooke memulai koloni di Borneo Utaara di Serawak terlebih dahulu mencoba peruntunganh di wilayah Tapanoeli. Lantas siapa sebenarnya James Brooke?

Nama James Brooke kali pertama diberitakan di Inggris tahun 1926 yang dilansir surat kabar yang terbit di Belanda Arnhemsche courant, 14-12-1826. Disebutkan James Brooke menulis surat ke seorang dokter ahli bedah menjual dirinya jika mati kepada sang dokter. James Brooke ingin menikmati hidup. Tulisan tersebut adalah sebagai berikut: ‘Tuan yang saya hormati. Saya ingin menikmati hidup saya dengan riang, selama saya bisa. Semoga berkenan untuk mengunjungi saya, karena saya ingin menjual tubuh saya, yang sehat dan utuh kepada Anda. Maka itu akan menjadi milik Anda secara bebas setelah kematian saya, sementara saya sangat yakin bahwa saya akan menemukannya lagi di lemari Anda pada hari kebangkitan juga di tempat lain. JAMES BROOKE’.

Apakah James Brooke seorang yang gila? Tampaknya tidak. James Brooke ingin menjual dirinya jika mati untuk orang yang tepat ahli bedah, dimana para ahli bedah selalu kesulitan mendapatkan tubuh manusia secara bebas (dalam penyelidikan kedokteran). James memasuki ketentaraan (pasukan IEC Inggris), orang yang selalu terancam kematian kapan pun dimanapun mereka bertugas. James Brooke pada tahun 1825 dikirim ke Burma (kini Myanmar). Surat yang ditulisnya kepada dokter bedah tampaknya dibuat setelah menjadi tentara dan sebelum dikirim ke Asia. James Brooke nyaris mengalami kematian, dalam kondisi terluka James Brooke dipulangkan untuk penyembuhan di Inggris.

Sebagaimana diketahui sejak era VOC/Belanda, Inggris makin lama makin kuat di Asia, dengan pusat kekutan di India (mengusir Belanda). Setelah mendapat koloni di Bengkoeloe, pedagang Inggris yang lain juga mendapat koloni di pulau Blambangan di pantai Borneo Utara dengan Broenai pada tahun 1775.  Setahun sebelumnya Inggris terusir dari Amerika karena rakyak Amerika memproklamasikan kemerdekaan. Dua tahun sebelumnya seorang pelaut Inggris, James Cook dari Batavia (kini Jakarta) melakukan eskpedisi ke Pasifik dan pantai timur Australia. Lalu laporan James Cook ini dipublikasikan pada tahun 1775 dimana didalamnya Cook merekomendasikan agar di Australia dibuat koloni baru (menggantikan Amerika Serikat). Gayung bersambut. Pada tahun 1877 imingran pertama Inggris tiba di Australia. Untuk mengamankan koloni-koloni baru di luar India pada tahun 1779 skuadron Inggris di Madras dipindahkan ke Bengkoeloe (Belanda/VOC terusir dari pantai barat Sumatra). Dengan semakin menguatnya Inggris di sekeliling Jawa yang berpusat di Batavia, pasukan Inggris menduduki  Jawa pada tahun 1811 (semua wilayah VOC/Belanda termasuk Malaka dikuasai Inggris kecuali Ternate (Maluku). Namun itu tidak lama, pada tahun 1816 Inggris harus mengembalikan semua koloni Belanda dikembali ke Pemerintah Hindia Belanda. Meski demikian, Inggris masih menyisakan Bengkoeloe dan Australia plus pulau Blambangan. Lalu pada tahun 1824 terjadi perjanjian Traktat London dimana Bengkoeloe dilakukan tugkar guling dengan Malaka. Sejak itu batas yurisdiksi kedua belah pihak Belanda dan Inggris dipertegas. Dalam rangka untuk memperluas pengaruh Inggris di Burma, James Brooke dikirim pada tahun 1825 (di Jawa terjadi Perang Jawa, pribumi melawan Belanda).

Setelah sembuh, Jamaes Brooke, pada tahun 1830 kembali bergabung dengan pasukan Inggris (IEC) di Madras, India. Keluar dari ketentaraan, James Brooke terjun dalam dunia perdagangan yang dimulai di Tapanoeli, wilayah dimana pedagang-pedagang Inggris menikmati hasil sejak era VOC hingga pasca Traktat London tahun 1824, namun masih banyak pedagang Inggris yang bekerjasama dengan Pemerintah Hindia Belanda (termasuk James Brooke di Tapanoeli, JP King di Lombok dan lainnya). Namun James Brooke kalah bersaing dengan Pemerintah Hindia Belanda di pantai barat Sumatra yang berpusat di Padang (lebih-lebih semakin hangatnya Perang Pidari) James Brooke kembali pulang kampong di Inggris.

Pada tahun 1833 (setelah Perang Jawa usai), perang di pantai barat Sumatra intensitasnya semakin tinggi. Pada tahun 1837 Pemerintah Hindia Belanda ingin segera mengakhiri perang dengan mengerahkan jumlah pasukan yang banyak dari Jawa. Pada bulan Agustus 1837 benteng Bonjol jatuh. Namun sisa padri bergeser ke Padang Lawas (Tapanuli), dan dengan dibantu para pasukan pribumi berhasil dilumpuhkan pada bulan September 1838. Sejak itu, wilayah pantai barat Sumatra menjadi relatif lebih ama, cabang pemerintahan Hindia Belanda mulai berjalan dengan baik.

James Brooke tak bisa menghindar lagi dengan Hindia. Itu sudah janjinya dulu, James Brooke ingin berbahagia dan makmur. Itu hanya dapat dicapai di Hindia yang penuh tantangan dan selalu ada resiko. Akhirnya James Brooke kembali ke Hindia pada tahun 1838 tetapi tidak lagi ke Tapanoeli (yang berpusat di Sibolga) tetapi ke Singapoera lalu ke Borneo Utara dan tiba di Kuching pada bulan Agustus 1838.

Pada tanggal 13 Mei 1939 diberitakan James Brooke tengah dalam pelayaran melalui selat Sunda (lihat Javasche courant, 22-05-1839). Disebutkan tanggal 13 Mei kapal Inggris Yacht Squadron yang dinakhodai James Brooke melaui Selat Sunda yang berangkat dari Goede Hoop tanggal 29 Maret dengan tujuan Singapoera. 

Tunggu deskripsi lengkapnya

James Brooke dan Tapanoeli 1841: Mengapa James Brooke Harus Pilih Koloni di Serawak

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar