Laman

Kamis, 11 Agustus 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (768): Pers Pribumi Berbahasa Asing (Belanda-Inggris) Diinisiasi Orang Batak; Pers Internasional


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Surat kabar berbahasa asing sudah sejak lama ada di Asia Tenggara (bahasa Belanda, Inggris dan Spanyol). Pers berbahasa Melayu juga dimulai oleh orang-orang asing (terutama Belanda dan Jerman). Pers berbahasa Melayu ini kemudian diikuti orang-orang pribumi baik di Indonesia maupun di Singapoera (koloni Inggris). Dalam perkembangannya orang pribumi merambah ke pers berbahasa asing (berbahasa Belanda dan bahasa Inggris). Anehnya, pers berbahasa asing justru dimulai oleh orang Batak. Mengapa?


Sejarah pers bagi orang pribumi di Asia Tenggara terbilang baru. Namun untuk urusan tulis menulis, tentu saja sudah lama ada. Orang Jawa di Jawa menulis dengan aksara Jawa dalam bahasa Jawa, demikian juga di Sumatra orang Batak menulis dengan aksara Batak berbahasa Batak. Di Semenanjung Malaya, orang Melayu menulis dengan aksara Jawi (Arab gundul) dengan bahasa Melayu. William Marsden yang pernah mengunjungi Tanah Batak di Angkola (lihat W Marsden 1781) merasa kaget karena lebih dari separuh penduduk bisa menulis (tentu saja dalam aksara Batak). Mereka menulis di kulit kayu yang tipis dengan tinta terbuat dari jelaga damar. dicampur air kamper dan pena dari lidi aren. Marsden dalam bukunya, tanpa malu-malu, menyatakan bahwa: ‘angka literasi orang Batak melampaui angka literasi bangsa-bangsa di Eropa’. Sebagaimana dilaporkan di Jawa pada zaman itu atau sebelumnya, para mpu yang menulis, di Gowa para penulis kerajaan yang menulis dan di Semenanjung Malaya para pujangga yang menulis. Akibatnya, penduduk biasa di Jawa dan Semenanjung memiliki angka literasi tinggi belum lama. Pada tahun 1863 di Jawa dari 23 residentie, baru di 15 residentie terdapat sekolah pemerintah (plus satu sekolah guru). Di Afdeeling Angkola Mandailing, residentie Tapanoeli, di dua distrik (onderafdeeling) sudah terdapat enam sekolah pemerintah (plus satu sekolah guru). Di Semenanjung Malaya pada tahun yang sama belum ditemukan sekolah modern (aksara latin). Orang-orang Angkola Mandailing inilah yang terawal merintis pers, baik berbahasa Melayu maupun bahasa asing.

Lantas bagaimana sejarah pers pribumi berbahasa asing (Belanda dan Inggris)? Seperti disebut di atas, pers pribumi di Asia Tenggara justru dimulai oleh orang-orang Batak. Mengapa? Lalu bagaimana sejarah pers pribumi berbahasa asing (Belanda dan Inggris)? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pers Pribumi Berbahasa Asing (Belanda dan Inggris) Diinisiasi Orang Batak; Pers Internasional

Pada saat surat kabar berbahasa Belanda terbit di Batavia pada tahun 1810, besar kemungkinan tidak ada orang pribumi yang mengerti bahasa Belanda. Oleh karena itu surat kabar Bataviasche Koloniale Courant yang terbit pertama 1810, meski hanya empat lembar tidak ada orang pribumi yang membacanya. Hingga saat itu, sejak era VOC, orang-orang Belanda yang belajar bahasa Melayu. Jika orang Belanda berbicara dengan orang Jawa dalam bahasa Jawa, maka dicari penerjemah penerjemah orang Belanda yang bisa berbahasa Melayu dan orang pribumi yang bisa berbahasa Jawa maupun bahasa Melayu. Dalam situasi dan kondisi itulah pers pertama terjadi di Indonesia (baca: Hindia Belanda).


Idem dito dengan masa ini, jarang sekali orang Indonesia, bahkan mahasiswa sejarah yang tidak bisa berbahasa Belanda, Banyak ahli sejarah yang tidak bisa membaca teks berbasa Belanda. Ok, itu memang tidak masalah, karena banyak orang Indonesia yang bisa berbahasa Inggris. Namun menjadi masalah, jika para ahli sejarah yang meneliti sejarah Indonesia, tetapi data sejarah justru banyak data dan informasi dalam bahasa Belanda, termasuk data dari surat kabar (surat kabar sejak 1810). Saya sendiri tidak bisa berbicara dengan bahasa Belanda, tetapi hanya sekadar bisa membaca teks berbahasa Belanda. Itu sudah cukup untuk memahami sejarah dengan sumber-sumber berbahasa Belanda.

Pers berbahasa Belanda di Hindia Belanda cukup lama eksis, tetapi tidak ada orang pribumi yang bisa membaca surat kabar. Namun lambat-laun mulai ada orang pribumi yang bisa berbahasa Belanda karena awalnya pergaulan yang akrab dengan orang-orang Belanda. Namun itu jumlahnya tidak banyak. Tiga pribumi yang dapat dibilang mahir berbahasa Belanda adalah mereka yang belajar di sekolah Belanda, ketiganya di bawah majikan masing-masing ke Belanda yakni Raden Salen (sejak 1839), Sati Nasoetion alias Willem Iskander (sejak 1857) dan berikutnya adalah Raden Ismangoen Danoe Winoto (sejak 1864).


Semua siswa sekolah dasar Eropa (ELS) yang berbahasa Belanda hanya diikuti oleh anak-anak Eropa/Belanda. Sekolah pribumi disesuaikan dengan bahasa daerah dengan tambahan pelajaran bahasa Melayu (di wilayah non Melayu). Di sekolah kedokteran pribumi di Batavia dan sekolah guru di Soeracarta (yang keduanya dibuka tahun 1851) bahasa pengantarnya adalah bahasa Melayu. Anak-anak pribumi diberi kesempatan memasuki sekolah dasar Eropa (ELS) baru tahun 1880an. Oleh karena sudah ada beberapa sekolah guru di Hindia Belanda seperti di Padang Sidempoean, Fort de Kock, Bandoeng, Megelang dan Probolinggi, maka pada tahun 1887 terbit majalah Pendidikan di Probolinggo yang diberi nama Soeloeh Pengadjar. Salah satu editornya adalah Dja Endar Moeda seorang guru alumni sekolah guru Padang Sidempoean.

Kota besar seperti Batavia, Soerabaja dan Semarang serta Padang umumnya sudah banyak yang bisa berbahasa Melayu. Oleh karena itu, pada tahun 1853 muncul surat kabar berbahasa Melayu pertama di Soerabaja. Orang-orang timur asing seperti Cina dan Arab di kota-kota umumnya berbahasa Melayu. Setelah Soerabaja, surat kabar berbahasa Melayu muncul di Padang dan Batavia. Dalam situasi dan kondisi inilah pers berbahasa Belanda diantara orang Eropa/Belanda dan pers berbahasa Melayu oleh orang Eropa/Belanda diantara orang-orang pribumi sebagai (sasaran) pembaca.


Sejauh ini investor surat kabar berbahasa Melayu masih orang-orang Eropa/Belanda. Pada tahun 1895 di Padang, keluarga Jerman penerbit surat kabar berbahasa Belanda di Padang memperluas usaha dengan menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu yang diberinama Pertja Barat. Editor yang direkrut adalah seorang mantan guru pribumi yakni Dja Endar Moeda. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Dja Endar Moeda adalah orang pribumi pertama yang menjadi editor surat kabat (berbahasa Melayu). Era baru pers berbahasa Melayu dimulai. Pada tahun 1900, Dja Endar Moeda di Padang mengakuisi surat kabar Pertja Barat dan percetakannnya. Pada tahun ini juga Dja Endar Moeda menerbitkan surat kabar baru berbahasa Melayu yang diberi nama Tapian Na Oeli dan majalah pembangunan yang diberinama Insulinde. Orang-orang Cina juga mulai ada yang onvestasi dalam persuratkabaran berbahasa Melayu. Pada tahun 1902 surat kabar berbahasa Belanda di Medan, De Sumatra Post memperluas bisnis denagn menerbitkanh surat kabar berbahasa Melayu dengan nama Pertja Timor. Editor yang direkrut adalah Hasan Nasution gelar Mangaradja Salamboewe, mantan seorang jaksa di Natal. Seperti halnya Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda, Mangaradja Salamboewe juga adalah alumni sekolah guru di Padang Sidempioean. Pada tahun 1903 Dr AA Fokker di Belanda menerbitkan majalah dwimingguan yang diberi nama Bintang Hindia. Untuk mengelolanya sebagai editor, Dr AA Fokker mantan guru bahasa Melayu di Belanda datang ke Hindia merekrut tiga ediotor yakni Abdoel Rivai, Djamaloedin dan Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan. Abdoel Rivai adalah alumni sekolah kedokteran Docter Djawa School di Batavia, Djamaloedin adalah alumni sekolah guru di Fort de Kock yang saat itu menjadi asisten editor majalah Insulinde yang dipimpin oleh Dja Endar Moeda. Soetan Casajangan adalah adik kelas Dja Endar Moeda di sekolah guru Padang Sidempoean, Pada tahun 1903 ini juga di Batavia, Karel Wijbrant pemimpin dan editor surat kabar berbahasa Melayu (mantan editor surat kabar De Sumatra Post) di Batavia merekrekrut editor pribumi yakni Tirto Adhi Soerjo (siswa yang belum lama drop out di Docter Djawa School). Mereka yang disebut tersebut adalah orang-orang pribumi pertama yang terjun dalam dunia pers (berbahasa Melayu).

Pada tahun 1905 orang-orang pribumi sudah cukup banyak yang menjadi jurnalis surat kabar/majalah berbahasa Melayu, namun yang duduk sebagai editor baru beberapa orang saja. Sejauh itu baru satu pribumi yang menjadi investor dalam pers berbahasa Melayu. Surat kabar/majalah dalam bahasa daerah seperti Jawa sudah mulai ada dan bertambah. Pada tahun 1905 di Padang, Dja Endar Moeda mengakuisisi surat kabar berbahasa Belanda yakni Sumatra Nieuwsblad dimana Dja Endar Moeda sendiri yang menjadi editor. Di Padang sendiri sudah ada surat kabar berbahasa Belanda yang sudah eksis sejak lama yakni Sumatra Courant.


Tujuan Dja Endar Moeda menerbitkan surat kabar berbahasa Belanda diduga kuat untuk menyasara para elit pribumi yang semakin banyak yang bisa berbahasa Belanda. Oleh karena Dja Endar Moeda selama mengelola surat kabar berbahasa Melayu Pertja Barat kerap melakukan koreksi dan kritik kepada pejabat dan pemerintah di Batavia, boleh jadi dimaksudkan untuk menyuarakan misinya melalaui surat kabar berbahasa Belanda, semakin mudah dan lebih cepat diketahui oleh pemerintah dan orang-orang Belanda. Untuk sekadar tambahan pada tahun 1900 Dja Endar Moeda mendirikan organisasi kebangsaan di Padang yang diberi nama Medan Perdamaian (organisasi kebangsaan Indonesia pertama). Pada tahun 1905 Dja Endar Moeda masih menjadi Presiden Medan Perdamaian.

Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda dapat dikatakan adalah orang pribumi pertama yang menjadi bagian dari pers berbahasa asing (bahasa Belanda) di Indonesia (baca: Hindia Belanda). Dja Endar sendiri sudah sejak lama aktif menulis di surat kabar berbahasa Belanda yang terbit di Padang (Sumatra Courant). Bahkan beberapa kali Dja Endar Moeda berpolemik di surat kabar berbahasa Belanda. Dalam situasi dan kondisi inilah, Dja Endar Moeda dengan kapasitas dan misi tertentu memasuki dunia pers asing di Hindia Belanda.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Tokoh Pers Internasional: Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Daftar Surat Kabar di Hindia Belanda (Indonesia)

No

Nama Surat Kabar

Kota

Penerbit

Masa Terbit

Tersedia digital

1

Bataviasche Koloniale Courant

Batavia

1810-1811

1810-1811


2

Java government gazette (bahasa Inggris)

Batavia

A.H. Hubbard

1812-1816

1812-1816

3

Bataviasche courant

Batavia

's Lands Drukkery

1816-1828

1816-1828

4

Javasche courant

Batavia

Landsdrukkerij

1828-1849

1828-1849

5

Samarangsch advertentie-blad (sejak Januari 1950)

Semarang

de Groot

1850-1863

1850-1863

6

Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie

Batavia

Bruining

1852-1957

1852-1897 / 1949-1957

7

Padangsch nieuws- en advertentie-blad

Padang

Van Wijk

1860-1862

1860-1862

8

Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad

Padang

Zadelhoff & Fabritius

1862-1900

1862-1900

9

De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad

Semarang

De Groot, Kolff & Co

1863-1956

1863-1903 / 1947-1956

10

Soerabaijasch handelsblad

Soerabaja

Kolff & Co

1865-1942

1865-1908 / 1929-1942

11

Bataviaasch nieuwsblad

Batavia

Kolff & Co.

1885-1950

1885-1942

12

De Sumatra post

Medan

J. Hallermann

1889-1942

1898-1942

13

De Preanger-bode (edisi sore)

Bandoeng

J.R. de Vries & Co

1896-1923

-

14

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie (edisi sore)

Batavia

NV Mij tot Expl. van Dagbladen

1900-1950

1900-1942

15

De Indische courant

Soerabaja

-

1921-

1921-1942

16

De nieuwsgier

Batavia

-

1945-1957

1945-1957

17

Nieuwe courant

Batavia

-

1946-1951

19-01 1946-17-11-1951

18

Het nieuwsblad voor Sumatra

Medan

Deli Courant en De Sumatra post

1948-

1948-1957


Tidak ada komentar:

Posting Komentar