Laman

Sabtu, 10 Desember 2022

Sejarah Madura (27): Pasukan Madura Era Pemerintah HindiaBelanda;Pasukan Pribumi Pendukung Militer pada Era VOC/Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Jauh sebelum terbentuk pasukan Madura, sudah sejak era VOC/Belanda ada pasukan pribumi pendukung militer VOC. Pasukan pribumi ini antara lain berasal dari Ambonia, Ternate, Banda, Boeton, Makssar/Boegis. Sementara itu militer VOC didatangkan dari berbagai negara yang terikat kontrak seperti dari Belanda sendiri, Prancis dan Jerman. Pasukan pribumi yang berasal dari berbagai wilayah atas dasar inisiatif para pemimpin local atau didukung oleh para raja-raja. Pasukan Madura mulai muncul pada awal Pemerintah Hindia Belanda.


Korps Barisan Madura adalah satu kesatuan militer pada era Pemeirntah Hindia Belanda antara tahun 1831 dan 1929. Kesatuan ini terdiri dari orang suku Madura. Bangkalan adalah basis utama pasukan. Pada awalnya kesatuan ini di bentuk sebagai pembebasan pembayaran pajak oleh penguasa Madura kepada pemerintah kolonial. Perannya cukup dominan dalam setiap peperangan yang terjadi di Hindia. Ketika pemerintah kolonial Belanda berhasil mereorganisasi berbagai kerajaan di wilayah Madura, barisan ini tetap dipertahankan. Pada tahun 1891 ditetapkan sebagai Korps Barisan Madura di bawah kontrol langsung Pemerintah Hindia Belanda. Pada strata sosial militer pada saat itu, prajurit barisan dianggap sebagai abdi. Sedangkan jabatan perwira sampai letnan disebut mantri-mantri barisan. Untuk mantri akan mendapat imbalan desa percaton dengan tambahan keuntungan-keuntungan dari berbagai pelayanan tetap. Abdi barisan akan mendapat sawah percaton dan upah. Orang Madura meskipun agresif, tapi tidak senang berdinas militer seperti yang diharapkan Belanda. Perekrutan tentara kolonial banyak yang menemui jalan buntu meskipun telah diiming-imingi berbagai janji dan harta benda. Perbedaan yang mencolok antara barisan dan prajurit lain adalah boleh tinggal di rumah bersama keluarga dan kegiatan latihan pun tidak akan mengganggu kegiatan sehari-hari untuk bertani. Setelah barisan dibentuk pada tahun 1831, barisan menjadi tradisi mengakar pada tiga kerajaan dan dapat dijadikan sarana untuk melanggengkan kekuasaan bangsawan. Dalam barisan terdapat tiga korps atau kesatuan, yaitu korps barisan Sumenep, korps barisan Pamekasan, dan korps barisan Bangkalan. Ketiga barisan ini berada pada pengawasan langsung Gubernur Jawa Timur. Setiap korps terdiri dari infanteris yang dipimpin langsung oleh perwira Madura sendiri (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah pasukan Madura era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, itu baru muncul pada awal era Pemerintah Hindia Belanda sebagai kelanjutan yang pernah ada sejak era VOC/Belanda. Semua itu muncul karena bersifat situasional. Lalu bagaimana sejarah pasukan Madura era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pasukan Madura Era Pemerintah Hindia Belanda; Pasukan Pribumi Pendukung Militer Era VOC/Belanda

Belum tuntas perang di Zuid Celebes antara Pemerintah Hindia Belanda dan orang-orang Bone (Bonier), riak-riak penentangan otoritas Pemerintah Hindia Belanda di (residentie) Jogjakarta muncul. Sementara itu perang di pantai barat Sumatra juga masih berlanjut antara otoritas Pemerintah Hindia Belanda dengan kaum Padri. Dalam Perang Bone pasukan pribumi asal Madura (Soemanap) ikut berpartisipasi dengan pasukan pribumi setempat (pasukan pribumi Makassar) untuk membantu militer Pemerintah Hindia Belanda (lihat Bataviasche courant, 01-01-1825)


Setelah ekspedisi selesai, pasukan (termasuk pasukan Soemanap) di bawah komandan Gen Maj. Van Geen berangkat ke Soerabaja (lihat Bataviasche courant, 13-05-1825). Pasukan van Geen dengan kekuatan 1.100 infantri dan artileri serta 5.000 pasukan pribumi asal Soemanap dan Makassar (lihat Bataviasche courant, 06-07-1825).

Situasi dan kondisi di Soerakarta dan Jogjakarta menjadi semakin krisis.  Pangeran Diponegoro dan Pangeran Mangkoeboemi telah nyata menentang otoritas Pemerintah Hindia Belanda dan telah meninggalkan ibu kota dan membujuk penduduk dimana-mana, dengan hasutan-kekerasan, untuk mengadakan pemberontakan umum dengan perampokan dan penjarahan. Pemerintah Hindia Belanda kemudian berkonsultasi dengan Soesoehan Soerkarta. Kemudian Pemerintah Hindia Belanda membuat proklamasi atas persetujuan Soesoehoenan Soerakarta dan Soeltan Jogjakarta untuk memulihkan situasi dan kondisi yang menjadi subjek Diponegoro dan Mangkoeboemi. Proklamasi ini ditandatangani oleh Hendrik Mercus de Kock, Kommandeur der Militaire Willems Orde, Luitenant Generaal, Luitenant Gouverneur van Nederlansch Indie (lihat Bataviasche courant, 03-08-1825).  


Bataviasche courant, 24-08-1825: ‘Di Soerakarta berita baru saja diterima tentang kedatangan korps pembantu Madura, yang tawarannya dibuat oleh Sultan Madura, dan yang sampai saat itu berada di bawah perintah putra sulung Sultan dan kerabat dekatnya akan menyeberang ke Jawa; sebaliknya, menurut laporan terbaru dari berbagai warga, semua distrik pemerintahan masih sepi’.

Sepulang dari ekspedisi Bone, kemudian Maj General van Geen dijamu oleh Gubernur Jenderal sebagai wujud penghormatan (lihat Bataviasche courant, 07-12-1825). Dalam jamuan ini Pemerintah Hindia Belanda, memuji Panembahan Soemenep karena pasukannya atas biaya sendiri dan menganugerahkan bawahan yang setia, atas jasanya, suatu tanda pengakuan dan penghargaan khusus, dan juga secara khusus menganugerahkan kepada penghargaan apa yang belum pernah dilakukan sebelumnya kepada Panumbahan Madura dengan gelar Sultan. Sebelumnya diketahui tentang Sultan Soemanap. Catatan: di pulau Madura (residentie Madura en Soemanap) menjadi terdapat dua Sultan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pasukan Pribumi Pendukung Militer Era VOC/Belanda: Apakah Ada Berasal dari Madura?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar