Laman

Minggu, 09 Januari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (345): Pahlawan-Pahlawan Indonesia Era Republiken versus Federalis; Saat Memberi dan Saat Menerima

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Kita tidak tengah membicarakan drama (sinetron) Saat Memberi Saat Menerima, tetapi kita sedang memmpelajari fakta dan data sejarah. Fakta bahwa Reoublik kita ini, pernah mengalami sekarat, ketika pemimpin negeri ditawan Belanda (NICA) yang menyebabkan dibentuk pemerintahan darurat di daerah terpencil yang berhutan belantara. Sebaliknya ada wilayah Indonesia yang dengan angkuhnya membelakangi para Republiken yang berjuang di medan perang (melawan KNIL/Belanda) dan bahagia dipelukan negara penjajah. Ironis memang. Tapi begitulah fakta dan data sejarah yang ada. Ibarat judul sinetron Saat Memberi Saat Menerima.

Majelis Permusyawaratan Federal atau Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) adalah sebuah komite yang didirikan oleh Belanda untuk mengelola Republik Indonesia Serikat (RIS) selama Revolusi Nasional Indonesia (1945–1949). Komite ini terdiri dari 15 pemimpin negara bagian dan daerah otonom di dalam RIS dengan masing-masing negara bagian memiliki satu suara. Komite ini bertanggung jawab untuk mendirikan pemerintahan sementara pada tahun 1948 sebagaimana dirumuskan dalam Persetujuan Meja Bundar. Sebagian besar perwakilan BFO berasal dari luar Jawa dimana kehadiran Partai Republik lebih lemah dan dukungan untuk negara-negara federal Belanda lebih kuat. Karena hubungannya dengan Belanda, BFO dianggap sebagai kolaborator oleh Republik Indonesia yang tidak mempercayai sistem federal dan menganjurkan suatu negara kesatuan Republik Indonesia. Menyusul aksi polisional Belanda yang kedua pada bulan Desember 1948, BFO mendukung resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa yang meminta pemulihan pemerintah Republik di Yogyakarta sebelumnya untuk terlibat dalam Konferensi Meja Bundar Belanda-Indonesia di Den Haag. Setelah pertemuan dengan pimpinan Republik yang dipenjara di Pulau Bangka dan sebuah serangan balasan Republikan yang sukses di Yogyakarta pada tanggal 3 Maret 1949, BFO menjadi semakin kecewa dengan kekejaman Belanda dan menganjurkan masuknya orang-orang Republik dalam negosiasi dan sistem federal. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah era Federalis versus Republiken? Seperti disebut di atas, pembentukan negara federal adalah pemisahan wilayah dari negara Republik Indonesia yang mana negara federalis didukung Belanda. Dalam hal ini para pemimpin di sisa Republik Indonesia (Republiken) terus berjuang untuk mempersatukan bangsa (NKRI). Lalu bagaimana sejarah era Federalis versus Republiken? Yang jelas penduduk Indonesia terbelah dua menjadi pendukung negara federal (Federalis) dan pendukung negara kesatuan (Republiken). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (344): Pahlawan Nasional Indonesia Ide Anak Agoeng Gde Agoeng di Bali; Federalis versus Republiken

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ide Anak Agoeng Gde Agoeng adalah pahlawan Indonesia yang telah ditabalkan menjadi Pahlawan Nasional (pahlawan asal Bali diusulkan Yogyakarta). Pada saat terbentuknya Negara Indonesia Timur (NIT) pada kabinet Perdana Menteri Nadjamoeddin Daeng Malewa (13 Januari 1947- 11 Oktober 1947), Ide Anak Agoeng Gde Agoeng adalah Menteri Dalam Negeri. Setelah Warrow, Ide Anak Agoeng Gde Agoeng sebagai perdana menteri memimpin kabinet Negara Indonesia Timur (sejak 15 Desember 1947) hingga digantikan oleh kabinet Perdana Menteri Patoean Doli Diapari Siregar.

Ida Anak Agung Gde Agung (24 Juli 1921-22 April 1999) adalah ahli sejarah dan tokoh politik Indonesia. Di Bali ia juga berposisi sebagai raja Gianyar, menggantikan ayahnya Anak Agung Ngurah Agung. Anaknya. Anak Agung meraih gelar Sarjana hukum (Mr.) dari Rechtshoogeschool te Batavia dan gelar doktor di Universitas Utrecht, Belanda, di bidang sejarah. Pada 1947 ia menjadi Perdana Menteri Negara Indonesia Timur. Dia mau kerja sama adalah dengan Republik Indonesia. Dia juga ingin bekerja sama dengan Partai Republik, yang disebut ‘Politik Sintesis’. Dia berhasil di negara bagian untuk mengambil posisi lebih independen. Partai Republik mengakui sebagai hasilnya, pada tahun 1948, Indonesia Timur, bahkan sebagai negara. Hasilnya adalah bahwa ada Partai Republik lainnya di Eastern Indonesia bersedia bekerja sama atau setidaknya penentangan mereka terhadap negara dimoderasi. Tetapi kontras antara ‘federalis’ dan ‘Unitarian’ (Republiken) tetap. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri maupun Menteri Luar Negeri pada era pemerintahan Presiden Soekarno. Selain itu ia pernah menjabat pula sebagai Dubes RI di Belgia (1951), Portugal, Prancis (1953), dan Austria  (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Ide Anak Agoeng Gde Agoeng? Seperti disebut di atas, Ide Anak Agoeng Gde Agoeng adalah seorang Republiken tetapi menjadi salah satu menteri utama dalam kabinet negara federalis Negara Indonesia Timur. Bagaimana bisa? Lalu bagaimana sejarah Ide Anak Agoeng Gde Agoeng? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.