Laman

Rabu, 23 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (489): Pahlawan Indonesia – Khouw Kim An, Mayor Cina Terakhir di Batavia; Letnan, Kapten, Mayor

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Mayor adalah pangkat tertinggi dari para pemimpin komunitas pada era Pemerintah Hindia Belanda. Pangkat di bawahnya kapten dan yang paling rendah letnan. Tingkatan kepangkatan ini biasanya di dasarkan pada besar kecilnya populasi komunitas. Kepangkatan diberikan kepada komunitas Cina, Arab, India dan juga dalam kondisi tertentu diberikan kepada komunitas pribumi. Level pangkat mayor umumnya di wilayah kota besar seperti Batavia, Soerabaja, Semarang dan Medan.. Salah satu mayor Cina di Batavia adalah Khouw Kim An.

Majoor Khouw Kim An (lahir di Batavia, 2, Juni, 1875- meninggal di Tjimahi, 6, September, 1945) adalah seorang baba bangsawan, tokoh masyarakat, tuan tanah dan Majoor der Chinezen yang terakhir di Batavia. Ia dikenang sebagai pemilik terakhir Candra Naya, yang disebut juga "Rumah Majoor", satu-satunya dari tiga rumah keluarga Khouw di Molenvliet (sekarang Jalan Gajah Mada) yang masih tersisa. Sang Majoor adalah anggota keluarga Khouw van Tamboen - salah satu wangsa baba bangsawan paling terkemuka di Hindia Belanda. Trah mereka berasal-usul dari hartawan Khouw Tjoen, seorang pedagang dari propinsi Hokkien di Tiongkok yang berimigrasi ke Tegal, dan pada akhirnya menetap di Batavia pada abad ke-18. Anaknya, Khouw Tian Sek, dapat dibilang pendiri kejayaan keluarga. Ia adalah raja penggadaian di Batavia yang membeli banyak tanah di Kota Tua dan tanah-tanah partikelir di seputar Batavia. Tanah partikelir utamanya adalah Tamboen, Pusat pemerintahan tanah partikelir adalah Landhuis Tamboen, yang kini adalah Gedung Juang Tambun. Ia jugalah yang membangun Candra Naya sebagai kediaman utama keluarga besarnya. Khouw Tian Sek mempunyai tiga orang putra, Khouw Tjeng Tjoan, Khouw Tjeng Kie dan Khouw Tjeng Po, yang semuanya diangkat menjadi Luitenants-titulair der Chinezen. Kepemimpinan keluarga bergilir dari anak ke anak, dan kemudian dari si bungsu Khouw Tjeng Po, Luitenant der Chinezen ke putra tertuanya, yaitu Khouw Yauw Kie, Kapitein der Chinezen, dan ke adiknya, Khouw Yauw Hoen Sia, dan pada akhirnya ke sepupu mereka, Khouw Kim An, Majoor der Chinezen. Khouw menikah dengan Phoa Tji Nio, putri satu-satunya dari tokoh masyarakat dan baba bangsawan Phoa Keng Hek, pendiri dan presiden perdana Tiong Hoa Hwee Koan. Khouw ditunjuk menjadi Luitenant der Chinezen pada tahun 1905, kemudian Kapitein pada tahun 1908, dan akhirnya Majoor pada tahun 1910. Jenjang kariernya sangat pesat karena latar belakang keluarganya dan keluarga istrinya. Pada tahun 1920, ia diangkat dengan Dekret Kerajaan menjadi ‘Officier der Orde van Oranje Nassau’. Ketika perkunjung ke Negeri Belanda pada tahun 1927, ia diterima secara resmi oleh Ratu Wilhelmina. Saat dirgahayu ke-25 sebagai opsir Tionghoa pada tanggal 10 Februari 1930, Sri Ratu menganugrahkan 'Groote Gouden Ster voor Trouw en Verdienste' kepada sang Majoor (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Majoor Khouw Kim An? Seperti disebut di atas, Khouw Kim An adalah mayor Cina terakhir di Batavia. Lalu bagaimana sejarah Majoor Khouw Kim An? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (488): Pahlawan Indonesia–Penemuan Baru Pedalaman Jawa; Penggunaan Teknologi Geologi Canggih

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Beberapa hari lalu ada temuan samar di bawah bumi Tulungangung. Temuan ini mengindikasikan wujud masa lampau. Berita ini tidak lazim, karena soal kepurbakalaan umumnya ditemukan di wilayah Malang, Mojokerto dan Kediri. Wilayah-wilayah ini tentu saja tidak begitu jauh dengan wilayah Tulungagung. Namun benda apa di bawah tanah di Tulungagung ini masih memerlukan penyelisikan lebih lanjut, bila perlu dilakukan eskavasi..

Geolog temukan sebaran benda padat di lokasi temuan arca Tulungagung. Tim peneliti dari Badan Geologi Bandung berhasil mengidentifikasi sebaran objek padat di dalam tanah sekitar lokasi temuan dua arca dwarapala dan jaladwara, Desa Podorejo, Tulungagung, Jawa Timur. "Hasil temuan awal kami memang mengidentifikasi cukup banyak anomali tinggi yang diduga berasal dari benda padat-benda padat di sekitar lokasi yang kami lakukan survei menggunakan perangkat gradiomagnetik. Selain perangkat gradiomagnetik yang memiliki kemampuan mendeteksi benda-benda di kedalaman dangkal, tim geolog juga menggunakan alat georadar. Piranti elektronik ini merupakan alat pelacak bawah permukaan bumi dengan gelombang radio. Dua arca berbentuk dwarapala dan Jaladwara atau kepala naga diduga peninggalan zaman Majapahit (1293 - 1527) itu ditemukan warga secara tidak sengaja di kedalaman tanah sekitar 30 centimeter Dalam survei atau penelitian dengan pendekatan geologi itu tidak dilakukan kegiatan penggalian. Mereka hanya membuat peta sebaran benda yang terbaca pada hasil pendeteksian menggunakan dua perangkat detektor benda di dalam bumi dengan kedalaman dangkal itu, untuk dijadikan petunjuk awal bagi tim arkeologi yang ingin melakukan eskavasi. "Mungkin saja anomali tinggi yang terbaca (alat) ada berkaitan arca atau benda bersejarah lain dengan bahan padat berasal dari batuan andesit. Tapi bisa juga benda lain," katanya. Misal dari pondasi tembok pagar atau bangunan yang di dalamnya ada otot berbahan besi/baja. "Bisa juga bolder batu-batu andesitik. Jadi pembuktian butuh kolaborasi dengan teman-teman arkeologi," katanya. Penelitian itu merupakan permintaan khusus dari Bappeda Tulungagung kepada tim geolog Badan Geologi Bandung yang selama empat pekan ini berada di Tulungagung untuk kepentingan penelitian rencana usulan kawasan geopark kawah gunung purba di Tulungagung bagian selatan. Penelitian dilakukan di sebuah kebun yang berada di Desa Podorejo, Kecamatan Wonodadi, menyusul telah ditemukannya dua arca pada Sabtu, 26 Februari 2022. (Antara, Minggu, 20 Maret 2022)

Lantas bagaimana sejarah penemuan wilayah pedalaman Jawa di Tulungagung? Seperti disebut di atas, penemuan adanya tanda-tanda kepurbakalan masih samar dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Lalu bagaimana sejarah penemuan pedaalaman Jawa di Tulungagung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.