Laman

Rabu, 06 September 2023

Sejarah Bahasa (3): Bahasa Melayu, Lingua Franca di Hindia Timur; Bahasa Melayu Bermula di Sumatra Menyebar di Nusantara


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Fakta bahwa masa kini Bahasa Indonesia sebagai lingua franca di Asia Tenggara. Fakta bahwa Bahasa Indonesia berakar dari bahasa Melayu. Fakta bahwa bahasa Melayu bermula di pulau Sumatra. Dalam konteks inilah sejarah bahasa Melayu, suatu bahasa lingua franca di masa lampau. Suatu bahasa yang awalnya terbentuk di pantai timur Sumatra.


Bahasa Melayu merupakan sebuah bahasa dalam rumpun bahasa Austronesia yang dituturkan terutama di Asia Tenggara Maritim. Bahasa ini memiliki sekitar 290 juta penutur (dengan 30 juta sebagai "bahasa Melayu" dan 260 juta sebagai "bahasa Indonesia" di seluruh dunia. Selain itu, bahasa Melayu tempatan merupakan salah satu bentuk bahasa daerah di Sumatra, Kalimantan, dan sebagai kreol di berbagai daerah di Indonesia. Bahasa Melayu merupakan bahasa perantara dalam kegiatan perdagangan dan keagamaan di Kepulauan Nusantara. Catatan tertulis pertama dalam bahasa Melayu ditemukan di pesisir tenggara Pulau Sumatra. Istilah "Melayu" sendiri berasal dari di Dharmasraya. Sejarah bahasa Melayu dapat dibagi menjadi beberapa zaman: bahasa Melayu Purba, bahasa Melayu Kuno, Zaman Peralihan, Zaman Melaka (Bahasa Melayu Klasik), bahasa Melayu Modern Akhir, dan bahasa Melayu Modern. Prasasti Telaga Batu, catatan bahasa Melayu terawal. Bahasa Melayu Kuno. Selepas masa Sriwijaya, catatan tertulis baru muncul semenjak masa Kesultanan Malaka (abad ke-15). Batu Prasasti Terengganu dalam tulisan Jawi yang ditemukan di Terengganu, bahasa Melayu Klasik bertarikh 1303 M,. Bahasa Melayu mulai digunakan secara meluas sebagai bahasa perantara Kesultanan Melaka (1402–1511). Surat-surat tertua ditulis dalam bahasa Melayu antara lain dari Sultan Abu Hayat dari Ternate, bertarikh sekitar tahun 1521–1522. Teks itu ditujukan kepada raja Portugis, setelah hubungan dengan penjelajah Portugis Francisco SerrĂ£o. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Bahasa Melayu, lingua franca di Hindia Timur? Seperti disebut di atas, bahasa Bahasa Indonesia merupakan suksesi bahasa Melayu. Bahasa Melayu bermula di Sumatra lalu menyebar menjadi lingua franca di Nusantara. Lalu bagaimana sejarah Bahasa Melayu, lingua franca di Hindia Timur? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Melayu, Lingua Franca di Hindia Timur; Bahasa Melayu Bermula di Sumatra Menyebar di Nusantara

Bahasa Melayu sudah lama terbentuk, sudah lama pula menyebar di nusantara. Sejak kahadiran pelaut/pedagang Eropa di Hindia Timur, bahasa yang digunakan dalam perdagangan, bahasa Melayu tetap digunakan. Namun selama era VOC terhadap bahasa Melayu ini kurang diperhatikan. Meski demikian adanya, dua pemerhati awal dalam bahasa Melayu adalah seorang Belanda Werndly (pada awal abad ke-18) dan seorang Inggris W Marsden (pada akhir abad ke-18). Secara seius perhatian terhadap bahasa Melayu (dan juga disusul bahasa Jawa) baru dimulai pada era Pemerintah Hindia Belanda. Mengapa?


Menteri Pendidikan Umum di Belanda menyelenggarakan kursusu bahasa Melayu dan bahasa Jawa pada tahun 1841/1842 (lihat Javasche courant, 14-01-1843). Kursus ini dilakukan selama setahun dengan Pendidikan dua kali seminggu sebagaimana disebut dalam laporan panitia kepada Menteri Pendidikan Umum. 

Pada masa awal Pemerintah Hindia Belanda ini, sejumlah individu di Belanda sudah menguasai praktis bahasa Melayu, tetapi tentu saja tidak begitu mendalam dari aspek linguistic. Salah satu pemerhati bahasa Melayu yang terkenal di Belanda adalah Prof Roorda van Eysinga, profesor bahasa Melayu di Akademi Militer Kerajaan di Breda dan Dr Ed Dulaurier.

 

Roorda van Eysinga seorang profesor linguistik oriental, geografi dan rtnologi pernah cukup lama di Hindia dan telah banyak mengumpulkan manuskrip langka dan berharga. Tingkat pengetahuan bahasa Melayunya jauh lebih tinggi jika dibandingkan dua Inggris terdahulu Raffles dan William Marsden. Dr Ed Dulaurier adalah seorang peneliti muda Prancis yang bekerja di Belanda. Meski koleksi Dulaurier lebih sedikit dari Roorda, tetapi koleksinya cukup lengkap termasuk dari kerajaan-kerajaan kuno Jawa yang berasal dari abad ke-15. Koleksi Dulaurier ini Sebagian dari Belanda dan Sebagian yang lain dari Inggris (termasuk koleksi Raffles). Setelah Roorda cukup lama guru besar bahasa Melayu dan bahasa Jawa di Breda, kemudian diketahui Dr Dulaurier menjadi hoogleeraar in de Maleische en Javaansche talen di Parijs (lihat Nederlandsche staatscourant, 25-01-1843). Dalam fase mereka inilah kemudian muncul doctor-doktor baru dalam bidang linguistic bahasa timur seperti Dr HN ban der Tuuk dan Dr Matthes.

Prof Dulaurier, guru besar bahasa di Prancis dan juga menjadi anggota dewan sastra di Belanda, yang menjadi pengajar dalam kursus bahasa Melayu dan bahasa Jawa tahun 1841/1842 di Belanda. Bahasa dalam hal ini bahasa-bahasa di Hindia terutama bahasa Melayu dan bahasa Jawa adalah milik semua bangsa.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Bahasa Melayu Bermula di Sumatra Menyebar di Nusantara: Tercatat dalam Berbagai Wujud Sejak Abad ke-7

 

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar