Laman

Rabu, 06 September 2023

Sejarah Bahasa (4): Bahasa Madura di Pulau Madura dan Bahasa Jawa di P Jawa; Migrasi Madura ke Jawa, Pengaruh Jawa di Madura


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Bahasa Madura berbeda dengan bahasa Jawa dan bahasa Bali. Bahasa Madura di pulau Madura dan bahasa Jawa di pulau Jawa. Bahasa Jawa memiliki hubungan linguistik dengan bahasa Bali di pulau Bali. Bagaimana bahasa Madura dengan bahasa Jawa dan bahasa Bali? Secara linguistic kekerabatan bahasa Madura lebih dekat ke bahasa Jawa. Interaksi antar bahasa diduga penyebabnya.


Bahasa Madura (Bhâsa Madhurâ) adalah bahasa yang digunakan suku Madura terutama di Pulau Madura. Bahasa Madura merupakan anak cabang dari bahasa Austronesia ranting Melayu-Polinesia. Bahasa Madura juga memiliki serapan dari bahasa Melayu, bahasa Arab, bahasa Cina dan beberapa bahasa lainnya. Bahasa Madura juga memiliki keterkaitan erat dengan bahasa Sunda, Jawa, dan Bali. Sebagian kata-kata dalam bahasa Madura mirip bahasa Melayu, bahasa Banjar, bahasa Minangkabau maupun bahasa bahasa di Pulau Sumatera & Kalimantan lainnya. Minangkabau mengucapkan "a" sebagai "o" pada posisi akhir, sedangkan pada bahasa Madura, diucapkan "ə" ("e" pepet) atau "a". Bahasa Madura mempunyai sistem pelafalan yang unik. Bahasa Madura juga mempunyai dialek-dialek yang tersebar. Di Pulau Madura terdapat beberapa dialek seperti: Sumenep, Pamekasan, Sampang, Bangkalan, Kangean, Bawean, Pinggirpapas, Sapudi. Dialek yang dijadikan acuan standar bahasa Madura adalah dialek Sumenep, karena Sumenep pada masa lalu merupakan pusat kerajaan dan kebudayaan Madura. Untuk di pulau Jawa, dialek-dialek ini sering kali bercampur dengan bahasa Jawa sehingga kerap dipanggil sebagai bahasa Pendalungan daripada sebagai Jawa. Masyarakat di Pulau Jawa, terkecuali daerah Situbondo, Bondowoso, dan bagian timur Probolinggo umumnya menguasai Bahasa Jawa selain Madura. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Madura di pulau Madura dan bahasa Jawa di pulau Jawa? Seperti disebut di atas, bahasa Madura memiliki kekerabatan bahasa lebih dekat ke Jawa daripada ke Bali. Dalam hal ini terkait dengan migrasi orang Madura ke Jawa dan pengaruh Jawa di Madura. Lalu bagaimana sejarah bahasa Madura di pulau Madura dan bahasa Jawa di pulau Jawa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Madura di P Madura dan Bahasa Jawa di P Jawa; Migrasi Orang Madura ke Jawa, Pengaruh Jawa di Madura

Dalam hal bahasa, seperti yang lainnya, bahasa Madura pada era Pemerintah Hindia Belanda juga belum lama diidentifikasi. Dr WR van Hoevell adalah orang pertama yang menganggap bahasa Madura sebagai dialek Jawa. Namun hal itu ada yang membantahnya di dalam Economist edisi Januari 1864 (lihat Bijdragen tot de taal, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indie, 1866). Mengapa bisa begitu?


Dalam buku Wolter Robert Hoëvell berjudul Togten van een Engelschman door den Indischen archipel yang diterbitkan pada tahun 1853 disebutkan bahwa Bahasa Jawa dikatakan lebih halus dan mudah jika dibandingkan dengan bahasa Madura. Seperti disebut di atas Hoevell menggangap bahasa Madura sebagai dialek Jawa (tetapi kemudian dibantah penulis lainnya). 

Mengapa pendapat Hoevell ditolak, boleh jadi merujuk pada buku Raffles yang di dalam bukunya The History of Java, Raffles mengindikasikan bahasa Madura adalah bahasa tersendiri (bahasa yang berbeda dari bahasa Jawa).


Nama pulau Madura sudah disebut dalam teks Negarakertagama (1365). Namun bagaimana situasi dan kondisi di pulau tidak terinformasikan. Disebutkan dalam teks pulau Madura adalah pulau yang terpisah dari pulau Jawa. Apakah ada penghuni pulau, jika ada siapa yang menghuni, berapa banyak populasi dan seterusnya, tidak terinformasikan. Dalam laporan-laporan Portugis juga nyaris tidak terinformasikan situasi dan kondisi di pulau. Satu catatan terawal dari Portugis dalam laporan navigasi pelayaran Portugis tahun 1511 dari Malaka ke Maluku dicatat nama-nama berikut: Soerabaja, Madoera dan Sapoedi. Catatan tertulis berasal dari sumber Eropa yang cukup berarti adalah laporan navigasi pelayaran Belanda pertama tahun 1596 yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Ekspedisi dengan tiga kapal ini mendapat perlawanan dari penduduk Madura di (pelabuhan) Arosbaja. Selama era VOC, laporan tentang (nama) Madoera cukup intens. Namun catatan yang mengindikasikan bahasa Madura tidak ada. Hanya disebut surat dari pangeran Madura ke Batavia (lihat Daghregister, 07-11-1676). Bagaimana surat itu ditulis (bahasa dan aksara) tidak terinformasikan.

Satu yang jelas bahwa bahasa Madura sudah diidentifikasi sebagai suatu bahasa yang digunakan di pulau Madura. Suatu bahasa yang dibedakan dengan bahasa Jawa. Dalam perkembangannya bahasa Madura juga dijadikan sebagai bahasa dalam Pendidikan (sebagaimana bahasa Melayu, Jawa dan Soenda).


Dalam laporan komisi Nederlandsche Maatschappij ter bevordering van Nijverheid tahun 1871 yang dimuat Tijdschrift uitgegeven door de Nederlandsche Maatschappij ter Bevordering van Nijverheid, 1871 terdapat beberapa soal isu bahasa. Dalam laporan komisi tersebut yang dapat dikutip adalah sebagai berikut: perluasan pendidikan menengah di daerah kolonial tidak hanya diinginkan, tetapi bahkan penting…Pengetahuan tentang bahasa Melayu dengan suara bulat dianggap perlu. Telah ditemukan bahwa bahasa ini dipelajari dengan cepat oleh orang Eropa selama tinggal sebentar di Hindia, oleh karena itu tidak ada alasan cukup untuk menghilangkan pengajaran dalam bahasa Melayu…salah satu anggota menyatakan bahwa di Jawa orang tidak dapat hidup tanpa bahasa Jawa, karena bahasa Melayu biasanya hanya digunakan di kota-kota pesisir dan tidak lagi dipahami bahkan beberapa mil ke pedalaman….Dengan asumsi demikian, pengetahuan bahasa Melayu, sebagai lingua franca di Kepulauan Hindia, akan lebih baik daripada bahasa Jawa, yang sedapat mungkin harus dipelajari… Anggota ketiga percaya bahwa jika bahasa Jawa juga diajarkan, bahasa Sunda dan Madoeresch wajib dimasukkan ke dalam pendidikan karena ini adalah bahasa utama di beberapa bagian besar Hindia Belanda. Di sisi lain, bagaimanapun, dikatakan bahwa bahasa Jawa, sebagai bahasa yang paling sulit dan paling berkembang, pasti memerlukan pelatihan teoretis, dan bahasa Sunda dan Madura, seperti bahasa Melayu, dapat lebih mudah dipelajari melalui praktik… Setelah semua yang telah dikatakan, Komisi setuju bahwa selain mempelajari bahasa Melayu, mempelajari dasar-dasar bahasa Jawa, Sunda, dan Madura sangat dianjurkan. untuk membiarkan mereka bebas membuat pilihan dari tiga bahasa terakhir ini, sesuai dengan persyaratan wilayah di mana mereka ingin menetap

Tindak lanjut penggunaan bahasa Madura sebagai bahasa yang digunakan dalam pendidikan adalah penulisan buku pelajaran dalam bahasa Madura (lihat Bataviaasch handelsblad, 08-09-1873). Disebutkan berdasarkan keputusan pemerintah telah diberikan uang tip sebesar f450 kepada Raden Ario Djoijo Koesoemo, seorang guru pribumi di Bangkallan, karena telah menyusun dua buku aritmatika dalam bahasa Madura.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Migrasi Orang Madura ke Jawa, Pengaruh Jawa di Madura: Pulau Madura dan Bahasa Madura Masa ke Masa

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar