Laman

Sabtu, 14 Oktober 2023

Sejarah Bahasa (78): Bahasa Kerinci Danau Kerinci Pedalaman Sumatra; Bahasa Rejang, Bahasa Melayu dan Bahasa Minangkabau


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Kerinci atau disebut Uhang Kinci atau Uhang Kincai dalam bahasa Kerinci (bahasa Kerinci: Kincai atau Kinci; ejaan lama: Kerintji atau Kerinchi) adalah suku bangsa atau kelompok etnik pribumi Sumatra yang mendiami wilayah Dataran Tinggi Kerinci dan sekitarnya. Secara administratif saat ini berada di wilayah kota Sungai Penuh, kabupaten Kerinci, Merangin dan Bungo.


Bahasa Kerinci adalah bahasa Austronesia yang utamanya dituturkan oleh penduduk bersuku Kerinci di kota Sungai Penuh, kabupaten Kerinci serta sebagian Merangin dan Bungo, Jambi. Jumlah total penutur bahasa Kerinci diperkirakan mencapai sekitar 300 ribu (2004). Sebagai bahasa Austronesia dari sub-kelompok Melayu-Polinesia, bahasa Kerinci juga berkerabat dekat dengan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu Jambi. Bahasa Kerinci memiliki keragaman yang sangat tinggi; diperkirakan terdapat 130 sub-dialek dan 7 dialek utama, yaitu dialek Gunung Raya, dialek Danau Kerinci, dialek Sitinjau Laut, dialek Sungai Penuh, dialek Pembantu Sungai Tutung, dialek Belui Air Hangat, dan dialek Gunung Kerinci. Berdasarkan penghitungan dialektometri, persentase perbedaan ketujuh dialek tersebut berkisar 51%-65,50%. Sedangkan bahasa Kerinci memiliki persentase perbedaan berkisar 81%-100% jika dibandingkan dengan bahasa Bengkulu dan Minangkabau. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Kerinci di wilayah danau Kerinci di pedalaman Sumatra? Seperti disebut di atas, penutur bahasa Kerinci di wilayah danau Kerinci. Bahasa Melayu, bahasa Minangkabau dan bahasa Rejang. Lalu bagaimana sejarah bahasa Kerinci di wilayah danau Kerinci di pedalaman Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bahasa (77): Bahasa Melayu Lingga Origin Bahasa? Dialek Bahasa Melayu Riau di Daratan (Sumatra) dan di Riau Kepulauan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Dialek bahasa Melayu Riau terbagi dua: dialek Riau daratan dan dialek kepulauan Riau. Bahasa Melayu yang dituturkan di daerah Riau daratan terdiri atas satu dialek yaitu dialek Pesisir. Sementara wilayah kepulauan yang kini jadi provinsi sendiri bahkan mencapai 24 dialek. Di pulau/kepulauan Linggfa mengapa banyak dialek?


Ada 15 Dialek Bahasa Melayu di Kepri. Dedi Arman. 2018: Berdasarkan peta bahasa Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud, ada 15 dialek bahasa Melayu di Kepri: Dialek Pesisir, Dialek Kundur (Kundur, Karimun), Dialek Bintan-Karimun (Bintan dan Karimun). Dialek Pecong (Kelurahan Pecong, Kota Batam). Dialek Karas Pulau Abang (Pulau Abang Karas, Batam). Dialek Malang Rapat-Kelong (Desa Malang Rapat, Bintan dan Desa Kelong, Bintan). Ada pula Dialek Mantang Lama (Mantang Lama, Bintan). Dialek Rejai (Desa Rejai, Lingga). Dialek Posek (Posek, Lingga), Dialek Merawang (Merawang, Lingga). Dialek Berindat Sebelah (Desa Berindat, Lingga). Dialek Arung Ayam (Natuna). Ada lagi Dialek Kampung Hilir, Dialek Pulau Laut, keduanya di Natuna. Dialek Ceruk (Bunguran, Natuna). Sementara itu, di Indonesia, bahasa Melayu ada 87 dialek. Di Sumatera Utara ada 11 dialek, Kepri ada 15 dialek, Jambi ada delapan dialek, Riau hanya satu dialek, yakni Dialek Pesisir. Di Sumsel ada sembilan dialek Bahasa Melayu. Dialek Bahasa Melayu lainnya ada di DKI Jakarta terdiri dua dialek, Kalimantan Timur tujuh dialek, NTB satu dialek. (https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/) 

Lantas bagaimana sejarah bahasa Melayu di Lingga origin bahasa? Seperti disebut di atas, cukup banyak dialek bahasa Melayu, di Lingga ada cukup banyak. Mengapa? Bahasa sialek bahasa Melayu di Riau Daratan dan di Riau Kepulauan. Lalu bagaimana sejarah bahasa Melayu di Lingga origin bahasa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.