Laman

Jumat, 19 Juli 2019

Sejarah Bekasi (25): Bekasi Eksportir Beras Terbanyak ke Batavia Sejak Era VOC; Kini Kota Bekasi Alami Krisis Menjadi Importir


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Satu yang terpenting dari kebanggaan Bekasi pada masa lampau (sejak era VOC) adalah sentra beras, pemasok beras terbanyak ke Batavia. Ini bukan semata-mata soal kedekatan geografis, tetapi karena Bekasi benar-benar selalu surplus beras sepanjang tahun. Faktor kedekatan menyebabkan biaya angkut menjadi murah.

Ekspor beras dari Bekasi, 1854/1855 (Peta Bekasi 1900)
Bagi pedagang-pedagang VOC komoditi perdagangan tidak hanya hasil hutan dan perkebunan seperti kamper, kemenyan, lada, pala, kopi dan sejenis, tetapi juga hasil pertanian pangan seperti beras. Dalam hal ini, beras memang tidak diekspor ke Eropa/Belanda, tetapi beras menjadi salah satu alat tukar yang ampuh untuk mendapatkan komoditi ekspor dari berbagai wilayah. Kapal-kapal dagang pergi berlayar bawa beras, pulang bawa kopi.

Namun semua itu telah lama berakhir. Kota Bekasi kini justru krisis lahan. Kabupaten Bekasi juga akan segera menyusul. Untung masih ada tetangga seperti Karawang dan Purwakarta. Tetapi yang tidak menguntungkan, Bekasi telah kehilangan kebanggaan masa lampau. Lalu seperti apa sejarah perberasan di Bekasi tempo doeloe? Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pelabuhan Bekasi dan Ekspor Beras

Pada masa lampau penduduk sadar tidak memiliki komoditi andalan lagi untuk ekspor ke Eropa/Belanda. Para pemilik land (landheer) dan penduduk cepat menyadari potensi wilayahnya untuk mengembangkan produk pertanian tanaman pangan. Itulah beras. Pencetakan sawah-sawah baru dengan membangun kanal-kanal baru dengan cepat melampaui luasan areal perkebunan tebu.

Perkebunan tebu dan pabrik gula telah lama mati langkah: hutan-hutan habis sudah, kayu bakar (untuk pabrik gula) mengalami krisis. Pasokan kayu bakar dari Tjilengsi dan Klapa Noenggal melalui sungai Tjilengsi biaya pengadaannya lambat laun makin mahal. Hal serupa ini di Batavia sudah lama berlalu. Bekasi masih beruntung masih bisa switching ke tanaman padi. Di Batavia pengembangan tanaman pangan terdesak oleh kebutuhan lahan untuk pemukiman dan peruntukkan yang lain.  

Hanya ada beberapa pelabuhan ekspor beras di Bekasi dan Krawang, yakni Bekasi, Tjikarang, Tjabangboengin, Krawang, Kramat dan Tjikao. Namun diantara pelabuhan-pelabuhan ini hanya pelabuhan Bekasi yang tetap intens mengirim beras ke Batavia. Ini satu indikasi bahwa Bekasi telah fokus pada perdagangan beras.

Java-bode nvoor Nederlandsch-Indie, 24-03-1855
Wilayah Tjikarang perkebunan tanaman keras dan tanaman tebu/gula masih bersaing dengan pertanian tanaman pangan beras; wilayah Tjicao masih mengandalkan tanaman perkebunan; wilayah Karawang masih cukup intens pertanian tebu dan pabrik gula.

Pada pengiriman komoditi ke Batavia pada 20 Mei 1854 dari Bekasi dikirim beras sebanyak 210 picol, sementara dari Tjikarang hanya mengirim gula sebanyak 150 picol dan 70 tonn. sirup. Pada tanggal 24 Mei Tjikarang kembali mengirim gula sebanyak 45 picol. Pada tanggal 19 Juli Tjikarang kembali menirim 70 tonn. sirup serta 120 picol beras. Hanya itu komoditi yang dikirim dari Tjikarang sepanjang tahun 1854 dan 1855. Sedangkan Bekasi dari bulan Juni 1854 hingga bulan Mei 1855 secara periodik tiap bulan mengirim beras ke Batavia.

Bekasi sudah lama tidak mengirim gula ke Batavia. Sentra gula terbesar saat ini adalah Krawang (Tandjoengpoera). Sejak krisis kayu bakar di Bekasi, industri gula di Bekasi mati total. Industri gula di Tjikarang masih eksis. Industri gula di Bekasi terbilang yang pertama di luar Batavia.   

Bekasi dari bulan Juni 1854 hingga bulan Mei 1855 mengirim beras ke Batavia sebanyak 22.760 picol. Hampir setiap bulan ada pengriman dan frekuensi pengiriman berbeda-beda antara bulan yang satu dengan bulan yang lainnya. Jumlah pengiriman terbanyak terjadi pada bulan Juli 1854 sebanyak 3.720 picol dan kemudian disusul pada bulan Maret 1855 sebanyak 3.560 picol.

Jika berat beras 1 picol sekitar 50 Kg maka berat beras yang dikirim dari (pelabuhan) Bekasi sebanyak 22.760 picol kira-kira setara dengan 1.138.000 Kg atau 1,1 Ton. Jumlah ini merupakan pengiriman terbanyak ke Batavia pada periode yang sama jika dibandingkan dengan sentra-sentra beras lainnya seperti Krawang. Indramajoe, Bantam, Chirebon dan Lampong.   

Tentu saja ekspor beras (pelabuhan) Bekasi sebesar 1 Ton tidak ada artinya jika dibandingkan kebutuhan beras di Kota Bekasi pada masa ini. Jumlah penduduk Kota Bekasi yang saat sekitar 2.5 Juta jiwa membutuhkan beras sebanyak 240.000 Ton per tahun. Namun apa pun itu, ekspor beras Bekasi pada tahun 1854/1855 haruslah dipandang sebagai suatu kebanggaan jika dibandingkan pada masa ini dari kebutuhan beras 240.000 Ton per tahun hanya mampu dipenuhi oleh Kota Bekasi hanya sebanyak 10 persen.

Awal Pertanian Tanaman Pangan di Bekasi Sejak Era VOC

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

2 komentar: