*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Apakah bahasa Jawa berbeda dengan bahasa Sunda? Menurut pengakuan orang Sunda berbeda bahasa mereka dengan bahasa orang Jawa. Meski begitu banyak persamaannya. Okelah. Bahasa yang mana yang lebih dahulu terbentuk? Apakah bahasa Jawa sebagai bahasa induk atau sebaliknya yang menjadi bahasa induk adalah bahasa Sunda? Pertanyaan tersebut tentulah diperlukan penyelidikan sejarah?
Lantas bagaimana sejarah bahasa Sunda? Seperti disebut di atas, bahasa Sunda kini terdiri dari beberapa dialek dan bahasa Sunda, meski berbeda tetapi juga memiliki persamaan dengan bahasa Jawa. Lalu bagaimana sejarah bahasa Sunda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Pahlawan Indonesia dan Bahasa Sunda di Pulau Jawa; Perjuangan Bahasa Sunda Secara Nasional
Catatan tertulis bahasa Soenda tertua ditemukan pada prasasti Kawali (abad ke-14). Prasasti-prasasti kuno lainnya yang ditemukan di wilayah Jawa (bagian barat) masih berbahasa Sanskerrta dan bahasa Jawa Kuno (Kawi) seperti prasasti Cicatih, Sukabumi 1030 M. Kapan bahasa Soenda terbentuk tentu saja sulit diketahui secara pasti. Besar dugaan bahasa Sunda sudah eksis sebelum kehadiran bahasa Sanskerta. Hanya bukti-bukti tertulis yang dapat menjawabnya. Yang jelas bahasa Soenda sudah eksis sejak lama. Bahasa Soenda disebut berbeda dengan bahasa Jawa (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1838).
Pada tahun 1865 JJ van Limburg Brouwer menerbitkan satu buku berjudul Kitab Pakih Soenda dengan cara menyalin teks berbahasa Soenda dari aksara Jawi (huruf Arab gundul) ke aksara Latin. Dalam buku ini L Brouuwer juga menerjemahkannya ke dalam bahasa Belanda. Teks bahasa Sonda yang disalin tersebut dapat diperbandingkan dengan bahasa Sunda yang sekarang.
Pada tahun-tahun ini sudah ada sejumlah orang Belanda tertarik dengan sastra dan bahasa Soenda. Salah satu yang terkenal adalah KF Holle. Sebagaimana diketahui sekolah guru (kweekschool) di Bandoeng dibuka pada tahun 1866. KF Holle termasuk salah satu inisiatornya dengan menggalan dana dari para pengusaha pertanian di wilayah Preanger untuk membangun sekolah guru tersebut.
Sebelumnya Raden Hadji Mohamad Moesa di Limbangan, menawarkan kepada pemerintah untuk dicetak sejumlah karyanya. Buku-buku tersebut untuk digunakan sekolah dan buku bacaan (umum). Salah satu diantara buku yang ditawarkan itu adalah Wawatjan Dongeng-Dongeng (lihat De Oostpost : letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 04-12-1862). Sudah barang tentu buku tersebut ditulis dalam bahasa Soenda, tetapi tidak dijelaskan apakah ditulis dalam aksara Latin atau aksara Soenda atau akasar Jawi.
Raden Hadji Mohamad Moesa adalah seorang kepala panghoeloe dari Garoet (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 10-09-1862). Raden Hadji Mohamad Moesa berperan aktif dalam mendorong penduduk untuk bersekolah, sekolah yang didirikan oleh pemerintah. Namun tidak dijelaskan apakah Raden Hadji Mohamad Moesa seorang guru. Yang jelas buku-buku yang ditulisnya termasuk buku dongeng ditujukan untuk anak-anak bersekolah.
Dalam laporan tahun 1863 menyampaikan dari Bandoeng satu buku berjudul Dongeng-Dongeng Toeladan. Laporan ini dimuat pada Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 1869. Tampaknya buku ini ditulis dalam bahasa dan aksara Soenda. Dari buku dongeng ini secara historis dongeng itu sudah lama ada, dan secara geografis merata di daerah Soenda. Lalu pengadaan buku-buku dongeng ini menunjukkan dongeng begitu penting di dalam masyarakat Soenda dan lewat pendokumentasian dalam bentuk buku ingin disasar pembaca yang lebih luas dan berlangsung antar generasi ke depan.
Dalam perkembangannya dongeng tidak lagi hanya ditulis dalam bahasa dan aksara Soenda, tetapi juga sudah ditulis dalam bahasa Melayu dan aksara Latin. Dongeng Soenda juga tidak hanya ditulis (dikompilasi) oleh orang Soenda tetapi juga dongeng Soenda telah ditulis dalam bahasa Soenda oleh orang non-Soenda. Buku berjudul Dewa Danda yang ditulis dalan bahasa dan aksara Soenda ditulis oleh seorang Belanda AHG Blokzeijl. Tidak hanya sampai disitu, buku tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda oleh JA Uilkens. Buku dongeng Soenda bahasa Belanda ini kemudian dimuat dalam Tydschrift voor Indische Taai- Land- en Volkenkunde bagian keempat edisi 18 tahun 1878.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Bahasa Sunda di Pulau Jawa: Zunda versus Iava
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar