*Untuk melihat semua artikel Sejarah Indonesia Jilid 1-10 di blog ini Klik Disini
Sejarah pada dasarnya hanya sekadar narasi fakta dan
data, yakni suatu narasi masa kini tentang pengetahuan masa lalu. Sebagai suatu
pengetahuan, narasi hanya terbatas pada pendeskripsian suatu hal yang pernah
ada atau suatu peristiwa yang benar-benar terjadi. Pengetahuan masa lalu
dimanapun itu berada atau dimanapun itu terjadi seharusya menjadi pengetahuan
yang menjadi milik semua umat dimana pun ia berada. Lalu mengapa hingga kini
sejarah (masa lampau) masih menafsirkan (menarasikan) secara berlebihan, dikerdilkan
atau dibesar-besarkan yang justru menyebabkan terjadinya penyimpangan sejarah.
Di era reformasi yang sekarang, cara berpikir penulisan sejarah di Indonesia
perlu juga direformasi.
Sejarah adalah narasi fakta dan data. Membaca narasi sejarah menambah pengetahuan dan memperluas wawasan. Sementara belajar dan mempelajari sejarah tentu saja banyak manfaatnya. Satu yang tidak pernah disadari, sejarah sendiri adalah medium yang penting untuk melakukan peramalan (forecasting) untuk digunakan dalam perencanaan keberlanjutan. Sementara itu, AI Wikipedia menyatakan bahwa reformasi cara berpikir dalam penulisan sejarah mengacu pada perubahan cara pandang dan pendekatan dalam merekonstruksi dan memahami masa lalu. Ini melibatkan pergeseran dari narasi tunggal dan otoritatif menuju interpretasi yang lebih beragam, kritis, dan inklusif, serta mempertimbangkan berbagai perspektif dan pengalaman sejarah. Dari narasi tunggal ke multiperspektif hingga ke pendekatan kronologis ke diakronik dan sinkronik, suatu penulisan sejarah tidak hanya berfokus pada urutan waktu (kronologis), tetapi juga mempertimbangkan konteks sosial, budaya, ekonomi, dan politik pada suatu periode (diakronik) dan dalam suatu ruang (sinkronik).
Lantas bagaimana sejarah reformasi cara berpikir penulisan sejarah di Indonesia? Seperti disebut di atas hingga kini sejarah (masa lampau) masih ada yang menafsirkan (menarasikan) secara berlebihan, dikerdilkan atau dibesar-besarkan, yang justru menyebabkan terjadinya penyimpangan sejarah. Dalam hal ini para penulis menggunakan ukuran (pendekatan) masa kini untuk memahami apa yang benar-benar ada atau benar-benar terjadi di masa lampau. Oleh karena itu tampakanya para sejarawan perlu ‘mendengar’ para peminat sejarah secara vis-à-vis. Lalu bagaimana sejarah reformasi cara berpikir penulisan sejarah di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah penulis sejarah, melainkan hanya sekadar untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.
Reformasi Cara Berpikir Penulisan Sejarah di Indonesia; Para Sejarawan vis-a-vis Para Peminat Sejarah
Reformasi cara berpikir penulisan sejarah di Indonesia apakah sudah dijalankan dalam penulisan Sejarah Indonesia pada masa ini? Seperti disebut pada artikel sebelumnya “Sejarah Indonesia Jilid 1-3: Indonesiasentris dan Penulisan Sejarah Nasional di Indonesia (Sejarah di Indonesia vs Sejarah di Daerah)” ditegaskan bahwa hari ini (Senin, 04 Agustus 2025) adalah hari terakhir Diskusi Publik Sejarah Indonesia di Makassar (setelah tiga yang pertama di Depok, Banjarmasin dan Padang) dan dijadwalkan diluncurkan pada tanggal 17 Agustus 2025.
Namun keesokan harinya Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan peluncuran penulisan ulang sejarah Indonesia kemungkinan ditunda. Peluncuran penulisan sejarah itu mulanya direncanakan pada Agustus 2025. "Ada kemungkinan mundur," kata Prasetyo di kompleks Istana Kepresidenan (Tempo, Jakarta, Selasa, 5 Agustus 2025). Pada hari kemarin Merdeka, Kamis, 07 Agu 2025 menurunkan berita berjudul “Peluncuran Buku Sejarah Ditunda, Fadli Zon: Masih Proses Editing dan Terima Masukan dengan subjudul “proses penyuntingan dan pembacaan naskah masih berlangsung, termasuk penampungan berbagai masukan dari publik”. Disebutkan Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan peluncuran buku sejarah nasional versi terbaru yang semula dijadwalkan pada 17 Agustus 2025, bertepatan dengan HUT ke-80 Kemerdekaan RI, ditunda. Alasannya, proses penyuntingan dan pembacaan naskah masih berlangsung, termasuk penampungan berbagai masukan dari publik. Oh iya, saya kan bilang waktu itu tanggal 17 itu hanya ancer-ancer kita di internal. Tahun ini kita sudah selesai uji publik, tapi masih ada proses reading dan editing," kata Fadli Zon di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/8).
Sebelum membahas reformasi
cara berpikir penulisan sejarah di Indonesia kekhawatiran publik yang dianggap
terburu-buru alias rentang waktu proses penulisan hingga terbit 17 Agustus yang
dianggap terlalu singkat akhirnya menjadi kenyataan bahwa deadline
peluncurannya ditunda. Dalam artikel “Sejarah Indonesia Jilid 1-3” sebelumnya
juga sedikit merisaukan “Bagaimanpun, untuk mengejar peluncuran buku pada
tanggal 17 Agustus, waktu tersisa kurang dari dua minggu untuk proses editing,
layout dan proses percetakan mungkin tidak lazim untuk proses penerbitan yang
normal”.
Seperti yang diberitakan mengapa dilakukan penundaan karena alasan proses penyuntingan dan pembacaan naskah masih berlangsung, termasuk penampungan berbagai masukan dari publik. Dengan demikian, masukan dari publik tidak lagi berakhir pada diskusi publik yang terakhir di Makassar. Artinya masukan dari publik masih dimungkinkan. Saya sendiri turut menghadiri pada diskusi publik yang pertama di Depok. Pada empat diskusi public (di Depok, Banjarmasin, Padang dan Makassar) dapat didengar (live) berbagai pihak mengajukan pertanyaan dan usulan. Ketika menghadiri diskusi publik di Depok yang hanya diamnya saja dan menyimak. Saya sendiri beberapa waktu sebelumnya sudah mengajukan usulan berdasarkan tinjauan akademik yang saya lakukan. Ini bermula salah satu lembaga/kantor di Jakarta yang peduli terhadap sejarah menyelenggaraan diskusi (seminar terbatas) dimana saya termasuk salah satu yang diundang sebagai panelis. Saya menyampaikan tinjauan akademik tentang empat isu yang menjadi bagian dari empat topik pers, pendidikan, perang kolonial dan perang mempertahankan kemerdekaan. Hasil-hasil seminar terbatas tersebut oleh lembaga/kantor tersebut kemudian langsung disampaikan ke Kementerian Kebudayaan untuk diteruskan ke Tim Penulisan Sejarah Indonesia. Tampaknya hasil seminar terbatas tersebut telah diterima. Hal ini terindikasi dari penyataan Prof Susanto Zuhdi (ketua editor) dalam webinar Penulisan Sejarah Indonesia 12 Juli 2025 yang diselenggarakan Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI). Dalam diskusi publik di Makassar (Senin, 04 Agustus 2025) salah satu tema yang saya tulis telah diadopsi sebagaimana terindikasi dari penyataan salah satu penulis jilid (saya lupa jilid keberapa). Intinya, bahwa masukan dari publik (individu atau melalui lembaga/kantor) memiliki peluang untuk diadopsi dalam penulisan Sejarah Indonesia yang sekarang.
Sementara penulisan Sejarah Indonesia deadline-nya masih ditunda, “proses penyuntingan dan pembacaan naskah masih berlangsung, termasuk penampungan berbagai masukan dari publik” ada baiknya membahas reformasi cara berpikir penulisan sejarah di Indonesia apakah sudah dijalankan dalam penulisan Sejarah Indonesia pada masa ini?
AI Wikipedia: Reformasi cara berpikir dalam
penulisan sejarah mengacu pada perubahan cara pandang dan pendekatan dalam
merekonstruksi dan memahami masa lalu. Ini melibatkan pergeseran dari narasi
tunggal dan otoritatif menuju interpretasi yang lebih beragam, kritis, dan
inklusif, serta mempertimbangkan berbagai perspektif dan pengalaman sejarah. Perubahan
dalam Cara Berpikir: Dari Narasi Tunggal ke Multiperspektif: Dulu, sejarah
seringkali ditulis dari sudut pandang penguasa atau kelompok dominan. Reformasi
mendorong penulisan sejarah dari berbagai perspektif, termasuk dari kelompok
marginal, perempuan, etnis minoritas, dan korban konflik. Dari Pendekatan Kronologis ke Diakronik dan
Sinkronik: Penulisan sejarah tidak hanya berfokus pada urutan waktu
(kronologis), tetapi juga mempertimbangkan konteks sosial, budaya, ekonomi, dan
politik pada suatu periode (diakronik) dan dalam suatu ruang (sinkronik). Penekanan pada Proses dan Struktur: Sejarah tidak
hanya dilihat sebagai serangkaian peristiwa, tetapi juga sebagai proses yang
kompleks dan berkelanjutan, dengan memperhatikan struktur sosial, politik, dan
ekonomi yang mempengaruhinya. Kritik terhadap Sumber dan Interpretasi: Sejarahwan
dituntut untuk lebih kritis dalam meneliti dan menafsirkan sumber sejarah,
menyadari bias yang mungkin terkandung dalam sumber tersebut, dan
mempertimbangkan berbagai interpretasi yang mungkin. Penyertaan Nilai-Nilai Kemanusiaan: Penulisan
sejarah harus mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan seperti keadilan,
kesetaraan, dan hak asasi manusia, serta menghindari justifikasi kekerasan atau
diskriminasi. Tantangan dalam Reformasi Penulisan Sejarah: Perlawanan dari
Kelompok yang Merasa Dirugikan: Penulisan ulang sejarah seringkali menuai
perlawanan dari kelompok yang merasa kepentingannya terancam oleh perubahan
narasi. Keterbatasan Sumber dan Akses Informasi: Sejarahwan mungkin menghadapi
keterbatasan dalam mendapatkan akses ke sumber-sumber sejarah, terutama yang
terkait dengan peristiwa masa lalu yang sensitif. Ancaman Manipulasi dan
Rekayasa Sejarah: Ada risiko bahwa upaya reformasi penulisan sejarah justru
dimanfaatkan untuk merekayasa sejarah demi kepentingan politik tertentu. Pentingnya
Reformasi Penulisan Sejarah: Membangun Pemahaman yang Lebih Akurat tentang Masa
Lalu: Dengan mempertimbangkan berbagai perspektif, reformasi penulisan sejarah
dapat menghasilkan pemahaman yang lebih komprehensif dan akurat tentang masa
lalu. Membantu Masyarakat Belajar dari Sejarah: Dengan memahami masa lalu
secara lebih utuh, masyarakat dapat belajar dari kesalahan dan pencapaian masa
lalu untuk membangun masa depan yang lebih baik. Memperkuat Persatuan dan
Kesatuan Bangsa: Penulisan sejarah yang inklusif dan adil dapat membantu memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa dengan mengakui keragaman pengalaman sejarahnya.
Salah satu yang pertama dalam Reformasi Cara Berpikir Penulisan Sejarah adalah Perubahan dalam Cara Berpikir yakni mengeliminasi narasi tunggal sehingga menjadi multiperspektif. Dalam hal ini penulisan sejarah dari berbagai perspektif, termasuk dari kelompok marginal, perempuan, etnis minoritas, dan korban konflik. Ini mengindikasikan bahwa penulisan sejarah tidak lagi hak prerogatif para sejarawan tetapi juga vis-à-vis dengan berbagai perspektif termasuk dari bidang keilmuan lain dan bahkan kelompok minoritas.
Sejarawan adalah para akademisi di bidang sejarah
mulai dari kandidat (mahasiswa) hingga para guru besar sejarah. Suatu kelompok
profesi yang berlatar akademik di bidang kesejarahan. Suatu kelompok profesi
yang memiliki ilmu-ilmu sejarah. Para peminat sejarah, bukan sejarawan, tetapi
pihak lain yang berminat dalam bidang sejarah apakah sebagai pembaca atau para
pembaca yang menggunakan ilmunya yang mencoba memberi kontribusi dalam bidang
kesejarahan. Para peminat sejarah adalah partner (rekan) potensial bagi para
sejarawan. Saya sendiri adalah seorang ekonom yang memiliki minat tentang
perihal kesejarahan (peminat sejarah). Sudah pasti ada sejarah ekonomi dan juga
ada sejarah bisnis. Sebagai ekonom saya memiliki keahlian khusus yakni dalam
bidang metodologi riset. Dalam hal ini saya tidak hanya sebagai pengguna metode
riset dalam bidang ekonomi dan bisnis, tetapi juga mendalami sendiri secara
khusus bidang metodologi riset itu sendiri. Sebagai peminat sejarah, dan
sebagai ahli metodologi riset, sudah lebih dari satu dekade saya menulis
sejarah, baik dalam bentuk artikel sejarah maupun dalam bentuk buku sejarah.
Meski demikian, saya bukan sejarawan tetapi tetap sebagai ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam mempelajari ekonomi dan bisnis di Indonesia.
Artikel-artikel dan buku-buku sejarah yang saya tulis, bagaimanapun hanyalah
sekadar sebagai akademisi yang turut memberi kontribusi materi (data sejarah)
dan hasil analisis yang dilakukan untuk dapat digunakan oleh para sejarawan.
Yang kedua dalam Reformasi Cara Berpikir Penulisan Sejarah adalah memperkaya Pendekatan Kronologis dengan pendekatan Diakronik dan Sinkronik. Penulisan sejarah tidak lagi hanya berfokus pada urutan waktu (kronologis), tetapi juga mempertimbangkan konteks sosial, budaya, ekonomi, dan politik pada suatu periode (diakronik) dan dalam suatu ruang (sinkronik).
Dalam blog ini, semua artikel sejarah tidak lagi hanya
berfokus pada urutan waktu (kronologis), tetapi juga mempertimbangkan konteks.
Hal itulah mengapa layout dalam semua artikel sejarah dalam blog ini tidak
dibuat dalam bentuk yang lazim. Paragraf margin disediakan sebagai tempat untuk
menjelaskan konteks tentang hal yang ingin dinarasikan. Paragraf margin ini
juga menjadi tempat untuk kutipan yang cukup panjang. Pentingnya konteks ini
pada dasarnya untuk memposisikan hal yang ingin dinarasikan dapat dipahami lebih
luas sehingga kemudian membuat pembaca ikut memahami apakah saya mengerti konteks
hubugan (relasi) antara satu hal di satu sisi dan hal-hal lain di sisi lain dalam
konteks dimensi waktu (diakronik) yang membentuk konteks suatu ruang (sinkronik).
Dalam artikel sebelumnya berjudul “Sejarah Indonesia Jilid 1-2: Panel Penulisan
Bentuk Narasi Sejarah Nasional Indonesia; Data Time Series versus Data Cross
Section” telah dibahas konteks sinkronik sebagai pendekatan total sejarah (gabungan
Data Time Series dan Data Cross Section).
Lantas apakah dalam penulisan Sejarah Indonesia yang sekarang menerapkan pendekatan Diakronik dan pendekatan Sinkronik untuk memperkaya Pendekatan Kronologis? Sebagaimana diketahui, dalam penulisan Sejarah Indonesia yang sekarang yang terdiri 10 jilid yang dilakukan oleh 112 sejarawan yang ahli di bidang masing-masing. Dalam hal ini masing-masing jilid mengindikasikan konteks periode waktu (Diakronik). Lalu apakah tercapai pendekatan Sinkronik?
Pendekatan Kronologis bersifat linier yang merujuk
pada dimensi waktu dengan menggunakan data time-series. Setiap peristiwa
sejarah dalam waktu tertentu (Diakronik), seberapa luas (bidang) peristiwa itu terkait
satu hal di satu sisi dan hal-hal lainnya di sisi lain yang membentuk konteks semasa.
Misalnya, pada saat terjadi proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945 di Djakarta, peristiwa sejarah apa yang terjadi pada hari yang
sama yang signifikan sebagai konteks (memiliki relasi yang kuat). Contoh
lainnya misalnya pada periode Perang Jawa (Pengeran Diponegoro) apakah ada peristiwa
perang semasa (paling tidak di suatu wilayah yang menjadi bagian dari Hindia Belanda).
Jika konteks (bidang) ini hilang dalam narasi sejarah yang ditulis, tentang apa
yang dinarasikan para pembaca tidak memiliki pengetahuan apapun selain apa yang
disajikan secara Diakronik (vertikal). Akibatnya narasi sejarah secara Sinkronik
tidak tercapai. Dalam hal ini kita masih membicarakan pendekatan Sinkronik pada
periode waktu (Diakronik) tertentu. Lalu bagaimana dengan 10 jilid (10 Diakronik)
sebagai satu kesatuan dalam Sejarah Indonesia? Siapa yang memiliki peran (bertanggungjawab)
untuk keutuhan narasi Sejarah Indonesia dalam 10 jilid sementara para penulis
hanya ahli di bidang masing-masing? Kita berasumsi yang dimaksud bidang
masing-masing dalam hal ini misalnya (para) penulis jilid 5 hanya menguasai
(paling tidak hanya fokus) pada yang terkait tema jilid 5, sementara tema di
jilid lain tidak menjadi perhatiannya (bukan bidang keahliannya).
Satu yang jelas, sangat dikhawatirkan, jika pendekatan Sinkronik tidak tercapai, maka dimungkinkan munculnya ketidaklengkapan (Data Time Series versus Data Cross Section) dan ketidakakuratan (ketidakkonsistenan) antara satu periode waktu dengan periode waktu yang lainnya (pendekatan Diakronik) yang menyebabkan tidak tercapainya pendekatan Sinkronik.
Dalam blog ini, saya menulis sejarah dengan
pendekatan total sejarah untuk memahami Sejarah Indonesia. Oleh karena itulah
di dalam blog ini terbentuk serial sejarah yang dapat dikelompokkan sebagai
semua wilayah dan semua aspek (semua tema). Dengan demikian, dalam memahami
Sejarah Indonesia dimungkinkan untuk melihat relasi antara peristiwa sejarah di
satu wilayah dengan di wilayah lainnya, antara satu tema dengan tema lainnya
dan kombinasi keduanya.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Para Sejarawan vis-a-vis Para Peminat Sejarah: Pendekatan Kronologis ke Diakronik dan Sinkronik
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar