Laman

Jumat, 08 Agustus 2025

Sejarah Indonesia Jilid 10-2: Reformasi cara Berpikir Penulisan Sejarah di Indonesia;Para Sejarawan vis-a-vis Para Peminat Sejarah


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Indonesia Jilid 1-10 di blog ini Klik Disini

Sejarah pada dasarnya hanya sekadar narasi fakta dan data, yakni suatu narasi masa kini tentang pengetahuan masa lalu. Sebagai suatu pengetahuan, narasi hanya terbatas pada pendeskripsian suatu hal yang pernah ada atau suatu peristiwa yang benar-benar terjadi. Pengetahuan masa lalu dimanapun itu berada atau dimanapun itu terjadi seharusya menjadi pengetahuan yang menjadi milik semua umat dimana pun ia berada. Lalu mengapa hingga kini sejarah (masa lampau) masih menafsirkan (menarasikan) secara berlebihan, dikerdilkan atau dibesar-besarkan yang justru menyebabkan terjadinya penyimpangan sejarah. Di era reformasi yang sekarang, cara berpikir penulisan sejarah di Indonesia perlu juga direformasi.


Sejarah adalah narasi fakta dan data. Membaca narasi sejarah menambah pengetahuan dan memperluas wawasan. Sementara belajar dan mempelajari sejarah tentu saja banyak manfaatnya. Satu yang tidak pernah disadari, sejarah sendiri adalah medium yang penting untuk melakukan peramalan (forecasting) untuk digunakan dalam perencanaan keberlanjutan. Sementara itu, AI Wikipedia menyatakan bahwa reformasi cara berpikir dalam penulisan sejarah mengacu pada perubahan cara pandang dan pendekatan dalam merekonstruksi dan memahami masa lalu. Ini melibatkan pergeseran dari narasi tunggal dan otoritatif menuju interpretasi yang lebih beragam, kritis, dan inklusif, serta mempertimbangkan berbagai perspektif dan pengalaman sejarah. Dari narasi tunggal ke multiperspektif  hingga ke pendekatan kronologis ke diakronik dan sinkronik, suatu penulisan sejarah tidak hanya berfokus pada urutan waktu (kronologis), tetapi juga mempertimbangkan konteks sosial, budaya, ekonomi, dan politik pada suatu periode (diakronik) dan dalam suatu ruang (sinkronik). 

Lantas bagaimana sejarah reformasi cara berpikir penulisan sejarah di Indonesia? Seperti disebut di atas hingga kini sejarah (masa lampau) masih ada yang menafsirkan (menarasikan) secara berlebihan, dikerdilkan atau dibesar-besarkan, yang justru menyebabkan terjadinya penyimpangan sejarah. Dalam hal ini para penulis menggunakan ukuran (pendekatan) masa kini untuk memahami apa yang benar-benar ada atau benar-benar terjadi di masa lampau. Oleh karena itu tampakanya para sejarawan perlu ‘mendengar’ para peminat sejarah secara vis-à-vis. Lalu bagaimana sejarah reformasi cara berpikir penulisan sejarah di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah penulis sejarah, melainkan hanya sekadar untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.

Reformasi Cara Berpikir Penulisan Sejarah di Indonesia; Para Sejarawan vis-a-vis Para Peminat Sejarah

Reformasi cara berpikir penulisan sejarah di Indonesia apakah sudah dijalankan dalam penulisan Sejarah Indonesia pada masa ini? Seperti disebut pada artikel sebelumnya “Sejarah Indonesia Jilid 1-3: Indonesiasentris dan Penulisan Sejarah Nasional di Indonesia (Sejarah di Indonesia vs Sejarah di Daerah)” ditegaskan bahwa hari ini (Senin, 04 Agustus 2025) adalah hari terakhir Diskusi Publik Sejarah Indonesia di Makassar (setelah tiga yang pertama di Depok, Banjarmasin dan Padang) dan dijadwalkan diluncurkan pada tanggal 17 Agustus 2025.


Namun keesokan harinya Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan peluncuran penulisan ulang sejarah Indonesia kemungkinan ditunda. Peluncuran penulisan sejarah itu mulanya direncanakan pada Agustus 2025. "Ada kemungkinan mundur," kata Prasetyo di kompleks Istana Kepresidenan (Tempo, Jakarta, Selasa, 5 Agustus 2025). Pada hari kemarin Merdeka, Kamis, 07 Agu 2025 menurunkan berita berjudul “Peluncuran Buku Sejarah Ditunda, Fadli Zon: Masih Proses Editing dan Terima Masukan dengan subjudul “proses penyuntingan dan pembacaan naskah masih berlangsung, termasuk penampungan berbagai masukan dari publik”. Disebutkan Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan peluncuran buku sejarah nasional versi terbaru yang semula dijadwalkan pada 17 Agustus 2025, bertepatan dengan HUT ke-80 Kemerdekaan RI, ditunda. Alasannya, proses penyuntingan dan pembacaan naskah masih berlangsung, termasuk penampungan berbagai masukan dari publik. Oh iya, saya kan bilang waktu itu tanggal 17 itu hanya ancer-ancer kita di internal. Tahun ini kita sudah selesai uji publik, tapi masih ada proses reading dan editing," kata Fadli Zon di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/8). 

Sebelum membahas reformasi cara berpikir penulisan sejarah di Indonesia kekhawatiran publik yang dianggap terburu-buru alias rentang waktu proses penulisan hingga terbit 17 Agustus yang dianggap terlalu singkat akhirnya menjadi kenyataan bahwa deadline peluncurannya ditunda. Dalam artikel “Sejarah Indonesia Jilid 1-3” sebelumnya juga sedikit merisaukan “Bagaimanpun, untuk mengejar peluncuran buku pada tanggal 17 Agustus, waktu tersisa kurang dari dua minggu untuk proses editing, layout dan proses percetakan mungkin tidak lazim untuk proses penerbitan yang normal”.


Seperti yang diberitakan mengapa dilakukan penundaan karena alasan proses penyuntingan dan pembacaan naskah masih berlangsung, termasuk penampungan berbagai masukan dari publik. Dengan demikian, masukan dari publik tidak lagi berakhir pada diskusi publik yang terakhir di Makassar. Artinya masukan dari publik masih dimungkinkan. Saya sendiri turut menghadiri pada diskusi publik yang pertama di Depok. Pada empat diskusi public (di Depok, Banjarmasin, Padang dan Makassar) dapat didengar (live) berbagai pihak mengajukan pertanyaan dan usulan. Ketika menghadiri diskusi publik di Depok yang hanya diamnya saja dan menyimak. Saya sendiri beberapa waktu sebelumnya sudah mengajukan usulan berdasarkan tinjauan akademik yang saya lakukan. Ini bermula salah satu lembaga/kantor di Jakarta yang peduli terhadap sejarah menyelenggaraan diskusi (seminar terbatas) dimana saya termasuk salah satu yang diundang sebagai panelis. Saya menyampaikan tinjauan akademik tentang empat isu yang menjadi bagian dari empat topik pers, pendidikan, perang kolonial dan perang mempertahankan kemerdekaan. Hasil-hasil seminar terbatas tersebut oleh lembaga/kantor tersebut kemudian langsung disampaikan ke Kementerian Kebudayaan untuk diteruskan ke Tim Penulisan Sejarah Indonesia. Tampaknya hasil seminar terbatas tersebut telah diterima. Hal ini terindikasi dari penyataan Prof Susanto Zuhdi (ketua editor) dalam webinar Penulisan Sejarah Indonesia 12 Juli 2025 yang diselenggarakan Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI). Dalam diskusi publik di Makassar (Senin, 04 Agustus 2025) salah satu tema yang saya tulis telah diadopsi sebagaimana terindikasi dari penyataan salah satu penulis jilid (saya lupa jilid keberapa)Intinya, bahwa masukan dari publik (individu atau melalui lembaga/kantor) memiliki peluang untuk diadopsi dalam penulisan Sejarah Indonesia yang sekarang.

Sementara penulisan Sejarah Indonesia deadline-nya masih ditunda, “proses penyuntingan dan pembacaan naskah masih berlangsung, termasuk penampungan berbagai masukan dari publik” ada baiknya membahas reformasi cara berpikir penulisan sejarah di Indonesia apakah sudah dijalankan dalam penulisan Sejarah Indonesia pada masa ini?


AI Wikipedia: Reformasi cara berpikir dalam penulisan sejarah mengacu pada perubahan cara pandang dan pendekatan dalam merekonstruksi dan memahami masa lalu. Ini melibatkan pergeseran dari narasi tunggal dan otoritatif menuju interpretasi yang lebih beragam, kritis, dan inklusif, serta mempertimbangkan berbagai perspektif dan pengalaman sejarah. Perubahan dalam Cara Berpikir: Dari Narasi Tunggal ke Multiperspektif: Dulu, sejarah seringkali ditulis dari sudut pandang penguasa atau kelompok dominan. Reformasi mendorong penulisan sejarah dari berbagai perspektif, termasuk dari kelompok marginal, perempuan, etnis minoritas, dan korban konflik.  Dari Pendekatan Kronologis ke Diakronik dan Sinkronik: Penulisan sejarah tidak hanya berfokus pada urutan waktu (kronologis), tetapi juga mempertimbangkan konteks sosial, budaya, ekonomi, dan politik pada suatu periode (diakronik) dan dalam suatu ruang (sinkronik).  Penekanan pada Proses dan Struktur: Sejarah tidak hanya dilihat sebagai serangkaian peristiwa, tetapi juga sebagai proses yang kompleks dan berkelanjutan, dengan memperhatikan struktur sosial, politik, dan ekonomi yang mempengaruhinya. Kritik terhadap Sumber dan Interpretasi: Sejarahwan dituntut untuk lebih kritis dalam meneliti dan menafsirkan sumber sejarah, menyadari bias yang mungkin terkandung dalam sumber tersebut, dan mempertimbangkan berbagai interpretasi yang mungkin.  Penyertaan Nilai-Nilai Kemanusiaan: Penulisan sejarah harus mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan seperti keadilan, kesetaraan, dan hak asasi manusia, serta menghindari justifikasi kekerasan atau diskriminasi. Tantangan dalam Reformasi Penulisan Sejarah: Perlawanan dari Kelompok yang Merasa Dirugikan: Penulisan ulang sejarah seringkali menuai perlawanan dari kelompok yang merasa kepentingannya terancam oleh perubahan narasi. Keterbatasan Sumber dan Akses Informasi: Sejarahwan mungkin menghadapi keterbatasan dalam mendapatkan akses ke sumber-sumber sejarah, terutama yang terkait dengan peristiwa masa lalu yang sensitif. Ancaman Manipulasi dan Rekayasa Sejarah: Ada risiko bahwa upaya reformasi penulisan sejarah justru dimanfaatkan untuk merekayasa sejarah demi kepentingan politik tertentu. Pentingnya Reformasi Penulisan Sejarah: Membangun Pemahaman yang Lebih Akurat tentang Masa Lalu: Dengan mempertimbangkan berbagai perspektif, reformasi penulisan sejarah dapat menghasilkan pemahaman yang lebih komprehensif dan akurat tentang masa lalu. Membantu Masyarakat Belajar dari Sejarah: Dengan memahami masa lalu secara lebih utuh, masyarakat dapat belajar dari kesalahan dan pencapaian masa lalu untuk membangun masa depan yang lebih baik. Memperkuat Persatuan dan Kesatuan Bangsa: Penulisan sejarah yang inklusif dan adil dapat membantu memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dengan mengakui keragaman pengalaman sejarahnya.

Salah satu yang pertama dalam Reformasi Cara Berpikir Penulisan Sejarah adalah Perubahan dalam Cara Berpikir yakni mengeliminasi narasi tunggal sehingga menjadi multiperspektif. Dalam hal ini penulisan sejarah dari berbagai perspektif, termasuk dari kelompok marginal, perempuan, etnis minoritas, dan korban konflik. Ini mengindikasikan bahwa penulisan sejarah tidak lagi hak prerogatif para sejarawan tetapi juga vis-à-vis dengan berbagai perspektif termasuk dari bidang keilmuan lain dan bahkan kelompok minoritas.    


Sejarawan adalah para akademisi di bidang sejarah mulai dari kandidat (mahasiswa) hingga para guru besar sejarah. Suatu kelompok profesi yang berlatar akademik di bidang kesejarahan. Suatu kelompok profesi yang memiliki ilmu-ilmu sejarah. Para peminat sejarah, bukan sejarawan, tetapi pihak lain yang berminat dalam bidang sejarah apakah sebagai pembaca atau para pembaca yang menggunakan ilmunya yang mencoba memberi kontribusi dalam bidang kesejarahan. Para peminat sejarah adalah partner (rekan) potensial bagi para sejarawan. Saya sendiri adalah seorang ekonom yang memiliki minat tentang perihal kesejarahan (peminat sejarah). Sudah pasti ada sejarah ekonomi dan juga ada sejarah bisnis. Sebagai ekonom saya memiliki keahlian khusus yakni dalam bidang metodologi riset. Dalam hal ini saya tidak hanya sebagai pengguna metode riset dalam bidang ekonomi dan bisnis, tetapi juga mendalami sendiri secara khusus bidang metodologi riset itu sendiri. Sebagai peminat sejarah, dan sebagai ahli metodologi riset, sudah lebih dari satu dekade saya menulis sejarah, baik dalam bentuk artikel sejarah maupun dalam bentuk buku sejarah. Meski demikian, saya bukan sejarawan tetapi tetap sebagai ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam mempelajari ekonomi dan bisnis di Indonesia. Artikel-artikel dan buku-buku sejarah yang saya tulis, bagaimanapun hanyalah sekadar sebagai akademisi yang turut memberi kontribusi materi (data sejarah) dan hasil analisis yang dilakukan untuk dapat digunakan oleh para sejarawan.  

Yang kedua dalam Reformasi Cara Berpikir Penulisan Sejarah adalah memperkaya Pendekatan Kronologis dengan pendekatan Diakronik dan Sinkronik. Penulisan sejarah tidak lagi hanya berfokus pada urutan waktu (kronologis), tetapi juga mempertimbangkan konteks sosial, budaya, ekonomi, dan politik pada suatu periode (diakronik) dan dalam suatu ruang (sinkronik).


Dalam blog ini, semua artikel sejarah tidak lagi hanya berfokus pada urutan waktu (kronologis), tetapi juga mempertimbangkan konteks. Hal itulah mengapa layout dalam semua artikel sejarah dalam blog ini tidak dibuat dalam bentuk yang lazim. Paragraf margin disediakan sebagai tempat untuk menjelaskan konteks tentang hal yang ingin dinarasikan. Paragraf margin ini juga menjadi tempat untuk kutipan yang cukup panjang. Pentingnya konteks ini pada dasarnya untuk memposisikan hal yang ingin dinarasikan dapat dipahami lebih luas sehingga kemudian membuat pembaca ikut memahami apakah saya mengerti konteks hubugan (relasi) antara satu hal di satu sisi dan hal-hal lain di sisi lain dalam konteks dimensi waktu (diakronik) yang membentuk konteks suatu ruang (sinkronik). Dalam artikel sebelumnya berjudul “Sejarah Indonesia Jilid 1-2: Panel Penulisan Bentuk Narasi Sejarah Nasional Indonesia; Data Time Series versus Data Cross Section” telah dibahas konteks sinkronik sebagai pendekatan total sejarah (gabungan Data Time Series dan Data Cross Section).   

Lantas apakah dalam penulisan Sejarah Indonesia yang sekarang menerapkan pendekatan Diakronik dan pendekatan Sinkronik untuk memperkaya Pendekatan Kronologis? Sebagaimana diketahui, dalam penulisan Sejarah Indonesia yang sekarang yang terdiri 10 jilid yang dilakukan oleh 112 sejarawan yang ahli di bidang masing-masing. Dalam hal ini masing-masing jilid mengindikasikan konteks periode waktu (Diakronik). Lalu apakah tercapai pendekatan Sinkronik?


Pendekatan Kronologis bersifat linier yang merujuk pada dimensi waktu dengan menggunakan data time-series. Setiap peristiwa sejarah dalam waktu tertentu (Diakronik), seberapa luas (bidang) peristiwa itu terkait satu hal di satu sisi dan hal-hal lainnya di sisi lain yang membentuk konteks semasa. Misalnya, pada saat terjadi proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 di Djakarta, peristiwa sejarah apa yang terjadi pada hari yang sama yang signifikan sebagai konteks (memiliki relasi yang kuat). Contoh lainnya misalnya pada periode Perang Jawa (Pengeran Diponegoro) apakah ada peristiwa perang semasa (paling tidak di suatu wilayah yang menjadi bagian dari Hindia Belanda). Jika konteks (bidang) ini hilang dalam narasi sejarah yang ditulis, tentang apa yang dinarasikan para pembaca tidak memiliki pengetahuan apapun selain apa yang disajikan secara Diakronik (vertikal). Akibatnya narasi sejarah secara Sinkronik tidak tercapai. Dalam hal ini kita masih membicarakan pendekatan Sinkronik pada periode waktu (Diakronik) tertentu. Lalu bagaimana dengan 10 jilid (10 Diakronik) sebagai satu kesatuan dalam Sejarah Indonesia? Siapa yang memiliki peran (bertanggungjawab) untuk keutuhan narasi Sejarah Indonesia dalam 10 jilid sementara para penulis hanya ahli di bidang masing-masing? Kita berasumsi yang dimaksud bidang masing-masing dalam hal ini misalnya (para) penulis jilid 5 hanya menguasai (paling tidak hanya fokus) pada yang terkait tema jilid 5, sementara tema di jilid lain tidak menjadi perhatiannya (bukan bidang keahliannya).

Satu yang jelas, sangat dikhawatirkan, jika pendekatan Sinkronik tidak tercapai, maka dimungkinkan munculnya ketidaklengkapan (Data Time Series versus Data Cross Section) dan ketidakakuratan (ketidakkonsistenan) antara satu periode waktu dengan periode waktu yang lainnya (pendekatan Diakronik) yang menyebabkan tidak tercapainya pendekatan Sinkronik.


Dalam blog ini, saya menulis sejarah dengan pendekatan total sejarah untuk memahami Sejarah Indonesia. Oleh karena itulah di dalam blog ini terbentuk serial sejarah yang dapat dikelompokkan sebagai semua wilayah dan semua aspek (semua tema). Dengan demikian, dalam memahami Sejarah Indonesia dimungkinkan untuk melihat relasi antara peristiwa sejarah di satu wilayah dengan di wilayah lainnya, antara satu tema dengan tema lainnya dan kombinasi keduanya.       

Tunggu deskripsi lengkapnya

Para Sejarawan vis-a-vis Para Peminat Sejarah: Pendekatan Kronologis ke Diakronik dan Sinkronik   

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar