Laman

Kamis, 14 Agustus 2025

Sejarah Indonesia Jilid 7-2: Relasi Amerika Serikat dan Indonesia; Posisi Belanda pada Era Perang Mempertahankan Kemerdekaan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Indonesia Jilid 1-10 di blog ini Klik Disini

Dalam narasi sejarah masa kini, Amerika Serikat dengan Indonesia membuka hubungan diplomatik pada tahun 1949. Hubungan antara kedua negara cenderung dekat. Kedua negara tersebut merupakan negara republik dan keduanya mengakui kepentingan strategis kedua belah pihak. Pada tahun 2002 masyarakat Indonesia cenderung melihat Amerika Serikat secara positif sebesar 61%. Kini, pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump menjadi 43% secara positif dibandingkan dengan 42% yang melihat Amerika Serikat secara negatif.


Pra-Kemerdekaan: Thomas Hewes konsul Amerika Serikat pertama di Batavia pada 24 November 1801. Konsulat ini kemudian tutup pada 27 Februari 1942 dan dibuka kembali pada 24 Oktober 1945. Robert R Purvis menjadi Agen Perdagangan di Medan ditunjuk Mentri Luar Negri AS pada 12 Juli 1853 kemudian dijadikan kantor wakil konsulat tahun 1866 dan agen konsulat tahun 1898. Kantor agen perdagangan ini ditutup 4 Januari 1916 dan menjadi konsulat Horace J. Dickinson sebagai konsul pertama 21 Juli 1917. Konsulat ini sendiri kemudian ditutup pada 25 Juli 1917. Joseph Balestier menjadi konsul di Riau, Kepulauan Bintan 11 Oktober 1833 disahkan 10 Februari 1834. Carl Van Oven menjadi agen konsuler pada 11 Januari 1866 di Surabaya. Kantor ini kemudian menjadi konsulat Harry Campbel pada 25 Mei 1918. Konsulat Surabaya kemudian ditutup pada 22 Februari 1942 dan dibuka lagi 27 Mei 1950. Edward George Taylor menjadi agen konsuler di Semarang, 10 Juli 1885 kemudian ditutup 1 Oktober 1913. Pendaratan pertama tentara Amerika di Indonesia pada masa Perang Dunia II: 21 April 1944 AS mendarat di Hollandia (Jayapura); 27 Mei 1944 AS mendarat di Noemfeex (??); 30 Juli 1944 AS mendarat di Sansapor. Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945: Amerika Serikat memiliki peran besar dalam menuntut kemerdekaan Indonesia. AS berperan besar di PBB untuk menekan Belanda untuk menarik dari Indonesia dengan mengancam mencabut Belanda dari bantuan Marshall Plan. Indonesia meraih kemerdekaan penuh dari Belanda pada Desember 1949 (AI Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah hubungan Amerika Serikat dan Indonesia? Seperti disebut di atas, Amerika Serikat dengan Indonesia membuka hubungan diplomatik pada tahun 1949. Bagaimana sebelum dan sesudahnya? Bagaimana posisi Belanda pada masa perang mempertahankan kemerdekaan? Lalu bagaimana sejarah hubungan Amerika Serikat dan Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah penulis sejarah, melainkan hanya sekadar untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.

Hubungan Amerika Serikat dan Indonesia; Posisi Belanda pada Masa Perang Mempertahankan Kemerdekaan

Pada dasarnya, tujuan mempelajari sejarah adalah untuk memperkaya diri dalam memahami bagaimana arah masa ke depan yang akan dituju. Dalam hal memperkaya diri tersebut, mempelajari sejarah menjadi kita mengerti siapa diri kita dan bagaimana kita sampai pada titik ini dan terus bergerak ke masa depan. Demikian juga halnya tentang bagaimana negara (Indonesia) terbentuk menjadi seperti yang sekarang dimana kita berada di dalamnya. Dalam narasi sejarah Indonesia masa kini, umumnya berbicara tentang masa lalu kita dengan Belanda dan Jepang. Namun ada yang terabaikan atau kurang dipelajari yakni tentang hubungan antara Indonesia dan Amerika Serikat (lihat Sejarah Diaspora Indonesia di Amerika Serikat oleh Akhir Matua Harahap, forthcoming).


Pelayaran antara wilayah Indonesia dan wilayah Amerika sudah terhubung sejak lama oleh kapal-kapal Belanda dan Inggris. Hal ini karena Belanda memiliki koloni di Indonesia dan juga di pantai timur Amerika. Pada tahun 1776, koloni-koloni Eropa di Amerika (13 negara bagian) mendeklarasikan kemerdekaan mereka dan membentuk Amerika Serikat. Perancis dan Belanda kemudian memberikan bantuan militer dan finansial kepada Amerika Serikat, memperkuat posisi mereka melawan Inggris. Inggris akhirnya menyerah pada tahun 1781, dan perjanjian damai ditandatangani pada tahun 1783. Kapal Amerika mulai muncul di Batavia pada tahun 1790 (lihat Daghregister, 19 Maret 1790). Disebutkan kapal Amerika bernama The Three Sisters tiba di Batavia dari Macao. Apa yang menghubungkan orang Amerika dan orang Indonesia pada tahun 1790 adalah kopi. Kapal Amerika bernama The Three Sisters di Batavia memuat kopi. Selama ini kopi Indonesia ke Amerika melalui Eropa di pelabuhan Asmterdam di Belanda. Perdagangan kopi antara Batavia dengan pantai timur Amerika: Boston (Nieuw Holland), New York dan Philadelphia adalah awal hubungan orang Amerika dengan orang Indonesia. Pada bulan Mei kapal Amerika The Blomhofs Lady merapat di Batavia (lihat Daghregister, 12 Mei 1790); Lalu kemudian kapal Nancy (lihat Daghregister, 22 Juli 1790) yang kemudian berlayar ke China (lihat Daghtegister, 31 Juli 1790). Pada bulan Agustus kapal The Massachuseth van Boston in Nieuw Holland tiba di Batavia (lihat Daghregister, 30 Agu 1790). Pada tahun 1791 kapal Governor Bewdon yang singgah di Batavia melanjutkan pelayaran ke China (lihat Daghregister 4 April 1791). Pada bulan Desember, kapal Gouverneur Bouwdoun kembali ke Batavia (lihat Daghregister, 7 Dessember 1791). Disebutkan dua kapal Amerika The Gouverneur Bouwdoun en The President Washington van Bombay tiba di Batavia dan akan berangkat lagi ke Canton (China). Pada tahun 1799 perusahaan dagang Belanda di Hindia Timur (VOC) bangkrut. Lalu seluruh property VOC diakuisisi oleh (pemerintah) Kerajaan Belanda (di bawah kekuasaan Prancis) yang kemudian tahun 1800 dibentuk Pemerintah Hindia Belanda. Kapal-kapal Amerika yang bersandar di pelabuhan Batavia tetap berlangsung. Namun tidak lama kemudian pada tahun 1811 pasukan Inggris menduduki Jawa dan merebut Batavia. Saat terjadi pendudukan Inggris di Batavia, Jawa (1811) kapal-kapal Amerika berperan membantu orang sipil (pejabat dan pedagang Belanda---sementara militer diinternir) untuk evakuasi ke Eropa. Mengapa? Kapal-kapal Inggris ogah memfasilitasi orang Belanda dari Hindia ke Eropa; sebaliknya orang Amerika yang masih membenci Inggris dengan sendirinya antusias membantu orang-orang Belanda. Hubungan Belanda dan Amerika terbentuk di Hindia, dan tentu saja seperti disebut di atas, orang Belanda di Amerika sudah sejak lama ada (di wilayah Nieuw Holland). Pada tahun 1816 Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan kembali. Sementara itu di Amerika Serikat terus memperluas wilayah baik dengan jalan membeli maupun dengan cara aneksasi, Pada tahun 1845 Republik Texas dianeksasi dimana pengaruh Spanyol masih ada. Pada tahun 1846 wilayah Oregon diakusisi dengan perundingan dengan Inggris. Akhirnya Amerika Serikat mengakusisi California pada tahun 1846 yang menjadi konsesi Mexico warisan dari Spanyol. Ini seemua karena pertumbuhan dan perkembangan imigran Eropa yang datang ke Amerika. Sejak masuknya California ke dalam Serikat maka pembangunan kereta api mulai dibangun yang dapat menghubungkan antara timur dengan barat. Dalam konteks inlah orang Amerika mulai melakukan infiltrasi di Indonesia. Ini bermula pada tahun 1852 seorang Amerika Kapten Gibson dengan kapal dagang melakukan tindakan makar di Palembang. Orang Amerika ini melakukan kerjasama dengan orang lokal untuk mengusir otoritas Belanda di Palembang. Setelah gerak-geriknya diketahui, orang Amerika ini mengalihkan ke Djambi. Berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan di kapal, akhirnya militer Belanda menangkap orang Amerika dan kemudian dibawa ke Batavia untuk ditahan. Selama proses penyidikan, orang Amerika ini disebutkan melarikan diri dari penjara. Rumor yang berkembang diduga konsulat Amerika ikut membantu proses pelarian tersebut dari Batavia. Apakah ini mengindikasikan Amerika juga ingin melakukan invasi untuk membentuk koloni Amerika? Amerika tampaknya belum terlalu kuat untuk berhadapan langsung dengan Belanda di Hindia. Namun ambisi Amerika untuk berkoloni di Asia Tenggara tidak terbendung, tidak lagi mengarahkan ke Hindia tetapi ingin menganeksasi Filipina (urusan Amerika di dalam negeri sudah mencakup pantai barat Amerika di California, Arizona, Kansas dan Texas). Kerajaan Spanyol yang sudah melemah, keberhasilan aneksasi Amerika di Cuba telah memberi jalan bagi Amerika untuk menganeksasi wilayah kekuasaan Spanyol di Filipina pada tahun 1898. Ini menandakan koloni Amerika di Asia (Tenggara) dimulai. Sejak ini pengaruh Amerika Serikat di Pasifik barat terus meningkat. 

Semakin meningkatnya kekuatan Amerika dan perkembangan teknologi yang sangat masif di Amerika Serikat membuka perhatian orang Indonesia untuk belajar ke Amerika Serikat. Ini dimulai oleh Dr Sardjito, yang meraih gelar doktor (PhD) dalam bidang kedokteran tahun 1923 di Leiden kemudian berangkat ke Baltimore untuk mendalami teknologi kesehatan (semacam studi postdoctotal). Lalu bagaimana hubungan orang-orang Indonesia dengan Amerika Serikat selanjutnya? 


Kehadiran orang Indonesia pertama di  Amerika Serikat bermula di Chicago pada tahun 1892 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 08-10-1892). Disebutkan Java Chicago Exhibition Syndicale diberikan izin untuk merekrut 120 orang Jawa, dengan tujuan memberikan gambaran yang jelas tentang kehidupan dan pekerjaan di kampung Jawa pada pameran di Chicago. Pameran Chicago ditutup pada tanggal 29 Agustus 1893. Kontingen dari Jawa ini diperkirakan berangkat pada bulan September atau Oktober pada tahun 1892. Perjalanan dengan laut dari Batavia ke Chicago melalui Afrika Selatan diperkiran sekitar satu bulan. Kehadiran kontingen Indonesia dari Jawa di Chicago yang dapat dianggap sukses pada akhirnya kembali ke kampong masing-masing di Jawa. Sebanyak 120 orang yang berangkat. Mereka direkrut dari berbagai daerah di Jawa dengan keahlian masing-masing seperti seni dan lainnya. Ada tiga orang yang meninggal, satu karena melahirkan. Dalam konteks inilah kemudian Dr Sardjito yang berangkat ke Baltimore pada tahun 1923 sebagai garis lebih lanjut perjalanan orang Indonesia ke Amerika Serikat. Bagaimana dengan orang Amerika sendiri di Indonesia? Yang jelas ini bermula pada tahun 1932 seorang wanita muda Amerika tiba di Bali dengan paspor bernama Nyonya Walker (Mevrouw Walker). Boleh jadi Ny Walker yang tengah menjanda ini ingin mengasingkan diri ke surga di Bali setelah José Miguel Covarrubias memamerkan lukisannya di New York yang menjadi tenar di seluruh Amerika. José Miguel Covarrubias asal Meksiko yang sudah lama di New York melakukan perjalanan di seluruh dunia

Pada tahun 1935 Amerika Serikat memberikan kemerdekaan kepada Filipina. Untuk tetap memperkuat kedudukannya di lautan Pasifik, Amerika Serikat membangun kekuatan militer di Hawaai yang ke dalam dapat dianggap sebagai pertahanan untuk Amerika Serikat di daratan dan ke luar dapat dianggap sebagai ancaman bagi negara-negara di Asia. Sementara itu Jepang yang telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang cepat menjadi ancaman baru bagi Amerika Serikat. Perang dingin antara Amerika Serikat dan Jepang di lautan Pasifik memicu Jepang untuk melakukan invasi ke daratan Asia dan Asia Tenggara termasuk Filipina yang berada di bawah pengawasan Amerika Serikat. Indonesia yang selama ini dijajah Belanda menjadi tujuan akhir invasi Jepang dan Amerika Serikat. Babak baru hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat dan Jepang dimulai.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Posisi Belanda pada Masa Perang Mempertahankan Kemerdekaan; Belanda vs Amerika Serikat dan Indonesia vs Belanda

Serangan Jepang ke selatan di Asia Tenggara tidak hanya mengangkangi Amerika Serikat, tetapi juga telah memperuncing hubungan antara Amerika Serikat dengan Jepang. Pasukan Pemerintah Hindia Belanda (KNIL) di Minahasa berhasil dilumpuhkan militer Jepang. Pasukan KNIL tersebut ditangkap dan ditahan. Dalam hal ini termasuk Sersan Adolf Gustaaf Lembong yang ditahan. Pasukan KNIL yang ditahan di berbagai tempat seperti di Minahasa (Manado)) dan Maluku (Ambon) kemudian diinternir ke kamp konsentrasi Rabaul di pulau Nieuw Brittanie (New Britain) di Pasifik.


Pasukan militer Jepang akhirnya berhasil menguasai seluruh wilayah Asia Tenggara. Markas militer Jepang yang sebelumnya di Saigon dipindahkan ke Singapoera. Pertahanan terakhir Pemerintah Hindia Belanda di Jawa pada akhirnya dapat dikuasai dimana Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang pada tanggal 9 Maret 1942 di Kalidjati, Soebang, West Java.

Hubungan orang Indonesia dengan Belanda yang sudah lama di satu sisi, hubungan Jepang dengan orang Indonesia yang masih terbilang baru di sisi lain. Orang-orang Eropa/Belanda di Indonesia di Indonesia diinternir militer Jepang ke kamp-kamp penampungan sipil dan militer. Sebaliknya orang Indonesia yang berada di pengasingan seperti di Digoel dibebaskan Belanda dan dieakuasi ke Australia. Dalam konteks inilah banyak orang Indonesia yang berada di luar yang terjebak dan tidak bisa lagi masuk wilayah Indonesia. Mereka itu ada yang bersekolah di Eropa/Belanda, ada yang bekerja pada Pemerintah Hindia Belanda baik yang ikut evakuasi ke Australia maupun yang berada di kapal-kapal dagang di luar Indonesia termasuk yang masih berada di pelabuhan-pelabuhan Amerika Serikat.


Knickerbocker weekly. "Free Netherlands". (The Netherlands magazine), jrg 2, 1942, No. 6, 06-04-1942: ‘"Sebagai orang Indonesia, Tuan, saya tidak takut!". Albert Balink. Raden Abdoelkadir Widjoatmodjo pasti bisa menceritakan kisah dramatis tentang pengembaraan salah satu kapal terakhir yang meninggalkan Hindia Belanda menuju Amerika sebelum Jepang berhasil menghalangi semua pelarian. Namun, sensor telah membungkam mulutnya dan mempersingkat ceritanya menjadi satu kalimat: "Saya meninggalkan Batavia pada tanggal 23 Januari, menuju pelabuhan Hindia Timur, dari sana menuju pelabuhan Amerika dan seperti yang Anda lihat sekarang saya berada di New York". Raden Abdulkadir Widjojoatmodjo tentu saja tidak dapat menahan diri untuk tidak mengatakan bahwa kisah yang dibawanya hanya beberapa kata lebih panjang dari namanya. Hanya orang Jepang yang akan diuntungkan oleh perincian perjalanannya. Seperti yang mungkin sudah Anda duga, Raden Abdulkadir adalah seorang bangsawan Jawa, gelar Raden setara dengan Tuan. Ia juga seorang Ksatria dalam Ordo Oranye Nassau. Pada hari keberangkatannya dari Jawa, ia menjadi kepala distrik di salah satu daerah terpadat di Jawa Tengah, Kabupaten Banjoemas. Ia sekarang bekerja di Biro Informasi Belanda di New York. Raden Abdulkadir, meskipun baru berusia 37 tahun, telah mengabdi kepada rakyatnya. Dari tahun 1929 hingga 1932 dia menjadi Sekretaris Drogman (bahasa Arab untuk penerjemah) di Kedutaan Belanda di Djeddah. Dari tahun 1933 hingga 1938 dia menjadi wakil konsul di Mekkah. Raden Abdulkadir kembali ke Jawa pada tahun 1938. Di sana pada tahun 1939, Raden Abdulkadir Widjojoatmodjo menikahi Raden Ajoe Sri Moelat Dhipokoesoemo, putri Raden Mas Adipati Ario Dhipokoesoemo, bupati Pati. Dan ia melanjutkan: “Saya hanya punya satu keinginan: bahwa kita orang Indonesia akan semakin dituntut untuk mengabdi. Hindia Belanda hanya akan memiliki masa depan yang hebat ketika anak-anak Indonesia dituntut untuk mengabdi lebih besar. Ini tampaknya juga menjadi pemikiran Pemerintah Belanda, sebagaimana Letnan Gubernur Jenderal Hubertus van Mook nyatakan sesaat sebelum penyerbuan Jawa pada sebuah pertemuan di Batavia yang disambut tepuk tangan meriah: “Hindia Belanda akan mendapatkan pengakuan sepenuhnya atas apa yang telah mereka lakukan untuk memenangkan perang ini”.

Sebagaimana Indonesia diduduki Jepang sejak Maret 1942, Belanda juga diduduki Jerman sejak Mei 1940. Oleh karena itu wilayah Indonesia dan wilayah Belanda dalam posisi nasib yang sama. Dalam konteks inilah pemerintahan Belanda berada di pengasingan (di London), dan pemerintahan Hindia Belanda di pengasingan (di Australia). Orang-orang Indonesia dan orang-orang Belanda mulai duduk sama rata.


Knickerbocker weekly. "Free Netherlands". (The Netherlands magazine), jrg 2, 1942, No. 17, 22-06-1942: ‘Untuk pertama kalinya dalam sejarah Kerajaan Belanda, seorang Indonesia diangkat ke jabatan kabinet. Raden Adipati Ario Soejono, keturunan keluarga bangsawan Jawa dan anggota Dewan Tinggi Hindia Belanda, telah diangkat menjadi Menteri Tanpa Portofolio dalam kabinet Pemerintah Belanda di London. Sebuah komunike singkat mengumumkan pengangkatan Raden Soejono, tetapi di balik pengumuman singkat ini terdapat fakta penting bahwa Pemerintah Belanda, mungkin di saat tergelap dalam seluruh sejarahnya, telah menghasilkan simbol nyata persatuannya, Timur dan Barat. Penjelasan terbaik yang mungkin tentang pengangkatan ini diberikan oleh Dr. Alexander Loudon, Duta Besar Belanda untuk Amerika Serikat, dalam sebuah pernyataan untuk pers Amerika. Dr. Loudon mengatakan bahwa pengangkatan Raden Soejono sebagai Menteri Tanpa Portofolio “memberikan demonstrasi yang mencolok bukan hanya tentang persatuan dan kerja sama yang erat dari semua orang di Kerajaan Belanda, tetapi juga tentang perkembangan Progresif pemikiran politik Belanda. Tak lama setelah mengambil sumpah jabatannya di London, Raden Soejono mengatakan bahwa ia menganggap pengangkatannya sebagai “sebuah ekspresi dari signifikansi besar yang diberikan oleh Ratu kepada bagian timur Kerajaan Belanda, dengan 70.000.000 penduduknya”. Ia mengatakan bahwa ia akan bekerja secara aktif untuk “persatuan Belanda dan Indonesia”. 

Tidak hanya Raden Soejono di London, juga ada nama-nama lain seperti Raden Loekman Djajadiningrat yang pada tanggal 16 Juni 1942 diangkat menjadi anggota Dewan Konsultatif untuk Urusan Hindia Belanda di London. Sementara itu sudah banyak terinformasikan orang Indonesia di Amerika sebagai bagian dari pelaut dan Angkatan Udara Hindia Belanda.  


Knickerbocker weekly. "Free Netherlands". (The Netherlands magazine), jrg 2, 1942, No. 20, 13-07-1942: ‘Siapapun yang mengunjungi Jackson, Mississippi, akhir-akhir ini pasti akan mendengar banyak tentang penerbang Belanda yang telah mengambil alih Pangkalan Udara Angkatan Darat AS di sana. Bahkan jika seseorang tidak mendekati pangkalan dan lapangan terbang tersebut, ia akan menyadari bahwa kota yang berkembang pesat di Deep South ini menjadi tuan rumah bagi ratusan pemuda Belanda dan Indonesia, baik dari apa yang diceritakan penduduk kota kepadanya maupun dari melihat para pelajar dan instruktur perwira mereka di sekitar kota selama jam-jam senggang mereka. Jackson; hari-hari mereka di Sekolah Penerbangan Militer Kerajaan Belanda di Mississippi. "Orang Amerika itu hebat," kata seorang pemuda dari Sumatra, menyimpulkan sentimen sekelompok orang di meja restoran. Para pemuda ini dengan cepat menjadi terbiasa tidak hanya dengan barak Amerika, makanan, dan peralatan pelatihan di pangkalan udara Angkatan Darat, tetapi juga dengan kehidupan sosial Amerika — termasuk humor Amerika. Bahkan, jika bukan karena penampilan sebagian dari mereka kulit cokelat Indonesia yang tampan dan mata gelap yang khas dari yang lainnya, mereka bisa saja mengenakan seragam Angkatan Darat AS, berbaur dengan sekelompok pemuda Amerika, dan Anda akan kesulitan mengenali mereka sebagai orang yang berbeda dalam hal tutur kata dan sikap. Para pemuda Indonesia ini menunjukkan rasa sayang yang umum dari seluruh Sekolah Penerbangan Militer Kerajaan Belanda untuk pesawat jenis cocker spaniël yang dibawa keluar dari Jawa dan ke Australia setelah serangan Jepang di Hindia dimulai. Kemudian pesawat itu menemani ratusan perwira NEI dan pilot pelajar dalam perjalanan laut yang panjang ke Amerika Serikat, dan dalam perjalanan kereta api dari California ke Mississippi. Pesawat jenis cocker spaniël, yang dianggap oleh sebagian besar pelajar sebagai "anjing pembawa keberuntungan" di kamp, memiliki tempat tinggal khusus di barak bersama tuannya. Orang Belanda dan Indonesia iti di sini, Jockson, berlatih mempelajari beberapa detail konstruksi pesawat. Di atas, pilot-pilot Indonesia di salah satu pesawat latih di pangkalan Jackson bersiap lepas landas. Mereka adalah pria-pria yang pendiam, serius, dan bertekad yang hanya punya satu keinginan—membantu membalas kejahatan Jepang terhadap tanah air mereka’. Angkatan Udara Hindia Belanda juga ada di ‘Fort Leavenworth (lihat Knickerbocker weekly. "Free Netherlands". (The Netherlands magazine), jrg 2, 1942, No. 26, 24-08-1942). Disebutkan banyak pesawat tersebut diterbangkan oleh pemuda Belanda dan Indonesia dari Hindia Belanda. Mereka termasuk di antara ratusan orang yang tiba di Amerika Serikat pada musim semi lalu, semuanya berangkat terlebih dahulu ke Jackson, Mississippi, tempat mereka yang telah memiliki cukup pelatihan penerbangan awal tetap tinggal untuk melanjutkan studi dan praktik lanjutan mereka. Sisanya melanjutkan perjalanan ke Fort Leavenworth untuk memulai pelatihan utama mereka di pangkalan Kansas ini dari Sekolah Penerbangan Militer Kerajaan Belanda yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Max van Haselen dan stafnya, di bawah komando umum Mayor Jenderal LH van Oyen, kepala Angkatan Udara Angkatan Darat Hindia Belanda.

Di Amerika orang Belanda, orang Indonesia dan orang Amerika mulai duduk bersama dalam konteks memiliki musuh yang sama: Jepang (lihat Knickerbocker weekly. "Free Netherlands". (The Netherlands magazine), jrg 2, 1942, No. 31, 28-09-1942). Disebutkan para cendekiawan membahas masa depan Hindia Belanda dibawah nama The Netherlands University League. Liga ini menyambut siapa saja yang tertarik pada diskusi serius dan objektif atas dasar ilmiah mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan Belanda dan wilayah-wilayah seberang lautnya. Pertemuan yang diadakan di Universitas Cornell pada tanggal 11, 12, dan 13 September tersebut merupakan pertemuan pertama dengan kerangka yang lebih luas ini, dan terbukti cukup sukses. Selama tiga hari, para peserta dari Amerika dan Belanda membahas masa kini, masa lalu, dan masa depan Hindia Belanda dari berbagai sudut pandang. Salah satu pembicara adalah Profesor Raymond Kennedy dari Universitas Yale.


Dalam pertemuan itu, pembicara tamu, Profesor Raymond Kennedy dari Universitas Yale, telah memilih topik: "Pandangan Amerika tentang Masa Depan Hindia". Sebagai orang Amerika, ia jelas mengungkapkan pendapat orang Amerika, tetapi menggembirakan melihat bahwa ide-idenya mengenai solusi masalah dunia kita tentu tidak sejalan dengan garis nasional, tetapi lebih pada garis mewujudkan tren yang sedang diikuti dunia, alih-alih berpegang teguh pada masa lalu yang sudah menghilang. Profesor Kennedy cukup dihargai karena memiliki ide-ide progresif yang dipadukan dengan kepekaan terhadap realitas dan juga humor. Pendidikannya sebagai sosiolog dan antropolog membuatnya mampu menganalisis tren umum dengan cara yang meyakinkan dan menunjukkan rasa tidak hormat yang wajar terhadap pola-pola pemikiran konvensional yang disetujui. Dr. Kennedy memulai dengan menyatakan dengan jelas bahwa ia menganggap dirinya berada di pihak liberal dari opini kolonial. Ia khawatir akan menemukan Liga Universitas sebagai "sarang imperialisme reaksioner", tetapi ia terkejut karena menemukan dirinya berada di antara sesama kaum liberal dengan derajat yang berbeda-beda. Profesor Kennedy menyatakan bahwa meskipun ia yakin bahwa kemerdekaan adalah tujuan akhir bangsa Indonesia "jika bangsa Indonesia menginginkannya," dapat dibayangkan bahwa bangsa Indonesia "bahkan ketika siap untuk merdeka," mungkin tidak ingin dipisahkan dari Belanda. Profesor Kennedy mengakui bahwa Belanda, mungkin lebih dari bangsa lain, telah menunjukkan liberalisme dalam hal ras, dan dia mengatakan bahwa Belanda sekarang harus mengakui bahwa dalam pandangan jangka panjang, jauh lebih mudah bagi kekuatan demokrasi untuk menjadikan bekas koloni mereka sebagai benteng demokrasi daripada menghasilkan keuntungan dari perang. Pembicara memberikan penghormatan besar kepada Belanda sebagai administrator kolonial dan memberikan tiga kutipan dari buku terbarunya, The Ageless Indies, untuk mendukung hal ini: "Tidak diragukan lagi bahwa pejabat sipil Belanda di Hindia adalah administrator kolonial terbaik di dunia." "Belanda adalah sarjana hukum primitif terkemuka di dunia". Profesor Kennedy juga mengakui "Belanda mengenal pulau-pulau itu lebih baik daripada negara lain mengenal koloninya".

Pada hari pertama konferensi juga hadir memberikan pidato adalah Raden Abdulkadir Widjojoatmodjo dengan topik berjudul ”Perkembangan Gerakan Politik Indonesia” dan pidato oleh Dr PHW Sitsen, Dr GHC Hart dan Dr P Honig tentang aspek ekonomi Hindia Belanda (yang dilaporkan dalam Knickerbocker Weekly edisi 21 September).


Pembicara lainnya adalah Dr Charles O van der Plas mantan residen Jawa Timur yang menyampaikan penghormatan yang tinggi kepada orang yang bekerja di Cornell diberikan oleh Presiden Universitas, Edmund Day, pianis Egon Petri, fisikawan, PJ W Debye, pemenang Hadiah Nobel dan Dr NAC Slotemaker de Bruine, kepala Biro Informasi Belanda, sebagai perwakilan Duta Besar Belanda Dr Alexander Loudon. Profesor Debye memberikan ceramah yang sangat menarik tentang mikroskopi dalam fisika modern yang membuat hadirin tercengang dengan kemungkinan menakjubkan dari perkembangan modern ilmu ini. Presiden Liga, Profesor Barnouw, mengatakan dalam pidato penutupnya bahwa keyakinan akan masa depan Hindia telah menjadi inti dari seluruh konferensi.

Raden Loekman Djajadiningrat, tiba di Washington minggu lalu dari Australia (lihat Knickerbocker weekly. "Free Netherlands", jrg 2, 1942, No. 35, 26-10-1942). Disebutkan Raden Loekman Djajadiningrat, mantan kepala Departemen Pendidikan Hindia Belanda, tiba di Washington minggu lalu dari Australia dan segera mengemban tugasnya sebagai anggota Dewan Hindia Belanda dari Misi Ekonomi dan Keuangan Belanda di Amerika Serikat. Raden adalah seorang pakar urusan Hindia Belanda dengan pengetahuan luas tentang penduduk kepulauan tersebut. Ia adalah salah satu dari sekelompok pejabat yang melarikan diri ke Australia bersama Dr HJ van Mook, yang saat itu menjabat sebagai Letnan Gubernur Jenderal, sehari sebelum berakhirnya perlawanan terpusat di Jawa pada bulan Maret lalu. Ia adalah orang Indonesia kedua yang mengepalai Departemen Pendidikan, setelah menggantikan saudaranya, Profesor Hoessein Djajadiningrat. Sebelum bergabung dengan Pemerintah, ia berpartisipasi aktif dalam organisasi nasionalis Indonesia ”Pasoendan”.

 

Knickerbocker weekly. "Free Netherlands", jrg 2, 1942, no. 36, 02-11-1942: ‘Orang Indonesia/Warga Belanda Menentang Campur Tangan. Raden Mas Roeslan dan Raden Soedjono, dua kadet Indonesia dari Angkatan Udara Hindia Belanda yang sekarang berlatih di Amerika Serikat, menulis surat kepada editor The New York Times untuk memprotes beberapa pernyataan tentang status masa depan Belanda di Hindia Timur yang muncul di surat kabar itu. Dalam surat yang dipublikasikan di Times pada tanggal 17 Oktober, kedua kadet tersebut mengatakan: “Kami percaya bahwa orang-orang Amerika, yang setia pada cita-cita demokrasi, akan membiarkan orang-orang tersebut tertarik untuk memutuskan sendiri tentang status masa depan mereka. Ketika kami dan orang Indonesia lainnya serta kawan-kawan Belanda mengajukan diri untuk angkatan udara, kami melakukannya untuk mempertahankan dan, jika perlu, untuk merebut kembali negara kami dan untuk menjaga status masa depan kami sebagai mitra yang setara dengan Belanda, yang faktanya kami yakini. Kita semua akan sangat kecewa jika, setelah Jepang dikalahkan, sekutu Amerika kita, yang idealismenya sangat kita percayai, malah mengambil hak untuk memutuskan masa depan kita’.

Intrik-intrik antara orang Indonesia dan Belanda di satu sisi mulai muncul, sementara orang Amerika di sisi lain. Mengapa? Wilayah Indonesia terlalu besar dan terlalu kaya sumberdaya alam untuk diperebutkan semua pihak. Jepang telah mengusir Belanda. Lalu apakah orang Belanda bisa mengusir Jepang di Indonesia? Wilayah Indonesia menjadi penting bagi Amerika Serikat, tidak hanya pada masa ini, tetapi sudah sejak dulu, seabad yang lalu ketika Kapten Gibson mencoba melakukan aneksasi politik di Palembang dan Djambi pada tahun 1852. Pada masa ini pengaruh Amerika dengan dua kaki di Filipina hanya tinggal memidahkan satu kaki ke wilayah Indonesia. Orang Amerika dapat melakukan Kerjasama dengan orang Indonesia yang lain yang anti Belanda.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar