Laman

Selasa, 24 Mei 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (609): Semenanjung Sumatra, Daratan Memanjang Burma hingga Sumatra; Jalur Migrasi Ras Negroid Andaman Jawa dan Malaya Filipina

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Apakah ada Semenanjung Sumatra? Nah, itu dia! Itu yang ingin diketahui. Yang jelas belum ada yang memikirkan dan menyinggungnya dalam konteks sejarah zaman kuno. Bahwa Fakta terdapat busur Sunda (sebelah barat) yang menghubungkan daratan Asia dari Burma (kini Myanmar), pulau Sumatra dan Jawa serta Bali (Nusantara). Aktivitas vulkanik di sepanjang busur ini membentuk pegunungan (Bukit Barisan di Sumatra). Jalur daratan yang membentuk Semenanjung Sumatra hingga ke Jawa dan jalur daratan yang membentuk Semenanjung Malaya dari daratan Asia menjadi jalur migrasi orang Negroid dari Afrika mencapai Jawa dan Filipina.  

Busur Sunda adalah busur vulkanik membentuk pulau Sumatra, Jawa, dan kepulauan Nusa Tenggara. Rantai gunung berapi membentuk punggung topografi di pulau-pulau tersebut. Busur ini terbentuk dari dua lempeng yakni lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia, dimana lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng Eurasia. Kemiringan letak pulau Sumatera diakibatkan dari sudut penunjaman lempeng Indo-Australia dengan Eurasia. Berbeda dengan pulau Jawa yang sudutnya sejajar atau paralel dengan ekuator. Pulau Sumatra merupakan bagian dari lempeng Eurasia yang dulunya merupakan daratan, bukan hasil dari proses subduksi. Itulah mengapa Sumatra disebut busur benua. Hal ini dapat dibuktikan dengan penemuan formasi batuan granit yang bersifat asam. Formasi batuan granit ini merupakan formasi batuan tertua di pulau Sumatra. Pulau Sumatra sendiri bergerak dari utara Australia. Pulau Sumatra sudah ada sebelum proses subduksi sehingga disebut busur benua bukan busur kepulauan, hal ini dibuktikan oleh Hamilton (1979), yang menemukan batuan granit berumur 240 juta tahun atau pada zaman Trias. Sedangkan proses subduksi dimulai pada zaman kretasius atau 100 juta tahun yang lalu. Kenampakan sistem subduksi, yaitu outer rise, palung, punggungan busur luar, cekungan busur luar, punggungan busur dalam, cekungan busur dalam berkembang dengan sangat jelas melintang pulau Jawa dan Sumatra. Sedangkan untuk ciri-ciri tektonik di busur Sumatra adalah bukit barisan, sesar Sumatra, cekungan minyak, ngarai, dan pegunungan vulkanik. Busur Sunda dapat dibagi menjadi 2 yaitu Busur Sunda Barat dan Busur Sunda Timur. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Semenanjung Sumatra, daratan antara Burma dan Pulau Sumatra? Seperti disebut di atas, busur Sunda menghubungkan Burma dengan Sumatra hingga ke Jawa dimana terdapat aktivitas vulkanik yang menjadi jalur migrasi negoroid. Lalu bagaimana sejarah Semenanjung Sumatra, daratan antara Burma dan Pulau Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Semenanjung Sumatra, Daratan Antara Burma-Sumatra: Teka-Teka Peta Kuno Thracian Chersonese

Sebelum mendeskripsikan lebih lanjut hipotesis Semenanjung Sumatra, ada baiknya menyinggung tentang teka-teki peta kuno (sebut saja) Peta Thracian Chersonese. Peta kuno ini tampaknya berasal dari abad-abad sebelum Masehi. Peta ini tidak disalin oleh Ptolomeus dalam catatan geografinya.

Ptolomeus adalah ahli geografi Yunani yang lahir di Mesir yang telah mengkompilasi banyak peta-peta yang terdapat dalam catatan geografinya yang ditebitkan pada abad ke02. Ada diantaranya peta Ptolomeus dua peta yang selama ratusan tahun terakhir diperdebatkan oleh ahli sejarah geografi dan para pembuat peta. Dua peta itu adalah peta Pulau Taprobana dan peta Semenanjung Aurrea Chersonesus. Pada artikel sebelumnya di dalam blog ini Peta Taprobana telah dibuktikan bahwa posisi pulau Taprobana adalah pulau Kalimantan (tempo doeloe). Untuk Peta Semenanjung Aurrea Chersonesus akan dibuat artikel sendiri.

Peta Thracian Chersonese telah ditulis berkali-kali. Para penulis hampir semuanya meyakini semenanjung tersebut adalah Semenanjung Gallipoli di wilayah Turki yang sekarang. Lalu pertanyaannya, apakah Ptolomeus tidak mengetahui dimana posisi peta itu di muka bumi? Atau apakah Ptolomeus ragu mengutipnya, atau peta tersebut belum dimiliki atau belum ditemukan pada era Ptolomeus?

Pada abad-abad terakhir, penulis geografi di Eropa meyakini peta tersebut adalah Semenanjung Gallipoli di Turki. Para penulis menghubungkan peta itu pada era Yunani kuno. Namun tetap muncul pertanyaan apa pentingnya semenanjung itu dibuat/dipetakan dan terus disimpan/tersimpan ratusan tahun jika hanya seluas semenanjung Gallipoli. Dalam peta masa kini, semenanjung Gallipoli itu hanya satu titik kecil dalam peta googlemap (bandingkan dengan peta Sumatra). Semenanjung kecil Gallipoli ini tidak begitu penting masa kini (bandingkan dengan Sumatra).

Tampaknya Ptolomeus ragu mengulas peta Semenanjung Chersonese, karena dia tidak memahami/meyakini dimana posisinya di muka bumi. Akan tetapi nama yang mirip yakni Semenanjung Arrea Chersonesus diulasnya dan disertakan. Lantas mengapa penulis-penulis Eropa generasi selanjutnya meyakini peta itu berada di Eropa (di wilayah Turki yang sekarang). Tampaknya Ptolomeus lebih cerdas jika dibandingkan dengan generasi selanjutnya yang terkesan kekanak-kanakan. Oleh karena peta itu mirip di Turki lalu dklaim. Tetapi lupa semenanjung itu terlalu kecil untuk dipetakan pada zaman itu.

Dalam konteks yang tidak masuk akal inilah terbuka pertanyaan baru, dimana sesungguhnyta peta Seemenanjung Thracian Chersonesu itu berada? Juga memberi peluang untuk menemukan jawaban, apakah peta Seemenanjung Tharcian Chersonesu itu berada nun jauh di timur di Sumatra yang sekarang?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Negroid di Andaman, Jawa, Malaya, Filipina: Jalur Migrasi Semenanjung Sumatra dan Semenanjung Malaya

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar