Laman

Minggu, 11 Desember 2022

Sejarah Madura (29): Raden Majang Koro dan Pasukan Barisan Madoera; P. Koesoemo hingga Oerip Soemohardjo - AH Nasoetion


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Sejarah adalah narasi fakta dan data. Namun harus diingat sejarah terbagi ke dalam era yang berbeda-beda. Selama kehadiran Belanda bahkan dapat dibedakan era ekspedisi awal Belanda, era VOC, era Pemerintah Hindia Belanda (termasuk era pendudukan Inggris). Tentu saja ada era pendudukan Jepang dan era perang kemerdekaan dan terakhir era Republik Indonesia. Dalam konteks inilah kita membicarakan salah satu orang Madura yang menjadi perwira pada era Pemerintah Hindia Belanda adalah Raden Majang Koro. Dalam hal ini Pemerintah Republik Indonesia adalah satu rezim pemerintahan dan Pemerintah Hindia Belanda adalah rezim pendahulu. Seadainya Raden Majang Koro masih berkarir pada era perang kemerdekaan, Raden Majang Koro boleh jadi menjadi Pahlawan Nasional Indonesia. Dalam hal inilah setiap era, interpretasi sejarah juga harusnya berbeda.


Siapa Raden Arya Omong Koro? (https://kumparan.com/). Ditilik dari berbagai dokumen sejarah berbahasa Belanda yang acap dipakai sejarawan Indonesia, seperti KITLV.nl, dan koran sezaman seperti Java Bode, tidak ada catatan terkait nama Raden Arya Omong Koro. Catatan tentang orang yang dimaksud dari pesan tersebut lebih tepat merujuk ke satu nama. Dia adalah Raden Arya Majang Koro, bukan Arya Omong Koro. “Di Bangkalan telah wafat Raden Majang Koro, pensiunan Kolonel dari Korps Barisan,” demikian tertulis di koran Java Bode edisi 23 Oktober 1906. Jadi tidak ada orang bernama Raden Arya Omong Koro. Kolonel Raden Ario Majang Koro adalah keturunan bangsawan dari Bangkalan. Ia lahir sekitar tahun 1832. Dalam ‘Onze vestiging in Atjeh’ karya G.F.W Borel, Majang Koro masuk ke dunia militer pada tanggal 15 Agustus 1848 sebagai sukarelawan tentara di Surabaya. Nama kelompok tentara itu Kaboen Surabaya. Kariernya di dunia kemiliteran terus menanjak. Dia dipromosikan menjadi kopral pada 16 Januari 1850 dan naik lagi menjadi sersan pada tanggal 25 Juni 1850. Pada tahun 1873, saat ia masih berpangkat mayor ia dikirim ke Aceh. Dalam “Perang Aceh dan Kisah Kegagalan Snouck Hurgronje” karya Paul t’Veer (1985) disebutkan ekspedisi pertama Aryo Majang Koro di Tanah Rencong dipimpin Mayor Jenderal JHR Kohler. Namun Kohler terbunuh pada 14 April 1873, tepat di depan Masjid Raya Aceh. “Sebagai mayor Korps Barisan, Majang Koro memimpin pasukan yang terdiri dari orang-orang Madura ke Aceh, pada 1873-1874,” demikian yang tertulis. Saat itu Majang Koro berhasil memukul mundur lawan. Ia kemudian mendapat penghargaan Ridder Willems-Orde dengan pangkat kolonel titurer. Majang Koro meninggal di Bangkalan pada tahun 1906.

Lantas bagaimana sejarah Raden Majang Koro dan pasukan Barisan Madoera? Seperti disebut di atas, Raden Majang Koro seorang perwira asal Madura pada era Pemerintah Hindia Belanda dengan pangkat terakhir Overste. Banyak perwira pribumi pada era Pemerintah Hindia Belanda termasuk (Majoor) Oerip Soemohardjo dan (Letnan) AH Nasoetion. Lalu bagaimana sejarah Raden Majang Koro dan pasukan Barisan Madoera? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja* .Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 19-03-1873

Raden Majang Koro dan Pasukan Barisan Madoera; Prawiro Koesoemo hingga Oerip Soemohardjo dan AH Nasoetion

Majang Koro meninggal tahun 1895 dengan pangkat terakhir Overste, dan dinaikkan menjadi Kolonel titular. Majang Koro memulai karir sebagai prajurit biasa pada usia 18 tahun pada tahun 1848. Pada tahun 1849 ikut berpartisipasi dalam Perang Bali. Sepulang dari Bali, Majang Koro mendapat medali medali perunggu untuk keberanian dan kesetiaan. Keikutsertaannya dalam ekspedisi Palembang tahun 1851 dan 1852 kembali Majang Koro mendapat medali perak. Majang Koro kemudian berpartisipasi dalam perang di West Borneo pada tahun 1853 dan 1854. Pada tahun 1859 keluar dari leger dengan pangkar Sergeant dan hanya ingin mengabdi untuk pasukan Barisan Madoera.


Pada tahun 1861 Sergeant Majang Koro mendapatkan kenaikan pangkat menjadi Tweeden Luietent Adjudant (lihat Javasche courant, 10-07-1861), Yang mendapat kenaikan ke letnan dua untuk pribumi ada delapan orang, untuk kenaikan ke letnan satu ada empat orang dan satu orang untuk menjadi kapten. Barisan Madoera terbentuk pada tahun 1824 sehubungan dengan keikutsertaan dalam Perang Bone di Sulawesi. Pasukan Barisan Madoera ini semakin kuat Ketika menawarkan diri untuk berpartisipasi dalam Perang Jawa tahun 1825 untuk mengatasi perlawanan Pangeran Diponegoro dan Pangeran Mangkoeboemi. Majang Koro terus berkarir dengan kanaikan pangkat ke letnan satu, kemudian menjadi kapten.

Majang Koro yang memulai karir dari bawah, pada tahun 1872 mendapat kenaikan pangkat dari Kapitein menjadi Majoor (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 24-07-1872). Pangkat tertinggi di dalam Barisan Madoera saat ini adalah Letnan Kolonel dari Soemenep. Majang Koro berada di setengah battalion Bangkalan (dari Barisan Madoera). Pada tahun 1872 ini salah satu Majoor Barisan Madoera pensiun dengan kenaikan pangkat titular menjadia Letnan Kolonel.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Prawiro Koesoemo hingga Oerip Soemohardjo dan AH Nasoetion: Setiap Era Narasi Sejarah Harus Dibedakan

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar