Laman

Rabu, 02 Juli 2025

Sejarah Indonesia Jilid 3-1:Di Nusantara dan Canton Permulaan Hijriah; Serambi Mekkah di Aceh - Titik Nol Islam Nusantara di Barus


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Indonesia Jilid 1-10 di blog ini Klik Disini

Al-Qur'an kitab suci agama Islam identik dengan bahasa Arab. Bukti tertua bahasa Arab dengan aksara Arab ditermukan dalam prasasti Namara yang berasal dari tahun 328. Nabi Muhammad menerima wahyu pertama, yang menandai dimulainya dakwah Islam tahun 610. Lalu kemudian pada tahun 622 Nabi Muhammad SAW melakukan hijriah dari Mekah ke Medina (sebagai tahun pertama kalender hijriah). Di Sana’a, Yaman ditemukan sebuah papirus berbahasa Arab yang berasal dari tahun 643, teks yang dianggap sebagai contoh awal berbahasa Arab Islam.


"Titik Nol Islam" mengacu pada Kota Barus di Sumatera Utara, yang diyakini sebagai pusat awal penyebaran agama Islam di Nusantara (Indonesia). Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara diresmikan di Barus pada 24 Maret 2017 oleh Presiden Joko Widodo, menandai pentingnya kota ini dalam sejarah Islam Indonesia. Barus, yang terletak di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, adalah sebuah kota pelabuhan tua yang ramai dikunjungi pedagang dari berbagai negara pada masa lalu. Keberadaan makam-makam kuno, seperti Makam Mahligai dan Makam Papan Tinggi, juga menjadi bukti sejarah awal masuknya Islam ke wilayah ini. Meskipun ada beberapa perdebatan di kalangan sejarawan mengenai titik awal pasti penyebaran Islam, Barus secara resmi ditetapkan sebagai Titik Nol Peradaban Islam Nusantara, memperkuat posisinya dalam sejarah Islam Indonesia (AI Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah permulaan Hijriah di Nusantara dan Canton? Seperti disebut di atas, (agama) Islam bermula tahun 610 dan penanggalan tahun hijriah dimulai pada tahun 622, tahun kapan Nabi Muhammad SAW melakukan hijriah dari Mekah ke Medina. Lalu bagaimana sejarah permulaan Hijriah di Nusantara dan Canton? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah penulis sejarah, melainkan hanya sekadar untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.

Permulaan Hijriah di Nusantara dan Canton; Aceh Serambi Mekkah dan Barus Titik Nol Islam Nusantara

Dengan semakin berkembangnya pelabuhan Tiongkok di Canton, wilayah Tiongkok yang kaya jalur navigasi pelayaran perdagangan mulai didatangi oleh pedagang-pedagang asing seperti Arab, Dalam hal ini sebelum Tiongkok mengenal navigasi pelayaran, pedagang-pedagang Arab adalah yang paling aktif mengunjungi pelabuhan-pelabuhan Tiongkok di pantai timur. Pada saat awal kehadiran pedagang Arab ada dua pelabuhan yang bersaing di pantai timur yakni pelabuhan Canton (kini Guangzhou) dan pelabuhan Annam. Kehadiran pedagang-pedagang Arab di Tiongkok bahkan selagi umat Islam masih dipimpin oleh (nabi) Muhammad di Madinah (tahun Hijrah dimulai tahun 622 M).


Kelak nama Annam berganti dengan nama Champa (kini Vietnam). Sedangkan nama Kattigara kelak disebut Cochinchina (kini Kamboja). Dari perubahan-perubahan nama inilah kemudian terbentuk etnik Champa di Annam dan etnik Khmer di Kattinagara (Cochinchina). Nama Champa dan nama Khmer diduga merujuk pada nama kamper (champer=champa; champer=khmer). Seperti disebut di atas, kamper adalah komoditi utama berasal dari Sumatra bagian utara, yang ditransfer ke Kattigara dan Annam dan kemudian diteruskan ke Canton. Peta Arabia/Laut Merah Ptolomeus abad ke-2 (belum teridentifikasi nama Mekkah dan Medina).

Dalam catatan Tiongkok disebutkan bahwa antara 618 dan 626 empat murid Muhammad membawa Islamisme ke Tiongkok, satu mengajar di Canton, satu di Yang-chow, dan dua lainnya di Ch'üan-chow (lihat Sino-Portuguese trade from 1514 to 1644: Aynthesis of Portuguese and Chinese sources oleh Tien Tse Chang, 1933). Disebutkan dalam P'an-yü-hsien-chih bab 53 halaman 1: ‘Ketika perdagangan laut dibuka pada dinasti T'ang, Muhammad, raja Muslim Medina mengunjungi koloni Muslim di Canton, yang mereka sebut Khanfu. Juga disebutkan mengirim paman dari pihak ibu, pendeta Su-ha-pai-sai ke Tiongkok untuk berdagang. Dia membangun menara Kuangfe dan masjid Huai-shêng. Dia meninggal segera setelah menara dan masjid selesai dibangun. Juga disebutkan paman dari pihak ibu Muhammad, Wahb-Abu-Kabcha, datang ke Tiongkok pada tahun 628 atau 629. Pada tahun-tahun ini pula diketahui peziarah Tiongkok mulai berkunjung ke India.


Pada tahun 629, seorang yang terkenal peziarah Hsüan-tsang memulai perjalanannya melalui Asia Tengah dan India. Para peziarah yang pergi ke India setelah dia mengambil pada awalnya rute darat melalui Balkh, Peshawar, Tibet dan Nepal, tetapi di paruh kedua abad ketujuh rute laut menjadi lebih sering digunakan. Canton adalah pelabuhan embarkasi. Sangat sering peziarah yang mampir di Jawa atau di Sumatera, tinggal disana untuk beberapa waktu sebelum mereka melangkah lebih jauh, karena tempat-tempat ini adalah juga pusat studi agama Buddha. Kemudian mereka melanjutkan lagi perjalanan melewati Kepulauan Nicobar dan menuju Ceylon. Buddhis Tiongkok yang terkenal, Guru Hui-ning pergi ke Java sengaja pada tahun 664-665, dan tetap disana tiga tahun untuk bekerja dengan pendeta dari negara itu Jnanabhadra yang dengan cendekiawan ini, dia menerjemahkan Nirvana. Sumatera juga disebut sebagai pusat besar untuk studi agama Buddha. Di antara orang Tiongkok yang pergi untuk belajar disana adalah I-tsing. Dia meninggalkan Canton pada tahun 671 dan menuju ke Sumatera Sriwijaya dimana ia menghabiskan enam bulan studi tentang tata bahasa Sansekerta. Kemudian dia pergi ke Malayu dimana dia tinggal selama dua bulan lainnya. Setelah kembali dari India dimana dia menghabiskan sepuluh tahun di universitas Buddhis Nalanda yang terkenal, dia kembali menetap di Sriwijaya selama kurang lebih 10 tahun dan bergerak di bidang penulisan dan penerjemahan. Dalam biografi I-tsing disebutkan enam puluh peziarah yang melakukan perjalanan ke India, tiga puluh tujuh di antaranya menempuh jalur laut.

Dari berbagai keterangan yang berasal dari catatan Tiongkok mengindikasikasikan bahwa di Tiongkok, sudah ada orang-orang Islam di Canton, sebelum orang-orang Tiongkok melakukan kali pertama ziarah agama Boedha ke India. Tentu yang paling menarik dari keterangan itu bahwa Nabi Muhammad pernah berkunjung ke Canton.


Seperti kita lihat nanti, ketika pedagang-pedagang Arab sudah melalui laut ke Tiongkok, peziarah Tiongkok ke India masih melalui darat. Baru pada pertengahan abad ke-7 orang Tiongkok mulai menggunakan jalur navigasi pelayaran, seperti Guru Hui-ning ke Java (664-665 M) dan I’tsing ke Sumatra (671 M). Dalam perkembangannya sehubungan dengan semakin pentingnya pelabuhan Canton, pedagang-pedagang Arab di pelabuhan diizinkan Kaisar Tiongkok untuk membentuk koloni (tidak hanya sekadar berdagang tetapi juga untuk menetap). Berdasarkan catatan dinasti Tiongkok karena orang-orang Arab berperilaku baik dan telah memiliki tertib hukum sendiri yang bisa menjalankan pengadilan.

Kehadiran orang Arab/Islam di pantai timur Tiongkok (Canton) paling tidak pada tahun 618. Delapan tahun sejak permulaan agama Islam tahun 610. Pada tahun 626 sudah ada empat murid Muhammad membawa Islamisme ke Tiongkok. Nabi sendiri juga disebut telah mengunjungi koloni Muslim di Canton. Namun tidak terinformasikan kapan. Sementara Nabi Muhamad dan para pengikut melakukan hijrah dari Mekkah ke Medina pada tahun 622 (yang menjadi awal tahun Hijriah). Yang terinformasikan adalah kunjungan pamannya pada tahun 628 atau 629. Nabi Muhammad sendiri meninggal tahun 632.


Ada disebut hadis berbunyi: ‘Tuntutlah ilmu itu walau jauh ke negeri Tiongkok’. Meski ini berupa ungkapan, tetapi bagaimana hadis ini diungkapkan di negeri Arab, besar dugaan bukanlah cerita, tetapi dapat dikatakan suatu refleksi pengalaman Nabi sendiri yang pernah berkunjung ke Tiongkok.

Lantas bagaimana dengan di Sumatra? Dalam navigasi pelayaran perdagangan dari Arab di Laut Merah ke pantai timur Tiongkok haruslah melalui (pulau) Sumatra. Namun tidak diketahui apakah melalui selat Malaka atau selat Sunda. Penghasil emas dan kamper saat itu berada di pantai barat Sumatra. Hingga pada masa Pemerintah Hindia Belanda di dalam perdagangan kamper hanya diketahui populasi tanaman kamper terbatas di wilayah yang berada antara Air Bangis dan Singkil.


Satu yang jelas bahwa pantai barat Sumatra sejak era Ptolomeus (abad ke-2) sudah terinformasikan kamper didatangkan dari wilayah ini (yang diduga bernama Barossae yang diidentifika dalam peta Ptolomeus). Dalam catatan Tiongkok dinasti Leang (502-556) disebut nama-nama tempat di pulau emas: Po-lu-sse, Kin-lin, Tu-k'un, Pien-tiu of Pan-tiu, Kiu-li of Ktu-tchiu dan Pi-song serta Mo-chia-man. Po-lu-sse diduga kuat adalah nama Barus (Barossae).

Pada masa ini diketahui bahwa di Barus ditemukan batu nisan (Syekh Rukunuddin) yang wafat pada tahun 672 (48 H). Tahun 672 dalam hal ini masih dapat dikatakan masih semasa dengan kehadiran orang Arab/Islam di Canton (sejak 618). Artinya, orang (Arab) beragama Islam di Barus sudah ada jauh sebelum tahun 672. Sebab, bagaimanapun, Barus jauh lebih dekat ke Arab daripada Canton sendiri.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Aceh Serambi Mekkah dan Barus Titik Nol Islam Nusantara; Persebaran Islam di Nusantara  

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

 *Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar